Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“ Pengkajian Nyeri dan Triase Nyeri “

Disusun Oleh : Kelompok VII

Nama – Nama Kelompok :

1. Wahida
2. Meranti wagola
3. Khunaeni
4. Hermiati

Tugas : Basic Life Support ( BLS )


Kelas : F ( Kebidanan Non-Reguler )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GRAHA EDUKASI


MAKASSAR PROGRAM STUDI D IV
KEBIDANAN
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala


rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan untuk junjungan
Nabi Agung Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis menyetujui syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu terdiri dari sehat fisik maupun akal, sehingga penulis harus
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas kelompok dari mata kuliah Basic
Life Support yang membahas tentang “Pengkajian Nyeri dan TRIASE Nyeri”.
Penulis tentu sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan juga saran
dari pembaca untuk makalah ini. Demikian, semoga materi dari makalah ini dapat
berguna dan memberikan manfaat bagi setiap pihak yang diperuntukkan bagi para
pembaca.

Makassar, 05 maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Judul Halaman

HALAMAN JUDUL..............................................................................
KATA PENGANTAR………………………………………………...
DAFTAR ISI………………………………………………………......
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………..
A. Latar Belakang………………………………………………...
B. Rumusan Masalah……………………………………………..
C. Tujuan ………………………………………………………...
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………...
A. Pengkajian Nyeri………………………………………………
B. TRIASE Nyeri…………………………………………………
BAB III PENUTUP……………………………………………………
A. Kesimpulan…………………………………………..................
B. Saran……………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap individu pasti pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri
merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan.
Walaupun merupakan salah satu dari gejala yang paling sering terjadi di bidang
medis, nyeri merupakan salah satu yang paling sedikit dipahami. Individu yang
merasakan nyeri merasa menderita dan mencari upaya untuk menghilangkannya.
Perawatan menggunakan berbagai intervensi untuk dapat menghilangkan
nyeri tersebut dan mengembalikan kenyamanan klien. Perawat atau bidan tidak
dapat melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien karena nyeri bersifat
subjektif. Tidak ada dua individu yang mengalami nyeri yang sama dan tidak ada
kejadian neyi yang sama menghasilkan respon yang identic pada seseorang.
Nyeri merupakan suatu respon alami yang bersifat langsung terhadap suatu
peristiwa atau kejadian yang tidak mengenakkan karena kerusakan jaringan,
seperti proses penyakit atau tindakan pengobatan dan pembedahan ( Hayati NI ).
Tidak adekuatnya pengkajian nyeri dapat menyebabkan tidak dikenalinya
masalah nyeri sehingga nyeri tidak tertangani. Nyeri yang tidak ditangani secara
optimal dapat menimbulkan dampak yang buruk terhadap fungsi fisiologis
(fluktuasi tanda-tanda vital, dan nosokomial infeksi). Selain hal tersebut, nyeri
yang tidak tertangani juga bisa menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial
(priambodo,et al.,2016), pada level yang tinggi juga memiliki konsekuensi
menimbukan post traumatic stres disorder (Marandina BA et al.,2014)
Manajemen yang tepat dari nyeri tergantung pada pengkajian nyeri yang
sistematis dan akurat (Herr et al., 2006). Nyeri seharusnya dikaji secara rutin dan
terstruktur, tetapi hal ini seringkali tidak dilakukan (Barr et al., 2013).
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Nyeri ?
2. Bagaimana cara penggolongan Nyeri ?
3. Bagaimana untuk mengetahui derajat nyeri ?
4. Apa itu Triase Nyeri ?
C. Tujuan
1. Untuk mengatahui apa yang dimaksudkan dengan nyeri
2. Untuk mengetahui penggolongan nyeri
3. Untuk mengetahui derajat nyeri
4. Untuk mengetahui Triase nyeri
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengkajian Nyeri
1. Defenisi Nyeri
Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau
cenderung akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang
menunjukkan kerusakan jaringan. Nyeri adalah sensasi penting bagi tubuh.
Provokasi saraf. saraf sensorik nyeri menghasilkan reaksi ketidaknyamanan,
distres, atau penderitaan. Penilaian dan pengukuran derajat nyeri sangatlah
penting dalam proses diagnosis penyebab nyeri. Dengan penilaian dan
pengukuran derajat nyeri dapat dilakukan tata laksana nyeri yang tepat,
evaluasi serta perubahan tatalaksana sesuai dengan respon pasien. Nyeri harus
diperiksa dalam suatu faktor fisiologis, psikologis serta lingkungan. Penilaian
nyeri meliputi :
1. Anamnesis umum
2. Pemeriksaan fisik
3. Anamnesis spesifik nyeri dan evaluasi ketidakmampuan yang
ditimbulkan nyeri :
a. Lokasi nyeri
b. Keadaan yang berhubungan dengan timbulnya nyeri
c. Karakter nyeri
d. Intensitas nyeri
e. Gejala yang menyertai
f. Efek nyeri terhadap aktivitas
g. Tatalaksana yang sudah didapat
h. Riwayat penyakit yang relevan dengan rasa nyeri
i. Faktor lain yang akan mempengaruhi tatalaksana pasien
2. Penggolangan Nyeri
Nyeri dapat digolongkan dalam berbagai cara, yaitu:
a. Menurut jenisnya : nyeri nosiseptik, nyeri neurogenik, dan nyeri
psikogenik
b. Menurut timbulnya nyeri : nyeri akut dan nyeri kronik
c. Menurut penyebabnya : nyeri onkologik dan nyeri non-onkologik
d. Menurut derajat nyerinya : nyeri ringan, sedang, dan berat
Dengan penilaian nyeri yang lengkap dapat dibedakan antara nyeri
nosiseptik (somatik dan visera) dengan nyeri neuropatik.
a. Nyeri somatik dapat dideskripsikan sebagian nyeri tajam, panas atau
b. menyengat, yang dapat ditunjukkan lokasinya serta diasosiasikan
dengan
c. nyeri tekan lokal di sekitarnya.
d. Nyeri visera dideskripsikan sebagai nyeri tumpul, kram atau kolik
yang
e. tidak terlokalisir yang dapat disertai dengan nyeri tekan lokal, nyeri
alih,
f. mual, berkeringan dan perubahan kardiovaskular
g. Nyeri neuropatik memiliki ciri khas:
1) Deskripsi nyeri seperti terbakar, tertembak, atau tertusuk
2) Nyeri terjadi secara paroksismal atau spontan serta tanpa terdapat
3) faktor presipitasi
4) Terdapatnya diastesia (sensasi abnormal yang tidak menyenangkan
yang timbul spontan ataupun dispresipitasi), hiperalgesia (peningkatan
derajat respon terhadap stimulus nyeri normal), alodinia (nyeri yang
dirasakan akibat stimulus yang pada keadaan normal tidak
menyebabkan nyeri), atau adanya hipoestesia.
5) Perubahan sistem otonom regional (perubahan warna, suhu, dan
keringat) serta phantom phenomena.
Sangatlah penting untuk mengetahui tipe nyeri yang diderita, karena
durasi nyeri dan respon terhadap pemberian obat analgesia beragam antar tipe
nyeri.

3. Derajat nyeri

Pengukuran derajat nyeri sebaiknya dilakukan dengan tepat karena sangat


dipengaruhi oleh faktor subyektif seperti faktor fisiologis, psikologi,
lingkungan. Karenanya, anamnesis berdasarkan pada pelaporan mandiri
pasien yang bersifat sensitif dan konsisten sangatlah penting. Pada keadaan di
mana tidak mungkin mendapatkan penilaian mandiri pasien seperti pada
keadaan gangguang kesadaran, gangguan kognitif, pasien pediatrik, kegagalan
komunikasi, tidak adanya kerjasama atau ansietas hebat dibutuhkan cara
pengukuran yang lain.

Pada saat ini nyeri di tetapkan sebagai tanda vital kelima yang bertujuan
untuk meningkatkan kepedulian akan rasa nyeri dan diharapkan dapat
memperbaiki tatalaksana nyeri akut. Berbagai cara dipakai untuk mengukur
derajat nyeri, cara yang sederhana dengan menentukan derajat nyeri secara
kualitatif sebagai berikut :

1. Nyeri ringan adalah nyeri yang hilang timbul, terutama sewaktu


melakukan aktivitas sehari-hari dan hilang pada waktu tidur

2. Nyeri sedang adalah nyeri terus menerus, aktivitas terganggu, yang


hanya hilang apabila penderita tidur

3. Nyeri berat adalah nyeri yang berlang sungterus menerus sepanjang hari,
penderita tak dapat tidur atau sering terjaga oleh gangguan nyeri sewaktu
tidur.
Menurut American Pain Society, kegagalan staf untuk secara rutin
mengkaji nyeri dan peredaan nyeri adalah alasan yang paling umum untuk
nyeri yang tidak reda pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Pengkajian
nyeri sama pentingnya dengan metode terapi. Nyeri pasien harus dikaji pada
interval teratur untuk menentukan keefektifan terapi, munculnya efek
samping, kebutuhan penyesuaian dosis, atau kebutuhan akan dosis tambahan
guna mengatasi nyeri akibat prosedur. Nyeri harus dikaji ulang pada interval
yang tepat setelah pemberian obat nyeri atau interval lainnya.
Dalam perawatan kritis, berbagai kondisi bias menyertai sehingga
pengkajian nyeri pasien dan terapi lanjutanya sulit dilakukan. Kondisi ini
meliputi :
1. Penurunan kesadaran
2. Terpasang ventilator
3. Intubasi endotracheal
4. Pengaruh obat sedasi
5. Kaum lansia dan anak- anak
6. Pengaruh budaya
7. Kurangnya Budaya
Kesalahan yang umum terjadi di kalangan professional perwatan
kesehatan adalah bahwa mereka yang paling berkualifikasi untuk menentukan
adanya dan keparahan nyeri pasien.tidak adanya tanda fisik atau perilaku
seringkali salah diinterpretasikan sebagai tidak ada nyeri pasien. Agar dapat
melakukan pengkajian nyeri yang efektif, perawat perawatan kritis harus
mendapatkan laporan diri pasien. Pengamatan perilaku dan perubahan
parameter fisik harus dipertimbangkan dengan laporan diri pasien.
a. Laporan diri pasien
Karena nyeri adalah pengalaman subjektif, laporan diri pasien adalah
sumber informasi yang paling andal mengenal adanya nyeri dan
intensitasnya. laporan diri pasien harus diperoleh tidak hanya pada saat
istirahat, namun selama aktifitas rutin , seperti pada saat batuk , napas
dalam dan miring. Apabila pasien dapat berkomunikasi perawat perawatan
kritis harus menerima gambaran nyeri pasien sebagai sesuatu yang valid.
Dalam mengkaji kualitas nyeri pasien misalnya seperti “terbakar”,
“remuk”, “tertusuk”, “tumpul”, atau “tajam” dengan teknik PQRSTU,
yaitu :
P : Provokatif/ Paliatif
Q : Quality
R : Region/ Radiation
S : Severity
T : Timing
U : Understanding/ Pemahaman tentang nyeri

Pengkajian Nyeri berdasarakan Pqrst

P : Provokatif/ Paliatif
Apa kira- kira penyebab timbulnya rasa nyeri ..? apakah karena
terkena ruda paksa/ benturan …? Akibat penyayatan…? dll.
Q : Qualitas/ Quantitas
Seberapa berat keluhan nyeri terasa..? bagaimana rasanya..?
seberapa sering terjadinya..? misalnya seperti tertusuk, tertekan/
tertimpa benda berat, diiris- iris, dll
R : Region/ Radiasi
Lokasi dimana keluhan nyeri tersebut dirasakan/ ditemukan…?
Apakah juga menyebar ke daerah lain/ area penyebarannya..?
S : Skala Seviritas
Skala kegawat dapat dilihat menggunakan GCS untuk
gangguan kesadaran, skala nyeri/ ukuran lain yang berkaitan dengan
keluhan
T : Timing
Kapan keluhan nyeri tersebut mulai ditemukan/ dirasakan…?
Seberapa sering keluhan nyeri tersebut dirasakan / terjadi..? apakah
terjadi secara mendadak atau bertahap..? akut atau kronis ..?
b. Observasi
Pasien yang mengalami nyeri dapat memperlihatakan manifestasi
perilaku khusus. Perilaku perlindungan seperti guarding, menarik diri, dan
menghindari gerakan akan melindungi pasien dari stimulas yang
menimbulakan nyeri. Upaya yang dilakuakan oleh pasien untuk
meredakan nyeri seperti menggosok daerah nyeri, mengganti posisi atau
meminta obat Pereda nyeri adalah perilaku paliatif . menangis, merengek
atau menjerit adalah perilaku efektif yang menggambarkan respon
emosional terhadap nyeri.
Pasien yang tidak dapat bicara dapat menggunakan ekspresi wajah
atau mata, gerakan tangan atau tungkai untuk mengatakan nyerinya.
Kegelisahan atau agitasi dapat terlihat pada pasien yang tidak dapat
memberikan respon. Masukan dari keluarga dapat membantu
menginterpretasikan manifestasi perilaku nyeri yang spesifik berdasarkan
pengetahuan mereka terhadap perilaku nyeri pasien sebelum dirawat di
rumah sakit.
c. Parameter Fisiologis
Perawat perawatan kritis terampil dalam mengkaji status fisik pasien
yang meliputi perubahan tekanan darah, frekuensi jantung atau
pernafasan. Oleh karena itu amsuk akal apabila observasi terhadap efek
fisilogis nyeri akan membantu pengkajian nyeri. Akan tetapi, pada pasien
yang sangat kritis, mungkin sulit menghubungakan perubahan fisiologis
ini secara khusus dengan nyeri bukan penyebab lainnya.
Kadangkala terdapat perbedaan antara laporan diri pasien dengan
manifestasi perilaku dan fisiologis. Sebagai contoh, satu orang pasien
dapat melaporkan nyeri bernilai 2 dari 10, sementara ia mengalami
takikardi, diaphoresis, dan splinting pernapasan. Pasien yang lain dapat
memberikan laporan diri 8 dari 10 sambil tersenyum. Perbedaan in dapat
disebabkan oleh penggunaan aktivitas pengalihan, keterampilan koping,
kepercayaan mengenai nyeri, latar belakang budaya, ketakutan akan
kecanduan, atau takut menyusahakan staf keperawatan ( Gonce P,
Fontaine D, Hudak C, Gallo B, 2012 )

B. Trise Nyeri
Triase adalah proses memilah dan memilih pasien berdasarakan beban
penyakit serta memprioritaskan penanganan dan transportasi.
1. Macam- macam Triase
a. Hijau :Cedara minor tidak terlalu prioritas dalam penanganan
b. Kuning : Cedera tidak terlalu berat sehngga pasien butuh penangan
namun tidak prioritas
c. Merah : Pasien mengalami koma atau cedera sangat berat sehingga
butuh penangan segera
d. Hitam : Pasien sudah tidak bisa diselamatkan atau meninggal.
System Triase memilih- milih pasien berdasarkan kondisi pasien saat
masuk ruang perawatan dan memberikan kode warna untuk pasien, mulai dari
merah, kuning, hijau, putih dan hitam. Apa arti sari warna – warna ini ?
1. Merah : kode warana merah diberikan pada pasien yang jika tidak
diberikan penanganan dengan cepat maka pasien akan meninggal, dengan
syarat pasien tersebut masih memiliki kemungkinan masih dapat hidup.
Contohnya seperti pasien dengan gangguan pernafasan, trauma kepala
dengan ukuran pupil mata yang tidak sama, dan perdarahan hebat.
2. Kuning : kode waran kuning diberikan kepada pasien yang memerluka
perawatan segera, namun masih dapat ditunda karena ia masih dalam
kondisi stabil. Pasien dengan kode kuning masih memerlukan perawatan
di rumah sakit dan pada kondisi normal akan segera ditangani. Contohnya
seperti pasien dengan patah tulang di beberapa tempat, patah tulang pada
paha atau panggul, luka bakar luar dan trauma kepala.
3. Hijau : kode warana hijau diberikan pada mereka yang memerlukan
perawatan namun masih adapat ditunda. Biasanya pasien cedara yang
masih sadar dan masih bisa berjalan masuk dalam kategori ini. Contohnya
seperti pasien dengan patah tulang ringan, luka bakar minimal, atau luka
ringan.
4. Putih : kode warna putih diberikan pada pasien hanya dengan cedera
minimal di mana tidak diperluka penanganan dokter.
5. Hitam : kode warna hitam diberikan kepada pasien yang telah diperiksa
tidak menunjukan tanda-tanda kehidupan. Misalnya , mereka yang masih
hidup namun mengalami cedera yang amat parah sehingga ditangani,
pasien tetap akan meninggal.
Namun demikian, system triase gawat darurat medis ini tidak kaku.
Jika pasien dengan kode merah yang telah mendapat penanganan pertama dan
kondisinya sudah lebih stabil maka kode pasien tersebut bisa diubah menjadi
warna kuning. Sebaliknya, pasien dengan kode kuning yang kondisinya
mendadak tamba parah bisa saja kodenya diubah jadi warna merah.

2. System Triase
System triase ada dua yaitu :
a. Non Disaster : untuk menyediakan perawatan sebaik mungkin bagi
setiap individu pasien
b. Disaster : untuk menyediakan perawatan yang lebih efektif
untuk pasien dalam jumlah banyak
3. Tipe- tipe Trise di Rumah sakit
a. Type 1 : Traffic Director or Non Nurse
1) Hamper sebagian besar berdasarkan system triase
2) Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah
3) Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan
seberapa sakitnya
4) Tidak ada dokumentasi
5) Tidak menggunakan protocol
b. Type 2 : Cek Triase Cepat
1) Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat
beregristrasi atau dokter
2) Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan
keluhan utama
3) Evaluasi terbatas
4) Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius
atau cedera mendapat perawatan pertama
c. Type 3 : Comprehensive Triase
1) Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai
dan berpengalaman
2) 4 sampai 5 sistem kategori
3) Sesuai protocol
4. Klasifikasi Triase Berdasarkan Kasus
a. Prioritas 1 ( Kasus Berat )
1) Perdarahan berat
2) Asfiksia, cedera cervical, dan cedera pada maxilla
3) Trauma kepala dengan koma dan proses shock yang cepat
4) Fraktur terbuka dan fraktur compound
5) Luka bakar > 30% Extensive burn
6) Shock tipe apapun
b. Prioritas 2 ( Kasus sedang )
1) Trauma thorax non asfeksia
2) Fraktur tertutup pada tulang panjang
3) Luka bakar terbatas
4) Cedera pada bagian/ jaringan lunak
c. Prioritas 3 ( Kasus ringan )
1) Minor injuries
2) Seluruh kasus- kasus ambulant/ jalan
d. Prioritas 0 ( kasus meninggal )
1) Tidak ada respon pada semua rangsangan
2) Tidak ada respirasi spontan
3) Tidak ada bukti aktivitas jantung
4) Tidak ada respon pupil terhadap cahaya
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau
cenderung akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang
menunjukkan kerusakan jaringan. Penilaian nyeri merupakan hal yang penting
untuk mengetahui intensitas dan menentukan terapi yang efektif. Intensitas
nyeri sebaiknya harus dinilai sedini mungkin dan sangat diperlukan
komunikasi yang baik dengan pasien. Derajat nyeri dapat dibagi secara
sederhana menjadi ringan, sedang, berat. Nyeri dapat digolongkan dalam
berbagai cara, yaitu menurut jenisnya, menurut timbulnya nyeri, menurut
penyebabnya, menurut derajat nyerinya.
Triase adalah proses memilah dan memilih pasien berdasarakan beban
penyakit serta memprioritaskan penanganan dan transportasi. Macam- macam
Triase
a. Hijau :Cedara minor tidak terlalu prioritas dalam penanganan
b. Kuning : Cedera tidak terlalu berat sehngga pasien butuh penangan
namun tidak prioritas
c. Merah : Pasien mengalami koma atau cedera sangat berat sehingga
butuh penangan segera
d. Hitam : Pasien sudah tidak bisa diselamatkan atau meninggal.
B. Saran
1. Bagi tenaga kesehatan diharapkan bisa lebih prefesional dalam
menangani setiap kasus pada pasien terkhusus pada pasien dengan
keluhan Nyeri
2. Bagi teman- teman yang sudah membaca makalah ini, semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi teman- teman semua. Untuk itu
kritik dan saran yang membangun dari teman- teman diharapakan
dapat membantu kami dalam perbaikan penyusunan dan penyampaian
isi materi yang kami sajikan pada makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Arsyawina, et all. Skala critical- care pain observational tool dan wong bekker faces
pain rating scale dalam menilai derajat nyeri pada pasien dengan ventilasi
mekanik, jurnal Keperawatan Poltekes Kemenkes Kalimantan Timur; 2014.
Available at:https://www.neliti.com>publicati on>critical- care
Hayati NI. Pengaruh Tekhnik distraksi dan relaksasi terhadap tingkat nyeri pada
pasien post operasi di Rumah Sakit Immanuel Bandung. Jurnal Ilmu
Kesehatan 2014; 8. Available at: http://ejournal. Stik-immanuel.ac.id/file.php?
file =dosen&id=503&cd=e37d8612c5615b4f
Mangku G, Senapathi TGA. ( 2010 ). Buku Ajar Ilmu Anastesia dan Reanimasi.
Jakarta : Indeks
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia. ( 2009 ).
Panduan tatalaksana Nyeri Operatif. Jakarta PP IDSAI

Anda mungkin juga menyukai