Anda di halaman 1dari 25

KEPERAWATAN HIV/AIDS

ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS DENGAN KOMPLIKASI PADA KEHAMILAN

Dosen Pengampu Vince O Bakker, SKM., MM

KELOMPOK 1

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3

1. Via Retno Sari (201702086 A)


2. Dyah F. Korompot (201702023 A)
3. Riski Indah Widiastuti (201702073 A)
4. Adrianus Waye (201702003 A)
5. Novia Sinta Sagrim (201702064 A)
6. Efon J. B Ulimpa (201602022 A)

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA (YPMP)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PAPUA SORONG

PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN

SORONG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat-Nya,sehingga kami dapat
menyelesaikan Makalah dengan judul “Askep HIV/AIDS dengan Komplikasi pada
Kehamilan”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
HIV/AIDS.

Kami menyadari bahwa makalah ini dapat diselesaikan atas bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak dan sumber untuk itu kami menyampaikan rasa hormat kami dan terimakasih
kepada Dosen pengampuh kami Ibu Vince O Bakker, SKM., MM yang telah membimbing
kami dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini
dimasa yang akan datang,semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca.

Sorong, 23 Juni 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………..i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………...ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………1

A. Latar Belakang……………………………………………………………….....................2
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………................2
C. Tujuan Masalah…………………………………………………………………………....2

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………….....3

A. Defenisi………………………………………………………………………………......3
B. Etiologi……………………………………………………………………………….......3
C. Cara Penularan…………………………………………………………………………. .4
D. Faktor Resiko…………………………………………………………………………….6
E. Pengaruh Kehamilan pada Perjalanan HIV……………………………………………....7
F. Pemeriksaan Penunjang………………………………………………………………. ...10
G. Penatalaksanaan………………………………………………………………………….11
H. Pencegahan………………………………………………………………………….......12

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN………………………………………………………..14

A. Pengkajian……………………………………………………………………………….14
B. Diagnose Keperawatan…………………………………………………………………..16
C. Intervensi Keperawatan………………………………………………………………….17

BAB IV PENUTUP…………………………………………………………………………….21

A. Kesimpulan………………………………………………………………………………21
B. Saran……………………………………………………………………………………..21

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada umumnya kehamilan berkembang dengan normal dan menghasilkan kelahiran
bayi sehat cukup bulan, melalui jalan lahir namun ini kadang tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Sulit sekali diketahui sebelumnya bahwa kehamilan akan menjadi masalah.
Oleh karena itu, pelayanan antenatal merupakan cara penting untuk memonitor dan
mendukung kesehatan ibu hamil normal dan melakukan deteksi dini. (Kusmiyati,2009).
Diperkirakan 17 juta wanita terinfeksi HIV (HIV +) diseluruh dunia (WHO,2014).
Laporan epidemic HIV (Human Immunodeficiency Virus) Global UNAIDS ( United
Nations Programme on HIV-AIDS) 2012 menunjukkan bahwa terdapat 34 juta orang
dengan HIV diseluruh dunia. Sebanyak 50% diantaranya adalah perempuan dan dan 2,1
juta anak berusia kurang dari 15 tahun. Di Asia Selatan dan Asia Tenggara, terdapat
kurang lebih 4 juta orang dengan HIV dan AIDS. Menurut Laporan Progres HIV-AIDS
WHO Regional SEARO (2011) sekitar 1,3 juta orang (37%) perempuan terinfeksi HIV
Kemenkes RI, 2012).
Setiap tahunnya jumlah perempuan yang terinfeksi HIV semakin meningkat, seiring
dengan meningkatnya jumlah laki-laki yang melakukan hubungan seksual tidak aman,
yang selanjutnya akan menularkan pada pasangan seksualnya. Dissejumlah Negara
Berkembang HIV/AIDS merupakan penyebab utama kematian perempuan usia
reproduksi. Infeksi HIV pada ibu hamil dapat mengancam kehidupan ibu serta ibu dapat
menularkan virus kepada bayinya. Lebih dari 90 % kasus anak terinfeksi HIV, dapat
ditularkan melalui proses penularan dari ibu ke anak atau mother-tochild HIV
transmission (MTCT). Selama kehamilan, saat persalinan dan saat menyusui (Kemenkes
RI, 2012)

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi HIV/AIDS pada Kehamilan?


2. Apa etiologi HIV/AIDS pada Kehamilan?
3. Bagaimana Cara Penularan HIV/AIDS pada Kehamilan?
4. Apa Faktor Resiko HIV/AIDS pada Kehamilan?
5. Bagaimana Pengaruh Kehamilan pada Perjalanan HIV/AIDS?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang HIV/AIDS pada Kehamilan?
7. Bagaimana penatalaksanaan HIV/AIDS pada Kehamilan?
8. Bagaimana pencegahan dari ibu hamil HIV ke bayi?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan HIV/AIDS pada Kehamilan?

C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat menjelaskan dan melakukan asuhan keperawatan pada klien
dengan HIV/AIDS pada Kehamilan?
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi HIV/AIDS pada Kehamilan
2. Mengetahui etiologi HIV/AIDS pada Kehamilan
3. Cara Penularan HIV/AIDS pada Kehamilan
4. Faktor resiko dari HIV/AIDS pada Kehamilan
5. Pengaruh kehamilan pada perjalana Penyakit HIV/AIDS pada Kehamilan
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada HIV/AIDS pada Kehamilan
7. Mengetahui penatalaksanaan klien dengan HIV/AIDS pada Kehamilan
8. Mengetahui Pencegahan dari ibu hamil HIV ke bayi
9. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan HIV/AIDS pada Kehamilan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi HIV/AIDS pada Kehamilan


Human Immunodeficiency Virus (HIV) Merupakan virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh manusia yang tidak dapat hidup di luar tubuh manusia. Kerusakan
sistem kekebalan tubuh ini akan menimbulkan kerentanan terhadap infeksi penyakit.
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala,
infeksi dan kondisi yang diakibatkan infeksi HIV pada tubuh. Muncul akibat rusaknya
sistem kekebalan tubuh manusia sehingga infeksi dan penyakit mudah menyerang tubuh
dan dapat menyebabkan kematian. Infeksi oportunistik adalah infeksi yang muncul akibat
lemahnya system pertahanan tubuh yang telah terinfeksi HIV atau oleh sebab lain.
Ibu hamil yang terdiagnosis positif HIV dapat menularkan infeksinya pada bayi
didalam kandungan lewat plasenta dapat berisiko 25-30% untuk menularkan virus pada
anaknya selama kehamilan. Ibu hamil dengan HIV juga dapat menularkan infeksinya
kepada bayinya saat proses persalinan normal, apabila bayi terpapar darah, cairan
ketuban pecah, cairan vagina, atau cairan tubuh lainnya.

B. Etiologi
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai
retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru
yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan
dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun
wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1. Lelaki homoseksual atau biseks.                   
2. Orang yang ketagihan obat intravena
3. Partner seks dari penderita AIDS
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).

3
5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.

AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.
Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan
manifestasi neurologist.

C. Cara Penularan

Cara penularan HIV:

1. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah
terinfeksi. Kondom adalah satu–satunya cara dimana penularan HIV dapat
dicegah.
2. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana darah
tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang tidak steril.
3. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang
yang telah terinfeksi.
4. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa
kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.

4
Penularan secara perinatal

1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang
dikandungnya.
2. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada saat
itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari
ibu dapat menular pada bayi.
3. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewaktu berada dalam kandungan atau
juga melalui ASI
4. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI

Kita masih belum mengetahui secara persis bagaimna HIV menular dari iu ke
bayinya. Namun, kebanyakan penularan terjadi saat persalinan (waktu bayi lahir). Selain
itu, bayi yang disusui ibu oleh ibu terinfeksi HIV dapat juga menularkan HIV pada
anaknya. Ada beberapa factor resiko yang meningkatkan kemungkinan bayi terinfeksi HIV
dari Ibunya. Yang paling mempengaruhi adalah viral load (jumlah virus yang ada didalam
darah) ibunya. Oleh karena itu, salah satu tujuan utama terapi adalah mencapai viral load
yang tidak dapat terdeteksi seperti juga ART untuk siapapun yang terinfeksi HIV.

Penularan dapat terjadi dalam kandungan yang dapat disebabkan oleh kerusakan
pada plasenta, yang seharusnya melindungi janin dari infeksi HIV. Kerusakan tersebut
dapat memungkinkan darah ibu mengalir pada janin. Kerusakan pada plasenta dapat
disebabkan oleh penyakit lain pada ibu, terutama malaria dan TB. (Green WC,2009).

Namun resiko penularan lebih tinggi pada saat persalinan, karena bayi tersentuh
oleh darah dan cairan vagina ibu waktu melalui saluran kelahiran. Jelas, jangka waktu
antara saat pecah ketuban dan bayi lahir juga merupakan salah satu factor resiko untuk
penularan. Dan intervensi untuk membantu persalinan juga dapat melukai bayi, misalnya
vakum, dapat meningkatkan resiko. Karena air susu dari ibu yang terinfeksi juga dapat
berisiko penularan HIV melalui menyusui.

Factor resiko lain termasuk kelahiran premature (bayi lahir terlalui dini) dan
kekurangan perawatan HIV sebelum melahirkan. Sebenarnya semua factor risiko

5
menunjukkan satu hal, yaitu mengawasi kesehatan ibu. Beberapa factor kunci yang penting
adalah :

a. Status HIV bayi dipengaruhi oleh kesehatan ibunya,


b. Status HIV bayi tidak dipengaruhi sama sekali oleh status HIV ayahnya, dan
c. Status HIV bayi tidak dipengaruhi oleh status HIV anak lain dari ibu

D. Faktor Resiko
Ada dua factor utama untuk menjelaskan factor resiko penularan HIV dari Ibu ke bayi :
1. Factor Ibu dan Bayi
a. Faktor ibu
Kadar HIV (viral load) di darah ibu pada menjelang ataupun saat
persalinan dan kadar HIV di air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya.
Umumnya, satu atau dua minggu setelah seseorang terinfeksi HIV, kadar
HIV akan cepat sekali bertambah ditubuh seseorang. Resiko penularan
akan lebih besar jika ibu memiliki kadar HIV yang tinggi pada menjelang
ataupun saat persalinan. Jika ibu memiliki berat badan yang rendah selama
kehamilan serta kekurangan vitamin dan mineral, maka resiko terkena
berbagai penyakit infeksi juga meningkat. Biasanya, jika ibu menderita
infeksi menular seksual atau infeksi reproduksi lainnya maupun malaria,
maka kadar HIV akan meningkat (Depkes RI, 2006).
b. Factor Bayi antara lain:
1) Bayi yang lahir prematur dan memiliki berat badan lahir rendah,
2) Melalui ASI yang diberikan pada usia enam bulan pertama bayi,
dan
3) Bayi yang meminum ASI dan memiliki luka di mulutnya.
2. Factor Cara penularan
a. Menular saat persalinan melalui percampuran darah ibu dan darah bayi
b. Bayi menelan darah ataupun lender ibu
c. Persalinan yang berlangsung lama
d. Ketuban pecah lebih dari 4 jam

6
e. Penggunaan elektroda pada kepala janin, penggunaan vakum atau forceps,
dan tindakan episiotomy

E. Pengaruh Kehamilan Pada Perjalanan Penyakit HIV


Pengaruh tidak secara signifikan mempengaruhi resikp kematian,progresivitas
menjadi AIDS atau Progresivitas penurunan sel CD4pada wanita yang terinfeksi HIV.
Pengaruh kehamilan terhadap sel CD4 pertama kali dilaporkan oleh Burns, dkk. Pada
kehamilan normal terjadi penurunan jumlah CD4 pada awal kehamilan untuk
mempertahankan janin. Pada wanita yang tidak menderita HIV, presentase sel CD4 akan
meningkat kembali mulai trimester ketiga hingga 12 bulan setelah melahirkan.
Sedangkan pada wanita yang terinfeksi HIV penurunan tetap terjadi pada kehamilan dan
setelah melahirkan walaupun tidak bermakna statistik. Namun penelitian dari European
Collaborative Study dan Swiss HIV Pregnancy Cohort dengan junlah sample yang lebih
besar, menunjukkan presentase penurunan sel CD4 selama kehamilan 6 bulan setelah
melahirkan tetap stabil (Volderding, 1995)
Kehamilan ternyata hanya sedikit meningkat kadar virus (viral load) HIV. Kadar
virus HIV meningkat terutama setelah 2 tahun persalinan, walaupun secara secara
statistic tidak bermakna. Kehamilan juga tidak mempercepat progresivitas penyakit
menjadi AIDS. Italian Seroconversion Study Group membandingkan wanita terinfeksi
HIV dan pernah hamil ternyata tidak menunjukkan perbedaan resiko menjadi AIDS atau
penurunan CD4 menjadi kurang dari 200 (McFarland, 2003).

a. Pengaruh Infeksi HIV pada Kehamilan

Penelitian di Negara maju sebelum era anti retrovirus menunjukkan bahwa


HIV tidak menyebabkan peningkatan prematuritas, berat badan lahir rendah atau
gangguan pertumbuhan intra uterin. Sedangkan dinegara berkembang, infeksi HIV
justru meningkatkan kejadian aborsi, prematuritas, gangguan pertumbuhan, intra
uterin, dan kematian janin intra uterin pada stadium lanjut. Selain kondisi fisik ibu

7
yang lebih buruk juga karena kemungkinan penularan perinatalnya lebih tinggi
(McFarland, 2003).

b. Transmisi Vertikal HIV


Tanpa intervensi, resiko penularan HIV dari ibu ke janinnya yang dilaporkan
berkisar antara 15%-45%. Resiko penularan ini lebih tinggi di Negara berkembang di
bandingkan dengan Negara maju (21%-43%). Penularan dapat terjadi pada intra
uterin, intrapartum, dan post partum. Sebagian besar penularan terjadi inta partum.
Pada ibu yang menyusui, 24%-40% penularan terjadi intra uterin dan 60%-75%
terjadi selama persalinan. Sedangkan pada ibu yang menyusui bayinya, sekitar 20%-
25% penularan terjadi intra uterin, 60%-70% intrapartum dan saat awal menyusui dan
10%-15% setelah persalinan. Resiko infeksi intra uterin, intra partum dan pasca
persalinan adalah 6%, 18% dan 4% dari keseluruhan kelahiran ibu dengan HIV
positif (Yunihastuti, 2003)
1) Tranmisi Intra Uterin
Kejadian tranmisi HIV pada janin kembar dan ditemukannya DNA HIV, IgM
anti-HIV dan antigen p24 pada neonates pada minggu pertama membuktikan
bahwa tranmisi dapat terjadi selama kehamilan. Walaupun masih belum jelas,
mekanismenya diduga melalui plasenta. Pemeriksaan patologi menemukan HIV
dalam plasenta ibu yang terinfeksi HIV. Sel limfosit atau monosit ibu yang
terinfeksi HIV atau virus HIV itu sendiri dapat mencapai janin secara langsung
melalui sel magrofag plasenta yang mempunyai reseptor CD4. Plasenta di duga
juga mempunyai efek anti HIV-1 dengan mekanisme yang masih belum
diketahui. Salah satu hormone plasenta yaitu human chorionic gonadotropin
(hCG) di duga melinfungi janin dari HIV-1 melalui beberapa cara, seperti
menghambat penetrasi virus ke jaringan plasenta, mengkontrol replikasi virus di
dalam sel plasenta, dan menginduksi apoptosis sel-sel yang terinfeksi HIV-1.
Menurut Pediatric Virology Commite of the AIDS Clinical Trials Group
(PACTG), transmisi dikatakan intra uterin/infeksi awal, jika tes virology positif
dalam 48 jam setelah kelahiran dan tes berikutnya juga positif (McFarland,
2003).

8
2) Tranmisi Intra Partum
Tranmisi intrapartum/infeksi lambat didiagnosis jika pemeriksaan virology
negative dalam 48 jam pertama setelah kelahiran dan tes 1 minggu berikutnya
menjadi positif dan bayi tidak menyusui. Selama persalinan, bayi dapat tertular
darah atau cairan servikovaginal yang mengandung HIV melalui paparan
trakheobronkial atau tertelan pada jalan lahir. hIV ditemukan pada cairan
servikovaginal wanita terinfeksi HIV/AIDS sekitar 21% dan pada cairan
aspirasi lambung bayi yang dilahirkan sekitar 10%. Terdapatnya HIV pada
cairan servikovaginal berhubungan dengan tubuh vagina abnormal.], kadar sel
CD4 yang rendah dan defisiensi vitamin A. selain menurunkan imunitas
difisiensi vitamin A akan menurunkan integritas plasenta dan permukaan
mukosa jalan lahir, sehingga akan memudahkan terjadi trauma pada jalan lahir
dan tranmisi HIV secara vertical. Besarnya paparan pada jalan lahir juga
dikaitkan dengan ulkus serviks atau vagina, koriomnionitis, ketuban pecah
sebelum waktunya, persalinan premature, penggunaan elektrida pada kepala
janin, penggunaan vakum atau forceps, episiotomy dan rendahnya kadar CD4
pada ibu. Ketuban pecah pada lebih dari 4 jam sebelum persalinan akan
meningkatkan resiko transmisi antepartum sampai dua kali lipat dibandingkan
jika ketuban pecah kurang dari 4 jam sebelum persalinan. Diantara factor-faktor
tersebut, kadar HIV ibu pada saat persalinan atau menjelang persalinan
merupakan predicator paling penting. Karena itu resiko penularan lebih tinggi
terjadi pada ibu hamil dengan infeksi HIV primer. Namun, belum ada angka
pasti pada kadar HIV berapa penularan dapat terjadi. Kadar HIV yang rendah
atau tidak terdeteksi tidak menjamin bahwa bayi tidak akan tertular Karena pada
beberapa kasus penularan tetap terjadi. Selain itu, kadar HIV ibu sebelum dan
saat persalinan juga akan menentukan kadar HIV pada bayi yang ditularkannya.
Wiener, dkk mengemukakan hubungan linier kadar HIV ibu dan kadar HIV
bayi pada 3 bulan pertama kehidupannya (McFarland, 2003).

9
3) Tranmisi Post Partum
Air susu ibu yang positif HIV diketahui mengandung HIVdalam cukuo banyak.
Konsentrasi median sel yang terinfeksi HIV pada ibu yang menderita HIV
adalah 1 per 10.000 sel. Partikel virus dapat ditemukan pada komponen sel dan
non-sel air susu ibu. HIV ditemukan pada 58% pemeriksaan kolostrum dan air
susu ibu. Kadar HIV tertinggi dalam air susu ibu terjadi mulai minggu pertama
sampai tiga bulan setelah persalinan. HIV dalam konsentrasi rendah masih
dapat dideteksi pada air susu ibu sampai 9 bulan setelah persalinan. Resiko
penularan pada bayi yang disusui paling tinggi pada enam bulan pertama,
kemudian menurun secara bertahap pada bulan-bulan berikutnya.
Kadar HIV pada air susu ibu di pengaruhi kadar serum ibu, sel CD4 ibu,
defisiensi vitamin A. kadar HIV di dalam air susu ibu lebih tinggi pada ibu
yanganaknya terinfeksi HIV dari pada yang tidak terinfeksi HIV. Berbagai
macam factor lain yang dapat mempertinggi resiko transmisi HIV melalui air
susu ibu antara lain mastitis atau luka diputing susu, abses payudara, lesi
dimukosa mulut bayi, prematuritas dan respon imun bayi.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan antibody HIV paling banyak menggunakan metode ELISA/EIA
(enzyme linked immunoadsorbent assay) ELISA pada mulanya di gunakan untuk skrining
darah donor dan pemeriksaan darah kelompok risiko tinggi. Pada bayi yang lahir dari ibu
yang terinfeksi HIV, tes ini efektif dilakukan pada bayi yang berusia 18 bulan keatas.
Pemeriksaan ELISA harus menunjukkan hasi; positif 2 kali (reaktif) dari 3 tes yang
dilakukan, kemudia dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi yang biasanya dengan
memakai metode Western Blot. Penggabungan tes ELISA yang sangat sensitive dan
Western Bolt yang sangat spesifik mutlak dilakukan untuk menentukkan apakah
seseorang posisitif AIDS. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan lainnya yaitu :
a) Pemeriksaan fisik ;
- Penampilan umum tampak sakit, berat.
- Tanda vital
- Kulit : rush, steven jhonson

10
- Mata : hiperemis ikterik, gangguan penglihatan
- Leher : pembearan kelenjar getah bening
- Telinga dan hidung: sinusitis, berdengung
- Rongga mulut : candidiasis
- Paru : sesak napas, efusi pleura
- Jantung : kardiomegali
- Abdomen : asites, distensi abdomen, hepatomegaly
- Genetalia dan rektum: herpes
b) Mantoux test
c) Pemeriksaan laboratorium darah (kadar CD4, hepatitis, Paps smear, Toxoplasma,
viral load)

G. Penatalaksanaan
Cara terbaik untuk memastikan agar pada saat kehamilan denga positif HIV agar
bayi tidak terinfeksi dan kehamilan tetap sehat adalah dengan memakai terapi
antiretroviral (ART). Perempuan terinfeksi HIV di seluruh dunia sudah memakai obat
ARV secara aman waktu hamil lebih dari sepuluh tahun. ART sudah berdampak besar
pada kesehatan perempuan terinfeksi HIV dan anaknya. Oleh karena itu, banyak dari
mereka yang diberi semangat untuk mempertimbangkan mndapatkan anak. Antiretrovirus
di rekomendasikan untuk semua wanita yang terinfeksi HIV/AIDS yang sedang hamil
untuk mengurangi resiko trasmisi perinatal. Hal ini berdasarkan bahwa resiko transmisi
perinatal meningkat sesuai dengan kadar HIV ibu dan resiko transmisi dapat diturunkan
hingga 20% dengan terapi antiretrovirus (McFarland, 2003).
Tujuan utama pemberian antiretrovirus pada kehamilan adalah menekan
perkembangan virus, memperbaiki fungsi imunologis, memperbaiki kualitas hidup,
mengurangi mobiditas dan mortalitas penyakit yang menyertai HIV. Pada kehamilan,
keuntungan pemberian ARV ini harus dibandingkan dengan potensi toksisitas,
teratogenesis dan efek samping jangka lama. Akan tetapi, efek samping jangkamlama
ARV pada wanita hamil masih sedikit. Efek samping tersebut diduga akan meningkat
pada pemberian kombinasi ARV, seperti efek teratogenesis kombinasi antiretrovirus dan
antagonis folat yang dilaporkan Jungman, dkk. Namun penelitian terakhir oleh Toumala,

11
dkk menunjukkan bahwa dibandingkan dengan monoterapi, terapi kombinasi ARV tidak
meningkatkan resiko prematuritas, berat badan lahir rendah atau kematian janin
intrauterine (Maslow, 1995)
Obat ARV yang pertama kali diteliti untuk mengurangi resiko transmisi perinatal
adalah Zidovudin (ZDV). Pada Pediatric Virology Committee of the AIDS Clinical Trials
Group (PACTG), zidovudin yang diberikan peroral mulai minggu ke-14 kehamilan,
dilanjutkan zidovudin intravena pada saat intrapartum untuk ibu, diikuti dengan
zidovudin sirup yang diberikan pada bayi sejak usia 6-12 jam sampai 6 minggu
(McFarland, 2003). Selain monoterapi dengan zidovudin, regimen lain yang sudah diteliti
adalah monoterapi dengan nevirapin dan terapi kombinasi zidovudin dan lamivudine.
Lallement, dkk juga sedang meneliti kombinasi zidovudin dan nevirapin. Saat ini di
Indonesia beberapa antivirus tersebut sudah tersedia dalam bentuk generic dengan harga
yang lebih murah antara lain zidovudin, lamivudine, nevirapin dan stavudin. Dapat
diberikan dengan dosis tunggal 200 mg bagi ibu pada saat melahirkan disertai pemberian
nevirapin 2 mg/kg/BB dosis tunggal bagi bayi pada usia 2 atau 3 hari. Selain karna harga
obat generiknya yang cukup murah, seringkali wanita hamil terinfeksi HIV/AIDS baru
dating pada saat melahirkan (McFarland, 2003)

H. Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari ibu Ke Bayi

Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui tiga cara, dan
bisa dilakukan mulai saat masa kehamilan, saat persalinan, dan setelah persalinan. Cara
tersebut yaitu:

1. Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan, saat persalinan dan untuk bayi
yang baru dilahirkan.

Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load menjadi lebih rendah


sehingga jumlah virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif
untuk menularkan HIV. Resiko penularan akan sangat rendah (1-2%) apabila
terapi ARV ini dipakai. Namun jika ibu tidak memakai ARV sebelum dia mulai
sakit melahirkan, ada dua cara yang dapat mengurangi separuh penularan ini.

12
AZT dan 3TC dipakai selama waktu persalinan, dan untuk ibu dan bayi selama
satu minggu setelah lahir. Satu tablet nevirapine pada waktu mulai sakit
melahirkan, kemudian satu tablet lagi diberi pada bayi 2–3 hari setelah lahir.
Menggabungkan nevirapine dan AZT selama persalinan mengurangi penularan
menjadi hanya 2 persen. Namun, resistensi terhadap nevirapine dapat muncul
pada hingga 20 persen perempuan yang memakai satu tablet waktu hamil. Hal ini
mengurangi keberhasilan ART yang dipakai kemudian oleh ibu. Resistensi ini
juga dapat disebarkan pada bayi waktu menyusui. Walaupun begitu, terapi jangka
pendek ini lebih terjangkau di negara berkembang.

2. Penanganan obstetrik selama persalinan

Persalinan sebaiknya dipilih dengan menggunakan metode Sectio caesaria


karena metode ini terbukti mengurangi resiko penularan HIV dari ibu ke bayi
sampai 80%. Apabila pembedahan ini disertai dengan penggunaan terapi
antiretroviral, maka resiko dapat diturunkan sampai 87%. Walaupun demikian,
pembedahan ini juga mempunyai resiko karena kondisi imunitas ibu yang rendah
yang bisa memperlambat penyembuhan luka. Oleh karena itu, persalinan per
vagina atau sectio caesaria harus dipertimbangkan sesuai kondisi gizi, keuangan,
dan faktor lain.

3. Penatalaksanaan selama menyusui

Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI sangat dianjurkan untuk


bayi dengan ibu yang positif HIV. Karena sesuai dengan hasil penelitian,
didapatkan bahwa ± 14 % bayi terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi.

13
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS DENGAN KOMPLIKASI PADA KEHAMILAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dalam melakukan asuhan keperawatan secara
keseluruhan. Pengkajian terdiri dari tiga tahapan yaitu ; pengumpulan data,
pengelompakan data atau analisa data dan perumusan diagnose keperawatan (Depkes RI,
1991 ).
1. Pengumpulan Data. Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam menghimpun
imformasi (data-data) dari klien. Data yang dapat dikumpulkan pada klien yaitu data
sebelum dan selama kehamilan
1) Identitas pasien
2) Riwayat Kesehatan
- Masa lalu
- Sekarang
- Menstruasi
- Reproduksi
2. Keluhan Utama : keluhan utama biasanya yang dikeluhkan ibu hamil terkait kondisinya
yang di rasakan
3. Data Psikologi. Kondisi ibu hamil dengan HIV /AIDS takut akan penularan pada bayi
yang dikandungnya. Bagi keluarga pasien cenderung untuk menjauh sehingga akan
menambah tekanan psikologis pasien.
4. Pemeriksaan fisik
a. Breating.Kaji pernafasan bumil, apabila ibu telah terinfeksi sistem pernafasan maka
sepanjang jalur pernafasan akan mengalami gangguan. Misal RR meningkat,
kebersihan jalan nafas.
b. Blood. Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan virus HIV/AIDS. Penurunan sel T
limfosit; jumlah sel T4 helper; jumlah sel T8 dengan perbandingan 2:1 dengan sel
T4; peningkatan nilai kuantitatif P24 (protein pembungkus HIV); peningkatan kadar
IgG, Ig M dan Ig A; reaksi rantai polymerase untuk mendeteksi DNA virus dalam

14
jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler; serta tes PHS (pembungkus
hepatitis B dan antibodi,sifilis, CMV mungkin positif).
c. Brain. Tingkat kesadaran bumil dengan HIV/AIDS terkadang mengalami penurunan
karena proses penyakit. Hal itu dapat disebabkan oleh gangguan imunitas pada ibu
hamil.
d. Bowel. Keadaan sisitem pencernaan pada bumil akan mengalami gangguan.
Kebanyakan gangguan tersebut adalah diare yang lama. Hal itu disebabkan oleh
penurunan sistem imun yang berada di tubuh sehingga bakteri yang ada di saluran
pencernaan akan mengalami gangguan. Hal itu dapat menyebabkan infeksi saluran
pencernaan.
e. Bladder. Kaji tingkat urin klien apakah ada kondisi patologis seperti perubahan
warna urin, jumlah dan bau. Hal itu dapan mengidentifikasikan bahwa ada gangguan
pada sistem perkemian. Biasanya saat imunitas menurun resiko infeksi pada uretra
klien.
f. Bone. Kaji respon klien, apakah mengalami kesulitan bergerak,reflek pergerakan.
pada ibu hamil kebutuhan akan kalsium meningkat,periksa apabila ada resiko
osteoporosis. Hal itu dapat memburuk dengan bumil HIV/AIDS.
Analisa Data
N DATA ETIOLOGI PROBLEM
O
1. DS: biasanya pasien Buang air besar Diare (infeksi virus Kekurangan volume
selama berhari-hari, lemas, pusing HIV yang menyerang cairan
usus )
DO: wajah pucat, matanya cowong, kulit
dan mukosa kering, tekanan turgor
menurun

2. DS : biasanya pasien mengeluh lemas Mual. Muntah dan Perubahan nutrisi :


DO: pasien terlihat kurus diare yang berlebihan kurang dari kebutuhan

3. DS: biasanya pasien mengeluh nyeri pada Infeksi virus HIV Nyeri

15
bagian perut pada usus
DO :
P: nyeri meningkat ketika beraktifitas
Q: nyeri
R: nyeri di daerah abdomen kuadran kiri
bawah
S: skala nyeri 8
T: nyeri hilang timbul

4. DS : nyeri pada daerah perianal Diare yang berlebihan Kerusakan integritas


DO : kulit perianal terlihat merah dan Kulit
sedikit lecet

5. DS : biasnya pasien mengeluh cemas Takut bayi akan Ansietas


DO : pasien menangis tertular virus HIV

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan b.d diare berat
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d pengeluaran yang berlebihan
( muntah dan diare berat )
3. Nyeri b.d infeksi
4. Kerusakan integritas kulit b.d diare berat
5. Ansietas b.d transmisi dan penularan interpersonal ( pada bayi )

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI

16
O
1. Kekurangan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau pemeriksaan oral dan
volume cairan b.d keperawatan selama …x24 memasukan cairan sedikitnya
diare berat jam diharapkan kebutuhan 2500ml/hari
cairan pasien dapat terpenuhi 2. Buat cairan mudah diberikan
dengan kriteria hasil : pada pasien; gunakan cairan
1. Mempertahankan yang mudah ditoleransi oleh
hidrasi pasien dan yang mengandung
2. Turgor kulit membaik elektrolit yang dibutuhkan,
3. Kulit dan mukosa mis., Gatorade
lembab 3. Kaji turgor kulit, membran
mukosa, dan rasa haus
4. Ukur haluan urine dan berat
jenis urine. Ukur/kaji jumlah
kehilangan diare. Catat
kehilangan.
5. Tingkatkan pemasukan.
Cairan tertentu mungkin
terlalu menimbulkan nyeri
untuk dikonsumsi (misal,
jeruk asam) karena lesi pada
mulut.
6. Kolaborasi pemberian cairan
parentral melalui IV

2. Perubahan nutrisi : Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan berat badan umum


kurang dari keperawatan selama …x24 sebelum pasien didiagnosa
kebutuhan tubuh jam diharapkan kebutuhan HIV

17
b.d pengeluaran Nutrisi pasien dapat 2. Buat ukuran antropometri
yang berlebihan terpenuhi dengan kriteria terbaru.
( muntah dan diare hasil : 3. Diskusikan/catat efek-efek
berat ) 1. Mempertahankan massa samping obat-obatan terhadap
otot yang adekuat nutrisi.
2. Mempertahankan berat 4. Sediakan informasi ,mengenai
antara 0,9-1,35 kg dari nutrisi dengan kandungan
berat sebelum sakit kalori, vitamin, protein, dan
mineral tinggi.
5. Bantu memantau penurunan
dan menentukan kebutuhan
nutrisi sesuai dengan
perubahan penyakit
6. Kolaborasi dengan ahli gizi
terkait kebutuhan nutrisi
pasien
3. Nyeri b.d infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan
keperawatan selama …x24 lokasi, intensitas (skala 1-10),
jam diharapkan pasien tidak frekuensi, dan waktu.
merasa nyeri lagi dengan Menandai gejala nonverbal
kriteria hasil : misal gelisah, takikardia,
1. Pasien bisa mengontrol meringis.
nyeri/rasa sakit 2. Dorong pengungkapan
2. Nyeri dapat berkurang perasaan.
3. Berikan aktivitas hiburan, mis.,
membaca, berkunjung, dan
menonton televisi.
4. Berikan kompres
hangat/lembab pada sisi injeksi
pentamidin/IV selama 20 menit
setelah pemberian.

18
5. Instruksikan pasien/dorong
untuk menggunakan
visualisasi/bimbingan
imajinasi, relaksasi progresif,
teknik napas dalam.
6. Kolaborasi pemberian
analgetik

4. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kulit setiap hari. Catat


integritas kulit b.d keperawatan selama …x24 warna, turgor, sirkulasi, dan
diare berat jam diharapkan kulit pasien sensasi. lambarkan lesi dan
membaik dengan kriteria amati perubahan
hasil : 2. Secara teratur ubah posisi,
1. Pasien menunjukkan ganti seprei sesuai kebutuhan.
perbaikan integritas kulit 3. Dorongn pemindahan badan
secara periodik.
4. Kolaborasi pemberian salep

5. Ansietas b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tanda-tanda fisik atau


transmisi dan keperawatan selama …x24 emosional dari rasa takut dan
penularan jam diharapkan kecemasan cemas yaitu; menangis,
interpersonal ( pada pasien dapat teratasi dengan gemetar, takikardi, mengatakan

19
bayi ) kriteria hasil : rasa khawatir atau bingung
2. Berikan kesempatan pada ibu
untuk mendiskusikan
ketakutan, kekhawatiran,
perasaannya.
3. Berikan dukungan, konsultasi
dan perhatian.
4. Berikan informasi terkait
kesehatan kehamilan serta
persalinan sehat pada ibu yang
positif HIV

BAB IV

PENUTUP

20
A. Kesimpulan

HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang


menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama
dapat menyebabkan AIDS. Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut
human immunodeficiency virus (HIV). Cara penularan HIVmelakukan penetrasi seks,
melalui darah yang terinfeksi, dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat
bius dengan seseorang yang telah terinfeksi, wanita hamil. Penularan secara perinatal
terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada saat itu terjadi kontak secara
lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi.

Kelompok resiko tinggi: lelaki homoseksual atau biseks, orang yang ketagian obat
intravena, partner seks dari penderita AIDS, penerima darah atau produk darah
(transfusi), bayi dari ibu/bapak terinfeksi. Gejala mayor infeksi HIV adalah BB menurun
lebih dari 10% dalam 1 bulan, diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan,
penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis, demensia / HIV ensefalopati.
Gejala minor: batuk menetap lebih dari 1 bulan, dermatitis generalist, adanya herpes
zoster yang berulang, kandidiasis orofaringeal, herpes simplex kronik progresif,
limfadenopati generalist, infeksi jamur berulang pada kelamin wanita, retinitis
cytomegalovirus.

B. Saran

Dengan dibuatnya makalah HIV pada ibu hamil ini, diharapkan nantinya akan
memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan dengan
bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan terutama pada ibu hamil yang
juga menderita HIV. Tak lupa kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan guna
untuk penyempurnaan makalah ini, karena mungkin makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan.

DAFTAR PUSTAKA

21
Departement Kesehatan RI Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat. Informasi
umum. Dalam : Pratomo H. et al. (eds). Pedoman pencegahan penularan HIV dari ibu dan
bayi. Jakarta:mDepartement Kesehatan RI, 2012

Maslow S. AIDS in Gynocology in Gynocology and Obstetrics Sciarra. Volume 1 Edisi


Revisi. 1995. J.B Lippincott Company 46 Philadelphia (1-12)

McFarland, Elizabeth J. Human Immunodeficiency Virus (HIV) Infection in : Current


Pediatric Diagnosis&Treathment. 16 th edition. 2003. McGraw&Hill Company.
Singapore (1140-50)

Doenges, Marilynn E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta. EGC.

Nursalam dan dwi,Ninuk. 2008. Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi HIV/AIDS.
Jakarta.

22

Anda mungkin juga menyukai