Konsep Asuhan Keperawatan Anak Dengan Gangguan Sistem Imun
Konsep Asuhan Keperawatan Anak Dengan Gangguan Sistem Imun
Dosen Fasilitator :
Disusun Oleh :
MOJOKERTO
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................
B. Rumusan masalah................................................................................
C. Tujuan…………….............................................................................
BAB II PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan yang maha esa kepada
setiap pasangan. Setiap manusia tentunya ingin mempunyai anak yang sempurna
baik secara fisik maupun psikis. Anak adalah aset bangsa dan generasi penerus cita-cita
perjuangan bangsa yang akan menentukan masa depan bangsa dan Negara. Di tangan
anak-anak yang sehat dan sejahtera akan melahirkan bangsa yang kuat, sejahtera
dan bermartabat. Suatu kenyataan saat ini bahwa harapan kelangsungan hidup anak-
anak Indonesia masih rendah sehingga masih banyak anak terlahir di negeri ini dalam
situasi yang tidak menguntungkan karena berbagai sebab seperti penyakit infeksi
ataupun penyakit bawaan.
Penularan HIV dari ibu-ke-bayi bertanggung jawah untuk hampir semua 2,3 juta (1,7-
3,5 juta) anak di bawah usia 15 tahun yang diperkirakan hidup dengan HIV, hampir 90
persen di Afrika sub-Sahara. Diperkirakan bahwa, dari anak tersebut, 780.000
membutuhkan terapi antiretroviral (ART), dan bahwa, pada 2006, 380.000 anak di bawah
usia 15 tahun meninggal karena alasan terkait AIDS. Walaupun ada peningkatan 40
persen dalam jumlah anak yang menerima ART pada 2006, hanya 6 persen orang yang
memakai ART secara global adalah anak, sementara 14 persen mereka yang
membutuhkan ART ádalah anak.
Kebanyakan anak yang terinfeksi HIV meninggal di bawah usia 2 tahun dan kurang
lebih 33 persen meninggal di bawah usia 1 tahun [3-5], Sayangnya menafsirkan hasil dari
tes darah (antibodi) dipakai untuk orang dewasa yang tersedia paling luas adalah sulit
untuk bayi di bawah usia 9-12 bulan. Hasil antibodi-negatif memberi kesan bahwa bayi
tidak terinfeksi. Hasil antibodi-positif tidak memastikan bayi terinfeksi kurena antibodi
ibu pada anak yang terlahir oleh ibu terinfkesi HIV dapat ditahan; oleh karena itu, tes
virologis adalah cara yang dibutuhkan untuk mendiagnsosis HIV pada bayi. Penyusuan,
walau terkait dengan ketahanan hidup yang lebih baik, menempatkan bayi dalam risiko
tertular HIV selama masa penyusuan, walau bayi tidak terinfeksi pada awalnya.
Infeksi virus dengue pada manusia terutama pada anak mengakibatkan suatu spectrum
manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit ringan (mild undifferentiated febrile
illness). dengue fever, dengue hemorrhagic fever (DHF) dan dengue shock syindrome
(DSS); yang terakhir dengan mortalitas tinggi di sebabkan renjatan dan perdarahan hebat.
gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini dapat samakan dengan sebuah gunung es.
DHF dan DSS sebagai kasus - kasus yang dirawat di rumah sakit merupakan puncak
gunung es yang kelihatan di atas permukaan laut, sedangkan kasus kasus dengue ringan
(demam dengue dan silent dengue infection) merupakan dasar gunung es.
Di perkirakan untuk setiap kasus renjatan yang dijumpai di Rumah sakit, telah terjadi
150 200 kasus silent dengue infection. Demam dengue adalah demam virus akut yang di
sertai sakit kepala, nyeri otot, sendi dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan
ruam-ruam. Demam berdarah dengue/dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah demam
dengue yang di sertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang
parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam syok hipovolemik
akibat kebocoran plasma. Keadaan ini di sebut dengue shock syndrome (DSS).
Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES) adalah
penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya
perubahan sistem imun (Albar, 2003). SLE termasuk penyakit collagen-vascular yaitu
suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh
darah yang mempunyai banyak manifestasi klinik sehingga diperlukan pengobatan yang
kompleks, Etiologi dari beberapa penyakit collagen- kasus SLE ini karena berdasarkan
hasil survey, data morbiditas penderita SLE di RSU Dr vascular sering tidak diketahui
tetapi sistem imun terlibat sebagai mediator terjadinya penyakit tersebut (Delafuente,
2012).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Asuhan Keperawatan dengan AIDS Pada Anak?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan dengan DHF Pada Anak?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan dengan SLE Pada Anak Pada Anak ?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan dengan AIDS Pada Anak
2. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan dengan DHF Pada Anak
3. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan dengan SLE Pada Anak Pada Anak
BAB II
PEMBAHASAN
Darah yang
Cairan Tubuh Perinatal
terinfeksi
HIV
Daya tahan
Tubuh rentan terhadap tubuh menurun
infeksi opurtunitik
Pneumonia
Herpes simplex Pe jumlah leukosit Sarkoma kapari
pneumocitis cadini
Menyerang mulut,
Demam Bercak puth di
Pe suhu tubuh esofagus, genital,
mulut
rektal
Resiko Tinggi
Demam Menyerang saluran
Harga Diri Infeksi
cerna
Rendah
Situasional
Anorexia, mual,
muntah Diare persisten
f. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes untuk diagnose infeksi HIV
Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan dengan menguji HIV. Tes
ini meliputi
a. ELISA, latex agglutination Penilaian Elisa dan latex agglutination dilakukan
untukmengidentifikasi adanya infeksi HIV atau tidak, bila dikatakan positif
HIV harus dipastikandengan tes western blot.
b. Western blot ( positif)
c. Tes antigen P 24 (polymerase chain reaction) atau PCR . Bila pemeriksaan
pada kulit, makadideteksi dengan tes antibodi (biasanya digunakan pada bayi
lahir dengan ibu HIV. (positifuntuk protein virus yang bebas)
d. Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi
enzim reversetranscriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat
2. Tes untuk deteksi gangguan sistem imun
a. LED(normal namun perlahan-lahan mengalami penurunan)
b. CD4 menurun( mengalami penurunan kemampuan untuk beraksi terhadap
antigen)
c. Rasio CD4/CD8 limfosit menurun
d. serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit)
e. kadar immunoglobulin(meningkat)
g. Pelaksanaan
1. Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
a) Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan
mencegahkemungkinan terjadi infeksi
b) Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang
ada.
c) Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan
dideosinukleotid, yaituazidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT
dengan berintegrasi ke DNA virus,sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
d) Mengatasi dampak psikososial
e) Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan
prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
f) Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu
memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)
2. Pengobatan
a) Pengobatan medikamentosa mencakupi pemberian obat-obat profilaksis infeksi
oportunistikyang tingkat morbiditas dan mortalitasnya tinggi.
b) Obat profilaksis lain adalah preparat nistatin untuk antikandida, pirimetamin
untuk toksoplasma, preparat sulfa untuk malaria, dan obat lain yang diberikan
sesuai kondisi klinis yang ditemukan pada penderita.
c) Pengobatan penting adalah pemberian antiretrovirus atau ARV.
3. Pencegahan
Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui :
a) Saat hamil. Penggunaan antiretroviral selama kehamilan yang bertujuan agar
vital loadrendah sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan tubuh
kurang efektif untukmenularkan HIV.
b) Saat melahirkan. Penggunaan antiretrovir (Nevirapine) saat persalinan dan bayi
barudilahirkan dan persalinan sebaiknya dilakukan dengan metode sectio caesar
karena terbuktimengurangi resiko penularan sebanyak 80%.
c) Setelah lahir. Informasi yang lengkap kepada ibu tentang resiko dan manfaat
ASI.
h. Komplikasi
1) Oral lesi
2) Neurologik
a) Ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC;
AIDS dementiacomplex).
b) Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala,
malaise, kakukuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-
kejang. Diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
3) Gastrointestinal
a) Wasting syndrome
b) Diare
c) Hepatitis
d) Penyakit Anorektal
4) Respirasi
Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas
(dispnea), batuk-batuk, nyeridada, hipoksia, keletihan dan demam akan
menyertai pelbagi infeksi oportunis, seperti yangdisebabkan oleh
Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides.
5) Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus:virus herpes simpleks dan zoster, dermatis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan ekobitus dengan nyeri, gatal,
rasa terbakar, infeksi sekunder dan spesies. Infeksi oportunis seperti herpes
zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang
nyeri dan merusak integritas kulit.
6) Sensorik
a) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata :
retinitis sitomegalovirus berefek kebutaan
b) Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efeknyeri yang berhubungan dengan mielopati,
meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksiobat.
a. Pengkajian
1. Idensitas klien meliputi: nama nama panggilan,tempat tanggal lahir, usia, jenis
kelamin, agama, paendidikan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian.
2. Identitas penanggungjawab
3. Keluhan Utama :
Pada Umumnya
• Demam dan diare yang berkepanjangan, batuk, berat badan dan tinggi badan
yang tidak naik, mulut dan faring dijumpai bercak putih, Infeksi yang berulang
(otitis media, faringitis )
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang Klien terkena diare dengan frekuensi BAB
cukup tinggi.sejak semalam klien demum dan di perparah lagi klien tidak mau
menyusu, karena itu orang tua klien membawanya ke rumah sakit.
b. Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak 0-5 tahun)
Prenatal Care
- Pemeriksaan kehamilan
- Keluhan selama hamil
- Riwayat terkena sinar tidak ada
- Kenaikan berat badan selama hamil
- Immunisasi
Natal Tempat melahirkan
- Lama dan jenis persalinan
- Penolong persalinan
- komplikasi selama persalinan ataupun setelah persalinan (sedikit
perdarahan daerah vagina).
Post Natal Kondisi Bayi: BB lahir. kg. PB. em
- Kondisi anak saat lahir: baik tidak D Penyakit yang pemah dialami..
setelah imunisasi
- Kecelakaan yang permah dialami: ada tidak ada
- Imunisasi
- Alergi Perkembangan anak dibanding saudara-saudara
5. Riwayat Kesehatan Keluarga Adakah anggota keluarga yang mengidup HIV :
missal, ibu.
6. Riwayat Imunisasi Jenis imunisasi apa saja yang permah diberikan, waktu
pemberian dan reaksi setelah pemberian. Missal: imunisasi BcG, DPT, Polio,
Campak, Hepatitis.
7. Riwayat Tumbuh Kembang
a) Tinggi Badan : PB lahir cm, PB masuk RS Cm
b) Perkembangan tiap tahap ( berapa bulan) Berguling. duduk, merangkak,
berdiri, berjalan, senyum kepada orang lain, hicara pertama kali, berpakaian
tanpa bantuan
8. Riwayat Nutrisi
a. Pemberian ASI
b. Pemberian Susu Formula : SGM
c. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
9. Riwayat Psiko Sosial
a) Anak tinggal di mana, keadaan Lingkungan, fasilitas numah
b) Hubungan antar anggota kelurga baik
c) Pengasuh anak adalah orang tua, pengasuh.dll 9. Riwayat spiritual Kegiatan
ibadah, tempat ihadah
10. Reaksi Hospitalisasi
a. Pengalaman Keluarga tentang Sakit dan rawat inap
- Orang tua membawa anaknya ke RS karena khawatir dan cemas tentang
keadaan anaknya yang tiba – tiba sesak napas
- Dokter menceritakan tentang kondisi anaknya tetapi kelihatannya orang
tua belum mengerti hal ini dibuktikan dengan ekspresi wajah orang tua
dan pertanyaan yang timbul sekitar keadaan anaknya
- Orang tua saat masuk di RS sangat merasa khwatir dengan keadaan
anaknya dan selalu menanyakan kondisi anaknya
- Orang tua selalu menjaga anaknya bergantian antara ayah, ibu dan dan
keluarga yang lain.
b. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat Inap
Anak belum mampu berbicara.
11. Aktivitas sehari-hari
Kaji sebelum sakit dirumah dan selama dirawat dirumah sakit tentang: nutrisi,
cairan. eliminasi, istirahat/tidur, personal hygiene, aktivitas mobilisasi,
rekreasi.
12. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: composmetis, stupor, semi koma, koma. Ekspresi wajah,
penampilan ( berpakaian)
b. Tanda-tanda vital meliputi: suhu, nadi, pemapasan. Tekanan darah Asuhan
Keperawatan HIV AIDS pada Anak
c. Antropometri meliputi: punjang badan, berat badan, lingkar lengan atas,
lingkar kepala, lingkar dada, lingkar abdomen.
d. Head To Toe
1) Kulit : Pucat dan turgor kulit agak buruk
2) Kepal dan leher : Normal tidak ada kerontokan rambut, warna hitum
dan tiduk ada peradangan
3) Kuku: Jari tabuh
4) Mata / penglihatan :Sklera pucat dan nampak kelopak mata cekung
5) Hidung Tidak adu Peradangan, tidak ada reaksi alergi, tidak ada polip,
dan fungsi penciuman nomal
6) Telinga : Bentuk simetris kanan/kiri, tidak ada peradangan, tidak ada
perdarahan
7) Mulut dan gigi: Terjadi peradangan pada rongga mulut dan mukosa,
terjadi Peradangan dan perdarahan pada gigi gangguan menelan(-),
bibir dan mukosa mulut klien nampak kering dan bibir pecah-pecah.
8) Leher: Terjadi peradangan pada eksofagus,
9) Dada : dada masih terlihat normal
10) Abdomen Turgor jelek tidak ada massa, peristaltik usus meningkat dan
perut mules dan mual.
11) Perincum dan genitalia : Pada alat genital terdapat bintik-bintik radang
12) Extremitas atas bawah : Extremitas atas dan extremitas bawah tonus
otot lemah akibat tidak ada energi karena diare dan proses penyakit.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit Nutrisi berhubungan dengan Ketidakmampuan Mengabsorbsi Nutrien
(D.0019)
Data Mayor
Ds : Do :
- Berat badan menurun minimal 10%
(tidak tersedia) di bawah rentang ideal
Data Minor
Ds : Do :
- Cepat kenyang setelah makan - Bising usus hiperaktif
- Kram/nyeri abdomen - Otot pengunyah lemah
- Nafsu makan menurun - Otot menelan lemah
Data Mayor
Ds : Do :
- Menilai diri negatif - Berbicara pelan dan lirih
- Merasa malu/bersalah - Menolak beinteraksi dengan orang
- Melebih-lebihkan penilaian lain
negatif tentang diri seniri - Berjalan menunduk
- Menolak penilaian positif - Postur tubuh menunduk
tentang diri sendiri
Data Minor
Ds : Do :
- Sulit berkonsentrasi - Kobtak mata kurang
- Lesu dan tidak bergairah
- Pasif
- Tidak mampu membuat keputusan
d. Evaluasi
1. Kemampuan Mengabsorbsi Nutrien Meningkat Dan Nutrisi Terpenuhi
2. Penilaian Terhadap Diri Sendiri Menjadi Positif Dan Memandang Citra Tubuh Lebih
Baik
3. Resiko Infeksi Menurun Pertahanan Tubuh Membaik
4. Cairan Dan Nutrisi Terpenuhi
5. Kecemasan Keluarga Pasien teratasi
B. Asuhan Keperawatan dengan DHF Pada Anak
Konsep Teori
a. Definisi
DHF atau dikenal dengan istilah demam berdarah adalah penyakit yang
disebabkan oleh Arbovirus ( arthro podborn virus ) dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes (Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty). Dengue Haemoragic Fever
(DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi
perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan
kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan
orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai
ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk
kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (betina) (Seoparman ,
1990). Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (Christantie Efendy,1995 )
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegepty dan beberapa
nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar
secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001). Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah
suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes
aegepty (Seoparman, 1996).
b. Etiologi
Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus
dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di
Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus
dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer
dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik
yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster
Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.
(Soedarto, 1990; 36).
Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor
yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis
dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi
dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap
serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis
yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui
gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah
perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk
tersebut berperan dalam penularan.
Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka
ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga
ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun
virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika
seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu
mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula
terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya
jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
(Soedarto, 1990 ; 38).
c. Patofisiologi
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty.
Pertama- tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita
mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh,
ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan
hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening,
pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).
Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks
virus- antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat
aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk
melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya
perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan berkurangnya
volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta
efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %)
menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma
sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan
intravena. Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor
penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran
gastrointestinal pada DHF.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga
peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang
diberikan melalui infus Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah
trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian
cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah
terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan
cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat
mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia
jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan
baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan
vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi. Pada otopsi penderita DHF,
ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit, paru,
saluran pencernaan dan jaringan adrena
d. Pathway
Virus
Dengue
Viremia
- Anoreksia
- muntah
Manifestasi perdarahan Permebilitas kapiler
meningkat
Defisit Nutrisi
Kehilangan
Cairan Aktif Efusi
pleura
Aseites
Hipovolemia hemokons-
ntrasi
Resiko hipovolemia
Perfusi Perifer
Syok Tidak Efektif
Kematian
e. Tanda dan Gejala
- Meningkatnya suhu tubuh (Demam tinggi selama 5 – 7 hari
- Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
- Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita, retroorbita
- Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
- Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
- Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
- Pembengkakan sekitar mata.
- Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
- Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah
menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
f. Pemeriksaan Penunjang
g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 ;
203 – 206 adalah:
Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface
cooling”. Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak
boleh diberikan
Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari
Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari
Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari Umur 10 tahun keatas : 250
mg, 4 kali sehari.
a. Oral ad libitum atau
b.1 Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB
< 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama
di berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya
b.2 Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak –
banyaknya dan sesering mungkin.
b.3 Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang
harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam
yang diestimasikan sebagai berikut :
100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg
75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg
60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg
50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg Obat-obatan lain :
- antibiotika apabila ada infeksi sekunder lain
- antipiretik untuk anti panas
- darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
h. Komplikasi
1. DHF mengakibatkan pendarahan pada semua organ tubuh, seperti pendarahan
ginjal, otak, jantung, paru paru, limpa dan hati. Sehingga tubuh kehabisan
darah dan cairan serta menyebabkan kematian.
2. Ensepalopati.
3. Gangguan kesadaran yang disertai kejang. Disorientasi, prognosa buruk.
a. Pengkajian
1. Idensitas klien meliputi: nama nama panggilan,tempat tanggal lahir, usia, jenis
kelamin, agama, paendidikan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian.
2. Identitas penanggungjawab
3. Keluhan Utama :
Sakit kepala, panas dan tidak nafsu makan.
4. Riwayat penyakit sekarang : Senin pagi panas, dibawa ke puskesmas dapat
parucetamol, Punas turun. Rabu malam anak tiba-tiba muntah-muntah air,
makan tidak mau, minum masih mau. Kamis jam 03 pagi keluar darah dari
hiding pada waktu bersin, keluhan pusing, mencret air, dibawa ke IRD.
5. Riwayat penyakit dahulu : Sebelumnya kljen tidak penah dirawat karena
penyakit apapun.
6. Riwayat penyakit keluarga Menurut keluarga ( Ibu ) tidak ada keluarga yang
dalam waktu dekat ini menderita sakit DBD.
7. Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut ibu kondisi lingkungan rumah cukup bersih, walaupun tinggal
dekat kali kecil. sekitar runah terdapat beberapa ban bekas untuk menanam
tanaman yang belum dipakai, bak mandi dikuras setiap seminggu 1 kali.
Menurut ibu seninggu yang lalu ada tetangga gang yang menderita DHF,
tetapi sekarang sudah sembuh, dan lingkungan wilayah belum pernah
disemprot.
8. Riwayat kehamilan
Anak lahir pada usia kehamilan 7 bulan, dengan berat budan lahir 4 kg,
ibu tidak tahu mengapa kehamilannya hanya 7 bulan. Lahir spontan dan
selama 1 tahun anak mendapat imunisasi lengkap dan minum PASI Lactona
sid 2 tahun.
9. Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya koplikasi dapat dihindarkan.
10. Riwayat Gizi
Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi
baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat factor predisposisinya.
Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah dan tidak
nafsu makan. Apabila kondisi berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan
nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan
sehingga status gizinya berkurang.
11. Pengkajian Persistem
a. Sistem Gastrointestinal : Nafsu makan menunun, anak hanya mau makan 3
sendok makan. minum tidak suka, harus dipaksakan baru mau minum. Mual
tidak ada, muntah tidak terjadi. Terdapat nyeri tekan daerah hepar dan asites
positif, bising usus 8x/mnt.
b. Sistem muskuloskeletal : Tidak tenlapat kontraktur sendi, tidak ada
deformitas, keempat ekstremitas simetris, kekuatan otot baik.
c. Sistem Genitourinary BAK lancur, spontan, warna kuning agak pekat
ditampung oleh ibu unfuk diukur, BAB dari malam belum ada.
d. Sistem Respirasi. Pergerakan napas simetris, tidak terdapt pernapasan
cuping hidung, pd saut pengkajian Lainda-tanda epistaksis sudah tidak ada,
Frekuensi napas 25x/menit. Bunyi nafas tambahan tidak tenlengar.
e. Sistem Cardiovaskuler TD : 100/60, nadi 98x/mnt, akral dingin, tidak
terdapat tanda-tanda cyanosis, cap. Refill <3 detik. tidak terjadi perdaralan
spontan, tanda-tanda petikhie spontan tidak lerlihat, hanya tanda pethike bekas
rumple leed.
b. Diagnosa
1. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
(D.0019)
Data Mayor
Ds : Do :
- Berat badan menurun minimal 10%
(tidak tersedia) di bawah rentang ideal
Data Minor
Ds : Do :
- Cepat kenyang setelah makan - Bising usus hiperaktif
- Kram/nyeri abdomen - Otot pengunyah lemah
- Nafsu makan menurun - Otot menelan lemah
Data Mayor
Ds : Do :
(Tidak Tersedia) - Pengisian kapiler >3 detik.
- Nadi perifer menurun atau tidak
teraba.
- Akral teraba dingin.
- Warga kulit pucat.
- Turgor kulit menurun
Data Minor
Ds : Do :
- Parastesia. - Edema.
- Penyembuhan luka lambat.
- Nyeri ekstremitas (klaudikasi
- Indeks ankle-brachial < 0,90.
intermiten).
- Bruit femoral.
c. Intervensi
Terapeutik
Edukasi
d. Evaluasi
1. Kemampuan Mengabsorbsi Nutrien Meningkat Dan Nutrisi Terpenuhi
2. Cairan Aktif Kembali Membaik
3. Sirkulasi Darah Px Membaik
C. Asuhan Keperawatan dengan SLE Pada Anak Pada Anak
Konsep Teori
a. Definisi
b. Etiologi
1. Faktor genetic
Mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan danekspresi
penyakit SLE. Sekitar 10% –20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first
degree relative) yang menderita SLE. Angka kejadian SLE padasaudara kembar
identik (24-69%) lebih tinggi daripada saudara kembar non-identik (2-9%).
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan antara lain
haplotip MHC terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3, komponen komplemen yang
berperan pada fase awal reaksi pengikatan komplemen yaitu C1q, C1r, C1s, C3,
C4, dan C2, sertagen-gen yang mengkode reseptor sel T, imunoglobulin, dan
sitokin (Albar,2003) .
Faktor genetik mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan
ekspresi penyakit SLE. Sekitar 10 --20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat
(first degree relative) yang menderita SLE. Angka kejadian SLE pada saudara
kembar identik (24-69%) lebih tinggidaripada saudara kembarn non-identik (2-
9%).
2. Faktor lingkungan
a. Infeksi Risiko timbulnya SLE meningkat pada mereka yang lain pernah sakit
herpes zoster (shingles). Herpes zoster adalah penyakit yangdisebabkan oleh virus
varisela, virus yang juga menjadi penyebabdari penyakit cacar air (variscela atau
chiken pox)
b. Antibiotik Hormon Kurang lebih dari 90% dari penderita SLE adalah
wanita.Perbedaan hormonal antara pria dan wanita mungkin menjadi
latarbelakang timbulnya lupus
c. Faktor sinar matahari Adalah salah satu kondisi yang dapat memperburuk
gejala Lupus. Diduga oleh para dokter bahwa sinar matahari memiliki banyak
ekstrogen sehingga mempermudah terjadinya reaksi autoimmun.Tetapi bukan
berarti bahwa penderita hanya bisa keluar padamalam hari. Pasien Lupus bisa saja
keluar rumah sebelum pukul 09.00 atau sesudah pukul 16.00 WIB dan disarankan
agar memakai krim pelindung dari sengatan matahari. Teriknya sinar matahari
dinegara tropis seperti Indonesia, merupakan faktor pencetus kekambuhan bagi
para pasien yang peka terhadap sinar matahari dapat menimbulkan bercak-bercak
kemerahan di bagianmuka.kepekaan terhadap sinar matahari (photosensitivity)
sebagai reaksi kulit yang tidak normal terhadap sinar matahari.
d. Stres yang berlebihan.
e. Obat-obatan yang tertentu.
c. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor
genetik,hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya
terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar
termal).
Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid,
klorpromazin dan beberapa preparat anti konvulsan di samping makanan
seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa
kimia atauobat-obatan.Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi
diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga
timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan
menstimulas iantigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan
siklus tersebut berulang kembali.
d. Pathway
Obat-obatan
Lingkungan (Cahaya matahari (hidralazin,prokainemid
Genetik
,luka bakar internal ) ,izoniazid,klopromazin,
4. Hematologi
Penderita SLE akan menunjukkan hasil pemeriksaan hematologi sebagai berikut:
Anemia
Limpopenia
Trombositopenia
Elevasi ESR
5. Urinalisa Akan menunjukkan hasil berupa:
Proteinuria
a. Penatalaksanaan
1. NSAID (Non Steroid Anti-Inflamasi Drugs)
NSAIDs adalah obat anti inflamasi non steroid) merupakan pengobatan yang
efektif untuk mengendalikan gejala pada tingkatan ringan, tapi harus digunakan
secara hati-hati karena sering menimbulkan efek samping peningkatan tekanan
darah dan merusak fungsi ginjal.
2. Kortikosteroid
Penggunaan dosis steroid yang tepat merupakan kunci utama dalam
pengendalian lupus. Dosis yang diberikan dapat terlalu rendah untuk pengendalian
penyakit, namun kesalahan yang sering terjadi adalah pemberian dosis terlalu
tinggi dalam waktu terlalu lama.
3. Antimalaria Hydroxychloroquine (Plaquenil)
lebih sering digunakan dibandingkloroquin karena risiko efek samping pada
mata diyakini lebih rendah.
4. Immunosupresan
Azathioprine Azathioprine (Imuran) adalah anti metabolit imunosupresan:
mengurangi biosintesis purin yang diperlukan untuk perkembang biakan sel
termasuk sel sistem kekebalan tubuh.
5. Mycophenolate mofetil Mycophenolate mofetil (MMF) berfungsi menghambat
sintesis purin, proliferasi limfosit dan respon sel Tantibodi.
6. Methotrexate
Methotrexate merupakan asam folat antagonisyang diklasifikasikan sebagai
agen sitotoksik antimetabolit, tetapi memiliki banyak efek pada sel-sel sistem
kekebalantubuh termasuk modulasi produksi sitokin
7. Cyclosporin
Cyclosporin menghambat aksi kalsineurinsehingga menyebabkan penurunan
fungsi efektor limfosit T.
8. Penatalaksanaan diet
g. Komplikasi
1. Kerusakan ginjal
2. Gangguan sistem saraf
3. Peradangan pembuluh darah (Vaskulitis)
4. Peningkatan resiko kematian
a. Pengkajian
1. Idensitas klien meliputi: nama nama panggilan,tempat tanggal lahir, usia, jenis
kelamin, agama, paendidikan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian.
2. Identitas penanggung jawab
3. Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan klien masih sedikit pucat dan malas beraktivitas karena
nyeri di persendian
4. Riwayat Kesehatan Sekarang
10 hari SMRS anak batuk pilek demam tidak tinggi. 7 hari SMRS
terdapat nyeri pada kedua tungkai dan menolak berjalan, anak belum terlalu
pucat, tidak mau makan minum demam dan batuk pilek menetap. 4 hari SMRS
anak demam tinggi, suhu tidak diukur, tidak dapat berjalan, muncul bercak
merah dari perut hingga tungkai, anak pucat. HMRS anak pucat, demam
nglemeng, batuk pilek. Hasil pemeriksaan darah AL 33.500/uL, Hb 4,6 gr/dL.
Data Mayor
Ds : Do :
Dispnea - Penggunaan oto bantu pernapasan
- Fase ekspirasi memanjang
- Pola napas abnormal (mis takipnea,
bradipnea, hiperventilasi, kussmaul,
cheyne-stokes
Data Minor
Ds : Do :
- Ortopnea - Pernapasan pursed-lip
- Pernapasan cuping hidung
- Diameter thoraks anterior-posterior
meningkat
- Ventilasi semenit menurun
- Kapasitas vital menurun
- Tekanan inspirasi menurun
- Ekskursi dada berubah
Data Mayor
Ds : Do :
- Mengeluh nyeri - Tampak meringis
- Merasa depresi (tertekan) - Gelisah
- Tidak mampu menuntaskan aktivitas
Data Minor
Ds : Do :
- Merasa takut mengalami cedera - Bersikap protektif
berulang - Waspada
- Pola tidur berubah
- Anoreksia
- Fokus menyempit
- Berfokus pada diri sendiri
Data Mayor
Ds : Do :
- Mengungkapkan - Kehilangan bagian tubuh
kecacatan/kehilangan bagian - Fungsi/struktur tubuh berubah/hilang
tubuh
Data Minor
Ds : Do :
- Menyembunyian/menunjukkan
- Tidak mau mengungkapkan
bagian tubuh secara berlebihan
kecacatan/kehilangan bagian
- Menghindari melihat dan atau
tubuh
menyentuh bagian tubuh
- Mengungkapkan perasaan
- Fokus berlebihan pada perubahan
negative tentang perubahan
tubh
tubuh
- Mengungkapkan kekhawatiran - Respon non vernal pada perubahan
pada penolakan/reaksi orang dan persepsi tubuh
lain - Fokus pada penampilan dan
- Mengungkapkan perubahan kekuatan masa lalu
gaya hidup - Hubungan sosial berubah
Data Mayor
Ds : Do :
- Merasa energi tidak pulih - Tidak mampu mempertahankan
walaupun telah tidur aktivitas rutin
- Merasa kurang tenaga - Tampak lesu
- Mengeluh lelah
Data Minor
Ds : Do :
- Kebutuhan istirahat meningkat
Data Mayor
Ds : Do :
- Menanyakan masalah yang di - Menunjukkan perilaku tidak sesuai
hadapi anjuran
- Menunjukkan persepsi yang keliru
terhadap masalah
Data Minor
Ds : Do :
- Menjalani pemeriksaan yang tidak
(tidak tersedia) tepat
- Menunjukkan perilaku berlebihan
(mis. Apatis, bermusuhan, agitasi,
histeria)
c. Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan - Monitor pola napas
berhubungan dengan keperawatan diharapkan Pola (frekuensi, kedalaman,
penumpukan cairan pada Napas membaik usaha napas)
pleura (D.0005) Dengan kriteria hasil : - Monitor bunyi napas
- Anak menunjukan tambahan (mis.
pola nafas efektif gurgling, mengi,
dengan frekuensi dan wheazing, ronkhi
kedalaman dalam kering)
rentang normal. - Monitor sputum
(jumlah, wama, aroma)
- Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi
dada
- Lakukan penghisapan
landir kurang dari 15
detik
- Lakukan
hiperaksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
- Keluarkan sumbatan
banda padat dengan
forsep MCGII
- Ajarkan teknik batuk
efektif
2. Nyeri kronis Setelah dilakukan asuhan Menejemen nyeri I.08238:
berhubungan dengan keperawatan diharapkan Observasi
gangguan imunitas Tingkat Nyeri menurun.
- Identifikasi lokasi,
(D.0078)
Tingkat Nyeri L.08066: karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
- Keluhan nyeri
intensitas nyeri
menurun
- Identifikasi skala nyeri
- Meringis menurun
- Identifikasi pengaruh nyeri
- Gelisah menurun
pada kualitas hidup
- Kesulitan tidur
Terapeutik
menurun
- Teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa
nyeri (mis: terapi pijat,
kompres hangat/ dingin)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
- fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
- Jelaskan pada keluarga
penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan pada keluarga
strategi meredakan nyeri
d. Evaluasi
1. Pola Nafas Pasien membaik tidak ada hambatan
2. Tingkat nyeri menurun
3. Kerukasan jaringan kulit teratasi membaik
4. Pasien dapat menerima tubuhnya dan penyakitnya
5. Kontraktilitas jantung membaik
6. Keletihan membaik pasien dapat melakukan aktivitas kembali
7. Pasien mengetahui dan menerima penyakitnya
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang
disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana
kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis atau keperawatan canggih selama
perjalanan penyakit.
Faktor risiko untuk tertular HIV pada bayi dan anak adalah :
- bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual,
- bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan berganti,
- bayi yang lahir dari ibu atau pasangannya penyalahguna obat intravena,
- bayi atau anak yang mendapat transfusi darah atau produk darah berulang
- anak yang terpapar pada infeksi HIV dari kekerasan seksual
- anak remaja yang berhubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan
2. Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam
atau tanpa ruam.
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty. Kemudian
virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus- antibody. DHF
mengakibatkan pendarahan pada semua organ tubuh, seperti pendarahan ginjal, otak,
jantung, paru paru, limpa dan hati. Sehingga tubuh kehabisan darah dan cairan serta
menyebabkan kematian.
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2.
(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan).
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran
UI : Media Aescullapius. Jakarta.
Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta. (1994).
Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD
dr Soetomo Surabaya
PPNI (2018), standar diagnosis keperawatan Indonesia : Defisi dan Indikator diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018), standar Luaran keperawatan Indonesia : Defisi dan kriteria, Edisi 1. Jakarta:
DPP PPNI
PPNI (2018), standar Intervensi keperawatan Indonesia : Defisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.