Anda di halaman 1dari 28

Case Report Session

NCB SC (39-40 minggu, BB 2185 gr) Dengan Ibu HIV

Disusun oleh:

Elvi Sepriani 1410070100032

Preseptor:

dr. Irwandi, Sp.A . M.Biomed

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD M.Natsir Solok
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Case Report Session yang berjudul
“NCB SC e.c dengan IBU HIV” Case Report ini disusun untuk memenuhi salah
satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Irwandi, Sp.A .M.Biomed selaku
pembimbing yang telah memberikan arahan dan petujuk, dan semua pihak yang
telah membantu dalam penulisan Case Report ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Case Report ini masih memiliki


banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir
kata, semoga Case Report ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Solok, 05 April 2022

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus yang
menyerang sel sistem imun tubuh manusia terutama sel T CD4+ dan makrofag
yang merupakan komponen mayor dari sistem imun seluler. Infeksi virus ini
menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh yang terus-menerus, yang
akan menyebabkan defisiensi imun. HIV dapat ditularkan melalui pertukaran
berbagai cairan tubuh dari orang yang terinfeksi, seperti darah, ASI (Air Susu
Ibu), semen dan cairan vagina. HIV juga dapat ditularkan dari seorang ibu ke
anaknya selama kehamilan dan persalinan.1
Transmisi dari ibu dengan HIV ke bayi dapat ditularkan melalui
kehamilan, proses persalinan dan menyusui. Jika tidak ada intervensi
pengobatan,bayi memiliki risiko tertular sebanyak 15 - 30% dari ibu saat
kehamilan dan proses persalinan. Menyusui akan meningkatkan risiko
transmisi sebanyak 10 - 15%.2 Berdasarkan data WHO 2019, 38 juta orang
dari seluruh dunia infeksi HIV dengan populasi terinfeksi HIV terbesar di
dunia adalah di benua Afrika (25,7 juta orang), kemudian di Asia Tenggara
(3,8 juta), dan di Amerika (3,5 juta). Sedangkan yang terendah ada di Pasifik
Barat sebanyak 1,9 juta orang. Tingginya populasi orang terinfeksi HIV di
Asia Tenggara mengharuskan Indonesia untuk lebih waspada terhadap
penyebaran dan penularan virus ini. Data HIV di Indonesia cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah kasus HIV di Indonesia tahun 2019
berjumlah 50.282 orang, meningkat 3.632 orang dari tahun 2018. 3 Kasus HIV
di Indonesia dari Januari hingga September 2020 ditemukan 32.293 kasus
dengan wilayah tertinggi di Jawa Timur (5.216), Jawa Barat (4.524) dan Jawa
Tengah (4.309). Penemuan kasus HIV pada bayi <18 bulan periode Januari-
September 2020 sebesar 37 dari 532 bayi yang dites HIV menggunakan PCR
DNA.4 Risiko seorang wanita dengan HIV menularkan virus kepada anaknya
dapat dikurangi menjadi 5% atau kurang dengan terapi antiretroviral yang
efektif selama kehamilan, persalinan dan menyusui. Pencegahan primer
dilakukan skrining HIV pada semua wanita usia subur dan pasangan yang

3
merencanakan pernikahan. Diagnosis bayi dini cukup penting untuk
mengidentifikasi status HIV bayi dan untuk meningkatkan program
pencegahan dan pengobatan, karena puncak kematian terjadi antara usia enam
minggu hingga empat bulan untuk anak yang tertular HIV.5

1.2 Batasan Masalah


Makalah ini membahas tentang definisi, klasifikasi, epidemiologi, etiologi,
patogenesis, gambaran klinis, penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan Bayi
lahir dari ibu HIV pada bayi baru lahir.

1.3 Tujuan Penulisan


Penulisan makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman
mengenai definisi, klasifikasi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gambaran
klinis, penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan Bayi lahir dari ibu HIV pada
bayi baru lahir.

1.4 Metode Penulisan


Makalah ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk
kepada berbagai sumber dan literatur, serta berdasarkan kasus yang ada pada
RSUD M. Natsir Solok.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. HIV pada bayi dan anak

2.1.1 Faktor risiko penularan HIV dari ibu ke bayi

Faktor risiko terjadinya transmisi dari ibu ke bayi saat kehamilan


terdiri dari faktor ibu, faktor persalinan dan faktor pada bayi. Faktor ibu
antara lain kondisi nutrisi yang buruk, kadar viral load dalam darah
rendah, kadar CD4 yang rendah saat kehamilan dan adanya penyakit
infeksi selama kehamilan. Faktor persalinan yang menjadi peran dalam
transmisi adalah persalinan yang lama, persalinan secara spontan dan
ketuban pecah dini. Faktor pada bayi yang berpengaruh adalah keadaan
prematur, berat badan lahir rendah, bayi yang lama menyusu tanpa
pengobatan, dan terdapat luka pada bayi.6

Ibu dengan status gizi buruk atau malnutrisi dan HIV


meningkatkan insidensi anemia. Ibu dengan anemia memiliki risiko
terhadap kehamilan dan mengancam nyawa bayi. Pada studi di India
tahun 2017, ibu hamil yang anemia lebih rentan terhadap berat badan
bayi lahir rendah, persalinan yang lama, preeklampsia dan asfiksia
bayi.7 Faktor infeksi oportunistik juga meningkatkan insidensi bayi lahir
dengan HIV. Pada studi tahun 2014 menunjukkan ibu dengan vaginosis
bakterial memiliki risiko 6 kali lipat kejadian bayi dengan HIV dan
kelahiran prematur. Oleh karena disarankan untuk diimplementasikan
dalam pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak sejak kehamilan,
dengan deteksi dini penyakit menular dan pengobatan penyakit menular
ibu hamil dengan HIV.8 Ibu dengan persalinan spontan juga memiliki
risiko lebih tinggi terhadap bayi HIV positif dibandingkan persalinan
secara sectio caesarea (SC). Pada saat persalinan pervaginam, bayi
terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Bayi mungkin juga
terinfeksi dengan menelan darah atau lendir dari jalan lahir yang secara
tidak sengaja selama resusitasi. Beberapa penelitian menyimpulkan
bahwa operasi caesar akan mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke

5
anak sebesar 50-66%. Jika operasi caesar tidak dapat dilaksanakan,
disarankan untuk tidak melakukan tindakan invasif yang
memungkinkan terjadinya cedera pada bayi. Faktor risiko kebidanan
yang terkait dengan peningkatan risiko HIV pada bayi adalah kelahiran
pervaginam, persalinan lama, ketuban pecah dini, dan prosedur invasif
atau dengan tindakan.9

2.1.2 Transmisi HIV

Transmisi HIV-1 dapat ditularkan melalui kontak seksual, kontak


langsung secara parenteral melalui darah, dan transmisi vertikal dari ibu
ke anak. Rute infeksi primer pada populasi anak adalah transmisi secara
vertikal. Tingkat penularan HIV dari ibu ke anak bervariasi di negara
dengan sumber daya tinggi dan rendah; Amerika Serikat dan Eropa
telah menunjukkan tingkat penularan pada wanita yang tidak diobati
antara 12% dan 30%, sedangkan tingkat penularan di Afrika dan Haiti
lebih tinggi (25-52%), kemungkinan karena penyakit ibu yang lebih
lanjut dan adanya koinfeksi. Pengobatan perinatal pada ibu hamil yang
terinfeksi HIV dengan obat antiretroviral telah menurunkan angka
tersebut menjadi <2%.10

Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi ketika kehamilan


(intrauterine), proses persalinan (intrapartum) dan menyusui (melalui
ASI) yang disebut sebagai transmisi HIV perinatal. Jika tidak ada
intervensi, transmisi dari ibu ke anak dapat terjadi sebesar 15 - 45 %.
Secara global, 90% infeksi HIV pada anak dibawah usia 15 tahun.11
Meskipun penularan secara intrauterine telah disarankan oleh
identifikasi HIV melalui kultur atau polymerase chain reaction (PCR)
dalam jaringan janin usia 10 minggu, tetapi sebagian besar penularan
dalam rahim kemungkinan terjadi pada gestasi akhir, ketika vaskular
integritas plasenta melemah dan terjadi mikro transfusi pada sirkulasi
ibu-janin. Secara umum, 20-30% bayi baru lahir yang terinfeksi
terinfeksi dalam rahim (intrauterine) , karena persentase bayi ini

6
memiliki bukti infeksi laboratorium (kultur virus positif atau PCR)
dalam minggu pertama kehidupan.10

Persentase yang lebih tinggi dari anak-anak yang terinfeksi HIV


tertular virus secara intrapartum, dibuktikan oleh fakta bahwa 70-80%
bayi yang terinfeksi tidak menunjukkan virus yang dapat dideteksi
sampai setelah usia 1 minggu. Mekanisme penularan terjadi karena
paparan mukosa ke darah yang terinfeksi dan sekresi servikovaginal
pada jalan lahir, dan kontraksi intrauterin selama persalinan / persalinan
aktif juga dapat meningkatkan risiko mikro transfusi terlambat.
Transmisi vertikal melalui menyusui jarang ditemukan pada negara
maju, tetapi bertanggung jawab atas sebanyak 40% infeksi perinatal di
negara berkembang. Virus terdeteksi dalam ASI dari ibu yang terinfeksi
HIV. Risiko penularan melalui menyusui adalah sekitar 9-16% pada
wanita dengan infeksi HIV sebelumnya, tetapi 29-53% pada wanita
yang tertular HIV setelah melahirkan, menunjukkan bahwa viremia
yang dialami oleh ibu selama infeksi primer memiliki risiko tiga kali
lipat. WHO merekomendasikan bahwa di negara dengan sumber daya
rendah di mana penyakit lain (diare, pneumonia, malnutrisi) secara
cukup berkontribusi pada angka kematian bayi yang tinggi, manfaat
menyusui lebih besar daripada risiko penularan HIV, dan perempuan
yang terinfeksi HIV di negara berkembang harus menyusui bayi mereka
setidaknya selama 6 bulan pertama kehidupan.10

2.1.3 Deteksi dini HIV pada bayi dan anak

Berikut merupakan kriteria bayi dan anak memerlukan tes HIV13

- Anak sakit (jenis penyakit yang berhubungan dengan HIV seperti


TB berat atau mendapat OAT berulang, malnutrisi, atau pneumonia
berulang dan diare kronis atau berulang)
- Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV dan sudah mendapatkan
perlakuan pencegahan penularan dari ibu ke anak
- Untuk mengetahui status bayi/anak kandung dari ibu yang
didiagnosis terinfeksi HIV (pada umur berapa saja)

7
- Untuk mengetahui status seorang anak setelah salah satu saudara
kandungnya didiagnosis HIV; atau salah satu atau kedua orang tua
meninggal oleh sebab yang tidak diketahui tetapi masih mungkin
karena HIV
- Terpajan atau potensial terkena infeksi HIV melalui jarum suntik
yang terkontaminasi, menerima transfusi berulang dan sebab lain
- Anak yang mengalami kekerasan seksual

2.1.4 Prinsip diagnosis

Uji virologis digunakan untuk menegakkan diagnosis klinik yang


digunakan pada bayi setelah umur 6 minggu, memiliki sensitivitas
minimal 98% dan spesifisitas 98% dengan cara yang sama seperti uji
serologis. Uji v irologis direkomendasikan untuk mendiagnosis anak
berumur < 18 bulan. Uji virologis yang dianjurkan yang dianjurkan
adalah HIV DNA kualitatif menggunakan darah plasma EDTA atau
Dried Blood Spot (DBS), bila tidak tersedia HIV DNA dapat digunakan
HIV RNA kuantitatif (viral load, VL) menggunakan plasma EDTA.
Bayi yang diketahui terpapar HIV sejak lahir dianjurkan untuk
diperiksa dengan uji virologis pada umur 4 – 6 minggu atau lebih cepat
agar mendapatkan penanganan yang sesuai. Pada kasus bayi dengan
pemeriksaan virologis pertama hasilnya positif maka terapi ARV harus
segera dimulai; pada saat yang sama dilakukan pengambilan sampel
darah kedua untuk pemeriksaan uji virologis kedua. Hasil positif harus
segera diikuti dengan inisiasi ARV.13

Uji serologis yang digunakan harus memenuhi sensitivitas minimal


99% dan spesifisitas minimal 98%. Pada bayi usia dibawah 18 bulan,
uji serologis digunakan sebagai penentuan ada tidaknya paparan HIV,
tetapi pada usia diatas 18 bulan digunakan sebagai uji diagnostik untuk
konfirmasi infeksi HIV pada bayi. Pada bayi usia dibawah 18 bulan
terpajan HIV yang tampak sehat dan belum dilakukan uji virologis,
dianjurkan untuk dilakukan uji serologis pada umur 9 bulan. Bila hasil

8
uji tersebut positif harus segera diikuti dengan pemeriksaan uji virologis
untuk mengidentifikasi kasus yang memerlukan terapi ARV. Jika uji
serologis positif dan uji virologis belum tersedia, perlu dilakukan
pemantauan klinis ketat dan uji serologis ulang pada usia 18 bulan.13

Anak umur < 18 bulan dengan gejala dan tanda diduga disebabkan
oleh infeksi HIV harus menjalani uji serologis dan jika positif
dilanjutkan dengan uji virologis. Pada anak umur < 18 bulan yang sakit
dan diduga disebabkan oleh infeksi HIV tetapi uji virologis tidak dapat
dilakukan, diagnosis ditegakkan menggunakan diagnosis presumtif.
Pada anak umur < 18 bulan yang masih mendapat ASI, prosedur
diagnostik dilakukan tanpa perlu menghentikan pemberian ASI.13

Pada kehamilan trimester ketiga, antibodi maternal ditransfer


secara pasif kepada janin, termasuk antibodi terhadap HIV yang dapat
terdeteksi sampai umur anak 18 bulan. Oleh karena itu pada anak
berumur < 18 bulan yang dilakukan uji antibodi HIV dan menunjukkan
hasil reaktif, tidak selalu dipastikan anak tersebut terinfeksi HIV.13

2.1.5 Penilaian diagnosis HIV pada bayi dan anak13

Infeksi HIV pada anak dikatakan positif jika terdapat 2 kali uji
serologi positif dan uji serologi positif pada usia diatas 18 bulan.
Infeksi HIV negatif jika tidak ditemukan bukti secara klinis maupun
laboratorium yang menunjukkan infeksi HIV dan dua kali uji virologi
negatif pada usia > 4 minggu dan usia > 4 bulan, atau dua kali atau
lebih uji serologi HIV negatif pada usia > 6 bulan. Jika tidak terdapat
laboratorium untuk PCR HIV dan serologi tidak tersedia dapat
dilakukan diagnosis presumtif.

Diagnosis presumtif dapat ditegakan apabila terdapat 1 kriteria


sebagai berikut :

- PCP, meningitis kriptokokus, kandidiasis esophagus


- Toxoplasmosis

9
- Malnutrisi berat yang tidak membaik dengan pengobatan
standar

Atau minimal terdapat 2 kriteria berikut :

- Oral thrush adalah lapisan putih kekuningan di atas mukosa yang


normal atau kemerahan (pseudomembran), atau bercak merah di
lidah, langit-langit mulut atau tepi mulut, disertai rasa nyeri. Tidak
bereaksi dengan pengobatan antifungal topikal.
- Pneumonia berat adalah batuk atau sesak napas pada anak dengan
gambaran chest indrawing, stridor atau tanda bahaya seperti letargi
atau penurunan kesadaran, tidak dapat minum atau menyusu,
muntah, dan adanya kejang selama episode sakit sekarang.
Membaik dengan pengobatan antibiotik.
- Sepsis berat demam atau hipotermia pada bayi muda dengan tanda
yang berat seperti bernapas cepat, chest indrawing, ubun-ubun
besar membonjol, letargi, gerakan berkurang, tidak mau minum
atau menyusu, kejang, dan lain-lain.
- Kematian ibu yang berkaitan dengan HIV atau penyakit HIV yang
lanjut pada ibu
- CD4+ <20%

10
2.1.6 Algoritma diagnosis HIV pada bayi dan anak <18 bulan
pajanan HIV tidak diketahui12

Gambar 2.1 Algoritma diagnosis HIV pada bayi dan anak


menurut IDAI 2014

2.2 Tatalaksana

2.2.1 Intervensi untuk Mencegah Transmisi Perinatal (PMTCT)

Selain terapi ARV dan profilaksis, pemilihan susu formula


dibandingkan ASI terbukti dapat menurunkan transmisi HIV dari ibu ke anak
dari 15-25% sampai kurang dari 2%. Persalinan dengan elektif seksio sesaria
ternyata juga dapat menurunkan transmisi perinatal. Persalinan ini dinilai
dapat meminimalkan terpaparnya janin terhadapa darah maternal, akibat
pecahnya selaput plasenta dan sekresi maternal, saat janin melewati jalan
lahir. Indikasi persalinan dengan elktif seksio sesaria adalah wanita tanpa
pengobatan antiviral, wanita yang mengkonsumsi HAART dengan viral load
>50kopi/mL, wanita yang hanya mengkonsumsi monoterapi ZDV, wanita
dengan HIV positif dan koinfeksi virus hepatitis, termasuk HBV dan HCV.13

11
HIV dengan koinfeksi dapat meningkatkan resiko transmisi HBV dan
HCV pada perinatal. Oleh sebab itu, kombinasi 3 obat antivirus sangat
direkomendasikan tanpa memperdulikan level viral load. Misalnya pada
wanita dengan koinfeksi HBV/HIV, obat yang digunakan adalah kombinasi
dual NRTI tenofovir dengan 3TC/emitricitabine. Pasien juga harus sadar akan
gejala dan tanda dari toksisitas hati dan pemeriksaan transamninase dilakukan
setiap 2-4minggu. Selain ibu, bayi juga harus menerima imunoglobulin
hepatitis B dan memulai vaksinnya pada 12 jam pertama kelahiran. Seperti
HIV, PROM juga dapat meningkatkan transmisi HCV pada perinatal.
Persalinan dengan elektif seksio sesaria merupakan indikasi pada kasus ini.
Bayi harus dievaluasi dengan tes HCV RNA pada umur 2 dan 6 tahun atau
HCV antibodi setelah umur 15 bulan. 13

2.2.2. Tatalaksana Persalinan

Cara persalinan harus ditentukan sebelum umur kehamilan 38 minggu


untuk meminimalkan terjadinya komplikasi persalinan. Sampel plasma viral
load dan jumlah CD4 harus diambil pada saat persalinan. Pasien dengan
HAART harus mendapatkan obatnya sebelum persalinan, jika diindikasikan,
sesudah persalinan.4,5,7 Semua ibu hamil dengan HIV positif disarankan
untuk melakukan persalinan dengan seksio sesaria. Infus ZDV diberikan
secara intravena selama persalinan elektif seksio sesaria dengan dosis 2
mg/kg selama 1 jam, diikuti dengan 1 mg/kg sepanjang proses kelahiran.
Pada persalinan ini, infus ZDV dimulai 4 jam sebelumnya dan dilanjutkan
sampai tali pusar sudah terjepit. National Guidelines menyarankan pemberian
antibiotik peripartum pada saat persalinan untuk mencegah terjadinya infeksi.
13,14

Ruangan operasi juga harus dibuat senyaman mungkin untuk mencegah


PROM sampai kepala dilahirkan melalui operasi insisi. Kelompok meta-
analisis Internasional Perinatal HIV, menemukan bahwa resiko transmisi
vertikal meningkat 2% setiap penambahan 1 jam durasi PROM. Jika
persalinan sesaria dikerjakan setelah terjadi PROM, keuntungan operasi jelas

12
tidak ada. Pada kasus ini, pemilihan jalan lahir harus disesuaikan secara
individu. Oleh karena itu, usahakan agar membran tetap intak selama
mungkin. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh ACOG pada tahun
2000, pasien HAART dengan viral load >1000 kopi/mL, harus konseling
berkenaan dengan keuntungan yang didapat dari persalinan dengan elektif
seksio sesaria dalam menurunkan resiko transmisi vertikal pada perinatal. 13,14

Persalinan pervaginama yang direncanakan hanya boleh dilakukan oleh


wanita yang mengkonsumsi HAART dengan viral load <50 kopi/mL. Jika
pasien ini tidak ingin melakukan persalinan lewat vagina, seksio sesaria harus
dijadwalkan pada umur kehamilan 39+ minggu, untuk meminimalkan resiko
transient tachypnea of the newborn (TTN). Prosedur invasif seperti
pengambilan sampel darah fetal dan penggunaan eletrode kulit kepala fetal
merupakan kontraindikasi. Pada persalinan pervaginam, amniotomi harus
dihindari, tetapi tidak jika proses kelahiran kala 2 memanjang. Jika terdapat
indikasi alat bantu persalinan, forsep dengan kavitas rendah lebih disarankan
untuk janin karena insiden trauma fetal lebih kecil. 13,14

2.2.3. Tatalaksana Post natal

Setelah melahirkan, ibu sebaiknya menghindari kontak langsung


dengan bayi. Dosis terapi antibiotik profilaksis, ARV dan imunosuportif
harus diperiksa kembali. Indikasi penggunaan infus ZDV adalah kombinasi
single dose NVP 200 mg dengan 3TC 150 mg tiap 12 jam, dan dilanjutkan
ZDV/3TC kurang lebih selama 7 hari pospartum untuk mencegah resistensi
NVP. Imunisasi MMR dan varicella zoster juga diindikasikan, jika jumlah
limfosit CD4 diatas 200 dan 400. Ibu disarankan untuk menggunakan
kontrasepsi pada saat berhubungan seksual. 13,14

Secara teori, ASI dapat membawa HIV dan dapat meningkatkan


transmisi perinatal. Oleh karena itu, WHO tidak merekomendasikan
pemberian ASI pada ibu dengan HIV positif, meskipun mereka mendapatkan
terapi ARV. Saran suportif mengenai susu formula pada bayi sangat

13
diperlukan untuk mencegah gizi buruk pada bayi. Menurut penelitian yang
dilakukan di Eropa, semua wanita dengan HIV positif direkomendasikan
untuk mengkonsumsi kabergolin 1 mg oral dalam 24 jam setelah melahirkan,
untuk menekan laktasi. 13,14

2.2.4. Tatalaksana Neonatus

Semua bayi harus diterapi dengan ARV <4jam setelah lahir.


Kebanyakan bayi diberikan monoterapi ZDV 2x sehari selama 4 minggu. Jika
ibu resisten terhadap ZDV, obat alternatif bisa diberikan pada kasus bayi lahir
dari ibu HIV positif tanpa indikasi terapi ARV. Tetapi untuk bayi beresiko
tinggi terinfeksi HIV, seperti anak lahir dari ibu yang tidak diobati atau ibu
dengan plasma viremia >50 kopi/mL, HAART tetap menjadi pilihan utama.
13,17

Pemberian antibiotik profilaksis, cotrimoxazole terhadap PCP wajib


dilakukan. Tes IgA dan IgM, kultur darah langsung dan deteksi antigen PCR
merupakan serangkaian tes yang harus dijalankan oleh bayi pada umur 1 hari,
6 minggu dan 12 minggu. Jika semua tes ini negatif dan bayi tidak mendapat
ASI, orang tua dapat 12 menyatakan bahwa bayi mereka tidak terinfeksi HIV.
Konfirmasi HIV bisa dilakukan lagi saat bayi berumur 18 sampai 24 bulan.
13,18

Rekomendasi Lini Pertama ARV

Lini pertama yang direkomendasikan adalah : 2 Nucleoside reverse


transcriptase inhibitor (NRTI) + 1 Non-nucleoside reverse transcriptase
inhibitor (NNRTI). Berikut adalah langkah-langkah untuk menentukan terapi
ARV yang sesuai, pertama kita memakai Lamivudine (3TC) sebagai NRTI
pertama dan memilih 1 NRTI lain untuk dikombinasikan dengan 3TC
(AZT/d4T/TDF), setelah itu memilih 1 NNRTI (NVP/EFV). Alternatif lain
lini pertama untuk anak berusia >2 tahun adalah TDF + 3TC/FTC +
EFV/NVP.13,14,15

14
Terapi ARV sedikit berbeda pada anak yang mendapat terapi TB
dengan rifampisin. Jika terapi telah berjalan maka ARV yang digunakan
adalah AZT atau d4T + 3TC + EFV dengan alternatif AZT atau d4T + 3TC +
ABC / AZT atau d4T + 3TC + NVP. Sesudah terapi TB selesai alihkan ke
paduan lini pertama AZT/d4T + 3TC + NVP atau EFV untuk efikasi lebih
baik. Pada anak yang terdiagnosa TB, segera berikan terapi TB dan idealnya
terapi TB harus dimulai terlebih dahulu diikuti terapi ARV mulai minggu ke
2-8 setelahnya untuk menurunkan risiko immune reconstitution inflammatory
syndrome (IRIS). Apabila anak sudah mendapat ARV dengan regimen
AZT/d4T + 3TC + ABC atau AZT/d4T + 3TC + EFV maka terapi diteruskan.
Namun apabila regimen ARV yang dipakai AZT/d4T + 3TC + NVP maka
perlu diganti ke AZT/d4T + 3TC + ABC atau AZT/3TC + 3TC + EFV.15,16

15
BAB 3
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : By Ny Siska

MR : 235898

Umur : 1 Hari

Jenis Kelamin : Perempuan

Ayah/ Ibu : - /Siska

Anak ke :3

Suku Bangsa : Indonesia

Alamat : Kampung Jawa

Tanggal Masuk : 3 April 2022

3.1 Tabel Data Diri Orang Tua

Ibu Ayah

Umur 31th

Pendidikan SMP

Pekerjaan Ibu rumah tangga

Perkawinan ke 1

Pengahsilan Rp. -

16
Alloanamnesis (Ibu kandung)

Keluhan Utama:

Bayi lahir sc dengan ibu HIV

Riwayat Penyakit Sekarang:

 Bayi lahir SC dari ibu HIV dengan G3P2A2H1

 Berat lahir 2185 gram, panjang badan 47 cm, A/s 8/9, ketuban jernih
 Pada saat lahir bayi menangis spontan lalu dibersihkan jalan nafas, di
bersihkan,di keringkan dan di bedong
 Pada saat lahir bayi menangis kuat gerakan aktif, dan tonus otot kuat. Bayi
diberikan salep mata cloramphenicol dan injeksi Vitamin K
 BAB & BAK tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga
 Ibu hamil Cukup Bulan
 tidak ada keluarga yang memiliki keluhan atau menderita penyakit yang
sama dengan pasien
 Ibu tidak memiliki riwayat penyakit DM sebelum dan selama kehamilan,
hipertensi
 Tidak ada keluarga yang menderita HIV

3.1 Tabel Riwayat Keluarga


Anak Jenis Cara Berat Usia Riwayat
Kelamin persalinan Badan imunisasi
lahir
1 Laki-laki SC 2185 gram
Riwayat Menstruasi Ibu

- Menarche : 14 tahun
- Siklus haid : teratur
- Lama : 5 hari
- DUK : 2x sehari
- Nyeri haid : nyeri pada hari pertama

17
Riwayat kontrasepsi : ada

Riwayat Kehamilan Sekarang

G3P2A2H1

HPHT : 26-6-2021

Taksiran Persalinan : 3-4-2022

Berat badan sebelum hamil : Tidak diketahui

Berat badan sesudah hamil : Tidak diketahui

Presentasi Bayi : Presentasi bokong

Pemeriksaan Kehamilan : ANC 1 (kali)

Penyakit Selama Hamil :

 riwayat penyakit DM, anemia,pneumonia, dan hipertensi tidak ada


 riwayat infeksi saluran kemih tidak ada
 riwayat mengangkat beban berat selama hamil tidak ada

 Ibu tidak ada keputihan di awal

 Ibu tidak ada nyeri saat BAK selama hamil

 Ibu tidak ada riwayat terjatuh selama hamil

 Ibu tidak ada riwayat keluar flek ataupun darah selama hamil
 Ibu ada mual dan muntah pada 3 bulan pertama kehamilan
 Ibu muntah berisi makanan yang dimakan, lebih sering pada pagi hari

Komplikasi Kehamilan : Tidak ada

Kebiasaan ibu waktu hamil : Kualitas dan kuantitas makan cukup, tidak

ada minum alkohol, merokok dan narkoba

18
Riwayat ANC : Ibu tidak melakukan pemeriksaan ANC
selama kehamilan

Riwayat Persalinan : persalinan di RSUD M. Natsir, secara SC


pada tanggal 3 april 2022, ketuban jernih

APGAR SCORE

SKOR
KRITERIA
0 1 2
[V](V)badan
WARNA []()biru- []()seluruh tubuh
merah,
KULIT pucat kemerah merahan
ekstremitas biru
FREKUENSI
[]()tidak ada [V]()<100 [](V)>100
JANTUNG
REAKSI
[V]()tidak [](V)sedikit
TERHADAP []()menangis,batuk/bersin
ada gerakan mimic
RANGSANGAN
[V](V)ekstremitas
TONUS OTOT []()lumpuh dalam fleksi []() gerak aktif
sedikit
[V](V)lemah []() menangis
USAHA NAFAS []()tidak ada
tidak teratur kuat

Apgar Score : 8/9

Kondisi Bayi Saat Lahir:

 Lahir tanggal : 3 april 2022


 Jenis kelamin : Laki-laki
 Kondisi saat lahir : Hidup
 Bayi tidak langsung menangis dengan spontan

 Bayi dikeringkan kemudian dibedong.


 Bayi sudah mendapat injeksi Vitamin K dan salep mata Chloremphenicol

19
Pemeriksaan Fisik:

Kesan Umum

 Keadaan : Tampak sakit Sedang


 Berat badan : 2185 gram
 Panjang badan : 47 cm
 Frekuensi jantung : 145 kali per menit
 Frekuensi nafas : 60 kali per menit
 Sianosis : tidak ada
 Ikterus : Tidak ada
 Suhu : 36,50 C

Kulit : Tampak kemerahan, teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik,

Sianosis (-), lanugo (+), vernik caseosa (-)

Kepala : Bulat, simetris, normocephal, ubun-ubun datar

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Telinga : Tidak ada kelainan

Hidung : Nafas cuping hidung ada

Mulut : Mukosa basah, sianosis sirkum oral (-)

Leher : Tidak terdapat pembesaran KGB

Paru :

Inspeksi : Normochest, simetris, retraksi

Palpasi : Tidak dilakukan

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskustasi : Bronkhovesikuler, merintih (-), wheezing (-/-), rhonki (-/-)

Jantung :

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

20
Palpasi : Tidak dilakukan

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-)

Abdomen:

Inspeksi :Distensi (-), retraksi dinding dada (+)

Palpasi : Supel, hepar teraba 1/4-1/4 permukaan licin dan rata, pinggir
tajam, lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : BU (+) normal

Tali pusat : Segar

Umbilikal : Tidak hiperemis

Punggung : Tidak ada kelainan

Alat kelamin : testis belum turun

Anus : Anus ada

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <3 detik

Reflek :

 Moro : Kuat
 Isap : Kuat
 Rooting : Kuat
 Pegang : Kuat

21
Ballard Score

Kematangan fisik = 16

Kematangan neuromuscular = 19

Total = 38

22
DOWN SCORE

Nilai : 2 (Tidak ada gawat nafas)

Kurva Lubchenco

23
Kesan : Cukup bulan

Diagnosis Kerja:

NCB SC (39-40 minggu, BB 2185 gr) dengan Ibu HIV

Diagnosis Banding

Tatalaksana Kegawatdaruratan

- IVFD D10%+Ca Glukonas 3,5cc/jam

Tatalaksana Nutrisi

- Menjaga kehangatan
- Memberi susu formula 8x20cc

Tatalaksana Medikamentosa

-zidovudin 2x 10 mg ( 4 minggu)

Rencana Tindakan :

- virologi Hiv

- Pemeriksaan darah rutin

24
Follow up :

Tanggal Hasil Pemeriksaan Terapi


3-04-2022 S/ sesak (-), retraksi P/
minimal, BAK (+), Inj. Zidovudin
BAB(-) reflek 2x10 mg
hisap( kuat) Susu formula
O/ Ku baik 8x20cc
HR 125x/i
RR 58x/i
T: 36.3 c
BB 2185gr
TB 47cm
A/ NCB SC e.c ibu
HIV /BIHA

Follow UP jangka panjang pada pasien adalah:


1) Pola peningkatan berat badan
2) Menjaga kehangatan
3) Memonitor TTV
4) Program yang melibatkan orang tua pada perawatan pasca rawat intensif
5) Jadwal pemantauan bayi setelah pemulangan dari rumah sakit

25
BAB 4
ANALISA KASUS

Telah dilaporkan kasus seorang bayi dengan diagnose NCB SC 39-40


minggu dengan ibu HIV Diagnosa ditegakan berdasarkan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada tanggal 3 april 2022. Seorang
perempuan berusia 32 tahun datang ke IGD RSUD M.Natsir dengan G 3P2A2H1,
melahirkan seorang anak bayi dengan jenis kelamin laki laki, bayi lahir cukup
bulan secara SC dengan A/S 8/9, ketuban berwarna jernih. bayi tampak sehat
menangis kuat saat lahir, merintih dan sianosis tidak ada.

Pasien diberikan Oral Care menggunakan dot susu formula pada hari
pertama masuk, dipantau kehangatan bayi,monitor TTV, menjaga nutrisi
dipersiapkan untuk pemberian SF 8x20 cc, pasien dipantau untuk pemberian SF
secara penuh.

Pasien juga diberikan obat Zidovudin karena bayi lahir dari ibu
HIV dicurigai terjadi infeksi selama proses persalinan. Sehingga pasien diberikan
injeksi injeksi zidovudin 2x sehari selama 4 minggu. Pada hari ke-1 rawatan,
pasien di rawat perinan hanya untuk observasi karena bayi lahir dari ibu yang
positif HIV.

DAFTAR PUSTAKA

26
1. HIV/AIDS. Who.int. 2021 [cited May 2021]. Available from:
https://www.who.int/health-topics/hiv-aids#tab=tab_1
2. Indira D. Awareness and knowledge about mother to child transmission of
HIV/AIDS among antenatal women attending tertiary care hospital.
Journal of Medical Science And clinical Research. 2018;6(10).
3. Infodatin Situasi Umum HIV/AIDS dan Tes HIV, Pusdatin, KEMENKES,
2020.
4. Laporan Situasi Perkembangan HIV AIDS dan PIMS di Indonesia,
Triwulan III Tahun 2020.Jakarta : Kementerian Kesehatan RI, 2020
5. HIV and AIDS - Basic facts. Unaids.org. 2021 [cited May 2021].
Available from: https://www.unaids.org/en/frequently-asked-questions-
about-hiv-and-aids#how-can-mother-to-child-transmission-be-prevented
6. Rahmawati D, Respati S, Hanim D. Maternal, Obstetric, and Infant
Factors and Their Association with the Risk of HIV Infection in Infants at
Dr. Moewardi Hospital, Surakarta. Journal of Maternal and Child Health.
2016;01(02):73-82.
7. Suryanarayana R, Chandrappa M, Santhuram A, Prathima S, Sheela S.
Prospective study on prevalence of anemia of pregnant women and its
outcome: A community based study. Journal of Family Medicine and
Primary Care. 2017;6(4):739.
8. Mwapasa V, Stephen JR, Jesse JK, Paul EW, Danny M, Malcolm EM,
Deborah DK, et al. (2012). Maternal Syphilis Infection is Associated with
Increased Risk of Mother-To-Child Transmission of HIV in Malawi.
AIDS. 20 (14): 1869–1877.
9. Wilson CB, Victor N, Yvonne M, Jerome OK, Jacks R (2016). Remington
and Kleins Infectious Disease of the Fetus and Newborn Infant. Elsevier
Saunders, 8.
10. Kliegman, Robert M. Nelson Textbook of Pediatrics. 21st edition. 2019.
11. Nguyen R, Ton Q, Tran Q, Nguyen T. <p>Mother-to-Child Transmission
of HIV and Its Predictors Among HIV-Exposed Infants at an Outpatient
Clinic for HIV/AIDS in Vietnam. HIV/AIDS - Research and Palliative
Care. 2020;Volume 12:253-261.
12. Suradi R, Tata laksana Bayi dari Ibu pengidap HIV/ AIDS. Sari
pediatric.2003
13. Kemenkes RI. PEDOMAN PENERAPAN TERAPI HIV PADA ANAK.
Indonesia; 2014.
14. Krist AH, Crawford-Faucher A. Management of newborns exposed to
maternal HIV infection. Am Fam Physician. 2002 May 15;65(10):2049-
56. PMID: 12046772.
15. HIV diagnosis and ARV use in HIV-exposed infants: a programmatic
update. Geneva, Switzerland: World Health Organization; 2018
(WHO/CDS/HIV/18.17). Licence: CC BY-NC- SA 3.0 IGO.
16. Consolidated Guidelines on the Use of Antiretroviral Drugs for Treating
and Preventing HIV Infection: Recommendations for a Public Health
Approach. 2nd edition. Geneva: World Health Organization; 2016.

27
17. Panel on Antiretroviral Therapy and Medical Management of Children
Living with HIV. Guidelines for the Use of Antiretroviral Agents in
Pediatric HIV Infection.
18. Suradi, Rulina. (2016). Tata laksana Bayi dari Ibu pengidap HIV/AIDS.
Sari Pediatri. 4. 180. 10.14238/sp4.4.2003.180-5.

28

Anda mungkin juga menyukai