Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH PALIATIF

RESPON NYERI dan SYNTOM LAINNYA PADA PASIEN TERMINAL

Kelompok 3/ A12-A

I GUSTI AGUNG DIANA RATRI ASTUTI 18.321.2832

I MADE AGUNG SURYA DIYASA 18.321.2834

NI LUH PUTU MAS ARI PUSPA DEWI 18.321.2841

NI LUH PUTU WIDI WULANDARI 18.321.2843

NI MADE VINA WIDYA YANTI 18.321.2849

NI NYOMAN BUDI RAHAYU 18.321.2850

NI PUTU ARI ADNYANI 18.321.2852

PUTU DIAH WULANDARI 18.321.2862

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STIKES WIRA MEDIKA BALI
2020
A. Pengertian
The International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai
“an unpleasant sensory and emotional experience which we primarily associate with
tissue damage or describe in terms of such damage, or both”.Definisi ini menyatakan
bahwa nyeri merupakan phenomena kombinasi dari aspek sensory, emosional, kognitif
dan eksistensi dari keadaan pathology fisik tidaklah mutlak muncul pada pasien
yang sedang mengalami nyeri. (The IASP, dalam Parrot, 2002)
Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal dan bersifat individual.
Walaupun demikian nyeri dapat pula diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak
menyenangkan baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya
suatu kerusakan jaringan atau factor lain, sehingga individu merasa tersiksa,
menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis dan lain-lain.

B. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan kedalam beberapa golongan berdasarkan pada tempat,
sifat, berat ringannya nyeri dan waktu lamanya serangan.
1. Nyeri berdasarkan tempatnya:
a. Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya
pada mukosa, kulit.
b. Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih
dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.
c. Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan kebagian tubuh
didaerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
d. Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada
system saraf pusat, spinal cord, batang otak, thalamus dan lain-lain.
2. Nyeri berdasarkan sifatnya:
a. Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
b. Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan
dalam waktu yang lama.
c. Paroxysmal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat
sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap sekitar 10-15 menit, lalu
menghilang, kemudian timbul lagi.
3. Nyeri berdasarkan berat-ringannya:
a. Nyeri rendah, yaitu nyeri dengan intensitas rendah.
b. Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.
c. Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
4. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan:
a. Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat
dan berakhir kurang dari enam bulan, sumberdan daerah nyeri
diketahui dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka,
seperti luka operasi, ataupun pada suatu penyakit arteriosclerosis
pada arteri koroner.
b. Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri
kronis ini polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun.

C. Etiologi Nyeri
Penyebab nyeri dapat diklasifikasi kedalam dua golongan yaitu penyebab yang
berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikologis. Secara fisik misalnya,
penyebab adalah trauma (mekanik, thermal, kimiawi maupun elektrik), neoplasma,
peradangan, gangguan sirkulasi darah dan lain-lain.
1. Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas mengalami
kerusakan akibat benturan, gesekan ataupun luka.
2. Trauma thermal menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat
rangsangan akibat panas atau dingin.
3. Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang kuat.
4. Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik yang
kuat mengenai reseptor rasa nyeri.
5. Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau kerusakan
jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga karena tarikan, jepitan atau
metastase.
6. Nyeri pada peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor
akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa nyeri yang disebabkan oleh faktor fisik berkaitan dengan
terganggunya serabut saraf reseptor nyeri.
7. Nyeri yang disebabkan oleh factor psikologis merupakan nyeri yang
dirasakan bukan karena penyebab organic, melainkan akibat trauma
psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik. Nyeri karena factor ini disebut pula
psychogenic pain.

D. Patofisiologi Nyeri
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-zat kimia
seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat tersebut
merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan tersebut
akan dihantarkan ke hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di korteks nyeri
akan di persiapkan sehingga individu mengalami nyeri. Selain dihantarkan ke
hypotalamus nyeri dapat menurunkan stimulasi terhadap reseptor mekanin sensitive
pada termosensitif sehingga dapat juga menyebabkan atau mengalami nyeri (wahit
chayatin, N.mubarak, 2007).

E. Penanganan Nyeri (Pain Management)


Managemen nyeri atau Pain management adalah salah satu bagian dari displin ilmu medis
yang berkaitan dengan upaya-upaya menghilangkan nyeri atau pain relief. Management
nyeri ini menggunakan pendekatan multidisiplin yang didalamnya termasuk
pendekatan farmakologikal (termasuk pain modifiers), non farmakologikal dan
psikologikal. Setiap orang memiliki persepsi yang sangat berbeda dengan orang lain
terhadap nyeri yang mungkin sedang dialami. Perbedaan inilah yang mendorong
perawat untuk meningkatkan kemampuan dalam menyediakan peningkatan rasa
nyaman bagi klien dan mengatasi rasa nyeri. Hal yang sangat mendasar bagi
perawat dalam melaksanakannya adalah kepercayaan perawat bahwa rasa nyeri yang
dialami oleh kliennya adalah sungguh nyata terjadi, kesediaan perawat untuk terlibat
dalam menghadapi pengalaman nyeri yang dialami oleh klien dan kompetensi
untuk terus mengembangkan upaya-upaya mengatasi nyeri atau pain
management. Strategi keperawatan utama yang spesifik dalam meningkatkan rasa
nyaman bagi pasien yang sedang mengalami nyeri, bersifat farmakologi dan non
farmakologi. Tapi Tindakan mengatasi nyeri –pain management, yang dapat
dilakukan oleh perawat sebagai penyedia asuhan keperawatan.
1. Managemen Nyeri FarmakologikalYaitu terapi farmakologis untuk
menanggulangi nyeri dengan caramemblokade transmisi stimulan nyeri agar
terjadi perubahan persepsi dan dengan mengurangi respon kortikal terhadap
nyeri. Adapun obat yang digunakan untuk terapi nyeri adalah:
a. Analgesik Narkotik menghilangkan nyeri dengan merubah aspek
emosional dari pengalaman nyeri (misal : persepsi nyeri).
b. Analgesik Lokal, Analgesik bekerja dengan memblokade konduksi
saraf saat diberikan langsung keserabut saraf.
c. Analgesik yang dikontrol klien Sistem analgesik yang dikontrol klien
terdiri dari impus yang diisi narotika menurut resep, dipasang dengan
pengatur pada lubang injeksi intravena.
d. Obat –obat nonsteroid, obat-obat non steroid non inflamasi bekerja
terutama terhadap penghambat sintesa prostaglandin. Pada dosis rendah
obat-obat ini bersifat analgesik. Pada dosis tinggi obat ini bersifat anti
inflamatori,sebagai tambahan dari khasiat analgesik.
2. Managemen Nyeri Non Farmakologikal merupakan upaya-upaya mengatasi atau
menghilangkan nyeri dengan menggunakan pendekatan non farmakologi.
Upaya-upaya tersebut antara lain dengan distraksi, relaksasi, massage, akupuntur
oleh akupunturist, therapy music, pijatan, dan guided imaginary yang dilakukan
oleh seseorang yang ahli dibidangnya dan disebut sebagai therapist. Setiap
individu membutuhkan rasa nyaman. Kebutuhan rasa nyaman ini
dipersepsikan berbeda pada tiap orang. Dalam konteks asuhan
keperawatan, perawat harus memperhatikan dan memenuhi rasa nyaman.
Gangguan rasa nyaman yang dialami oleh klien diatasi oleh perawat melalui
intervensi keperawatan.

F. Tujuan Penanganan Nyeri (Pain Management)


1. Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri.
2. Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi gejala nyeri
kronis yang persisten.
3. Mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan akibat nyeri.
4. Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi terhadap terapi nyeri.
5. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan kemampuan
pasien untuk menjalankan aktivitas sehari-hari.

G. Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri


1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon
nyeri pada anak.
a. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis
dan mengalami kerusakan fungsi.
b. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka
mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan
mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri
diperiksakan.
2. Jenis kelamin (Tidak terlalu signifikan)
3. Ansietas Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa
menyebabkan seseorang cemas.
4. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri
yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah
tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam
mengatasi nyeri.
5. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi
nyeri.
6. Support keluarga dan social Individu yang mengalami nyeri seringkali
bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh
dukungan dan perlindungan,dll.
DAFTAR PUSTAKA

Parrot T. 2002. Pain Management In Primary-Care Medical Practice. In: Tollison CD,
Satterthwaithe JR, Tollison JW, eds. Practical Pain Management. 3rded. Philadelpia, PA:
Lippincott Williams & Wilkins.
Prasetyo Nian Sigit. (2010). Konsep dan proses Keperawatan Nyeri.Jakarta : Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai