Anda di halaman 1dari 14

“MANAJEMEN NYERI KEPERAWATAN PALIATIF”

OLEH :
WIDIA PUTRI
LARA DELVIA SYAFNITA
INDRA SATRIA

DOSEN PEMBIMBING :
Ns.RISTA NORA S.Kep.M.Kep

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA BARAT
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan Jiwa yang berjudul
“manajemen nyeri keperawatan paliatif”.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini,
Dalam penyusunan makalah ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuan penulis. Namun sebagai manusia biasa, penulis tidak luput dari
kesalahan dan kekhilafan baik dari segi teknik penulisan maupun tata bahasa. Tetapi
walaupun demikian penulis berusaha sebisa mungkin menyelesaikan makalah meskipun
tersusun sangat sederhana.
Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca pada
umumnya. Penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang bersifat
membangun.

Bukittinggi,3 juni 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat.
Nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya
kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Management adalah salah satu bagian dari displin ilmu medis yang berkaitan dengan
upaya-upaya menghilangkan nyeri atau pain relief. Management nyeri ini menggunakan
pendekatan multi disiplin yang didalamnya termasuk pendekatan farmakologikal
(termasuk pain modifiers), non farmakologikal dan psikologikal.
World Health Organization (WHO) memberi batasan perawatan paliatif sebagai
“perawatan total dan aktif pada penderita dengan penyakit yang tidak responsif terhadap
pengobatan atau kuratif”. Perawatan terutama dalam kontrol nyeri dan keluhan yang lain,
masalah psikologis, sosial dan spiritual.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu nyeri, managemen nyeri dan perawatan pasien paliatif?
2. Apa saja jenis jenis nyeri?
3. Apa itu fisiologi nyeri pasien paliatif ?
4. Apa itu factor factor nyeri pasien paliatif ?
5. apa saja macam-macam manajemen nyeri pada pasien paliatif?
6. Bagaimana cara memanagemen nyeri pasien paliatif?
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian

Nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat


terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan. Management adalah salah satu bagian dari displin ilmu medis yang berkaitan
dengan upaya-upaya menghilangkan nyeri atau pain relief. Management nyeri ini
menggunakan pendekatan multi disiplin yang didalamnya termasuk pendekatan
farmakologikal (termasuk pain modifiers), non farmakologikal dan psikologikal.
Pasien paliatif merupakan pasien yang menderita penyakit kronis atau stadium
lanjut, yang biasanya membutuhkan perawatan paliatif. Perawatan paliatif merupakan
pelayanan kesehatan kepada penderita sebagai individu seutuhnya yang bersifat holistik
dan terintegrasi (Cheville, 2010). Perawatan ini diperlukan bagi penderita dengan
penyakit yang belum dapat disembuhkan seperti kanker dan penyakit infeksi HIV AIDS.
World Health Organization (WHO) memberi batasan perawatan paliatif sebagai
“perawatan total dan aktif pada penderita dengan penyakit yang tidak responsif terhadap
pengobatan atau kuratif”. Perawatan terutama dalam kontrol nyeri dan keluhan yang lain,
masalah psikologis, sosial dan spiritual.
Tujuan perawatan paliatif adalah pencapaian kualitas hidup terbaik yang
memungkinkan bagi penderita dan keluarga (Johnston B, 2005; Tulaar 2012; Cheville,
2010). Pada tahun 2002, WHO memberikan batasan baru untuk perawatan paliatif
sebagai “suatu pendekatan untuk memperbaiki kualitas hidup penderita dan keluarga
yang menghadapi masalah berkaitan dengan penyakit yang mengancam jiwa, melalui
pencegahan dan pengurangan penderitaan dengan cara identifikasi dini dan asesmen serta
tatalaksana yang tepat untuk nyeri dan masalah lain, baik fisik, psikososial dan spiritual ”
(WHO, 2012).
2. Jenis-jenis Nyeri
Secara umum nyeri dibagi menjadi dua yaitu,
1. Nyeri Akut
Nyeri Akut merupakan nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga
kurang dari 6 bulan biasanya dengan awitan tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan
cidera fisik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cidera telah terjadi.
Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya
menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Nyeri ini umumnya terjadi kurang
dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Salah satu nyeri akut yang
terjadi adalah nyeri pasca pembedahan (Meliala & Suryamiharja, 2007).
2. Nyeri Kronik
Nyeri kronik merupakan nyeri konstan atau intermitern yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan
yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitakan dengan penyebab atau cidera
fisik. Nyeri kronis dapat tidak memiliki awitan yang ditetapkan dengan tepat dan
sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini sering tidak memberikan respon
terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya (Strong, Unruh, Wright &
Baxter, 2002). Nyeri kronik ini juga sering di definisikan sebagai nyeri yang
berlangsung selama enam bulan atau lebih, meskipun enam bulan merupakan suatu
periode yang dapat berubah untuk membedakan nyeri akut dan nyeri kronis (Potter &
Perry, 2005).
Berdasarkan lokasinya Sulistyo (2013) dibedakan nyeri menjadi :
1. Nyeri Ferifer
Nyeri ini ada tiga macam, yaitu :
a. Nyeri superfisial, yaitu nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit
dan mukosa
b. Nyeri viseral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi dari
reseptor nyeri di rongga abdomen, cranium dan toraks.
c. Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari
penyebab nyeri.
2.Nyeri Sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang otak dan
talamus.
3.Nyeri Psikogenik
Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan kata lain nyeri ini
timbul akibat pikiran si penderita itu sendiri.
3. Fisiologi Nyeri
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor
nyeri tersebar pada kulit dan mukosa dimana reseptor nyeri memberikan respon jika
adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimia seperti
histamine, bradikinin, prostaglandin dan macam-macam asam yang terlepas apabila
terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigen. Stimulasi yang lain
dapat berupa termal, listrik, atau mekanis (Smeltzer & Bare, 2002).
Nyeri dapat dirasakan jika reseptor nyeri tersebut menginduksi serabut saraf
perifer aferen yaitu serabut A-delta dan serabut C. Serabut A-delta memiliki myelin,
mengimpulskan nyeri dengan cepat, sensasi yang tajam, jelas melokalisasi sumber
nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C tidak memiliki myelin, berukuran
sangat kecil, menyampaikan impuls yang terlokalisasi buruk, visceral dan terus-
menerus (Potter & Perry, 2005). Ketika serabut C dan A-delta menyampaikan
rangsang dari serabut saraf perifer maka akan melepaskan mediator biokimia yang
aktif terhadap respon nyeri, seperti : kalium dan prostaglandin yang keluar jika ada
jaringan yang rusak. Transmisi stimulus nyeri berlanjut di sepanjang serabut saraf
aferen sampai berakhir di bagian kornu dorsalis medulla spinalis. Didalam kornu
dorsalis, neurotransmitter seperti subtansi P dilepaskan sehingga menyebabkan suatu
transmisi sinapsis dari saraf perifer ke saraf traktus spinolatamus. Selanjutnya
informasi di sampaikan dengan cepat ke pusat thalamus (Potter & Perry, 2005).
4. Faktor –faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

1. Usia

Usia mempengaruhi seseorang bereaksi terhadap nyeri. Sebagai contoh anak-


anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata mengalami kesulitan dalam
mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan rasa nyarinya, sementara
lansia mungkin tidak akan melaporkan nyerinya dengan alasan nyeri merupakan
sesuatu yang harus mereka terima (Potter & Perry, 2006).

2. Jenis kelamin

Secara umum jenis kelamin pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna
dalam merespon nyeri. Beberapa kebudayaan mempengaruhi jenis kelamin
misalnya ada yang menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan
tidak boleh menangis sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis dalam
situasi yang sama (Rahadhanie dalam Andari, 2015)
3. Kebudayaan

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengruhi individu mengatasi nyeri.


Individu mempelajari apa yang ajarkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan
mereka (Rahadhanie dalam Andari, 2015).

4. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat


mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat. Sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan
dengan respon nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang
perawat terapkan di berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi,
teknik imajinasi terbimbing (guided imaginary) dan mesase, dengan
memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain, misalnya
pengalihan pada distraksi (Fatmawati, 2011).

5. Ansietas

Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri. Namun nyeri juga dapat


menimbulkan ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan bagian system limbik yang
diyakini mengendalikan emosi seseorang khususnya ansietas (Wijarnoko, 2012)

6. Kelemahan

Kelemahan atau keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan


menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping
(Fatmawati, 2011).

7. Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Apabila individu sejak lama
sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh maka ansietas
atau rasa takut dapat muncul. Sebaliknya jika individu mengalami jenis nyeri yang
sama berulang-ulang tetapi nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan akan lebih
mudah individu tersebut menginterpretasikan sensasi nyeri (Rahadhanie dalam
Andari, 2015).
8. Gaya koping
Gaya koping mempengaruhi individu dalam mengatasi nyeri. Sumber koping
individu diantaranya komunikasi dengan keluarga, atau melakukan latihan atau
menyanyi (Ekowati, 2012).
9. Dukungan keluarga dan social
Kehadiran dan sikap orang-orang terdekat sangat berpengaruh untuk dapat
memberikan dukungan, bantuan, perlindungan, dan meminimalkan ketakutan
akibat nyeri yang dirasakan, contohnya dukungan keluarga (suami) dapat
menurunkan nyeri kala I, hal ini dikarenakan ibu merasa tidak sendiri,
diperhatikan dan mempunyai semangat yang tinggi (Widjanarko, 2012).
10. Makna nyeri
Individu akan berbeda-beda dalam mempersepsikan nyeri apabila nyeri
tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan hukuman dan tantangan.
Misalnya seorang wanita yang bersalin akan mempersepsikan nyeri yang berbeda
dengan wanita yang mengalami nyeri cidera kepala akibat dipukul pasangannya.
Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan dengan makna
nyeri (Potter & Perry, 2006).

5. Macam-macam manegemen nyeri dalam perawatan palaitif


a. Farmakoterapi

Konsep analgesia multimodal merupakan pendekatan farmakologi dengan


menggunakan dosis kecil dari beberapa obat berbeda yang saling bersinergi untuk
mencapai perbaikan derajat nyeri yang maksimal dengan efek samping yang minimal
dengan memperhatikan interaksi antar obat dan kondisi pasien. Dalam penatalaksanaan
nyeri nosiseptif dikenal beberapa golongan obat, antara lain golongan non opioid
analgetik dan opioid.
1) Non opioid analgesik, Obat golongan ini umumnya digunakan sebagai analgesia
nyeri dengan derajat ringan sampai sedang. Obat-obatan ini memiliki ceiling effect,
yaitu suatu keadaan/dosis dimana peningkatan dosis lebih lanjut tidak akan lagi
menambah efek analgesianya. Berdasarkan susunan kimiawinya, analgesia
golongan ini terdiri dari salicylates (asam asetilsalisilat), anthranilates (asam
mafenamat), arylacetic acids (diclofenac, indometasin), arylpropionic acids
(ibuprofen, ketorolac), pyrazolinone (metamizole), paraamino phenol
(paracetamol), acidic enolic compounds (piroxicam, meloxicam), dan coxib
(celexocib)
2) Nonsteroidal anti inflamamtory drugs (nsaids), Golongan obat analgetik ini juga
bekerja sebagai antipiretik dan anti inflamasi dengan menghambat enzim
Cyclooxygenase (COX) yang diperlukan dalam sintesa prostaglandin dan
tromboxan. Terdapat 2 COX isoform yaitu COX1 dan COX2. NSAIDs tradisional
merupakan inhibitor non selektif COX1 dan COX2 (contoh: diclofenac,
indometasin, ibuprofen, ketorolac, piroxicam), sedangkan generasi yang baru
merupakan inhibitor selektif COX2 (contoh: meloxicam, coxib). Namun demikian,
pasien yang mendapatkan terapi jangka panjang dengan obat golongan ini harus
dimonitor mengenai efek samping obat, antara lain berupa pendarahan
gastrointestinal, komplikasi kardiovaskuler, dan ginjal.
3) Opioid, Istilah opioid digunakan untuk semua obat sistetis maupun natural yang
mempunyai aksi kerja pada reseptor opioid di sistem saraf sentral maupun perifer.
Opioid dapat dibedakan menjadi :

a) Opioid: derivat obat dari alkaloid tumbuhan opium, contohnya morfin


b) Opioid endogen: opioid dalam tubuh manusia, contohnya endorfin
c) Opioid semi sintetik: contohnya oxycodone
d) Opioid full sintetik: contohnya fentanyl
4) Analgetik adjuvant, Analgesik adjuvant adalah obat-obatan yang indikasi
primernya bukan untuk mengatasi nyeri namun memberikan efek analgesia pada
kondisi nyeri tertentu. Misalnya :
a) Obat antidepresan (amitriptyline)
b) Obat anti konvulsan ( amitriptyline, anitriptyline, desipramine, imipramine)
c) Anksiolitik dan sedative (diazepam, Clonazepam, Alprazolam)
b. Rehabilitasi medik dalam perawatan paliatif
Tujuan utama pendekatan rehabilitasi dalam penatalaksanaan nyeri kronik adalah
untuk mengurangi nyeri dan mengembalikan kapasitas fungsional seseorang. Secara
lebih terperinci goal penatalaksanaan dalam manajemen nyeri kronik adalah sebagai
berikut:
1) Memelihara dan memaksimalkan fungsi dan aktifitas fisik
2) Mengurangi penyalahgunaan dan ketergantungan akibat obat-obatan, prosedur
invasif, dan modalitas pasif lainnya, serta membantu pasien menjadi lebih aktif
dalam menolong dirinya sendiri.
3) Mengembalikan derajat aktifitas seperti semula baik di rumah, di tempat kerja, dan
dalam pemanfaatan waktu luang.
4) Menurunkan intensitas nyeri subyektif dan perilaku maladaptasi terhadap nyeri.
5) Membantu pasien dalam menyelesaikan masalah kerja yang berkaitan dengan
kondisi nyeri.
Hal ini didasari bahwa nyeri kronik bukan hanya merupakan masalah anatomis saja
akan tetapi pengalaman nyeri juga melibatkan faktor psikologis dan dipengaruhi
lingkungan sosial.
Beberapa terapi rehabilitasi dalam perawatan pasien paliatif :
1) Terapi fisik
Terapi fisik dapat membantu membangun kepercayaan diri pasien, mengurangi
ketakutan untuk bergerak dan kekawatiran terhadap cedera ulang. Modalitas adalah
agen-agen fisik yang digunakan untuk menghasilkan respon terapi pada jaringan.
Modalitas tersebut antara lain :
a) modalitas thermal, bentuk modalitas panas dapat diklasifikasikan menurut
kedalaman penetrasi dan bentuk transfer panas. Mekanisme transfer panas
terdiri dari konduksi, konveksi, radiasi, evaporasi, dan konversi.
b) Hidroterapi, hidroterapi adalah penggunaan air secara eksternal untuk
tatalaksana disfungsi fisik. Tekanan hidrostatik membantu sirkulasi dan
menurunkan tendensi penumpukan darah pada bagian bawah tubuh. Densitas
relatif memberikan dukungan pada tubuh atau tungkai dan lengan, sehingga
menurunkan stress pada sendi yang menopang berat badan tubuh.
c) Laser dingin tenaga rendah (low-power cold laser), LASER adalah singkatan
dari Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation (amplifikasi
cahaya yang distimulasi oleh emisi radiasi). Efek fisilogis dari cold laser adalah
memfasilitasi penyembuhan luka atau ulkus.
d) Elektroterapi, adalah terapi yang menggunakan arus listrik untuk menstimulasi
syaraf atau otot atau keduanya secara transkutaneus menggunakan elektroda-
elektroda permukaan.
e) Traksi tulang belakang, adalah usaha menarik dengan kekuatan tertentu, yang
digunakan pada vertebra cervical atau lumbal. Indikasi klinis yang paling sering
dari traksi tulang belakang adalah untuk meredakan nyeri dan herniasi diskus,
dengan atau tanpa komplikasi kompresi akar saraf.
f) Terapi latihan, adalah aktifitas fisik, sikap tubuh, atau pergerakan tubuh secara
menyeluruh yang dilakukan secara sistematik dan terencana. Latihan mobilitas
diberikan kepada penderita nyeri. Pada keadaan nyeri kronik yang
berhubungan dengan kelemahan otot, latihan penguatan dapat diberikan.
Latihan penguatan dapat berupa latihan isotonik, isometrik maupun
isokinetik. Latihan penguatan dilakukan dengan prinsip overload, yaitu
beban yang diberikan saat latihan harus melebihi beban yang dapat
menyebabkan kelelahan otot.
g) Manipulasi, adalah suatu tindakan pasif, gerakan mekanis yang dilakukan pada
sendi tertentu atau pada suatu segmen sendi, untuk mengembalikan lingkup
gerak atau ekstensibilitasnya, dan untuk mengurangi nyeri
h) Masase, merupakan stimulasi sistematik dan mekanis dari jaringan lunak pada
tubuh dengan memberikan tekanan ritmik dan stretching untuk tujuan
terapeutik.
2) Terapi okupasi
Okupasi terapi khususnya berfokus pada edukasi pasien mengenai postur yang
sesuai dan ergonomis, aktivitas ekstrimitas yang berkaitan dengan aktivitas
kehidupan sehari – hari, dan memfasilitasi seseorang untuk memilih atau kembali ke
pekerjaan yang sesuai. Terapis okupasional harus dilibatkan sejak awal untuk
mengindentifikasi masalah pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan, menganalisa
dan memberikan saran dalam memodifikasi pekerjaan dan jika perlu memberikan
pelatihan.
3) Psikoterapi
Nyeri yang menetap mempengaruhi komponen emosional pasien serta
seringkali disertai dengan depresi dan/atau kecemasan. Di dalam praktek klinis,
psikoterapis membedakan kombinasi pendekatan tersebut untuk dicocokkan dengan
kebutuhan pasien. Adapun kombinasi dari kombinasi pendekatan yaitu:
a) Terapi perilaku kognitif
Terapi perilaku kognitif (CBT/Cognitive behavioral therapy) berdasar pada
teori bahwa meyakini hal-hal yang irrasional dan sikap yang menyimpang ke
arah diri sendiri, lingkungan, dan depresi yang menetap. Tujuan diberikannya
CBT adalah untuk mengurangi depresi dengan cara menantang sikap dan
kepercayaan ini.
b) Terapi perilaku
Terapi perilaku menggunakan manajemen kontingensi atau operant
conditioning untuk membantu pasien memodifikasi nyeri-terkait perilaku.
Metode ini dapat juga membantu merehabilitasi nyeri pasien dengan terus
meningkatkan kemampuan fungsional mereka.
c) Psikoterapi interpersonal
Psikoterapi interpersonal (IPT/Interpersonal Therapy), dikembangkan untuk
penatalaksanaan depresi, yang bekerja dengan asumsi bahwa, karena adanya
gejala yang terjadi dalam konteks sosial, menunjukkan sebuah masalah atau
banyak masalah dalam kehidupan interpersonal pasien dapat membantu
menghilangkan gejala.
d) Psikoterapi psikodinamik
Psikoterapi psikodinamik meliputi semua intervensi psikoterapeutik yang
membagi dasarnya dalam teori psikodinamik mengenai penyebab kerentanan
terhadap masalah psikologis. Bentuk psikoterapi ini paling sering digunakan
jangka panjang dan bertujuan mengurangi gejala dengan segera.
e) Latihan relaksasi dan biofeedback
Latihan relaksasi dan biofeedback merupakan metode penanganan perilaku yang
telah berhasil digunakan untuk menangani banyak sindroma nyeri, termasuk
miofasial dan nyeri yang diatur simpatetik. Beberapa teknik relaksasi bisa pada
nyeri kronik, dua yang paling sering yaitu latihan autogenik dan relaksasi otot
progresif.
f) Teknik distraksi
Teknik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke
stimulus yang lain. Teknik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori
bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Nyeri yaitu sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
pada setiap orang berbeda dalam hal skala ataupun tingkatannya, dan hanya orang
tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
Nyeri memiliki fisiologi, respon fisiologi, dan terdapat berbagai macam jenis
dan faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri tersebut. Terdapat juga intensitas nyeri
untuk mengkaji nyeri.
Manajemen nyeri dapat dilakukan dengan terapi farmakologis dan non
farmakologis dengan tujuan untuk membantu pasien dalam mengontrol nyeri ataupun
mengatur nyeri secara optimal dan mengurangi risiko lanjut dari efek samping nyeri
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/2481/6.%20B
AB%20II.pdf?sequence=6&isAllowed=y
http://yankes.kemkes.go.id/read-manajemen-nyeri-4944-html
file:///C:/Users/User/Downloads/14873-40639-1-PB.pdf
https://docplayer.info/73072701-Makalah-Keperawatan-Paliatif-
Manajemen-Nyeri.html
https://id.scribd.com/dokumen/356001541/Nyeri-Paliatif
file:///C:/Users/User/Downloads/fek_310_slide_analgetika.pdf

Anda mungkin juga menyukai