Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH PRINSIP PERAWATAN PADA BAYI DAN ANAK

PENDERITA HIV/AIDS DAN PRINSIP PERAWATAN PADA


ORANG TUA HIV/AIDS

Oleh kelompok 5:
Septa Arnesia Br. Ginting
Sri Ningsih Sitorus
Sriama Sidauruk
Yenni Kristiwati Saragih

STIKes SANTA ELISABETH MEDAN


T.A 2020/2021
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan Virus yang hanya menginfeksi
manusia dan dapat memproduksi diri sendiri di dalam sel tubuh manusia serta menyebabkan
kekebalan tubuh manusia menjadi menurun sehingga gagal melawan infeksi. Acquired
Immunodeficiency Sydrome (AIDS) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga mengakibatkan sistem kekebalan tubuh
menurun (Nursalam, dkk. 2018).
HIV merupakan retrovirus yang menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia
(terutama CD4 positive T-sel dan makrofag kompenen-kompenen utama sistem kekebalan
sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkn
terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan
defisiensi kekebalan tubuh. AIDS menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait
dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Holy, 2016).
Infeksi pada bayi atau anak oleh virus HIV (Human Immunodeficiency) umumnya terjadi
secara vertikal (dari ibu yang mengandungnya) maupun secara horizontal melalui transfusi
produk darah atau penularan lain yang jarang. Di seluruh dunia, penyebab kematian karena
HIV/AIDS sebesar 7,7% dari seluruh penyebab kematian. AIDS ditemukan pada 19%
kematian pada bayi dan kenaikan sebesar 36% kematian balita di seluruh dunia.
Sejauh ini lebih dari 6,5 juta perempuan di Indonesia jadi populasi rawan tertular HIV.
Lebih dari 24.000 perempuan usia subur telah terinfeksi HIV dan sedikitnya 9.000
perempuan hamil terinfeksi HIV positif setiap tahun. Bila tidak ada program pencegahan
lebih dari 30% diantaranya melahirkan bayi yang tertular HIV. Pada tahun 2020 diperkirakan
akan terjadi penularan pada 38. 500 anak yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HIV.
Sampai tahun 2017 diprediksi 4.360 anak terkena HIV dan separuh diantaranya meninggal
dunia. Saat ini diperkirakan 2.320 anak terinfeksi HIV (Nursalam, dkk. 2018).
BAB 2

Pembahasan

2.1 Prinsip Perawatan pada bayi dan anak penderita HIV/AIDS


a. Penularan HIV pada bayi dan anak
Penularan HIV pada bayi dan anak bisa dari ibu ke anak, penularan melalui darah, penularan
melalui hubungan seksual (pelecehan seksual pada anak) (WHO,2013: WHO; 2016). Penularan
dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV/AIDS sebagian besar (85%) berusia
subur (15-44 tahun), sehingga terdapat risiko penularan infeksi yang bisa terjadi saat kehamilan
(in uteri). Prevalensi penularan HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru
terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai
35%, sedangkan jika sudah ada gejala pada ibu kemungkinan mencapai 50% (Lily, 2004)
b. Diagnosa HIV pada bayi dan anak
Bayi tertular HIV dari ibu bisa saja tampak normal secara klinis selama periode neonatal.
Penyakit penanda AIDS tersering yang ditemukan pada anak adalah pneumonia yang
disebabkan pneumocystis cranii, gejala umum yang ditemukan pada bayi dengan infeksi HIV
adalah gangguan tumbuh kembang, kandidiasis oral, diare kronis, atau hepatosplenomegali
(pembesaran pada hepar dan lien). Karena antibodi ibu bisa dideteksi pada bayi sampai berumur
18 bulan, maka tes ELISA dan western blot akan postif meskipun bayi tidak terinfeksi HIV
karena tes ini berdasarkan ada atau tidaknya antibodi pada HIV. Tes paling spesifik untuk
mengidentifikasi adalah PCR untuk DNA HIV (Nursalam, 2018).
c. Pencegahan HIV/AIDS pada anak
Penularan HIV dari dari ibu ke bayi bisa dicegah melalui 4 cara, mulai saat hamil, saat
melahirkan dan setelah lahir yaitu: penggunaan antiretroviral selama kehamilan, penggunaan
antiretroviral saat persalinan dan bayi yang baru dilahirkan, penggunaan obstetrik selama
selama persalinan, penatalksanaan selama menyusui. Pemberian antiretroviral bertujuan agar
viral load rendah sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif
untuk menularkan HIV. Persalinan sebaiknya dipilih dengan metode sectio caesaria karena
terbukti mengurangi resiko penularan HIV dari ibu ke bayi sampai 80%. Bila bedah caesar
selektif disertai penggunaan terapi antiretroviral, maka risiko dapat diturunkan sampai 87%.
Walaupun demikian bedah caesar juga mempunyai risiko karena imunitas ibu yang rendah
sehingga bisa terjadi keterlambatan penyembuhan luka, bahkan bisa terjadi kematian saat
operasi oleh karena itu persalinan pervaginam dan sectio caesaria harus dipertimbangkan sesuai
kondisi gizi, keuangan, dan faktor lain (Kemenkes RI, 2014).
d. Penatalaksanaan HIV/AIDS pada Anak
1. Pengobatan pada anak dengan HIV/AIDS
Prinsip pemberian ART pada anak hampir sama dengan dewasa, tetapi pemberian ART pada
anak memerlukan perhatian khusus tentang dosisi dan toksisitasnya. Pada bayi, sistem
kekebalannya mulai dibentuk dan berkembang selama beberapa tahun pertama. Efek obat
pada bayi dan anak juga akan berbeda dengan orang dewasa. Pedoman pengobatan
HIV/AIDS pada Anak menurut (Departemen Kesehatan Indonesia:, 2008) yaitu Rejimen
Lini pertama yang direkomendasikan adalah 2 Nucleosida Reverse Transkriptase Inhibitor
(NRTI) + 1 Non Nucleosida Reverse Transkriptase Inhibitor (NNRTI):
2. Perawatan pada Anak dengan HIV/AIDS
a) Nutrisi pada Anak dengan HIV/AIDS
Pemberian Nutrisi pada bayi dan anak dengan HIV/AIDS tidak berbeda dengan anak
yang sehat, hanya saja asupan kalori dan proteinnya perlu ditingkatkan. Selain itu perlu
juga diberikan multivitamin, dan antioksidan untuk mempertahankan kekebalan tubuh
dan menghambat replikasi virus HIV. Sebaiknya dipilih bahan makanan yang risiko
alerginya rendah dan dimasak dengan baik untuk mencegah infeksi oportunistik. Sayur
dan buah-buahan juga harus dicuci dengan baik dan sebaiknya dimasak sebelum
diberikan kepada anak.
b) Dukungan sosial spiritual pada Anak dengan HIV/AIDS
Anak yang didiagnosis HIV juga mendatangkan trauma emosi yang mendalam bagi
keluarganya. Orang tua harus menghadapi masalah berat dalam perawatan anak,
pemberian kasih sayang, dan sebagainya sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan
mental anak. Orang tua memerlukan waktu untuk mengatasi masalah emosi, syok,
kesedihan, penolakan, perasaan berdosa, cemas, marah, dan berbagai perasaan lain.
Anak perlu diberikan dukungan terhadap kehilangan dan perubahan mencakup (1)
memberi dukungan dengan memperbolehkan pasien dan keluarga untuk membicarakan
hal-hal tertentu dan mengungkapkan perasaan keluarga, (2) membangkitkan harga diri
anak serta keluarganya dengan melihat keberhasilan hidupnya atau mengenang masa lalu
yang indah, (3) menerima perasaan marah, sedih, atau emosi dan reaksi lainnya, (4)
mengajarkan pada keluarga untuk mengambil hikmah, dapat mengendalikan diri dan
tidak menyalahkan diri atau orang lain (Nursalam, 2011).

2.2 Prinsip perawatan pada orang tua dengan HIV/AIDS


1. Perawatan pada orang tua
Penelitian pertama tentang HIV pada orangtua dilakukan sebelum terapi antiretroviral
(ART) tersedia. Sebagian besar penelitian tersebut menunjukkan bahwa orangtua menjadi sakit
dan meninggal lebih cepat dibandingkan dengan orang yang lebih muda, Hal ini diperkirakan
disebabkan sistem kekebalan tubuh yang lebih lemah pada orangtua.
Penelitian lebih baru menunjukkan bahwa orangtua menanggapi terapi ART dengan baik.
Kebanyakan orangtua lebih patuh pada pengobatan, asal mereka tidak mempunyai masalah jiwa
atau memakai narkoba.
2. Penularan pada orangtua
Penularan penyakit HIV pada orang dewasa dapat disebabkan hubungan dengan
pasangan yang sudah terkontaminasi dan lewat jarum suntik. Namun, Orangtua juga tertular
HIV dengan cara yang sama dengan orang lebih muda. Namun mungkin mereka tidak sadar
akan risikonya terhadap infeksi HIV. Mereka mungkin juga belum tahu cara melin- dungi
dirinya dari infeksi.
3. Prinsip perawatan HIV pada orangtua
Prinsip pengobatan HIV antara orangtua dan anak sama.
Prinsip perawatan pada orangtua
1. Memberikan dukungan sosial
2. Memberikan sikap terbuka kepada orangtua
3. Memberikan informasi terkait penyakit HIV
4. Memberikan penjelasan tentang terapi
5. Meningkatkan pola nutrisi

2.3 Family centered care


1. Pengertian Family centered care
Family centered care merupakan suatu pendekatan yang holistik yaitu pendekatan family
centered care tidak hanya memfokuskan asuhan keperawatan pada pasien saja sebagai klien
dengan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, dan spritual tetapi juga melibatkan keluarga
sebagai bagian yang konstanta dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan pasien.
2. Family centered pada ODHA
Di indonesia perkembangan kasus HIV/AIDS sangat pesat dan sudah menyebar ke
berbagai wilayah, dari kota sampai ke desa. Indikasi peningkatan ini dipicu oleh berbagai
faktor terutama kurangnya informasi dan pengetahuan publik mengenai penyakit tersebut. Hal
ini menyebabkan adanya pemahaman yang salah dari masyarakat ataupun keluarga serta
penderita ODHA sendiri terhadap penyakit HIV/AIDS.
Berbagai reaksi yang ditimbulkan dikalangan masyarakat maupun keluarga karena
ketidak tahuan tentang penyakit ini yaitu marah, panik, terguncang, perasaan takut yang
berlebihan, pengingkaran, serta pengucilan terhadap orang yang terinfeksi HIV/AIDS.
Perasaan serta sikap yang reaksional terhadap penyakit HIV/AIDS menyebabkan banyak
keluarga belum dan bahkan tidak siap menerima anggotanya yang terinfeksi virus tersebut.
Orang yang terdekat dengan penderita adalah keluarga. Peran keluarga sangat dibutuhkan
untuk memelihara kesehatan anggota keluarganya yang sakit. Dukungan keluarga merupakan
suatu bentuk hubungan interpersonal berupa sikap, tindakan dan penerimaan terhadap anggota
keluarga, sehingga anggota keluarga merasa diterima.

3. Elemen family centered care


Menurut Shelton terdapat beberapa elemen family centered care, yaitu:
1. Perawat menyadari bahwa keluarga adalah bagian yang konstanta dalam kehidupan
ODHA
2. Memfasilitasi kerjasama antara keluarga dan perawat di semua tingkat pelayanan
kesehatan
3. Menghormati keanekaragaman ras, etnis budaya dan sosial ekonomi dalam keluarga
4. Mengakui kekuatan keluarga dan individualitas serta memperhatikan perbedaan
mekanisme koping dalam keluarga.
5. Memberikan informasi yang lengkap dan jelas kepada orang tua dan secara berkelanjutan
dengan dukungan penuh
6. Mendorong dan memfasilitasi keluarga untuk saling mendukung
7. Menerapkan kebijakan yang komprehensif dan program–program yang memberikan
dukungan emosional dan keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga
BAB 3
Penutup
3.1 Kesimpulan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan Virus yang hanya menginfeksi
manusia dan dapat memproduksi diri sendiri di dalam sel tubuh manusia serta menyebabkan
kekebalan tubuh manusia menjadi menurun sehingga gagal melawan infeksi. Acquired
Immunodeficiency Sydrome (AIDS) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga mengakibatkan sistem kekebalan tubuh
menurun.
Infeksi pada bayi atau anak oleh virus HIV (Human Immunodeficiency) umumnya terjadi
secara vertikal (dari ibu yang mengandungnya) maupun secara horizontal melalui transfusi
produk darah atau penularan lain yang jarang. Anak yang didiagnosis HIV juga mendatangkan
trauma emosi yang mendalam bagi keluarganya. Orang tua harus menghadapi masalah berat
dalam perawatan anak, pemberian kasih sayang, dan sebagainya sehingga dapat mempengaruhi
pertumbuhan mental anak. Orang tua memerlukan waktu untuk mengatasi masalah emosi, syok,
kesedihan, penolakan, perasaan berdosa, cemas, marah, dan berbagai perasaan lain.
Family centered care merupakan suatu pendekatan yang holistik yaitu pendekatan family
centered care tidak hanya memfokuskan asuhan keperawatan pada pasien saja sebagai klien
dengan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, dan spritual tetapi juga melibatkan keluarga
sebagai bagian yang konstanta dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan pasien.
Berbagai reaksi yang ditimbulkan dikalangan masyarakat maupun keluarga karena
ketidak tahuan tentang penyakit ini yaitu marah, panik, terguncang, perasaan takut yang
berlebihan, pengingkaran, serta pengucilan terhadap orang yang terinfeksi HIV/AIDS.
Perasaan serta sikap yang reaksional terhadap penyakit HIV/AIDS menyebabkan banyak
keluarga belum dan bahkan tidak siap menerima anggotanya yang terinfeksi virus tersebut.
Orang yang terdekat dengan penderita adalah keluarga. Peran keluarga sangat dibutuhkan
untuk memelihara kesehatan anggota keluarganya yang sakit. Dukungan keluarga merupakan
suatu bentuk hubungan interpersonal berupa sikap, tindakan dan penerimaan terhadap anggota
keluarga, sehingga anggota keluarga merasa diterima.

Daftar Pustaka

Holy, 2016. Implementasi Kebijakan Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Kota


Surakarta (https://jurnal.uns.ac.id/hpe/article/download)

Kemenkes RI, 2014. Pedoman Tata Laksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak
di Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Lily, 2004. Transmisi HIV dari Ibu ke Anak. Majalah Kedokteran Indonesia

Nursalam, 2011. Model Asuhan Keperawatan Terhadap Peningkatan Adaptasi Kognisi dan
Biologis Pada Pasien Terinfeksi HIV (http://journal.unair.ac.id/model-asuhan-keperawatan-
terhadap-peningkatan-adaptasi-kognisi-dan-biologis-pada-pasien-terinfeksi-hiv-article-4861-
media-37-category-3.html)

Nursalam, dkk, 2018. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS, Edisi 2.
Surabaya: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai