Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

TATALAKSANA NYERI

Pembimbing

dr. Farah Soraya, Sp. An

Oleh :

Elfa Nondi Almura DM

102121043

KEPANITERAAN KLINIK UNIVERSITAS BATAM BAGIAN

STASE ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF

RSUD RAJA AHMAD THABIB

TANJUNG PINANG

2023
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Referat dengan judul :

TATALAKSANA NYERI

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Stase
Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif

Tanjung Pinang, 07-06-2023

Pembimbing,

dr. Farah Soraya, Sp. An

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN ..............................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR...........................................................................................iv

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................2

A. Definisi Nyeri..................................................................................................2
B. Klasifikasi Nyeri..............................................................................................2
C. Fisiologi Nyeri.................................................................................................5
D. Jalur Nyeri di Sistem Syaraf Pusat..................................................................7
E. Patofisiologi Nyeri Secara Umum...................................................................8
F. Pengukuran Intensitas Nyeri............................................................................10
G. Penatalaksanaan Nyeri.....................................................................................13
BAB III KESIMPULAN.....................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Fisiologi Nyeri

Gambar 2 Mekanisme Nyeri Perifer

Gambar 3 Numerical Rating Scale (NRS)

Gambar 4 Visual Analogue Scale (VAS)

Gambar 5 The Faces Pain Scale

Gambar 6 WHO Three Step Analgesic Ladder

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 McGill Pain Questionnaire (MPQ)

v
BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri merupakan bagian dari pengalaman hidup sehari-hari. Nyeri bukan


hanya merupakan modalitas sensori tetapi juga merupakan suatu pengalaman Bila
tidak teratasi dengan baik nyeri dapat mempengaruhi aspek psikologis dan aspek
fisik dari penderita. Aspek psikologis meliputi kecemasan, takut, perubahan
kepribadian dan perilaku,gangguan tidur dan gangguan kehidupan sosial.
Sedangkan dari aspek fisik, nyeri mempengaruhi peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas.

Nyeri sering dilukiskan sebagai suatu yang berbahaya (noksius, protofatik)


atau yang tidak berbahaya (nonnoksius, epikritik) misalnya sentuhan ringan,
kehangatan, tekanan ringan. Nyeri dapat dirasakan/terjadi secara akut, dapat pula
dirasakan secara kronik oleh penderita. Nyeri akut akan disertai heperaktifitas
saraf otonom dan umumnya mereda dan hilang sesuai dengan laju proses
penyembuhan. Pemahaman tentang patofisiologi terjadinya nyeri sangatlah
penting sebagai landasan menanggulangi nyeri yang diderita oleh penderita. Bila
pengelolaan nyeri dan penyebab nyeri akut tidak dilaksanakan dengan baik, nyeri
itu dapat berkembang menjadi nyeri kronik. Nyeri bukan hanya berkaitan dengan
kerusakan struktural dari sistem saraf dan jaringan saja, tetapi juga menyangkut
kelainan transmiter yang berfungsi dalam proses penghantaran impuls saraf. Di
lain pihak, nyeri juga sangat mempengaruhi morbiditas, mortilitas, dan mutu
kehidupan

1
2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri


adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat
terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.1 Dari definisi dan konsep nyeri
di atas dapat di tarik dua kesimpulan. Yang pertama, bahwa persepsi nyeri
merupakan sensasi yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional
menyusul adanya kerusakan jaringan yang nyata. Jadi nyeri terjadi karena
adanya kerusakan jaringan yang nyata (pain with nociception). Yang kedua,
perasaan yang sama juga dapat timbul tanpa adanya kerusakan jaringan yang
nyata. Jadi nyeri dapat terjadi tanpa adanya kerusakan jaringan yang nyata
(pain without nociception).

B. Klasifikasi Nyeri

Nyeri dapat diklasifikasikan berdasar durasi waktu, etiologi, dan


intensitas. Klasifikasi nyeri seringkali diperlukan untuk menentukan pemberian
terapi yang tepat.2

1. Berdasarkan durasi (waktu terjadinya)


 Nyeri akut
Nyeri akut di definisikan sebagai nyeri yang dirasakan seseorang
selama beberapa detik sampai dengan 6 (enam) bulan. Nyeri akut
biasanya datang tiba-tiba, umumnya berkaitan dengan cidera spesifik,
jika ada kerusakan maka berlangsung tidak lama dan tidak ada
penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan proses
penyembuhan.
Beberapa pustaka lain menyebutkan nyeri akut adalah bila < 12
minggu. Nyeri antara 6-12 minggu adalah nyeri sub akut. Nyeri diatas
12 minggu adalah nyeri kronis.

2
4

 Nyeri kronis
Nyeri kronis sering didefenisikan sebagai nyeri yang
berlangsung selama 6 (enam) bulan atau lebih. Nyeri kronis
bersifat konstan atau intermiten yang menetap sepanjang satu
periode waktu. Nyeri kronis dapat tidakmempunyai awitan yang
ditetapkan dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini
tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan
pada penyebabnya.
2. Berdasarkan etiologi (penyebab timbulnya nyeri)
 Nyeri nosiseptik
Merupakan nyeri yang terjadi karena adanya
rangsangan/stimulus mekanis ke nosiseptor. Nosiseptor adalah
saraf aferen primer yang berfungsi untuk menerima dan
menyalurkan rangsang nyeri. Ujung - ujung saraf bebas nosiseptor
berfungsi sebagai saraf yang peka terhadap rangsangan mekanis,
kimia, suhu, listrik yang menimbulkan nyeri. Nosiseptor terletak di
jaringan subkutis, otot rangka, dan sendi.
 Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik erupakan nyeri yang terjadi karena adanya lesi
atau disfungsi primer pada sistem saraf. Nyeri neuropatik biasanya
berlangsung lama dan sulit untuk di terapi. Salah satu bentuk yang
umum dijumpai di praktek klinik adalah nyeri pasca herpes dan
nyeri neuropatik diabetika.
 Nyeri inflamatorik
Nyeri inflamatorik merupakan nyeri yang timbul akibat adanya
proses inflamasi. Nyeri inflamatorik kadang dimasukkan dalam
klasifikasi nyeri nosiseptif. Salah satu bentuk yang umum dijumpai
di praktek klinik adalah osteoarthritis.
 Nyeri campuran
5

Nyeri campuran merupakan nyeri yang etiologinya tidak jelas


antara nosiseptif maupun neuropatik atau nyeri memang timbul
akibat rangsangan pada nosiseptor maupun neuropatik. Salah satu
bentuk yang umum dijumpai adalah nyeri punggung bawah dan
ischialgia akibat HNP (Hernia Nukleus Pulposus)
3. Berdasarkan intensitasnya (berat ringannya)
 Tidak nyeri
Kondisi dimana seseorang tidak mengeluhkan adanya rasa nyeri
atau disebut juga bahwa seseorang terbebas dari rasa nyeri
 Nyeri ringan
Seseorang merasakan nyeri dalam intensitas rendah. Pada nyeri
ringan seseorang masih bisa melakukan komunikasi dengan baik,
masih bisa melakukan aktivitas seperti biasa dan tidak terganggu
kegiatannya.
 Nyeri sedang
Rasa nyeri seseorang dalam intensitas yang lebih berat.
Biasanya mulai menimbulkan respon nyeri sedang akan mulai
mengganggu aktivitas seseorang.
 Nyeri berat
Nyeri berat/ hebat merupakan nyeri yang dirasakan berat oleh
pasien dan membuat pasien tidak mampu melakukan aktivitas
seperti biasa, bahkan akan terganggu secara psikologis dimana
orang akan merasa marah dan tidak mampu untuk mengendalikan
diri.
4. Berdasarkan lokasi (tempat terasa nyeri)
 Nyeri somatik
Nyeri somatik merupakan nyeri yang timbul akibat ransangan
terhadap nosiseptor baik superfisial maupun dalam. Nyeri somatik
superfisial merupakan nyeri yang timbul akibat rangsangan atau
stimulasi nosiseptor di dalam kulit atau jaringan subcutan dan
mukosa yang mendasarinya. Hal ini ditandai dengan adanya
6

sensasi/ rasa berdenyut, panas atau tertusuk, dan mungkin berkaitan


dengan rasa nyeri yang disebabkan oleh stimulus yang secara
normal tidak mengakibatkan nyeri (misalnya allodinia), dan
hiperalgesia. Jenis nyeri ini biasanya konstan dan jelas lokasinya.
Nyeri superfisial biasanya terjadi sebagai respon terhadap luka
terpotong, luka gores dan luka bakar superfisial. Nyerisomatik
dalam diakibatkan oleh jejas pada struktur dinding tubuh (misalnya
otot rangka/skelet). Berlawanan dengan nyeri tumpul linu yang
berkaitan dengan organ dalam,nyeri somatic dapat diketahui di
mana lokasi persisnya pada tubuh, namun beberapa menyebar ke
daerah sekitarnya. Nyeri pasca bedah memiliki komponen nyeri
somatis dalam karena trauma dan jejas pada otot rangka.
 Nyeri visceral
Nyeri visceral merupakan nyeri yang timbul karena adanya jejas
pada organ dengan saraf simpatis. Nyeri ini dapat disebabkan oleh
distensi abnormal atau kontraksi pada dinding otot polos, tarikan
cepat kapsul yang menyelimuti suatu organ (misalnya hati), iskemi
otot skelet, iritasi serosa atau mukosa, pembengkakan atau
pemelintiran jaringan yang berlekatan dengan organ-organ ke
ruang peritoneal, dan nekrosis jaringan. Biasanya terasa sebagai
nyeri yang dalam, tumpul, linu, tertarik, diperas atau ditekan.
Termasuk dalam kelompok ini adalah nyeri alih (reffered pain).2

C. Fisiologi Nyeri

Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi,


sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik,
reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan
dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri : tranduksi,
transmisi, modulasi, dan persepsi.1

1. Transduksi
7

Suatu proses dimana akhiran saraf aferen menerjemahkan stimulus


(misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls nosiseptif. Ada tiga tipe serabut
saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu serabut A-beta, A-delta, dan C.
Serabut yang berespon secara maksimal terhadap stimulasi non noksius
dikelompokkan sebagai serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut
ini adalah A-delta dan C. Silent nociceptor, juga terlibat dalam proses
transduksi, merupakan serabut saraf aferen yang tidak bersepon terhadap
stimulasi eksternal tanpa adanya mediator inflamasi.
2. Transmisi
Suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu dorsalis medula
spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak. Neuron aferen
primer merupakan pengirim dan penerima aktif dari sinyal elektrik dan
kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu dorsalis medula spinalis dan
selanjutnya berhubungan dengan banyak neuron spinal.
3. Modulasi
Proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related neural
signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis, dan
mungkin juga terjadi di level lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti
mu, kappa, dan delta dapat ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif
juga mempunyai jalur desending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus,
dan area otak lainnya ke otak tengah (midbrain) dan medula oblongata,
selanjutnya menuju medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens
ini adalah penguatan, atau bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di
kornu dorsalis.
4. Persepsi
Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi
merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi, aspek
psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri adalah organ
tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang
berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang
berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secaara potensial merusak.
8

Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri


(nociseptor) ada yang bermiyelin dan ada juga yang tidak bermiyelin dari
syaraf aferen.

D. Jalur Nyeri di Sistem Syaraf Pusat

1. Jalur Asenden
Serabut saraf C dan A delta halus, yang masing-masing membawa nyeri
akut tajam dan kronik lambat, bersinap disubstansia gelatinosa kornu
dorsalis, memotong medula spinalis dan naik ke otak di cabang
neospinotalamikus atau cabang paleospinotalamikus traktus spino
talamikus anterolateralis. Traktus neospinotalamikus yang terutama
diaktifkan oleh aferen perifer A delta, bersinap di nukleus ventropostero
lateralis (VPN) talamus dan melanjutkan diri secara langsung ke kortek
somato sensorik girus pasca sentralis, tempat nyeri dipersepsikan sebagai
sensasi yang tajam dan berbatas tegas. Cabang paleospinotalamikus, yang
terutama diaktifkan oleh aferen perifer serabt saraf C adalah suatu jalur
difus yang mengirim kolateral-kolateral ke formatio retikularis batang otak
dan struktur lain. Serat-serat ini mempengaruhi hipotalamus dan sistem
limbik serta kortek serebri.3
2. Jalur Desenden
Salah satu jalur desenden yang telah di identifikasi adalah mencakup 3
komponen yaitu :
 Bagian pertama adalah substansia grisea periaquaductus (PAG ) dan
substansia grisea periventrikel mesenssefalon dan pons bagian atas
yang mengelilingi aquaductus Sylvius.
 Neuron-neuron di daerah satu mengirim impuls ke nukleus ravemaknus
(NRM) yang terletak di pons bagian bawah dan medula oblongata
bagian atas dan nukleus retikularis paragigantoselularis (PGL) di
medula lateralis.
9

 Impuls ditransmisikan ke bawah menuju kolumna dorsalis medula


spinalis ke suatu komplek inhibitorik nyeri yang terletak di kornu
dorsalis medula spinalis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.3

Gambar 1 Fisiologi Nyeri

E. Patofisiologi nyeri secara umum

Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intesitas tinggi
maupun rendah seperti perenggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel
yang mengalami nekrotik akan merilis K + dan protein intraseluler.
Peningkatan kadar K + ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi
nociceptor, sedangkan protein pada beberapa keadaan akan menginfiltrasi
mikroorganisme sehingga menyebabkan peradangan / inflamasi. Akibatnya,
mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan histamin
yang akan merangasng nosiseptor sehingga rangsangan berbahaya dan tidak
berbahaya dapat menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia). Selain itu
10

lesi juga mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradikinin dan


serotonin akan terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi oklusi
pembuluh darah maka akan terjadi iskemia yang akan menyebabkan akumulasi
K + ekstraseluler dan H + yang selanjutnya mengaktifkan nosiseptor. Histamin,
bradikinin, dan prostaglandin E2 memiliki efek vasodilator dan meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema lokal, tekanan
jaringan meningkat dan juga terjadi perangsangan nosiseptor. Bila nosiseptor
terangsang maka mereka melepaskan substansi peptida P (SP) dan kalsitonin
gen terkait peptida (CGRP), yang akan merangsang proses inflamasi dan juga
menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah.
Peransangan nosiseptor inilah yang menyebabkan nyeri. 4 Untuk lebih jelasnya
lihat gambar dibawah ini

Gambar 2 Mekanisme Nyeri Perifer


 Neuroregulator Nyeri
Neuroregulator atau substansi yang berperan dalam transmisi stimulus
saraf dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu neurotransmitter dan
neuromodulator. Neurotransmitter mengirimkan impuls-impuls elektrik
melewati rongga sinaps antara dua serabut saraf, dan dapat bersifat sebagai
11

penghambat atau dapat pula mengeksitasi. Sedangkan neuromodulator


dipercaya bekerja secara tidak langsung dengan meningkatkan atau
menurunkan efek partokular neurotransmitter. Beberapa neuroregulator
yang berperan dalam penghantaran impuls nyeri antara lain adalah:
1. Neurotransmiter
 Substansi P (Peptida)
Ditemukan pada neuron nyeri di kornu dorsalis (peptide
eksitator) berfungsi untuk menstranmisi impuls nyeri dari perifer
ke otak dan dapat menyebabkan vasodilatasi dan edema
 Serotonin
Dilepaskan oleh batang otak dan kornu dorsalis untuk
menghambat transmisi nyeri.
 Prostaglandin
Dibangkitkan dari pemecahan pospolipid di membrane sel
dipercaya dapat meningkatkan sensitivitas terhadap sel.
2. Neuromodulator
 Endorfin (morfin endogen)
Merupakan substansi sejenis morfin yang disuplai oleh tubuh.
Diaktivasi oleh daya stress dan nyeri. Terdapat pada otak, spinal,
dan tractus gastrointestinal. Berfungsi memberi efek analgesik.
 Bradikinin
Dilepaskan dari plasma dan pecah disekitar pembuluh darah
pada daerah yang mengalami cedera. Bekerja pada reseptor saraf
perifer, menyebabkan peningkatan stimulus nyeri. Bekerja pada sel,
menyebabkan reaksi berantai sehingga terjadi pelepasan
prostaglandin

F. Pengukuran Intensitas Nyeri

Nyeri merupakan masalah yang sangat subjektif yang dipengaruhi oleh


psikologis, kebudayaan dan hal lainnya, sehingga mengukur intensitas nyeri
12

merupakan masalah yang relatif sulit. Ada beberapa metoda yang umumnya
digunakan untuk menilai intensitas nyeri, antara lain :5

1. Verbal Rating Scale (VRSs)


Metod aini menggunakan suatu word list untuk mendiskripsikan nyeri
yang dirasakan. Pasien disuruh memilih kata-kata atau kalimat yang
menggambarkan karakteristik nyeri yang dirasakan dari word list yang
ada. Metoda ini dapat digunakan untuk mengetahui intensitas nyeri dari
saat pertama kali muncul sampai tahap penyembuhan. Penilaian ini
menjadi beberapa kategori nyeri yaitu:
 tidak nyeri (none)
 nyeri ringan (mild)
 nyeri sedang (moderate)
 nyeri berat (severe)
 nyeri sangat berat (very severe)
2. Numerical Rating Scale (NRSs)
Metoda ini menggunakan angka-angka untuk menggambarkan range
dari intensitas nyeri. Umumnya pasien akan menggambarkan intensitas
nyeri yang dirasakan dari angka 0-10. ”0”menggambarkan tidak ada nyeri
sedangkan ”10” menggambarkan nyeri yang hebat.

Gambar 3 Numerical Rating Scale (NRSs)

3. Visual Analogue Scale (VASs)


13

Metoda ini paling sering digunakan untuk mengukur intensitas nyeri.


Metoda ini menggunakan garis sepanjang 10 cm yang menggambarkan
keadaan tidak nyeri sampai nyeri yang sangat hebat. Pasien menandai
angka pada garis yang menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakan.
Keuntungan menggunakan metoda ini adalah sensitive untuk mengetahui
perubahan intensitas nyeri, mudah dimengerti dan dikerjakan, dan dapat
digunakan dalam berbagai kondisi klinis. Kerugiannya adalah tidak dapat
digunakan pada anak-anak dibawah 8 tahun dan mungkin sukar diterapkan
jika pasien sedang berada dalam nyeri hebat.

Gambar 4 Visual Analogue Scale (VAS)

4. McGill Pain Questionnaire (MPQ)


Metoda ini menggunakan check list untuk mendiskripsikan gejala-
gejal nyeri yang dirasakan. Metoda ini menggambarkan nyeri dari
berbagai aspek antara lain sensorik, afektif dan kognitif. Intensitas nyeri
digambarkan dengan merangking dari ”0” sampai ”3”. (terdapat di
lampiram)

5. The Faces Pain Scale


14

Metoda ini dengan cara melihat mimik wajah pasien dan biasanya
untuk menilai intensitas nyeri pada anak-anak.

Gambar 5 The Faces Pain Scale


G. Penatalaksanaan Nyeri

Semua obat yang mempunyai efek analgetika biasanya efektif untuk


mengatasi nyeri akut. Hal ini dimungkinkan karena nyeri akut akan mereda
atau hilang sejalan dengan laju proses penyembuhan jaringan yang sakit.
Dalam melaksanakan farmakoterapi terdapat beberapa prinsip umum dalam
pengobatan nyeri. Perlu diketahui sejumlah terbatas obat dan pertimbangkan
berikut:

 Bisakan pasien minum analgesik oral?


 Apakah pasien perlu pemberian iv untuk mendapat efek analgesik cepat?
 Bisakan anestesi lokal mengatasi nyeri lebih baik, atau digunakan dalam
kombinasi dengan analgesik sistemik?
 Bisakan digunakan metode lain untuk membantu meredakan nyeri, misal
pemasangan bidai untuk fraktur, pembalut luka bakar.
15

Gambar 6 WHO Three Step Amalgesic Ladder

Praktik dalam tatalaksana nyeri, secara garis besar stategi farmakologi


mengikuti ”WHO Three Step Analgesic Ladder” yaitu :6

 Tahap pertama dengan menggunakan abat analgetik nonopiat seperti NSAID


atau COX2 spesific inhibitors.
 Tahap kedua, dilakukan jika pasien masih mengeluh nyeri. Maka diberikan
obat-obat seperti pada tahap 1 ditambah opiat secara intermiten.
 Tahap ketiga, dengan memberikan obat pada tahap 2 ditambah opiat yang
lebih kuat.

Penanganan nyeri berdasarkan patofisiologi nyeri paada proses transduksi


dapat diberikan anestesik lokal dan atau obat anti radang non steroid, pada
transmisi inpuls saraf dapat diberikan obat-obatan anestetik lokal, pada proses
modulasi diberikan kombinasi anestetik lokal, narkotik, dan atau klonidin, dan
pada persepsi diberikan anestetik umum, narkotik, atau parasetamol

1. Analgesik non-opioid (obat anti inflamasi non steroid/OAINS)


Langkah pertama, sering efektif untuk penatalaksanaan nyeri ringan
sampai sedang, menggunakan analgesik nonopioid, terutama asetaminofen
(tylenol) dan OAINS. Tersedia bermacam-macam OAINS dengan efek
antipiretik, analgesik, dan anti inflamasi (kecuali asetaminofen). OAINS
yang sering digunakan adalah asam asetil salisilat (aspirin) dan ibuprofen
(advil). OAINS sangat efektif untuk mengatasi nyeri akut derajat ringan,
penyakit meradang yang kronik seperti artritis, dan nyeri akibat kanker
ringan.
Pembagian Obat Anti Inflamasi Non Steroid OAINS mengahasilkan
analgesia dengan bekerja di tempat cedera melalui inhibisi sintesis
prostaglandin dari prekursor asam arakidonat. Prostaglandin
16

mensensitisasi nosiseptor dan bekerja secara sinergis dengan produk


inflamatorik lain di tempat cedera, misalnya bradikinin dan histamin,
untuk menimbulkan hiperalgesia. Dengan demikian, OAINS mengganggu
mekanisme transduksi di nosiseptor dengan menghambat sintesis
prostaglandin.
Berbeda dengan opioid, OAINS tidak menimbulkan ketergantungan
atau toleransi fisik. Semua memiliki ceiling effect yaitu peningkatan dosis
melebihi kadar tertentu tidak menambah efek analgesik. Penyulit yang
tersering berkaitan dengan pemberian OAINS adalah gangguan saluran
cerna, meningkatnya waktu pendarahan, pengelihatan kabur, perubahan
minor uji fungsi hati, dan berkurangnya fungsi hati, dan berkurangnya
fungsi ginjal.

2. Analgesik opioid
Opioid saat ini adalah analgesik paling kuat yang tersedia dan
digunakan dalam pengobatan nyeri sedang sampai berat. Morfin adalah
salah satu obat yang paling luas digunakan untuk mengobati nyeri berat
dan masih standar pembanding untuk menilai obat analgesik lain.
Berbeda dengan OAINS, yang bekerja di perifer, morfin
menimbulkan efek analgesiknya di sentral. Mekanisme pasti kerja opioid
telah semakin jelas sejak penemuan resptor-reseptor opioid endogen di
system limbik, talamus, PAG, substansia gelatinosa, kornu dorsalis dan
usus. Opioid endogen seperti morfin menimbulkan efek dengan mengikat
reseptor opioid dengan cara serupa dengan opioid endogen (endorphin
enkefalin); yaitu morfin memiliki efek agonis (meningkatkan kerja
reseptor). Dengan mengikatreseptor opioid di nukleus modulasi-nyeri di
batang otak, morfin menimbulkan efek pada sistem-sistem desenden yang
menghambat nyeri. Obat-obat golongan opioid memiliki pola efek
samping yang sangat mirip termasuk depresi pernafasan, mual, muntah,
sedasi, dan konstipasi. Selain itu, semua opioid berpotensi menimbulkan
toleransi, ketergantungan dan ketagihan (adiksi). Toleransi adalah
17

kebutuhan fisiologik untuk dosis yang lebih tinggi untuk mempertahankan


efek analgesik obat. Toleransi terhadap opioid tersebut diberikan dalam
jangka panjang, misalnya pada terapi kanker. Walaupun terdapat toleransi
silang yang cukup luas diantara obat-obat opioid, hal tersebut tidaklah
komplete. Misalnya codein, tramadol, morfin solutio.
3. Antagonis dan agonis-antagonis opioid
Antagonis opioid adalah obat yang melawan efek obat opioid dengan
mengikat reseptor opioid dan menghambat pengaktifannya. Nalokson,
suatu
antagonis opioid murni, menghilangkan analgesia dan efek samping
opioid.
Nalokson digunakan untuk melawan efek kelebihan dosis narkotik, yaitu
yang paling serius adalah depresi nafas dan sedasi. Obat opioid lain adalah
kombinasi agonis dan anatagonis, seperti pentazosin (talwin) dan
butorfanol (stadol). Apabila diberikan kepada pasien yang bergantung pada
narkotik, maka obat-obat ini dapat memicu gejala- gejala putus obat.
Agonis antagonis opioid adalah analgetik efektif apabila diberikan
tersendiri dan lebih kecil kemungkinannya menimbulkan efek samping
yang tidak diinginkan (misalnya depresi pernafasan) dibandingkan dengan
antagonis opioid murni.
4. Adjuvan atau koanalgesik
Obat adjuvan atau koanalgetik adalah obat yang semula
dikembangkan untuk tujuan selain menghilangkan nyeri tetapi kemudian
ditemukan memilki sifat analgetik atau efek komplementer dalam
penatalaksanaan pasien dengan nyeri. Sebagian dari obat ini sangat efektif
dalam mengendalikan nyeri neuropatik yang mungkin tidak berespon
terhadap opioid. Anti kejang, seperti karbamazepin atau fenitoin (dilantin),
telah terbukti efektif untuk mengatasi nyeri menyayat yang berkaitan
dengan kerusakan saraf. Anti kejang ini efektif untuk nyeri neuropatik
karena obat golongan ini menstabilkan membran sel saraf dan menekan
respon akhir di saraf. Antidepresan trisiklik, seperti amitriptilin atau
18

imipramin, adalah analgetik yang sangat efektif untuk nyeri neuropatik


serta berbagai penyakit lain yang menimbulkan nyeri. Aplikasi-aplikasi
spesifik adalah terapi untuk neuralgia pasca herpes, invasi struktur saraf
karena karsinoma, nyeri pasca bedah, dan artritis reumatoid. Pada
pengobatan untuk nyeri, antidepresan trisiklik tampaknya memiliki efek
analgetik yang independen dari aktivitas antidepresan.
Obat adjuvan lain yang bermanfaat dalam pengobatan nyeri adalah
hidroksizin (vistaril), yang memiliki efek analgetik pada beberapa
penyakit
dan efek aditif apabila diberikan bersama morfin; pelemas otot misalnya
diazepam (valium), yang digunakan untuk mengobati kejang otot yang
berkaitan dengan nyeri; dan steroid misalnya dexametason, yang telah
digunakan untuk mengendalikan gejala yang berkaitan dengan kompresi
medula spinalis atau metastasis tulang pada pasien kanker.
Adjuvan lain untuk analgesia adalah agonis reseptor adrenergik-alfa
(misalnya, agonis alfa-2, klonidin), yang sering diberikan secara
intraspinal
bersama dengan opioid atau anestetik lokal; obat ini juga memiliki efek
analgetik apabila diberikan secara sistemis karena memulihkan respons
adrenergik simpatis yang berlebihan di reseptor sentral dan perifer.
Antagonis alfa-1, prazosin, juga pernah digunakan dalam penatalaksanaan
nyeri yang disebabkan oleh sistem simpatis. Efek samping utama dari
obat-obat ini adalah hipotensi dan potensial depresi pernafasan yang
diinduksi oleh opioid.
19
BAB III

KESIMPULAN

Nyeri merupakan hal seringkali kita jumpai pada dunia praktek


kedokteran. Nyeri merupakan manifestasi dari suatu proses patologis yang terjadi
di dalam tubuh. Nyeri akut merupakan sensibel nyeri yang mempunyai manfaat.
Bila pengelolaan nyeri dan penyebab nyeri akut tidak dilaksanakan dengan baik,
nyeri itu dapat berkembang menjadi nyeri kronik. Pengobatan yang direncanakan
untuk menangulangi nyeri harus diarahkan kepada proses penyakit yang
mendasarinya untuk mengendalikan nyeri tersebut. Pemahaman tentang
patofisiologi terjadinya nyeri sangatlah penting sebagai landasan menanggulangi
nyeri yang diderita oleh penderita. Semua obat analgetika efektif untuk
menanggulangi nyeri akut ini

18
21
DAFTAR PUSTAKA

1. Tamsuri. 2007. Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta:EGC


2. Pinzon. 2016. Pengkajian Nyeri. Yogyakarta : Betha Grafika
3. Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi. Jakarta:EGC
4. Silbernagl Lang, 2000. Pain in Color Atlas of Pathophysiology, Thieme
New York. 320-321
5. Benzon, et al., The Assesment of Pain, In Essential of Pain Medicine and
Regional Anaesthesia, 2nd ed, Philadelphia, 2005
6. Morgan, G.E., Pain Management, In: Clinical Anesthesiology 2 nd ed.
Stanford: Appleton and Lange, 1996, 274-316
Lampiran

McGill Pain Questionnaire (MPQ)

Nama Pasien : Tanggal :

Rasa Tidak Ada Ringan Sedang Berat


Cekot – cekot 0) 1) 2) 3)
Menyentak 0) 1) 2) 3)
Menikam (seperti 0) 1) 2) 3)
pisau)
Tajam (seperti silet) 0) 1) 2) 3)

Keram 0) 1) 2) 3)
Menggigit 0) 1) 2) 3)
Terbakar 0) 1) 2) 3)
Ngilu 0) 1) 2) 3)
Berat / Pegal 0) 1) 2) 3)
Nyeri Sentuh 0) 1) 2) 3)
Mencabik – cabik 0) 1) 2) 3)
Melelahkan 0) 1) 2) 3)
Memualkan 0) 1) 2) 3)
Menghukum -kejam 0) 1) 2) 3)

Anda mungkin juga menyukai