Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KEPERAWATAN PALIATIF EVIDENCE BASED PRACTICE


MANAJEMEN NYERI PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT TERMINAL

Disusun
Oleh kelompok 2:
 Ratna Kurnia Sari
 Roslina Perawati Sinaga
 Santa Patria
 Septa Arnesia br Ginting
 Sri Ningsih Sitorus
 Sriama Sidauruk
 Veronika Susanna Rumapea
 Vikki Andos Magdalena
 Yenni Kristiwati Saragih
 Yetty Lentina Sitorus
 Yohanes Emanuel Nong
 Yosepo Sembiring

STIKes SANTA ELISABETH MEDAN


T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat tuhan YME, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan
makalah tentang “keperawatan paliatif evidence based practice manajemen nyeri pada

pasien dengan penyakit terminal“Dengan Baik.


Makalah ini disusun sebagai tugas mandiri “keperawatan paliatif evidence based

practice manajemen nyeri pada pasien dengan penyakit terminal. Adapun makalah ini
kami susun berdasarkan pengamatan kami dari yang ada kaitannya dengan makalah yang buat.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari adanya bantuan dari pihak tertentu, oleh
karena itu kami tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen akademik yang
telah membantu hingga selesainya makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini saya menyadari
masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat untuk para pembaca.

April 2021

Yenni saragih
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada umumnya setiap manusia memiliki orientasi masa depan, tak terkecuali pasien
penderita penyakit terminal. Rangkaian pengobatan panjang yang melelahkan dilakukan oleh
anak penderita penyakit terminal memunculkan harapan untuk dapat kembali bersekolah dan
bermain di rumah. Lingkungan sekolah bagi anak merupakan tempat belajar dan membangun
pertemanan. Ketika seseorang didiagnosa sakit yang tergolong berat dengan stadium lanjut
dimana pengobatan medis sudah tidak mungkin diterima pasien. Kematian merupakan satu
jawaban bagi pasien penyakit terminal. Seiring dengan berjalannya waktu, bagi para pasien
penyakit terminal setiap hari adalah hari-hari yang sangat menyiksa karena mereka harus
menantikan kematian sebagai jawaban pasti dengan penderitaan rasa nyeri yang sangat hebat.
Anak yang didiagnosis menderita penyakit terminal tentunya akan membatasi aktivitas yang
lazimnya dilakukan oleh anak seusianya. Waktu bermain dan belajar mereka berkurang drastic
karena harus menjalani pengobatan. Pasien penyakit terminal adalah pasien yang sedang
menderita sakit dimana tingkat penyakitnya telah mencapai stadium lanjut sehingga pengobatan
medis sudah tidak mungkin dapat menyembuhkan lagi. Jadi keadaan terminal adalah suatu
keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada harapan lagi bagi yang sakit untuk sembuh.
Keadaan sakit tersebut dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan (Adde,
2012). Penyakit terminal adalah penyakit yang memiliki sedikit kemungkinan untuk sembuh.
Kanker Payudara merupakan penyakit yang paling umum diderita kaum wanita, wanita
mampu bertahan hidup bertahun-tahun dengan mengidapkanker payudara, tetapi, jika kanker
ditemukan pada stadium lanjut peyakit ini sulit untuk disembuhkan dan dapat menyebabkan
kematian. Payudara merupakan organ kehidupan bagi perempuan, dengan mempunyai berbagai
fungsi yang penting bagi tubuh, oleh karena itu, payudara harus dijaga dengan benar
kesehatannya. Nyeri akan timbul saat kanker sudah bermetastase dan membesar pada stadium
lanjut. Nyeri dapat ditangani dengan berbagai cara, mulai dari tehnik relaksasi nafas dalam,
tehnik distraksi visual, distraksi pendengaran degan menggunakan terapi music.

1.2 Tujuan
a) Untuk mengetahui pengertian penyakit pasien terminal
b) Untuk mengetahui manajemen nyeri penyakit pasien terminal
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Manajemen Nyeri


Nyeri merupakan suatu perasaan atau pengalaman yang tidak nyaman baik secara sensori
maupun emosional yang dapat ditandai dengan kerusakan jaringan ataupun tidak (Association
for the study of pain dalam Syamsiah,2015). Nyeri berdasarkan jenisnya, meliputi secara umum
di bagi menjadi dua :
a. Nyeri akut Merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang tidak
melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot (Hidayat, 2010).
b. Nyeri kronis Merupakan nyeri yang timbulnya secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung
dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan yang termasuk dalam kategori ini adalah
nyeri terminal,syndroma nyeri kronis, nyeri psikosomatik (Hidayat, 2010).
Manajemen nyeri meliputi pemberian terapi analgesik dan terapi nonfarmakologi berupa
intervensi perilaku kognitif seperti teknik relaksasi, terapi musik, imaginary dan biofeedback
(Potter & Perry, 2005; AHCPR, 1992; Lemone & Burke, 2008; dalam Smeltzeret al, 2008).
Intervensi perilaku kognitif dalam mengontrol nyeri dimaksudkan untuk melengkapi atau
mendukung pemberian terapi analgesic (AHCPR, 1992) agar pengendalian nyeri menjadi efektif
(Smeltzer et al., 2008; Black & Hawk, 2005 dalam ).
Managemen nyeri atau pain management adalah salah satu bagian dari disiplin ilmu
medis yang berkaitan dengan upaya-upaya menghilangkan nyeri atau pain relief. Management
nyeri ini menggunakan pendekatan multidisiplin yang didalamnya termasuk pendekatan
farmakologikal (termasuk pain modifiers), non farmakologikal dan psikologikal. managemen
nyeri non farmakologikal merupakan upaya-upaya mengatasi atau menghilangkan nyeri dengan
menggunakan pendekatan non farmakologi. Upayaupaya tersebut antara lain relaksasi, distraksi,
massage, guided imaginarydan lain sebagainya.

2.2 Manajemen Nyeri Pada Pasien Terminal


Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju ke arah
kematian. Contohnya seperti penyakit jantung,dan kanker atau penyakit terminal ini dapat
dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up
(menyerah) dan seperti yang di katakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah
kematian. (White, 2002). Nyeri merupakan keluhan umum pasca pengobatan pada penderita
kanker, bahkan bertahun-tahun setelah pengobatan (Bennet & Puroshotham, 2009). Nyeri pada
pasien kanker sering ditemukan dalam praktek sehari-hari pada pasien yang pertama kali datang
berobat sekitar 30% dan hampir 70% pasien kanker stadium lanjut yang menjalani pengobatan.
Pada 20% penderita yang mendapat pengobatan merasakan nyeri bukan disebabkan penyakit
yang dideritanya, tetapi justru oleh pengobatan yang telah dijalaninya (Jensen et al, 2010).
Perawatan Palliative adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup
pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat
mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang
tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual. Penyakit
terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju ke arah kematian. Contohnya
seperti penyakit jantung,dan kanker atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk
hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang di
katakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian. Nyeri kanker merupakan
komplikasi kanker yang paling sering ditemui pada pasien kanker. Frekuensinya sekitar 30-50%
pada pasien yang sedang menjalani terapi dan meningkat hingga 70-90% pada kanker tahap
lanjut. Oleh karena sifat nyerinya yang bisa memberat secara terus menerus dalam jangka waktu
yang lama, maka pasien dapat mengalami gangguan tidur dan nafsu makan hingga depresi.

2.3 Manajemen Nyeri Pada Pasien Kanker Payudara Dengan Menggunakan Tehnik
Distraksi Terapi Musik
Kanker Payudara merupakan keganasan pada jaringan Payudara yang dapat berasal dari
epitel duktus maupun lobulusnya (Panigoro et al., 2008). Pada penderita kanker payudara akan
timbul rasa nyeri apabila sel kanker sudah membesar, sudah timbul luka, atau bila sudah muncul
metastase ke tulang. Nyeri pada kanker merupakan satu fenomena yang subjektif. Yang
merupakan gabungan antara fisik dan non fisik. Nyeri berasal dari berbagai bagian tubuh ataupun
sebagai akibat dari terapi dan prosedur yang dilakukan termasuk operasi kemoterapi, dan
radioterapi. Nyeri yang dialami oleh penderita kanker payudara diakibatkan oleh pengaruh
langsung terhadap organ yang terkena dan pengaruh langsung terhadap jaringan lunak yang
terkena.(Fadilah, Astuti, & Santy, 2016). Ada berbagai bentuk manajemen nyeri yang dapat
dilakukan untuk menghadapi rasa Nyeri, salah satu menanggulanginya adalah dengan tehnik
distraksi/ terapi musik sebagai terapi nonfarmakologi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri
(Yusnita, 2013).
Tujuannya yaitu memperoleh hasil dari manajemen nyeri menggunakan tehnik distraksi
terapi musik. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus, dengan wawancara terstruktur,
studi dokumen, dan observasi menggunakan instrumen yang sudah ditetapkan. Partisipan dalam
penelitian adalah dua orang pasien kanker payudara yang mengalami nyeri di RSUD Koja.
Analisis data yang digunakan dengan tehnik pengumpulan data kualitatif berupa wawancara dan
studi dokumen. Penyajian data kualitatif dalam bentuk narasi dan disertai ringkasan ungkapan
verbal dari subyek studi kasus yang merupakan data pendukungnya. Pada penerapan intervensi
keperawatan penulis lebih menekankan kepada pemberian tehnik relaksasi distraksi terapi musik
untuk manajmen nyeri. Penulis melakukan tindakan pemberian tehnik relaksasi distraksi terapi
musik dengan posisi klien duduk ataupun berbaring. Dan melakukan terapi musik dengan durasi
15-30 menit, kemudian musik yang digunakan ialah musik klasik. Hal tersebut sesuai dengan
teori yang di kemukakan oleh (Lestari, 2014) yang menjelaskan dengan demikian terapi musik
diharapkan dapat membantu mengatasi stress, mencegah penyakit dan meringankan rasa sakit.
Sedangkan dalam teori nya (Potter, 2010) menjelaskan bahwa jenis musik yang digunakan dalam
terapi musik dapat di sesuaikan dengan keinginan, seperti terapi musik klasik, instrumentalis,
dan slow musik. Hal ini sependapat dengan teori (Lestari, 2014) yang menjelaskan tentang
Berbagai penelitian dan literatur menerangkan tentang manfaat musik untuk kesehatan, baik
untuk kesehatan fisik maupun mental, beberapa penyakit yang dapat ditangani dengan musik
antara lain: kanker, stroke, dimensia, nyeri, gangguan kemampuan belajar, dan bayi prematur.
Hasil tindakan keperawatan yang telah dilakukan selama 2 kali 24 jam diperoleh respon
membaik ditandai dengan adanya penurunan skala nyeri pada kedua klien saat evaluasi.
Pemberian terapi tehnik distraksi dengan distraksi musik selama 15-30 menit dapat menurunkan
skala nyeri pasien kanker payudara sebanyak 2 poin.

2.3.1 Progresive Muscle Relaxation Menurunkan Frekuensi Nyeri Pada Penderita Kanker
Payudara Yang Menjalani Kemoterapi
Penderita ca mamae mengalami nyeri sedang sampai berat sebanyak 45-100%. Studi
awal di POSA pada 15 pasien kanker payudara stadium III mengalami nyeri sedang, frekwensi
nyeri 3-4 kali ada 9 orang, 1-2 kali sebanyak 6 orang, semua mendapat analgesic Asam
mefenamat 3x1 tablet. dan rasa nyeri hilang antara 1-2 jam. Rasa nyeri sedang sampai berat akan
mengganggu aktifitas penderita secara mandiri dan harus dibantu oleh orang lain.
Penatalaksanaan nyeri di POSA (Poli Onkologi Satu Atap) selama ini diberikan terapi
farmakologi, sedangkan terapi non farmakologi telah diberikan penyuluhan tentang relaksasi
dengan pernafasan dan istirahat, namun hasilnya belum maksimal dikarenakan berbagai hal salah
satunya adalah tidak ada demonstrasi yang dilaksanakan untuk pasien sehingga pasien sulit untuk
menerapkan apa yang sudah diberikan oleh perawat. Melalui Progresive Muscle Relaxation
(PMR) yang dicontohkan langsung dengan demonstrasi, diharapkan penderita bisa melakukan
sendiri di rumah. Upaya yang bisa dilakukan terapi non farmakologi pada nyeri antara lain
pengaturan lingkungan yang tenang, pengaturan nutrisi yang baik dan relaksasi (Abdulmuntolib
2006 dalam Rosjidi 2010b). Relaksasi otot progresif (PMR) adalah teknik manajemen stres dan
kecemasan teknik. Jika Anda memiliki gangguan panik, agorafobia atau gangguan kecemasan,
teknik ini dapat membantu Anda menenangkan tubuh dan menenangkan pikiran Anda. Dengan
latihan teratur, relaksasi otot progresif semakin mudah untuk dilakukan, dan Anda akan dapat
mencapai kedalaman dari relaksasi. Cara melaksanakannya adalah sebagai berikut:
1. Pastikan Anda merasa nyaman. Anda bisa duduk di kursi atau berbaring. Mata Anda bisa
terbuka atau tertutup, tetapi kebanyakan orang menemukan bahwa menutup mata mereka
membantu mempertahankan fokus selama latihan. Longgarkan pakaian yang ketat dan
pastikan lingkungan sekitar Anda yang tenang.
2. Mulailah dengan melakukan beberapa pernapasan dalam. Tarik napas perlahan dan dalam
melalui hidung dan menghembuskan napas melalui mulut Anda. Ulangi beberapa kali.
3. Mulailah dengan menegangkan otot-otot di kaki Anda. Tekuk kaki Anda ke atas dari
pergelangan kaki ke arah wajah Anda. Tekuk kaki Anda ke atas setinggi mungkin, tapi
tidak begitu banyak sehingga menyebabkan rasa sakit atau kram. Tahan posisi ini selama
5 sampai 10 detik. Cepat lepaskan ketegangan di kaki Anda. Perhatikan perasaan dan
sensasi yang Anda alami ketika kaki Anda rileks. Tetap santai selama sekitar 20 sampai
30 detik sebelum pindah ke kelompok otot depan.
4. Regangkan otot bokong dan paha. Perhatikan bagaimana ketegangan terasa. Tahan posisi
ini selama 5 sampai 10 detik dan lepaskan ketegangan dengan cepat. Tetap rileks selama
20 sampai 30 detik.
5. Kencangkan otot perut Anda. Fokus pada ketegangan selama 5 sampai 10 detik.
Lepaskan ketegangan dan bersantai selama hitungan 20 sampai 30. Perhatikan perbedaan
antara bagaimana perut Anda rasakan saat tegang dan santai.
6. Buatlah kepalan ketat dengan masing-masing tangan sambil meregangkan tangan Anda
ke atas di pergelangan tangan. Fokus pada sensasi yang Anda rasakan saat otot-otot yang
tegang sampai hitungan 5 sampai 10 detik. Cepat lepaskan ketegangan dan fokuskan diri
anda pada otot-otot rileks di tangan dan lengan selama 20 sampai 30 detik.
7. Tekuk siku Anda dan bisep tegangkan sekeras yang Anda bisa. Tahan ketegangan untuk
hitungan 5 sampai 10 dan cepat lepaskan. Tetap rileks selama 20 sampai 30 detik, dengan
fokus pada bagaimana rasa dari otot-otot rileks.
8. Pindah ke punggung atas. Kencangkan otot-otot punggung atas dengan menarik bahu
Anda kembali seketat mungkin. Tahan selama hitungan 5 sampai 10. Cepat lepaskan
ketegangan dan bersantai selama 20 sampai 30 detik. Fokus pada bagaimana punggung
bagian atas terasa sekarang dibandingkan dengan ketika menegang.
9. Tarik bahu Anda ke atas ke arah telinga Anda. Tarik mereka sekencang mungkin dan
tahan selama 5 sampai 10 detik. Rasakan ketegangan di bahu dan leher. Cepat lepaskan
ketegangan dan tetap santai selama 20 sampai 30 detik.
10. Kerut dahi ke atas seketat mungkin. Tahan selama hitungan 5 sampai 10 dan dengan
cepat melepaskan ketegangan. Tetap rileks selama 20 sampai 30 detik.
11. Pejamkan mata dengan ketat sampai hitungan 5 sampai 10. Fokus pada bagaimana
ketegangan terasa. Lepaskan ketegangan dan fokus pada bagaimana relaksasi terasa
sampai hitungan 20 sampai 30.
12. Buka mulut Anda selebar mungkin. Rasakan ketegangan pada rahang Anda. Tahan
selama 5 sampai 10 detik dan lepaskan. Tenangkan rahang Anda – bibir Anda harus
sedikit terbuka. Perhatikan kontras antara ketegangan dan relaksasi.
13. Lanjutkan pernapasan dalam selama beberapa menit. Fokus pada bagaimana otot Anda
terasa santai.

2.3.2 Efektivitas Pursed Lip Breathing Dan Deep Breathing Terhadap Penurunan
Frekuensi Pernafasan Pada Pasien Ppok Di Rsud Ambarawa
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) ialah suatu keadaan yang menyebabkan terganggunya
pergerakan udara masuk dan keluar paru. PPOK ini sering disebut juga penyakit dari kombinasi
bronkitis obstruksi kronik, emfusema dan asma (Black & Hawks, 2014, hlm. 287).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK), dapat berdampak luas apabila tidak segera
ditangani. Masalah utama yang biasanya di alami oleh pasien PPOK adalah terjadinya dispnea
(sesak napas) dikarenakan adanya obstruksi jalan napas akibat radang yang menyebabkan
hipoventilasi alveolar dan lemahnya dinding bronchial dan kerusakan alveolar (Wilson & Price,
2005, hlm.788). Pasien PPOK yang biasanya mengalami sesak nafas akan dilihat dari
peningkatan frekuensi pernapasan. Upaya yang biasanya dilakukan untuk mengurangi sesak
nafas adalah dengan pemberian terapi oksigen. Menurut Kowalski dan Rosdahl (2014,
hlm.1636), bahwa pemberian oksigen pada pasien PPOK harus dengan hatihati. Jumlahnya tidak
boleh lebih dari 3 liter/menit karena banyak penderita PPOK menahan karbondioksida dalam
tubuhnya. Terlalu tinggi kadar oksigen dapat menekan upaya pernapasan seseorang yaitu orang
menjadi kehilangan stimulus alami untuk bernapas. Sebagai seorang perawat, kita harus
mengetahui bagaimana cara untuk melatih pasien bernapas secara mandiri dengan suatu tujuan
untuk mengurangi masalah sesak nafasnya. Salah satu terapi mandiri yang dapat diberikan
adalah dengan Pursed Lip Breathing. Pursed Lip Breathing (PLB) adalah latihan pernapasan
yang dianjurkan untuk membantu seseorang mengendalikan pernapasan. Pernapasan ini
diindikasikan karena dapat menimbulkan suatu tahanan terhadap udara yang keluar dari paru,
yang kemudian meningkatkan tekanan pada bronkus (jalan utama udara) dan selanjutnya
meminimalkan kolapsnya jalan napas yang lebih sempit, yang merupakan masalah utama pada
penderita PPOK (Kozier & Erb, 2009, hlm.548).
Pada teknik Pursed lip breathing, penderita lebih mengutamakan untuk perpanjangan
ekspirasi secara bertahap dengan melibatkan reflek inflasi HeringBreuer dalam usaha
mengurangi udara yang terjebak di dalam alveoli dan juga akan mengurangi karbondioksida
didalam tubuh yang secara otomatis akan meningkatkan oksigen yang masuk ke dalam alveoli
serta oksigen dapat diikat oleh hemoglobin (Ganong, 2008, hlm.702). Selama ekpirasi terjadi
proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume intratoraks.
Namun, pada awal ekpirasi sedikit terjadi kontraksi otot inspirasi masih terjadi. Kontraksi ini
berfungsi sebagai peredam daya recoil paru dan memperlambat ekspirasi. Perlambatan ini
bertujuan untuk mereleksasikan otot-otot inspirasi sehingga adanya penurunan kerja pernafasan
yang menyebabkan terjadi penurunan frekuensi pernafasan (Ganong, 2008, hlm.673).
Penggantian udara dalam alveolus secara perlahan seperti yang dilakukan dalam teknik pursed
lip breathing dapat mencegah perubahan konsentrasi gas yang mendadak dalam darah. Pursed lip
breathing meningkatkan volume tidal dan dapat mengatasi masalah air trapping yang dialami
oleh pasien PPOK atau udara yang terjebak pada alveoli, mengurangi hiperinflasi sehingga
meningkatkan ventilasi dan perfusi serta menurunkan tingkat kandungan PaCO2 dalam darah.
Sejalan dengan penurunan PaCO2, hal ini juga menyebabkan peningkatan oksigen yang diikat
oleh Hemoglobin dan peningkatan kadar PaO2 (Guyton & Hall, 2014, hlm.522). Cara
melaksanakannya adalah sebagai berikut:
1. Mengatur posisi pasien dengan duduk ditempat tidur atau kursi
2. Menginstruksikan pasien untuk rileks dengan melemaskan otot-otot leher dan bahu
3. Meletakkan satu tangan pasien di abdomen (tepat dibawah proc.sipoideus) dan tangan
lainnya ditengah dada untuk merasakan gerakan dada dan abdomen saat bernafas
4. Menarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai dada dan abdomen Terasa
terangkat maksimal lalu jaga mulut tetap tertutup selama inspirasi dan tahan nafas selama 2
detik
5. Hembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan dan sedikit terbuka sambil
mengkontraksikan otot – otot abdomen selama 4 detik Menginstruksikan pasien untuk
melakukan Pursed Lips Breathing selama 10 menit, tiap siklus sebanyak 6 kali pernapasan
dengan jeda antar siklus 2 detik, kemudian mengevaluasi kondisi responden setelah
dilakukan intervensi
6. Pursed Lips Breathing dilakukan 3 kali dalam sehari (pagi, sore, malam) selama 3 Hari
berturut-turut (Smeltzer , 2008).
BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Nyeri merupakan suatu perasaan atau pengalaman yang tidak nyaman baik secara sensori
maupun emosional yang dapat ditandai dengan kerusakan jaringan ataupun tidak. Ada berbagai
bentuk manajemen nyeri yang dapat dilakukan untuk menghadapi rasa Nyeri, salah satu
menanggulanginya adalah dengan tehnik distraksi/ terapi musik sebagai terapi nonfarmakologi
yang dilakukan untuk mengurangi nyeri. Sedangkan Penatalaksanaan nyeri di POSA (Poli
Onkologi Satu Atap) selama ini diberikan terapi farmakologi, sedangkan terapi non farmakologi
telah diberikan penyuluhan tentang relaksasi dengan pernafasan dan istirahat, namun hasilnya
belum maksimal dikarenakan berbagai hal salah satunya adalah tidak ada demonstrasi yang
dilaksanakan untuk pasien sehingga pasien sulit untuk menerapkan apa yang sudah diberikan
oleh perawat. Pada teknik Pursed lip breathing, penderita lebih mengutamakan untuk
perpanjangan ekspirasi secara bertahap dengan melibatkan reflek inflasi Hering-Breuer dalam
usaha mengurangi udara yang terjebak di dalam alveoli dan juga akan mengurangi
karbondioksida didalam tubuh yang secara otomatis akan meningkatkan oksigen yang masuk ke
dalam alveoli serta oksigen dapat diikat oleh hemoglobin.

3.2 Saran
Disarankan untuk menggunakan teknik ini sebagai intervensi keperawatan mandiri pada
pasien dengan masalah keperawatan nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

KEPMENKES RI NOMOR: 812/ MENKES/SK/VII/2007 Tentang Kebijakan Perawatan


Palliative Menteri Kesehatan Republik Indonesia Fadilah, P. N., Astuti, P., & Santy, W. H.
(2016). Pengaruh Teknik Relaksasi Hand Massage Terhadap Nyeri pada Pasien Kanker
Payudara di Yayasan Kanker Indonesia Surabaya. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 9(2), 221–226.

Kolcaba, K., Dowd, T., Steiner R., Mitzel, A. (2004). Efficacy of Hand Massage for Enhacing
the Comfort of Hospice Patients. Journal of Hospice and Palliative Nursing. Vol. 6, No. 2

Holland, C. J., Alici, Y. (2010). Management of Distress in Cancer Patients. Journal of


Supportive Oncology, 8:4-12. Agustin & Yunus. (2008). Proses metabolism pada penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK). Jakarta : Departemen Pulmonologi dan Ilmu kedokteran
Respirasi FKUI

Anda mungkin juga menyukai