Anda di halaman 1dari 27

KEPERAWATAN GERONTIK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DEBGAN GANGGUAN SISTEM

RESPIRATORY ( PPOM )

DOSEN PENGAMPU : Ns. Novita Mansoben, S.Kep ., M.Kep

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

ADETYA EKA PRATAMA (201702002A)


FRALENSIA LATUSIA (201702034A)
MARIA FURIMBE (201702052A)
NUR INDAH ROSMALIA (201702099A)
IRTAN HENDERIKA SIKOWAI (201702042A)
YULIANA PAPUANI SIKOWAI (201702092A)
ANDRA E RUMLAUNA (201702008A)
RIYONA Y SITANIAPESSY (201702074A)

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA (YPMP)


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) PAPUA
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
SORONG
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Atas berkat rahmat dan hidayahNya maka dengan ini
kami dapat menyelesaikan makalah dengan lancar.

Terselesainya makalah ini berkat kerja sama dari berbagai pihak untuk itu kami ucapkan
terimakasih kepada Ibu Ns Novita Mansoben, S.Kep,. M.Kep selaku dosen pembimbing kami.

Kami menyadari bahwa makalah kami banyak terdapat kekurangan dan kesalahan baik dari sisi
tulisan maupun sistem penulisan, maka dari itu kami mohon maaf  dan mengucapkan terima kasih.

Semoga apa yang kami sajikan pada makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

                                                                                                            Sorong, 12 Juni 2020

                                                                                

DAFTAR ISI
Kata pengantar.....................................................................................................................i

Daftar Isi............................................................................................................................ ii

BAB I          PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang.............................................................................................. 1

B.     Tujuan Penulisan............................................................................................ 2

C.     Ruang Lingkup Penulisan.............................................................................. 2

D.    Metode Penulisan.......................................................................................... 2

E.     Sistematika Penulisan.................................................................................... 2

BAB II         TINJAUAN TEORITIS

A.    Perubahan Anfis Sistem Pernafasan Pada Lansia......................................... 4

B.     Faktor-faktor yang memperburuk funsi paru................................................ 6

C.     Patogenesis penyakit paru pada lansia .......................................................... 8

D.    Aspek Klinik................................................................................................. 10

BAB III       ASUHAN KEPERAWATAN PPOM

A.    Pengkajian.................................................................................................... 16

B.     Diagnosa keperawatan.................................................................................. 19

C.     Intervensi...................................................................................................... 20

D.    Evaluasi........................................................................................................ 27

BAB IV       PENUTUP

A.   Kesimpulan................................................................................................... 28

B.    Saran............................................................................................................. 28

Daftar Pustaka................................................................................................................... 3

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Apabila taraf hidup masyarakat meningkat, ditambah dengan berkembangnyailmu pengetahuan


dan teknologi kedokteran, maka dapat memberikan dampak yang sangat luas bagi masyarakat.
Dampak yang timbul antara lain angka kejangkitan dan kematian penyakit-penyakit Infeksi
menurun, sedangkan insidensi penyakit lain (misalnya kardiovaskuler) meningkat. Dampak
lainnya ialah usia harapan hidup menjadi lebih meninggi dan jumlah anggota masyarakat yang
berusia lanjut lehih banyak (Mangunegoro, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi
Martono. 1999)

Dengan pertambahan umur, ditambah dengan adanya faktor-faktor lingkungan yang lain,


terjadilah perubahan anatomik-fisiologik tubuh. Pada tingkat awal perubahan itu mungkin
merupakan homeostasis martial, kemudian bisa timbul homeostasis abnormal atau reaksi
adaptasidan paling akhir terjadi kematian sel (Kumar et al, 1992). Salah satu organ tubuh yang
mengalami perubahan anatomik-fisiologik akibat bertambahnya usia seseorang adalah sistem
pernafasan.

Pada usia lanjut, selain terjadi perubahan anatomik-fisiologik dapat timbul pula penyakit-penyakit
pada sistem pernafasan. Umumnya, penyakit-prnyakit yang diderita kelompok usia lanjut
merupakan : (1) kelanjutan penyakit yang diderita sejak umur muda; (2) akibat gejala
sisa penyakit yang pernah diderita sebelumnya; (3) penyakit akibat kebiasaan- kebiasaan tertentu
di masa lalu (misalnya kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya); dan (4) penyakit-
penyakit yang mudah terjadi akibat usia lanjut. Penyakit-penyakit paru yang diderita kelompok
usia lanjutjuga mengikuti pola penyebab atau kejadian tersebut (Mangunegoro, I992. Didalam
buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

Insidens. Belum banyak dijumpai laporan para ahli tentang insidens PPOM orang usia lanjut.
Insidens PPOM usia lanjut yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi tahun 1990 — 1991 adalah sebesar
5,6% (Rahmatullah, 1994. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

Pada kesempatan ini akan diuraikan mengenai gangguan sistem respirasi pada usia lanjut, meliputi
aspek anatomik-fisiologik, aspek epidemiologik, serta aspek klinik, dan terapi modalitas yang
akan diberikan.

B.     Tujuan Penulisan

Tujuan dari pembuatan terapi modalitas ini adalah :


1.      Mengetahui konsep dasar proses penuaan 

2.      Mengetahui perubahan fisiologis pada proses penuaan

3.      Memahami perubahan anatomi dan fisiologis sistem respiratori pada lansia.

4.      Mengetahui masalah-masalah pada perubahan sistem respiratori pada lansia.

5.      Mengetahui dan dapat memberikan gambaran PPOM pada lansia

6.      Memenuhi tugas mata kuliah “Keperawatan Gerontik I”.

C.    Ruang Lingkup Penulisan 

Penyusunan ini hanya membahas tentang perubahan fisiologis sistem respiratori dan terapi
modalitas sistem respiratori pada lansia.

D.    Metode Penulisan

Penulisan ini menggunakan metode deskriptif yaitu dengan menggambarkan perubahan fisiologis
sistem respiratori dan terapi modalitas sistem respiratori pada lansia dengan studi literature yang
diperoleh dari buku-buku perpustakaan, internet dan hasil dari diskusi kelompok yang disajikan
dalam bentuk makalah.

E.     Sistematika Penulisan

Tulisan ini terdiri dari 3 (tiga) bab, yaitu :

BAB I       : Pendahuluan, yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan

                    Penulisan, Metode Penulisan, Ruang Lingkup dan Sistematika Penulisan.

BAB II      : Landasan teoritis 

BAB III    : Asuhan Keperawatan PPOM

BAB IV    : Berupa bab penutup, berisi Kesimpulan, dan Saran.


BAB II

LANDASAN TEORITI

A.  Perubahan Anatomik Fislologik Sistem Pernafasan Pada Usia Laniut

Pada  orang orang sehat, peruhahan anatomik fisiologik tersebut merupakan bagian dari proses


menua, Usia Ianjut bukanlah merupakan penyakit, tetapi merupakan tahap lanjut dari suatu
kehidupan yang ditandai dengan menurunnya kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap stres
atau pengaruh lingkungan. Proses menua melandasi berbagai kondisi yang terjadi pada usia lanjut
(Kumar et al, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

Untuk dapat mengatakan bahwa suatu kemunduran fungsi tubuh adalah disebabkan oleh proses
menua dan bukan disebabkan oleh peayakit yang menyertai proses menua, ada 4 kriteria yang
harus dipenuhi (Widjayakusumah, 1992. R Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi
Martono. 1999) :

1.      Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh tadi harus bersifat universal, artinya umum


terjadi pada setiap orang.

2.        Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berarti perubahan fungsi sel dan
jaringan disebabkan oleh penyimpangan yang terjadi di dalam sel dan bukan oleh faktor luar.

3.                  Proses menua terjadi secant progresif, berkelanjutan, berangsur Iambat dan tidak


dapat berbalik lagi.

4.        Proses menua bersifat proses kemunduran/kerusakan (injury).

1.      Peruhahan anatomik sistem pernafasan

Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik yang mengenai hampir seluruh susunan
anatomik tubuh, dan perubahan fungsi tel, jaringan atau organ yang bersangkutan.

Yang mengalami perubahan adalah

a.       Dinding dada : tulang-tulang mengalami osteoporosis, tulangtulang rawan mengalami


osifikasi, terjadi perubahan bentuk dan ukuran dada. Sudut epigastrik relatif mengecil dan volume
rongga dada mengecil.

b.      Otot-otot pernafasan : mengalami kelemahan akibat atrofi.


c.       Saluran nafas : akibat kelemahan otot, berkurangnya jaringan elastis bronkus dan alveoli
menyebabkan lumen bronkus mengecil. Cincin-cincin tulang rawan bronkus mengalami
perkapuran (Widjayakusumah, 1992; Bahar, 1990. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi
Martono. 1999)

d.      Struktur jaringan parenkim paru : bronkiolus, duktus alveolaris dan alveolus membesar


secara progresip, terjadi emfisema senilis (Bahar, 1992). Struktur kolagen dan elastin dinding
saluran nafas perifer kualitasnya mengurang sehingga menyebabkan elastisitas jaringan parenkim
pam mengurang. Penurunan elastisitas jaringan parenkim paru pada usia lanjut dapat karena
menurunnya tegangan perrnukaan akibat pengurangan daerah permukaan alveolus (Taylor et al,
1989; Levinzky, 1995; Bahar, 1990Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

2.      Perubahan-perubahan fisiologik sistem pernafasan

Perubahan fisiologik (fungsi) pada sistem pernafasan yang terjadi antara lain :

a.       Gerak pernafasan: adanya perubahan hentuk, ukuran dada, maupun volume rongga dada
akan merubah mekanika pernafasan, amplitudo pernafasan menjadi dangkal, timbul keluhan
sesak nafas. Kelemahan otot pernafasan menimbulkan penurunan kekuatan gerak nafas, lebih-
Iebih apabila terdapat deformitas rangka dada akibat penuaan (Bahar, 1990. Didalam
buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

b.      Distribusi gas. Perubahan struktur anatomik saluran nafas akan menimbulkan penumpukan


Warn dalam alveolus (air trapping) ataupun gangguan pendistribusian udara nafas dalam cabang-
cabang bronkus.

c.       Volume dan kapasitas paru menurun. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor: (1)
kelemahan otot nafas, (2) elastisitas jaringan parenkim parts menurun, (3) resintensi saluran nafas
(menurun sedikit). Secara umum dikatakan bahwa pada usia lanjut terjadi pengurangan ventilasi
paru (Bahar. 1190; Widjajakusumah, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi
Martono. 1999)

d.      Gangguan transport gas.

Pada usia lanjut terjadi penurunan Pa02 secara bertahap, yang penyebabnya terutama disebabkan
(deli adanya ketidakseimhangan ventilasi-perfusi (Mangunegoro, 1992). Selain itu diketahui
bahwa pengambilan 02 oleh darah dari alveoli (difusi) dan transport 02 ke jaringan-jaringan
berkurang, terutama terjadi pada saat melakukan olah raga. Penurunan pengambilan 02maksimal
disebabkan antara lain karena : (1) berbagai perubahan pada jaringan paru yang menghambat
difusi gas, dan (2) karena berkurangnya aliran darah ke paru akibat turunnya curah jantung
(Widyakusumah, 1992.Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

e.       Gangguan perubahan ventilasi pain.

Pada usia lanjut terjadi gangguan pengaturan ventilasi paru, akibat adanya penurunan kepekaan
kemoreseptor perifer, kemoreseptor sentral ataupun pusat-pusat pernafasan di medulla oblongata
dan pons terhadap rangsangan berupa penurunan Pa02, peninggian PaCO2, perubahan pH darah
arteri dan sebagainya (Bahar, 1990. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

B. Faktor-faktor yang memperburuk fungsi paru

Selain penurunan fungsi paru akibat proses penuaan, terdapat beberapa faktor yang dapat
memperburuk fungsi paru (Silverman dan Speizer, 1996; Tim Pneumobil Indonesia,
1994. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999) Faktor-faktor
yang memperburuk fungsi paru antara lain :

1.      Faktor merokok

Merokok akan memperburuk fungsi paru, yaitu terjadi penyempitan saluran nafas. Pada tingkat
awal, saluran nafas akan mengalami obstruksi clan terjadi penurunan nilai VEP1 yang besarnya
tergantung pada beratnya penyakit paru tad. Pada tingkat lanjut dapat terjadi obstruksi yang
iereversibel, timbul penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) (Silverman dan Speizer, 1996;
Burrows, 1990. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

2.      Obesitas

Kelebihan berat badan dapat memperburuk fungsi paru seseorang. Pala obesitas, biasanya terjadi
penimbunan lemak pada leher, dada dan (finding perut, akan dapat
mengganggu compliance dinding dada, berakibat penurunan volume paru atau terjadi keterbatasan
gerakan pernafasan (restriksi) dan timbul gangguan fungsi paru tipe restriktif (Taylor et al, 1989;
Levinxky, 1995. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

3.              Imobilitas

Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan gerak saat otot-otot berkontraksi,


sehingga kapasitas vital. paksa atau volume paru akan "relatif' berkurang. Imobilitas karena
kelelahan otot-otot pernafasan pada usia lanjut dapat memperburuk fungsi paru (ventilasi paru).
Faktor-faktor lain yang menimbulkan imobilitas (paru), misalnya efusi pleura, pneumotoraks,
tumor paru dan sebagainya (Mangunegoro, 1992). Perbaikan fungsi paru dapat dilakukan
dengan menjalankan olah raga secara intensif (Rahmatullah, 1993.Didalam buku R.Boedi-
Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
4.      Operasi

Tidak semua operasi (pembedahan) mempengaruhi faal paru. Dari pengalaman para ahli diketahui
bahwa yang pasti memberikan pengaruh faal paru adalah : (1) pembedahan toraks (jantung dan
paru); (2) pembedahan abdomen bagian atas; dan (3) anestesi atau jenis obat anestesi tertentu.
Peruhahan fungsi paru yang timbul, meliputi perubahan proses ventilasi, distribusi gas, difusi gas
serta perfusi darah kapiler paru. Adanya perubahan patofisiologik paru pasca bedah mudah
menimbulkan komplikasi paru: atelektasis, infeksi atau sepsis dan selanjutnya mudah terjadi
kematian, karena timbulnya gagal nafas (Rahmatullah, 1997. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo
dan H.Hadi Martono. 1999)

C.    Patogenesis penyakit paru pada usia lanjut

Mekanisme timbulnya penyakit yang menyertai usia lanjut dapat dijelaskan atau dapat dikaitkan
dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan-perubahan tersebut.
adalah :

1.      Perubahan anatomik-fisiologik

Dengan adanya perubahan anatomik-fisiologik sistem pernafasan ditambah adanya faktor-faktor


lainnya dapat memudahkan timbulnya beberapa macam penyakit paru: bronkitis kronis, emfisema
paru, PPOM, TB paru, kanker paru dan sebagainya (Mangunegoro, 1992; Davies, 1985;
Widjayakusumah, 1992; Rahmatullah,1994; Suwondo 1990 a, 1990 b; Yusuf, 1990. Didalam
buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

2.      Perubahan daya tahan tubuh

Pada usia lanjut terjadi penurunan daya tahan tubuh, antara lain karena lemahnya fungsi limfosit B
dan T (Subowo, 1993; Roosdjojo dkk, 1988), sehingga penderita rentan terhadapkuman-kuman
pathogen virus, protozoa, bakteri atau jamur (Haryanto clan Nelwan, 1990,Didalam
buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

3.      Perubahan metabolik tubuh

Pada orang usia lanjut sering terjadi peruban metabolik tuhuh, dan paru dapat ikut mengalami
peruban penyebab tersering adalah penyakit-penyakit metabolik yang bersifatsistemik: diabetes
mellitus, uremia, artritis rematoid dan sebagainya. Fakator usia peranannya tidak jelas, tetapi
lamanya menderita penyakit sistemik mempunyai andil untuk timbulnya kelainan paru tadi
(Davies,88.Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

4.      Perubahan respons terhadap obat

Pada orang usia lanjut, bisa terjadibahwa penggunaan obat-ohat tertentu akan nemnemberikansan
respons atau perubahanpada paru dan saluran nafas, yang mungkinperubahan-perubahan tadi tidak
terjadi pada usia muda. Contoh, yaitu penyakit paru akibat idiosinkrasi terhadap obat yang sering
digunakan dalam pengobatan penyakit yang sedang dideritanya yang mana proses tadi jarang
terjadi pada usia muda (Davies, 1985. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono.
1999)

5.      Perubahan degeneratif

Perubahan degeneratif merupakan perubahan yang tidak dapat dielakkaan terjadinya pada


individu-individu yang mengalami proses penuaan. Penyakit paru yang timbul akibat proses
(perubahan) degeneratif tadi, misalnya terjadinya bronkitis kronis, emfisema paru, penyakit paru
obstruktif menahun, karsinoma paru yang terjadinya pada usia lanjut dan sebagainya (Davies,
1985.Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

6.      Perubahan atau kejadian lainnya

Ada pengaruh-pengaruh lain yang terjadi sebelum atau selama usia lanjut yang dapat
mempengaruhi dirinya sehingga dapat memudahkan penyakit paru tertentu pada usia lanjut,
misalnya :

a.       Kebiasaan merokok masa lalu dan sekarang

Merokok yang berlangsung lama dapat menimbulkan perubahan- perubahan struktur pada saluran
nafas, juga dapat menurunkan fungsi sistem pertahanantubuh yang diperankan oleh
paru dan saluran nafas, sehingga memudahkan timbulnya infeksi pada paru dan saluran nafas.
Merokok selain dapat memberikan perubahan- perubahan pada saluran nafas, dapat pula
memudahkan timbulnya keganasan paru, PPOM, bronkitis kronis dan sebagainya (Mangunegoro,
1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

b.      Pengaruh atau akibat kekurangan gizi

Pada usia lanjut telah diketahui terjadi penurunan daya tahan tubuh, terutama respons imun seluler
(Roosdjojo, 1988). Ini merupakan konsekuensi lanjut atas terjadinya involusi kelenjar timus pada
usia lanjut. Proses involusi kelenjar timus menyebabkan jumlah hormon timus yang beredar dalam
peredaran darah menurun, berakibat proses pemasakan limfosit T berkurang dan limfosit T yang
beredar dalam peredaran darah juga berkurang. Imunitas humoral pada usia lanjut juga terdapat
perubahan yang berarti, bahkan terdapat peninggian kadar autoantibodi (Subowo, 1993). IgA dan
IgG terdapat peningkatan, sedangkan IgM mengalami penurunan.
D.    Aspek Klinik

Ada beberapa penyakit paru yang menyertai orang usia lanjut, yang paruing ada 4 macam:
pneumoni, tuberkulosis paru, penyakit paru obstruktif menahun (PPOM),dan karsinoma paru.

1.      Definisi Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)

Pengertian. PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa


memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran nafas dan
tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu (Mangunegoro,
1992. , Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

PPOM adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis,
emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002. , Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi
Martono. 1999)

 PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan
aliran masuk dan keluar udara paru-paru.

Termasuk dalam kelompok PPOM adalah bronkitis kronis, emfisema paru dan penyakit saluran
nafas perifer.

2.      Etiologi.

Etiologi penyakit ini belum diketahui. Timbulnya penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor


resiko yang terdapat pada penderita, antara lain merokok sigaret yang berlangsung lama, polusi
udara, infeksi paru berulang, umur, jenis kelamin, ras, defisiensi alfa-1 antitripsin,
defisiensi antioksidan dan sebagainya. Pengaruh dari masing-masing faktor resiko terhadap
terjadinya PPOM adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan
dalam menimbulkan penyakit ini.

3.      Patofisiologi. 

Faktor-faktor resiko yang telah disebutkan di atas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus
dan juga menimbulknn kerusakan pada dinding bronkiolis terminal. Akibat dari kerusakan yang
timbul akan terjadi obstruksi bronkus keel (bronkiolus terminal), yang mengalami penutupan atau
obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang pada saat inspirasi mudah masuk ke dalam alveoli, saat
ekspirasi banyak yang terjebak. dalam alveolus dan terjadilah penumpukan
udara (airtrapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak nafas dengan segara
akibat-akibatnya. Adanya obstruksi dini saat awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi
dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi
gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993. ,Didalam
buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

4.      Gambaran klinik. Gambaran klinik yang ditemukan adalah gambaran penyakit paru yang


mendasari ditambah tanda-tanda klinik akihat terjadinya obstruksi bronkus. Gambaran klinik bila
diamati secara cermat akan mengarah pada dua hal atau dua tipe pokok: (1) mempunyai gambaran
klinik dominan ke arah bronkitis kronis (blue bloater type); dan (2) gambaran klinik predominant
ke arah emfisema (pink puffer type).

5.      Diagnosis. 

Diagnosis PPOM ditegakkan dengan metode yang lazim (terarah dan sistimatik), meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan kelemahan badan, batuk, sesak nafas, sesak nafas waktu
aktivitas clan nafas berbunyi, mengi atau wheeze. Oleh karena perjalanan penyakitnya lambat,
maka anamnesis harus dilakukan secara hati-hati dan teliti.

Pada pemeriksaan fisik, pada penderita tingkat penyakitnya masih awal mungkin tidak ditemukan
kelainan. Adanya ekspirasi yang memanjang merupakan petunjuk kelainan dial. Pada penyakit
tingkat lanjut, tampak bentuk dada seperti tong, ditemukan penggunaan otot-otot bantu nafas,
suara nafas melemah, terdengar suara mengi yang lemah. Kaitting ditemukan (gerak) pernafasan
paradoksal. Selain itu dapat ditemukan edema kaki, mites dan jari tabuh (Mangunegoro, 1992;
Das Jardin dan Burton,1995).

Pemeriksaan faal paru merupakan pemeriksaan penunjang yang penting, untuk mendiagnosis


PPOM. Untuk menentukan apakah pada penderila terdapat obtruksi saluran nafas dapat dilakukan
pemeriksaan dengan spirometri ( spirogram) atau memeriksa nilai arus puncak ekspirasi (APE)
dengan alat sederhana, yaitu menggunakan mini Wright

Peak Plow Meter. Pengukuran volume ekspirasi paksa satu detik pertama (VEP I ) merupakan
pemeriksaan akurat, standar, mudah dilakukan dengan spirometer, dan dapat digunakan untuk
melihat beratnya obstruksi saluran nafas(Mangunegoro, 1992. , Didalam buku R.Boedi-Dharmojo
dan H.Hadi Martono. 1999)

Tingkatan hemoglobin dalam darah itu dapat memperkirakan adanya Polycytemia, yang
mengakibatkan terjadinya Hypoxemia secara perlahan-lahan. Tingkatan PPOM menurut National
Institu Of Health Lung and Blood. Bethesda 2001

TINGKATAN NILAI / DERAJAT PERSENTASI VEP I

Spirometry Normal

0 Resiko Gejala menaun ( batuk,


produksi sputum )

I Ringan ≥ 80 %

II Sedang < 80 %

III Berat < 30 %

6.      Penatalaksanaan.

Dalam penatalaksanaan penderita PPOM perlu diperhatikau faktor-faktor yang dapat memperjelek
perjalanan penyakit, yang hams dicegah terjadinya pada penderita. Apabila faktor-faktor tadi
sudah ada pada penderita, hendaknya diusahakan .meniadakannya atau menguranginya. Faktor-
faktor yang dapat memperjelek keadaan penyakit penderita, misalnya :

a.                     Faktor-faktor resiko, yaitu faktor yang dapat memperjelek penyakit, misalnya


kebiasaan merokok, polusi udara dan lingkungan pekerjaan, faktor genetik, infeksi (saluran nafas)
dan perubahan cuara.

b.         Derajat obstruksi saluran nafas yang terjadi. Oleh karena itu identifikasi komponen-
komponen yang memungkinkan terdapatnya reversibilitas (obstruksi) sangat perlu dilakukan.

c.          Tahap perjalanan penyakit. Perjalanan penyakit PPOM lambat progresif. Oleh karena itu
perlu diketahui apakah penyakit PPOM sedang tenang atau progresif perjalanannya.

Penyakit lain di luar paru, misalnya sinusitis, faringitis dan sebagai- nya (Mangunegoro,
1992. ,Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

Tujuan penatalaksanaan PPOM adalah:

a.      Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala, tidak hanya pada fase akut, tetapi juga
pada fase kronik.

b.     Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.

c.      Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih


awal (Mangunegoro, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

     Penanganan untuk penderita PPOM usia lanjut adalah sebagai berikut :         

a.         Meniadakan faktor etiologik/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,


menghindari polusi udara..

b.         Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

c.         Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi, antimikroba


tidal( perlu diberikan. Pemberian anti-mikroba hams tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi,
yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.

d.        Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Pent gunaan kortikosteroid


untuk mengatasi proses inflamasi (bronko spasme) masih kontroversial.

e.         Pengobatan simtomatik ( lihat tanda dan gejala yang muncul )

1.        Batuk produktif beri obat mukolitik / ekspektoran

2.        Sesak nafas beri posisi yang nyaman (fowler) , beri O2

3.        Dehidrasi beri minum yang cukup bila perlu pasang infus

f.          Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul. Pengobatan oksiogen, bagi


yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat: 1 — 2 liter/menit.

g.         Tindakan rehabilitasi.

Rehabilitasi. Tindakan rehabilitasi terhadap penderita meliputi Aktivitas-aktivitas berikut :

1)      Fisioterapi, terutama ditujukan untuk membantu pengeluaran sekret bronkus.

2)      Latihan pernafasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernafasan yang paling
efektif baginya

3)      Latihan, dengan beban olah raga tertentu, dengan  tujuan uatuk memulihkan kesegaran


jasmaninya.

4)      Vocational guidance : usaha yang dilakukan terhadap pendeiita agarsedapat-dapat kembali


mampu mengerjakan pekerjaan semula.

5)      Pengelolaan psikososial: terutama ditujukan untuk penyesuaian diripenderita dengan


penyakit yang dideritnnya.

7.      Pencegahan penyakit paru pada usia lanjut


Proses penuaan pada seseorang tidak bisa dihindari. Perubahan struktur anatomik maupun
fisiologik alami juga tidak dapat dihindari, Pencegahan terhadap timbulnya penyakit-penyakit
paru pada usia lanjut dilakukan pada prinsipnya dengan meningkatkan daya tahan
tubuhnya dengan memperbaiki keadaan gizi, menghilangkan hal-hal yang dapat menurunkan daya
tahan tubuh, misalnya menghentikan kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya.

Pencegahan terhadap timbulnya beberapa macam penyakit dilakukan dengan Fara yang lazim.

a.     Usaha pencegahan infeksi paru/saluran nafas

Usaha untuk mencegahnya dilakukan dengan jalan menghambat mengurangi atau meniadakan


faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya infeksi. Hal positif yang dapat dilakukan misalnya
dengan melakukan vaksinasi dengan vaksin pneumokok untuk menghindari timbulnya pneumoni,
tetapi sayangnya pada usia lanjut vaksinasi ini kurang berefek (Mangunegoro, 1992. Didalam
buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

b.     Usaha mencegah timbulnya TB paru.

Yang bisa dilakukan ialah menghindari kontak person denganpenderita TB paru atau mengbindari
Fara-cara penularan lainnya.

c.      Usaha pencegahan timbulnya PPOM ataukarsinoma paru.

Sejak usia muda, bagi orang-orang yang beresiko tinggi terhadap timbulnya kelainan paru (PPOM
dan karsinoma paru), perlu dilakukan pemantauan secara berkala: (1) pemeriksaan foto rontgen
toraks, dan (2) pemeriksaan faal paru, paling tidak setahua sekali. Sangat dianjurkan bagi mereka
yang beresiko tinggi tadi (perokok berat dan laki-laki) menghindari atau segera berhenti merokok
(Mangunegoro, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN SISTEM


PERNAPASAN (PENYAKIT PARU OBSRUKSI MENAHUN) PPOM

      Dalam hal ini kelompok mengangkat askep PPOM  pada lansia dikarenakan penyakit ini
sangat menonjol (berdasarkan buku Pedoman Pengelolaan Kesehatan Pasien Geriatri hal 39 tahun
200)

A.      Pengkajian

Pengkajian pada pernafasan dengan klien PPOM yang didasarkan pada kegiatan sehari – hari.
Ukur kualitas pernafasan antara skala 1 sampai 10. Dan juga mengidentifikasi faktor sosial dan
lingkungan yang merupakan faktor pendukung terjadinya gejala. Perawat juga mengidentifikasi
type dari gejala yang muncul antara lain, tiba-tiba atau membahayakan dan faktor presipitasi
lainnya antara lain perjalanan penularan temperatur dan stress.

Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan kesimetrisan dada, Respiratory Rate dan Pola
pernafasan, posisi tubuh menggunakan otot bantu pernafasan dan juga warna, jumlah, kekentalan
dan bau sputum.

Palpasi dan perkusi pada dada diidentifikasikan untuk mengkaji terhadap peningkatan gerakan
Fremitus, gerakan dinding dada dan penyimpanan diafragma. Ketika mengauskultasi dinding dada
pada dewasa tua / akhir seharusnya diberi cukup waktu untuk kenyamanan dengan menarik nafas
dalam tanpa adanya rasa pusing (dizzy) (Loukenotte, M.A, 2000).

Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk mendapatkan
riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :

1.         Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?

2.         Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?

3.         Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?

4.         Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
5.         Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?

6.         Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?

Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang patut
dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :

1.         Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?

2.         Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?

3.         Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?

4.         Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?

5.         Apakah tampak sianosis?

6.         Apakah vena leher pasien tampak membesar?

7.         Apakah pasien mengalami edema perifer?

8.         Apakah pasien batuk?

9.         Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?

10.     Bagaimana status sensorium pasien?

11.     Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?

Hal-hal yang juga perlu dikaji adalah :

1. Aktifitas / istirahat

Keletihan , kelemahan, malaise, ketidak mampuan melakukan aktifitas sehari-hari karena  sulit


bernafas.

2. Sirkulasi

Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan darah,takikardi.

3. Integritas ego

Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan,peka rangsang

4. Makanan / cairan

Mual / muntah, anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan, turgor kulit
buruk, berkeringat.

5. Higiene

Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktifitas sehari-hari,


kebersihan buruk, bau badan.

6. Pernafasan

Nafas pendek, rasa dada tertekan, dispneu, penggunaan otot bantu pernafasan.

7.    Keamanan

Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan.

8.    Seksualitas

Penurunan libido.

9.    Interaksi sosial

Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, keterbatasan mobilitas fisik. 

(Doengoes, 2000 :152 ).

B.       Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang lazim pada lansia dengan PPOM, antara lain :

1.         Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.

2.         Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.

3.         Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan
sekunder, penyakit kronis.

4.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa, kelemahan,
efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah.

5.         Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan kebutuhan


oksigen, kelemahan, dispnea.
6.         Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti
tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif

( Doenges, 2000).

Sedangkan diagnosa menurut Luckenotte,antara lain :

1.         Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d tertahannya sekresi.

2.         Gangguan pertukaran gas b.d berkurangnya suplai oksigen.

3.         Berkurangnya perawatan kesehatan b.d ketidakefektifan koping individu.

4.         Resiko infeksi b.d in adekuat pertahanan primer dan sekunder, dan penyakit kronik.

5.         Defisit pengetahuan : PPOM b.d kurangnya informasi.

6.      In adekuat nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan atau absorbsi

7. Berkurangnya peran b.d perubahan persepsi diri dan perubahan kapasitas fisik dalam
menjalankan peran.

8.         In efektif pola nafas b.d kelemahan muskuloskeletal dan penurunan energi atau fatique.

9.        Ketidakmampuan untuk melakukan ventilasi secara spontan b.d kelemahan otot pernafasan.

10.     Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan permintaan

(Loukenotte, M.A, 2000).

C.      Intervensi / Perencanaan 

No Diagnosa
Tujuan Dan KH Intervensi Rasional
Dx Keperawatan

1. Ketidakefektifan Tujuan : 1.      Auskultasi bunyi nafas, 1.      Beberapa derajat bro


jalan nafas Mengefektifkan jalan catat adanya bunyi nafas, misal : terjadi dengan obstruksi jalan n
berhubungan nafas mengi, krekels, ronki. dan tidak dimanifestasikan ad
dengan bunyi nafas adventisius
Hasil yang 2.      Kaji / paruau frekuensi
tertahannya
diharapkan : - pernafasan, catat rasio inspirasi 2.      takipnea ada pada bebe
sekresi.
Mempertahankan mengi (emfisema) derajat dan dapat ditemukan
penerimaan / selama stress / ad
proses infeksi akut

3.      Peninggian kepala tem


3.      Kaji pasien untuk posisi
tidur mempermudah fu
yang nyaman misal: peninggian
pernafasan dengan menggun
jalan nafas paten kepala tempat tidur, duduk dan
gravitasi, namun pasien den
dengan bunyi nafas sandaran tempat tidur.
slifres berat akan mencari p
bersih / jelas
4.      Pertahankan polusi yang paling mudah untuk berna
- Menunjukkan lingkungan minimum debu, asap
4.      Pencitus tipe reaksi a
perilaku untuk dll
pernafasan yang dapat mentr
memperbaiki
5.      Bantu latihan nafas episode akut.
bersihan jalan nafas
abdomen / bibir
5.      Memberikan pasien bebe
Misal : Batuk efektif
6.      Ajarkan teknik nafas cara untuk mengatasi
dan mengeluarkan
dalam batu efektif mengontrol dispnea
sekret.
menurunkan jebakan udara.
7.      Berikan obat sesuai
indikasi 6.      Batuk dapat menetap te
efektif khususnya bila
lansia,sakit akut, atau kelemaha

7.      Membantu dalam pr
penyembuhan.

2. Gangguan Tujuan : Memenuhi 1.      Kaji frekuensi kedalaman 1.      Berguna dalam eva


pertukaran gas suplai oksigen pada pernafasan, catat penggunaan distress pernafasan dan kroni
berhubungan tubuh. otot aksesori, nafass bibir, proses penyakit.
dengan suplai ketidakmampuan bicara /
Kriteria hasil yang 2.      Pengiriman oksigen d
oksigen berbincang.
diharapkan : diperbaiki dengan posisi du
2.      Tinggikan kepala tempat tinggi, dan latihan nafas u
- Menunjukkan
tidur, bantu pasien untuk menurunkan kolaps jalan n
perbaikan ventilasi
memilih posisi yang mudah dispnea dan kerja nafas.
dan oksigenasi
untuk bernafas.
jaringan adekuat 3.      Kental, tebal, banya
yang bila dalam 3.      Dorong mengeluarkan sekresi adalah sumber ut
rentang sputum: Penghisapan bila gangguan pertukaran gas
diindikasikan.
normal + bebas 4.      Sianosis mungkin pe
gejala distres 4.      Kaji / awasi secara rutin (terlihat pada kuku) atau se
(terlihat sekitar bibir / daun teli
keabu-abuan dan dianosis se

kulit dan warna membran mengindikasikan bera

mukosa hipoksemia.

5.      Awasi tanda vital dan 5.      Takikarena, disritimia,


pernafasan.
irama jantung perubahan TD dapat menunjuk
- Berpartisipasi efek hipoksemia sistemik
dalam program 6.      Awasi / gambaran seri fungsi jantung.
pengobatan dalam GDA dan nadi, oksimetri
6.      PaCO2. Biasanya menin
tingkat kemampuan / 7.      Berikan oksigen tambahan (bronkhitis, emfisema) dan Pa
situasi. yang sesuai dengan indikasi secara umum menurun, sehin
hasil GDA dan toleransi pasien. hipoksia terjadi dengan de
lebih / lebih besar

7.      Dapat memperbaiki
mencegah buruknya hipoksia.

3. Resiko tinggi Tujuan : Mencegah 1.      Awasi suhu 1.      Demam dapat terjadi ka


terhadap infeksi terjadinya infeksi. infeksi / dehidrasi
2.      Kaji pentingnya latihan
berhubungan
Kriteria hasil yang nafas, batuk efektif, perubahan 2.      Aktifitas ini meningka
dengan in adekuat
diharapkan : posisi sering, dan masukan mobilisasi dan pengeluaran se
pertahanan primer
cairan adekuat. untuk menurunkan resiko te
dan sekunder, - Menyatakan
infeksi paru.
penyakit kronis. pemahaman 3.      Tunjukkan dan bantu
penyebab / faktor pasien tentang pembuangan tisu 3.      Cegah penyebaran pato
resiko individu dan sputum melalui cairan

- Mengidentifikasi 4.      Dorong keseimbangan 4.      Menurunkan konsumsi


intervensi untuk antara aktifitas dan istirahat kebutuhan keseimbangan oks
mencegah / dan memperbaiki pertahanan pa
5.      Dapatkan spesimen
menurunkan resiko terhadap infeksi, meningka
dengan batuk / penghisapan
infeksi penyembuhan.
untuk pewarnaan kuman gram
- Menunjukkan kultur / sensitivitas. 5.      Dilakukan u
teknik, perubahan mengidentifikasikan organ
6.      Berikan anti mikrobia
pola hidup untuk penyebab dan kerentanan
sesuai indikasi
meningkatkan
6.      Dapat diberikan u
lingkungan yang
organisme khusus y
aman.
teridentifikasi dengan kultu
sensitivitas, atau diberikan se
profilaktik karena resiko tinggi.

1.      Pasien distress pernaf


akut sering anoreksia ka

1.      Kaji kebiasaan diet, dispnea, produksi sputum dan o

Tujuan : Memenuhi masukan makanan saat ini, catat


2.      : Aktifitas ini meningka
kebutuhan nutrisi derajat kesulitan makan, evalusi
mobilisasi dan pengeluaran se
klien secara adekuat BB dan ukuran tubuh.
untuk menurunkan resiko te
Perubahan nutrisi Kriteria hasil yang 2.      Tunjukkan dan bantu infeksi paru
kurang dari diharapkan : pasien tentang pembuangan tisu
3.      Menurunkan konsumsi
kebutuhan tubuh dan sputum
- Menunjukkan kebutuhan keseimbangan oks
berhubungan
peningkatan berat 3.      Dorong keseimbangan dan memperbaiki pertahanan pa
dengan dispnea,
4. badan menuju tujuan antara aktifitas dan istirahat terhadap infeksi, meningka
kelemahan efek
yang tepat. penyembuhan.
samping obat, 4.      Dapatkan spesimen
produksi sputum, dengan batuk / penghisapan 4.      Dilakukan u
- Menunjukkan
anoreksia, mual / untuk pewarnaan kuman gram mengidentifikasikan organ
perilaku perubahan
muntah. kultur / sensitivitas. penyebab dan kerentanan terh
pola hidup untuk
meningkatkan dan / berbagai anti mikrobia.
5.      Berikan anti mikrobia
mempertahankan 5.      Dapat diberikan u
sesuai indikasi
berat yang tepat. organisme khusus y
teridentifikasi dengan kultu
sensitivitas, atau diberikan se
profilaktik karena resiko tinggi.

5. Intoleransi Tujuan : 1.      Evaluasi respons pasien 1.      Menetapkan kemampua


aktifitas Mengembalikan terhadap aktifitas. Catat laporan kebutuhan pasien dan memudah
berhubungan aktifitas klien seperti dispnea, peningkatan kelemahan pilihan intervensi
dengan semula. / kelelahan dan perubahan tanda
2.      Meminimalkan kelelahan
keseimbangan vital selama dan setelah
Kriteria hasil yang membantu keseimbangan su
antara suplay dan aktivitas.
diharapkan : dan kebutuhan oksigen.
kebutuhan
2.      Bantu aktivitas perawatan
oksigen, - Melaporkan / 3.      Mengurangi kelelahan
dini yang diperlukan. Berikan
kelemahan, Menunjukkan
kemajuan peningkatan aktivitas
dispnea. peningkatan toleransi
selama fase penyembuhan.
terhadap aktifitas
yang dapat diukur
dengan tak adanya
3.      Ajarkan klien untuk
dispnea, kelemahan
mengurangi aktivitas yang dapat
berlebihan, dan tanda
menimbulkan kelelahan
vital dalam rentang
normal.

1.      Menurunkan ansietas
dapat menimbulkan perba
partisipasi pada ren
1.      Jelaskan / kuatkan pengobatan.
penjelasan proses penyakit
individu 2.      Nafas bibir + nafas abdom

Tujuan : Klien / diafragmatik menguatkan


2.      Instruksikan / kuatkan pernafasan, memb
mampu untuk
rasional untuk latihan nafas, meminimalkan kolaps jalan n
mengetahui tentang
batuk efektif dan latihan kondisi kecil dan memberikan individu
pengertian /
umum. untuk mengontrol dispnea. 
Defisit informasi PPOM.
pengetahuan Kriteria hasil yang 3.      Diskusikan obat 3.      Pasien ini sering mend
tentang PPOM diharapkan : pernafasan, efek samping + obat pernafasan banyak sekal
berhubungan reaksi yang tak diinginkan yang mempunyai efek sam
- Menyatakan
dengan kurang hampir sama + potensial inter
pemahaman kondisi / 4.      Tekankan pentingnya
6. informasi, salah obat
proses penyakit dan perawatan oral / kebersihan gigi
mengerti tentang
tindakan 4.      Menurunkan pertumb
informasi, kurang 5.      Diskusikan faktor individu
mengingat / - Mengidentifikasi yang meningkatkan kondisi mis: bakteri pada mulut, dimana d

keterbatasan hubungan tanda / udara terlalu kering, angin, menimbulkan infeksi saluran n

kognitif. gejala yang ada dari lingkungan dengan suhu atas.

proses penyakit dan ekstrem, serbuk, asap tembakau, 5.      : Faktor lingkungan ini d
menghubungkan sprei aerosol, polusi udara. menimbulkan iritasi bron
dengan faktor menimbulkan peningkatan prod
6.      Diskusikan pentingnya
penyebab sekret dan hambatan jalan nafas
mengikuti perawatan medik,
foto dada periodik dan kultur 6.      Pengawasan proses peny
untuk membuat program te
untuk memenuhi perub
kebutuhan dan dapat memb
mencegah komplikasi
 ( Doenges, 2000 : 152).

D. Evaluasi

Fokus utama pada klien Lansia dengan PPOM adalah untuk mengembalikan kemampuan dalam
ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya hasil yang diharapkan. Klien Lansia mungkin
membutuhkan perawatan tambahan di rumah, evaluasi juga termasuk memonitor kemampuan
beradaptasi dan menggunakan tehnik energi conserving, untuk mengurangi sesak nafas, dan
kecemasan yang diajarkan dalam rehabilitasi paru. Klien Lansia membutuhkan waktu yang lama
untuk mempelajari tehnik rehabilitasi yang diajarkan. Bagaimanapun, saat pertama kali mengajar,
mereka harus mempunyai pemahaman yang baik dan mampu untuk beradaptasi dengan gaya
hidup mereka.(Leukenotte, M A, 2000 : 502)
BAB IV

PENUTUP

A.      Kesimpulan

Pada usia lanjut terjadi penularan analomik-fisiologik paru dan saluran nafas, antara lain berupa
pengurangan elastic recoil paru; kecepatan arus ekspirasi, tekanan oksigen acted serta respons
pusat reflek pernafasan terhadap rangsangan oksigen arteri atau hiperkapnia. Hal-hal tersebut
berpengaruh pada mekanisme perthanan tubuh terhadap timbulnya penyakit paru

Penyakit paru yang sering ditemukan pada usia lanjut adalah infeksi saluran nafas akut bagian
bawah PPOM. Berhagai cara dapat dilakukan untuk pencegahan terhadap timbulnya infeksi
pernafasan akut bagian bawah, PPOM.  Untuk mencegab melanjunya penurunan fungsi paru,
antara lain dapat diatasi dengan melakukan olah raga atau latihan fisik yang teratur, selain
meningkatkan taraf kesehatan usia lanjut. Laju penurunan fungsi paru dapat diketahui dengan
pemeriksaan faal paru secara berkala.

B.       Saran 

1.         Untuk Lansia Menghindari faktor resiko :

a.         Anjurkan klien untuk tidak merokok

b.        Anjurkan klien untuk cukup istirahat

c.         Anjurkan klien untuk menghindari alergen

d.        Anjurkan klien untuk mengurangi aktifitas

e.         Anjurkan klien untuk mendapatkan asupan gizi yang cukup


2.         Untuk keluarga Memberikan dukungan :

a.         Anjurkan keluarga untuk memberi perhatian pada klien

b.        Anjurkan keluarga untuk memantau kondisi klien

c.         Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang kondusif

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. Buku saku Patofisiologi. Jakarta :EGC.

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Guyton, Arthur C. 1945. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta : EGC.

Lueckenotte, A.G. 2000. Gerontologic nursing. St. Louis Mosby, INC.

Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Pajajaran Bandung.

Matteson, M.A and MC, Connel, E.S. 1988. Gerontological nursing : Concept and Practice.
Philadelphia : WB Sounders Company.

Price, Syna, A and Wilson, Lorraine M. 1994. Patofisiologi, Konsep Klinis proses-proses
Penyakit, edisi ke-4. Jakarta : EGC.

R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono (1999). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan usia lanjut)
edisi ke-3. Jakarta : EGC.

Suddarth dan Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC.

Wood, Under J.C.E. 1996. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai