Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PERAWATAN ANAK PENDERITA HIV/AIDS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan HIV/AIDS

Disusun Oleh:

1. Krismaningrum (C.0105.20.087)

2. Ratih Tri Wahyuningsih (C.0105.20.090)

3. Sri mulyani (C.0105.20.092)

4. Yulinda Suhendayani

PROGRAM STUDI S 1 KEPERAWATAN

STIKES BUDI LUHUR CIMAHI 2021


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb. Segala puji syukur kami panjatkan kepada


Allah SWT yang mana telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahNya,
sehingga makalah Keperawatan HIV/AIDS yang berjudul “Prinsip Perawatan
Bayi dan Anak Penderita HIV/AIDS” ini telah selesai tepat pada waktunya.
Guna untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Keperawatan HIV/AIDS.
Terimaksih kami ucapkan kepada Bapak Mugi Hartoyo, MN yang mana telah
membantu kami dalam menyusun dan menyelesaikan makalah ini.
Dan juga pihak – pihak lain yang telah membantu kami dalam menyusun
makalah ini. Kami sadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita dalam mengembangkan profesionalisme
keperawatan di Indonesia. Saya ucapkan terimakasih. Wassalamu’alaikum. Wr.
Wb.

Dayeuhkolot, APRIL 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN .......................................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
HALAMAN DAFTAR ISI.................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
BAB III KESIMPULAN
A. KESIMPULAN..............................................................................................
B. SARAN..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi HIV/AIDS ( Human immuno Deficiency Virus / Acquired
Immune Deficiency Syndrom ) pertama kali dilaporkan di Amerika pada
tahun 1981 pada orang dewasa homoseksual, sedangkan pada anak tahun
1983. enam tahun kemudian ( 1989 ), AIDS sudah termasuk penyakit yang
mengancam anak di amerika. Di seluruh dunia, AIDS menyebabkan
kematian pada lebih dari 8000 orang setiap hari saat ini, yang berarti 1
orang setiap 10 detik, karena itu infeksi HIV dianggap sebagai penyebab
kematian tertinggi akibat satu jenis agen infeksius.
AIDS pada anak pertama kali dilaporkan oleh Oleske, Rubbinstein
dan Amman pada tahun 1983 di Amerika serikat. Sejak itu laporan jumlah
AIDS pada anak di Amerika makin lama makin meningkat. Pada bulan
Desember di Amerika dilaporkan 1995 maupun pada anak yang berumur
kurang dari 13 tahun menderita HIV dan pada bulan Maret 1993 terdapat
4480 kasus. Jumlah ini merupakan 1,5 % dan seluruh jumlah kasus AIDS
yang dilaporkan di Amerika. Di Eropa sampai tahun 1988 terdapat 356
anak dengan AIDS. Kasus infeksi HIV terbanyak pada orang dewasa
maupun pada anak – anak tertinggi didunia adalah di Afrika.
Sejak dimulainya epidemi HIV/ AIDS, telah mematikan lebih dan
25 juta orang, lebih dan 14 juta anak kehilangan salah satu atau kedua
orang tuanya karena AIDS. Setiap tahun juga diperkirakan 3 juta orang
meninggal karena AIDS, 500 000 diantaranya adalah anak usia dibawah
15 tahun. Setiap tahun pula terjadi infeksi baru pada 5 juta orang terutama
di negara terbelakang atau berkembang, dengan angka transmisi sebesar
ini maka dari 37,8 juta orang pengidap infeksi HIV/AIDS pada tahun
2005, terdapat 2,1 juta anak- anak dibawah 15 tahun.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan HIV?
2. Bagaimana manifestasi klinik HIV pada anak?
3. Bagaimana pendekatan diagnosa HIV pada anak?
4. Bagaimana uji laboratorium dan diagnostik HIV?
5. Bagaimana penatalaksanaan medis pada HIV?
6. Pemantauan respons terhadap ARV pada anak penderita HIV ?
7. Peran perawat pada asuhan keperawatan anak dengan HIV
8. Pencegahan penularan HIV pada anak

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan HIV
2. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinik HIV pada anak
3. Untuk mengetahuii bagaimana pendekatan diagnosa HIV pada anak
4. Untuk mengetahui bagaimana uji laboratorium dan diagnostik HIV
5. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan medis pada HIV
6. Untuk mengetahui bagaimana pemantauan respons terhadap ARV pada
anak penderita HIV ?
7. Untuk mengetahui bagaimana peran perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien anak dengan HIV
8. Untuk mengetahui pencegahan penularan HIV pada anak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A DEFINISI

AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem


kekebalan tubuh. HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada
manusia yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam
jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS
sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam
waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan
oleh infeksi HIV.

B TANDA DAN GEJALA HIV PADA ANAK


Bayi yang terinfeksi tidak dapat dikenali secara klinis sampai terjadi
penyakit berat atau sampai masalah kronis seperti diare, gagal tumbuh, atau
kandidiasis oral memberi kesan imunodefisiensi yang mendasari.
Kebanyakan anak dengan infeksi HIV-1 terdiagnosis antara umur 2 bulan dan
3 tahun.Tanda-tanda klinis akut yang disebabkan oleh organisme virulen pada
penderita limfopeni CD4+ yang terinfeksi HIV-1 disebut infeksi oportunistik
"penentu-AIDS". Infeksi oportunistik yang paling sering dan sangat
mematikan adalah pneumonia P. carinii (PPC). Tanda klinis PPC pada bayi
terinfeksi HIV-1 merupakan distress pernapasan berat dengan batuk,
takipnea, dispnea dan hipoksemia dengan gas darah menunjuk ke arah
blokade kapiler alveolar (mis ; proses radang interstisial). Roentgenogram
dada menunjukkan pneumonitis difus bilateral dengan diafragma datar.
Diagnosis biasanya diperkuat oleh bronkoskopi fleksibel dan cuci
bronkoalveolar dengan pewarnaan yang tepat untuk kista maupun tropozoit.
Kadar laktat dehidroginase biasanya juga naik. Diagnosa banding pada bayi
termasuk herpes virus ( sitomegalovirus, virus Epstein-Barr, virus herpes
simpleks ), virus sinsitial respiratori, dan infeksi pernafasan terkait mengi.
Pengobatan infeksi PPC harus dimulai seawal mungkin, tetapi prognosis jelek
dan tidak secara langsung dikorelasikan dengan jumlah limfosit CD4+..
Reaktivasi PPC tampak semakin bertambah pada anak yang lebih tua yang
mempunyai perjalanan klinis infeksi HIV-1 yang lebih kronis. Profilaksis
PPC (trimetropim-sulfametoksasol tiga kali seminggu ) dianjurkan pada
penderita pediatri dengan angka limfosit-T CD4+ rendah (<25% angka
absolut ).

Infeksi oportunistik penentu AIDS yang relatif sering kedua adalah


esofagitis akibat Candida albicans. Esofagitis Candida nampak sebagai
anoreksia atau disfagia, dikomplikasi oleh kehilangan berat badan, dan
diobati dengan amfoterisin B dan ketokonazol. Infeksi oportunistik penting
lain melibatkan ssstem saraf sentral, sepertii Toxoplasma gondii. Infeksi
Mycobacterium avium complex biasanya menimbulkan gejala saluran cerna,
dan herpes virus menimbulkan komplikasi retina, paru, hati, dan neurologist.
M. tuberculosis dan malaria yang tersebar di seluruh dunia adalah patogen
oportunistik pada penderita AIDS. Neoplasma relatif tidak sering pada
penderita terinfeksi HIV-1 pediatri. (Behrman,dkk,2002: 1129 ).Manifestasi
klinisnya antara lain :

1. Berat badan lahir rendah


2. Gagal tumbuh
3. Limfadenopati umum
4. Hepatosplenomegali
5. Sinusitis
6. Infeksi saluran pernafasan atas berulang
7. Parotitis
8. Diare kronik atau kambuhan
9. Infeksi bakteri dan virus kambuhan
10. Infeksi virus Epstein-Barr persisten
11. Sariawan Orofaring
12. Trombositopenia
13. Infeksi bakteri seperti meningitis
14. Pneumonia Interstisial kronik
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena
sarafnya yang memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif,
perkembangan yang terhambat, atau hilangnya perkembangan motoris.

C PENDEKATAN DIAGNOSA HIV PADA ANAK

Pendekatan diagnosa HIV pada anak terutama bayi relatif lebih sukar
dari pada orang dewasa. Hal ini di samping karena tanda klinisnya yang
tidak / kurang meyakinkan akibat banyaknya penyakit lain yang harus
dipikirkan sebagai diagnosa bandingnya, juga karena pemeriksaan
serologisnya yang sering membingungkan. Adanya antibodi terhadap HIV
(IgG) pada darah bayi dapat merupakan antibodi yang berasal dari ibunya,
karena antibodi ini dapat menembus plasenta, yang dapat menetap berada
dalam darah si anak sampai berumur 18 bulan. Kalau hal ini terjadi , maka
memerlukan pemeriksaan serial dan untuk mengevaluasi kebenaran terjadinya
infeksi bagi si bayi. Pada umumnya dikatakan, masih terdapatnya antibodi
sampai lebih dari 15 bulan menunjukkan adanya infeksi HIV pada bayi.
Terdapatnya antibodi kelas IgM atau IgA, mempunyai arti diagnostik yang
lebih tinggi, dengan sensitifitas dan spesifitas sampai 98%. Pada umumnya
diagnosa infeksi HIV pada anak ditegakkan atas dasar :

1. Tergolong dalam kelompok resiko tinggi.


2. Adanya infeksi oportunistik dengan atau tanpa keganasan
3. Adanya tanda-tanda defisiensi imun, seperti menurunnya T4 (ratio
T4:T8)
4. Tidak didapatkan adanya penyebab lain dari defisiensi imun.
5. Terbukti adanya HIV baik secara serologi maupun kultur.

Pembuktian adanya HIV dapat dengan mencari antibodinya (IgG, IgM


maupun IgA) yang dapat dikerjakan dengan metoda Elisa maupun Weste
Blot. Dapat pula dengan menentukan Antigen p-24 dengan metoda Elisa,
ataupun DNA –virus dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).
Pemeriksaan ini tentunya mempunyai arti diagnostik yang lebih tinggi.
Metoda lain yang sedang dikembangkan adalah IVAP (In vitro Antibody
Production), dengan mencari sel-sel penghasil antibodi dari darah bayi.
WHO telah menetapkan kriteria diagnosa AIDS pada anak sebagai berikut

1. Seorang anak (<12 tahun) dianggap menderita AIDS bila :

a. Lebih dari 18 bulan, menunjukkan tes HIV positif, dan sekurang-


kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dengan 2 gejala minor. Gejala-
gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan-keadaan lain yang tidak
berkaitan dengan infeksi HIV.
b. Kurang dari 18 bulan, ditemukan 2 gejala mayor dan 2 gejala minor
dengan ibu yang HIV positif. Gejala-gejala ini bukan disebabkan oleh
keadaan-keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV.
Tabel 1 : Definisi Klinis HIV pada anak di bawah 12 tahun (menurut WHO).

Gejala Mayor :

a) Penurunan berat badan atau kegagalan pertumbuhan.


b) Diare kronik (lebih dari 1 bulan)
c) Demam yang berkepanjangan (lebih dari 1 bulan)
d) Infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang parah dan menetap
Gejala Minor :

a) Limfadenopati yang menyeluruh atau hepatosplenomegali


b) Kandidiasis mulut dan faring
c) Infeksi ringan yang berulang (otitis media, faringitis
d) Batuk kronik (lebih dari 1 bulan)
e) Dermatitis yang menyelurh
f) Ensefalitis
Metoda ini mempunyai spesifisitas yang tinggi, tetapi sensitivitas “positive
predictive value”nya yang rendah. Pada umumnya digunakan hanya untuk
melakukan surveillance epidemiologi.Untuk keperluan pencatatan dalam
melaksanakan surveillance epidemiologi, CDC telah membuat klasifikasi
penderita AIDS pada anak sebagai berikut :

Tabel 2. Klasifikasi infeksi HIV pada anak di bawah umur 18 tahun


menurut Center for Disease Control (CDC)
Klas Subklas / kategori

P-0 Infeksi yang tak dapat dipastikan (indeterminate infection)

P1 Infeksi yang asimtomatik

Subklas A : Fungsi immun normal

Subklas B : Fungsi immun tak normal

Subklas C : Fungsi immun tidak diperiksa

P-2 Infeksi yang simtomatik

Subklas A : Hasil pemeriksaan tidak spesifik (2/lebih gejala


menetap lebih 2 bulan)
Subklas B : Gejala neurologis yang progressip

Subklas C : Lymphoid interstitial pneumonitis

Subklas D : Penyakit infeksi sekunder

Kategori D-1 Infeksi sekunder yang spesifik, sebagaimana


tercantum dalam daftar definisi surveillance
CDC untuk AIDS
Kategori D-2 Infeksi bakteri serius berulang

Kategori D-3 Penyakit infeksi sekunder yang lain


Subklas E : Kanker sekunder

Kategori E-1 Kanker sekunder sebagaimana tercantum dalam


daftar definisi surveillance CDC untuk AIDS
Kategori E-2 Kanker lain yang mungkin juga disebabkan
karena infeksi AIDS
Subklas F : Penyakit-penyakit lain yang mungkin juga disebabkan oleh
infeksi H HIV

Anak-anak yang menderita penyakit dengan gejala klinis yang


tidak sesuai dengan kriteria diagnosa infeksi HIV disebut “AIDS Related
Complex (ARC)”. Pada umumnya gejalanya berupa : limfadenopati,
peumonitis interstitialis, diare menahun, infeksi berulang, kandidiasis
mulutyang menetap, serta pembesaran hepar, namun belum ada infeksi
oportunistik atau keganasan.

Untuk memudahan dalam membuat diagnosa ARC, oleh CDC


telah pula diberikan kriterianya seperti tercantum pada tabel 3

Tabel 3. Kriteria AIDS Related Complex (ARC) pada anak (CDC)

Kriteria Mayor :

- Pneumonitis interstitialis
- “Oral Thrush” yang menetap / berulang
- Pembesaran kelenjar parotis
Kriteria Minor :

- Limfadenopati pada 2 tempat atau lebih (bilateral dihitung 1)


- Pembesaran hepar dan lien
- Diare menahun / berulang
- Kegagalan pertumbuhan (“failure to thrive”)
- Ensefalopati idiopatik progresip
Kriteria Laboratorium :
- Peningkatan IgA / IgM dalam serum
- Perbandingan T4/T8 terbalik
- IVAP rendah

Diagnosa ARC ditegakkan apabila ada 1 kriteria mayor, 1 kriteria minor.


Serta 2 kriteria laboratorium selama lebih dari 3 bulan.

D UJI LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK HIV

1. Kultur HIV – standar emas untuk memastikan diagnosis pada bayi.

2. Reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction [PCR]) – mendeteksi


asam deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini bermanfaat untuk
mendiagnosis HIV pada bayi dan anak.

3. Uji antigen HIV – mendeteksi antigen HIV.

4. HIV, IgA, IgM – mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi (secara
eksperimental dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi).

Mendiagnosis infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tidak
mudah. Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis dapat
ditetapkan pada kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6 bulan.

1. Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak


yang terinfeksi HIV : Penurunan rasio CD4 terhadap CD8.
2. Limfopenia.
3. Anemia, trombositopenia.
4. Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM).
5. Penurunan respon terhadap tes kulit (candida albican, tetanus).
6. Respon buruk terhadap vaksin yang didapat (dipteria, tetanus, morbili )
7. Haemophilus influenzae tipe B
8. Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut.
9. Penurunan persentase CD4+.
Bayi yang lahir dari ibu HIV positif yang berusia kurang dari 18 bulan
dan yang menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya 2 determinasi
terpisah dari kultur HIV, reaksi rantai polimerase – HIV, atau antigen HIV,
maka dia dapat dikatakan “terinfeksi HIV”. Bayi yang lahir dari ibu HIV-
positif, berusia kurang dari 18 bulan, dan tidak positif terhadap ketiga uji
tersebut dikatakan “terpajan pada masa perinatal”. Bayi yang lahir dari ibu
terinfeksi HIV yang ternyata antibodi HIV negatif dan tidak ada bukti
laboratorium lain yang menunjukkan bahwa ia terinfeksi HIV, maka ia
dikatakan “Seroreverter”.

E PENATALAKSANAAN MEDIS PADA HIV

Penatalaksanaan perinatal terhadap bayi yang dilahirkan dari ibu yang


terbukti terinfeksi HIV. Pembersihan bayi segera setelah lahir terhadap segala
cairan yang berasal dari ibu baik darah maupun cairan-cairan lain, sebaiknya
segala tindakan terhadap si bayi dikerjakan secara steril. Pertimbangan untuk
tetap memberikan ASI harus dipikirkan masak-masak, bahkan ada yang
menganjurkan untuk penunjukan orang tua asuh. Penting untuk senantiasa
memonitor anti HIV, sejak si ibu hamil sampai melahirkan, demikian juga
sang bayi sampai berumur lebih dari 2 tahun. Ada pula yang menganjurkan
untuk melakukan terminasi kehamilan, bagi ibu yang jelas terkena infeksi
HIV, karena kemungkinan penularan pada bayinya sampai 50%.

1. Diberikan obat-obatan antiretroviral (ARV)

Tabel 1. Macam-macam antiretroviral

Golongan obat Nama generik Singkatan


Nucleoside-reserve Azidotimidin/zidovudin AZT
Transcriptase
Didanosin DDI

Stavudin D4T

Zalbitabin DDC
Lamivudin 3TC

Protease Inhibitor (PI) Indinavir IDV

Ritonavir

Saquinavir
Non-Nucleoside-Reserve

Transcriptase Inhibitor (NNRTI) Nevirapin

Pada pemberian pengobatan dengan antiretroviral sebagai


indikator pemakaian/ kemajuan sering dipakai perhitungan jumlah CD4
serta menghitung beban viral (viral load).

Tabel 2. Terapi antiretroviral menurut tahapan klinis infeksi-HIV

Keadaan klinis penyakit Pedoman terapi


Sindroma Retroviral Akut (2-4 minggu PI + (1 atau 2 NRTI)

setelah terpajan)
Asimtomatik dengan beban virus Didanosin

< 10.000/ml Kombinasi 2 NRTI


Simtomatik / asimtomatik PI + (1 atau 2 NRTI)

Dengan beban virus > 10.000/ml


Berlanjutnya penyakit setelah terapi Pindah ke terapi PI – NRTI

dengan 2 NRTI
Pedoman Penerapan Terapi HIV Pada Anak
Kategori Tes yang Tujuan Aksi
diperlukan
Bayi sehat, ibu Uji Virologi Mendiagnosis Mulai ARV bila
terinfeksi HIV umur 6 minggu HIV terinfeksi HIV
Bayi-pajanan Serologi ibu Untuk Memerlukan tes
HIV tidak atau bayi identifikasi atau virologi bila
diketahui memastikan terpajan HIV
pajanan HIV
Bayi sehat Serologi pada Untuk Hasil positif
terpajan HIV, imunisasi 9 mengidentifikasi harus diikuti
umur 9 bulan bulan bayi yang masih dengan uji
memiliki virologi dan
antibodi ibu atau pemantauan
seroreversi lanjut. Hasil
negatif, harus
dianggap tidak
terinfeksi, ulangi
test bila masih
mendapat ASI
Bayi atau anak Serologi Memastikan Lakukan uji
dg gejala dan infeksi virologi bila
tanda sugestif umur < 18 bulan
infeksi HIV
Bayi umur > 9 - Uji virologi Mendiagnosis Bila positif
< 18 bulan HIV terinfeksi segera
dengan uji masuk ke
serologi positif tatalaksana HIV
dan terapi ARV
Bayi yang sudah Ulangi uji Untuk Anak < 5tahun
berhenti ASI (serologi atau mengeksklusi terinfeksi HIV
virologi) setelah infeksi HIV harus segera
berhenti minum setelah pajanan mendapat
ASI 6 minggu dihentikan tatalaksana HIV
termasuk ARV

Tujuan pemberian ART adalah diantaranya mengurangi


morbiditas dan mortalitas terkait HIV, memperbaiki mutu hidup,
memulihkan dan memelihara fungsi kesehatan, menekan replikasi virus
semaksimal mungkin dalam waktu yang lama.
ARV ( Anti Retro Viral) bekerja langsung menghambat replikasi
(penggandaan diri) HIV dan beberapa kombinasi obat ARV bertujuan
untuk mengurangi viral load (jumlah virus dalam darah)agar menjadi
sangat rendah atau berada di bawah tingkat yang dapt terdeteksi untuk
jangka waktu yang lama

2. Memberikan asuhan nutrisi pada ODHA (Bayi dan Anak).


Asuhan nutrisi pada ODHA merupakan komponenyang penting
dalam membantu mempertahankan keadaan sakitnya. ODHA akan
mengalami penurunan Berat Badan yang dratis dan hal ini berkaitan
dengan kekurangan nutrisi atau gizi. Penyebab kurang gizi bersifat
multifaktorial, antara lain hilangnya nafsu makan, gangguan penyerapan
sari makanan pada saluran pencernaan, hilangnya cairan tubuh akibat
muntah dan diare dan gangguan metabolism ( steward,1997). Kehilangan
berat Badan tidak dapat dihindarkan sebagai konsekuensi dari infeksi HIV.
Asuhan nutrisi dan terapi ARV pada ODHA adalah sangat penting.
Makanan yang dikonsumsi mempengaruhi penyerapan ARV dan obat
infeksi opurtunistik. Sebaliknya penggunaan ARV dapat menyebabkan
gangguan gizi. Pemberian nutrisi atau diet terhadap ODHA adalah untuk
mempertahankan kesehatan dan status gizi serta meningkatkan kekebalan
tubuh, sehingga kualitas hidup akan lebih baik. Kemudian setelah
diberikan diet khusus ODHA maka perlu dilakukan pemantauan status
nutrisi yang dapat dilakukan menggunakan ABCD yaitu Antropometri,
Bimechemical data, clinical Sign dan Symptoms.
F PEMANTAUAN RESPONS TERHADAP ARV

Pengamatan 6 bulan pertama pada kasus dalam terapi ARV


merupakan masa penting. Diharapkan terjadi perbaikan klinis dan
imunologis tetapi juga harus diwaspadai kemungkinan toksisitas obat
dan/atau Immune Reconstitution Syndrome (IRIS). Beberapa anak
gagal mencapai perbaikan dan bahkan menunjukkan tanda deteriorasi
klinis. Komplikasi yang terjadi pada minggu-minggu pertama
umumnya lebih banyak ditemukan pada anak defisiensi imun berat.
Meskipun demikian tidak selalu berarti respons yang buruk, karena
untuk mengontrol replikasi HIV dan terjadinya perbaikan sistim imun
memerlukan waktu. Juga diperlukan waktu untuk membalik proses
katabolisme akibat infeksi HIV yang sudah terjadi selama ini, terutama
pada anak dengan “wasting”. Selain itu ada anak yang menunjukkan
eksaserbasi infeksi subklinis yang selama ini sudah ada seperti
contohnya TB, sehingga tampak seperti ada deteriorasi klinis. Hal ini
bukan karena kegagalan terapi tetapi karena keberhasilan
mengembalikan fungsi sistim imun (immune reconstitution). Oleh
karena itu penting untuk mengamati hasil terapi lebih lama sebelum
menilai efektivitas paduan pengobatan yang dipilih dan
mempertimbangkan terjadinya IRIS. Pada waktu penting ini yang perlu
dilakukan adalah mendukung kepatuhan berobat dan bukan mengganti
obat.

Perawatan yang dapat  dilakukan untuk menjaga kesehatan pada


penderita HIV
a. Cari tahu dan pelajarilah apa itu HIV untuk membantu mengambil
keputusan dalam pengobatan
b. Lakukanlah imunisasi dan konsumsilah obat-obatan yang
diperlukan untuk mencegah berbagai infeksi seperti pneumonia
atau kanker yang lebih sering terjadi pada orang dengan sistem
kekebalan tubuh yang lemah
c. Carilah dukungan dari teman, sahabat, atau anggota keluarga
d. Makanlah dengan baik sehingga tidak menderita berbagai penyakit
yang ditularkan melalui makanan
e. Konsumsilah diet sehat dan seimbang untuk menjaga agar sistem
kekebalan tubuh tetap kuat. Pelajarilah cara-cara mengatasi
penurunan berat badan akibat HIV
f. Berolahragalah secara teratur untuk mengurangi stress dan
memperbaiki kualitas hidup serta mencegah timbulnya rasa sangat
lelah akibat HIV

Pemilihan Pengobatan
Dokter harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti resistensi
obat dan efek samping obat untuk menentukan pengobatan terbaik
bagi infeksi HIV yang dialami. Akan tetapi, pada beberapa orang,
HIV akan berkembang menjadi AIDS yang sangat berbahaya bagi
jiwa penderitanya.
Walaupun tidak dapat menyembuhkan, pengobatan HIV dapat
membantu mereka yang menderita HIV hidup lebih lama dan lebih
sehat. Dengan demikian mereka dapat memiliki kualitas hidup
yang lebih baik dan dapat melakukan berbagai keputusan penting
dalam hidupnya.

G PERAN PERAWAT PADA ASUHAN KEPERAWATAN


PASIEN ANAK DENGAN HIV
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh. HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada
manusia yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam
jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS.

Tanda dan gejala bayi yang terinfeksi HIV tidak dapat dikenali secara
klinis sampai terjadi penyakit berat atau sampai masalah kronis seperti diare,
gagal tumbuh, atau kandidiasis oral memberi kesan imunodefisiensi yang
mendasari. Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena
sarafnya yang memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif,
perkembangan yang terhambat, atau hilangnya perkembangan motoris.

Penatalaksanaan perinatal terhadap bayi yang dilahirkan dari ibu yang


terbukti terinfeksi HIV. Pembersihan bayi segera setelah lahir terhadap segala
cairan yang berasal dari ibu baik darah maupun cairan-cairan lain, sebaiknya
segala tindakan terhadap si bayi dikerjakan secara steril. Pertimbangan untuk
tetap memberikan ASI harus dipikirkan masak-masak, bahkan ada yang
menganjurkan untuk penunjukan orang tua asuh. Penting untuk senantiasa
memonitor anti HIV, sejak si ibu hamil sampai melahirkan, demikian juga
sang bayi sampai berumur lebih dari 2 tahun. Ada pula yang menganjurkan
untuk melakukan terminasi kehamilan, bagi ibu yang jelas terkena infeksi
HIV, karena kemungkinan penularan pada bayinya sampai 50%.

Tujuan pemberian ART adalah diantaranya mengurangi morbiditas


dan mortalitas terkait HIV, memperbaiki mutu hidup, memulihkan dan
memelihara fungsi kesehatan, menekan replikasi virus semaksimal mungkin
dalam waktu yang lama.
ARV ( Anti Retro Viral) bekerja langsung menghambat replikasi
(penggandaan diri) HIV dan beberapa kombinasi obat ARV bertujuan untuk
mengurangi viral load (jumlah virus dalam darah)agar menjadi sangat rendah
atau berada di bawah tingkat yang dapt terdeteksi untuk jangka waktu yang
lama

B. Saran
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi, pembaca bisa mencari
literature lain yang membahas lebih detail serta menambahkan hal-hal yang
belum terdapat pada makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, dkk.(2009). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakatra : EGC

Betz, Cecily L. (2010). Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC

Doenges, Marilynn E. (2010). Rencana Keperawatan Maternal / Bayi. Edisi 2.


Jakarta : EGC

Rampengan & Laurentz. (2008). Ilmu Penyakit Tropik pada Anak. Jakarta : EGC

Robbins, dkk. (2008). Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. Jakarta : EGC

RSUD Dr. Soetomo / FK UNAIR. (2000). Instalasi Rawat Inap Anak, Surabaya.

Syahlan, JH. (2007) . AIDS dan Penanggulangan. Jakarta : Studio Driya Media

Wartono, JH. (2000). AIDS Dikenal Untuk Dihindari. Jakarta : Lembaga


Pengembangan Informasi Indonesia

Anda mungkin juga menyukai