Kelompok 2/A12-A
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
“Dampak Psikologis, Sosial Dan Emosional Pasien dan Keluarganya Terhadap
Respon Nyeri dan Symtom ”. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik di masa kini
ataupun masa yang akan datang bagi pembaca umumnya dan tenaga kesehatan
khususnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
usia dengan penurunan kualitas hidup sehingga status lansia dalam kondisi
sehat atau sakit
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan palliative pada lanjut usia
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan makalah ini antara lain :
a. Mampu menjelaskan permasalahan palliative care yang terjadi pada
pasien lanjut usia
b. Mampu menjelaskan dan menerapkan tindakan terapeutik untuk
perawatan palliative pada pasien lanjut usia
c. Mampu menerapkan asuihan keperawatan yang sesuai dengan pasien
lanjut usia yang mengalami permasalahan palliative
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
1. Kehilangan finansial
2. Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan dengan posisi yang
tinggi lengkap dengan fasilitasnya).
3. Kehilangan teman/relasi atau kenalan .
4. Kehilangan pekerjaan/kegiatan
5. Merasakan atau sadar akan kematian
6. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan
bergerak lebih sempit.
7. Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan, meningkatnya
biaya hidup pada penghasilan yang sulit, bertambahnya biaya
pengobatan
8. Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
4
Hal ini dapat menjadi tanda bahwa maturitas dan kemesraan antara
kedua pasangan sepenuhnya normal. Ketertarikan terhadap hubungan
intim dapat terulang antara pasangan dalam membentuk ikatan fisik dan
emosional secara mendalam selama masih mampu melaksanakan.
b. Perubahan Perilaku
Pada lansia sering dijumpai terjadinya perubahan perilaku
diantaranya: daya ingat menurun, pelupa, sering menarik diri, ada
kecendrungan penurunan merawat diri, timbulnya kecemasan karena
dirinya sudah tidak menarik lagi, lansia sering menyebabkan sensitivitas
emosional seseorang yang akhinya menjadi sumber banyak masalah.
c. Pembatasan Fisik
Semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami
kemunduran terutama dibidang kemampuan fisik yang dapat
mengakibatkan penurunan pada peranan – peranan sosialnya. Hal ini
mengakibatkan pula timbulnya ganggun di dalam hal mencukupi
kebutuhan hidupnya sehingga dapat meningkatkan ketergantunan yang
memerlukan bantuan orang lain.
d. Palliative Care
Pemberian obat pada lansia bersifat palliative care adalah obat
tersebut ditunjukan untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakan oleh
lansia. Fenomena poli fermasi dapat menimbulkan masalah, yaitu
adanya interaksi obat dan efek samping obat.
Sebagai contoh klien dengan gagal jantung dan edema mungkin
diobatai dengan dioksin dan diuretika. Diuretik berfungsi untu
mengurangi volume darah dan salah satu efek sampingnya yaitu
keracunan digosin. Klien yang sama mungkin mengalami depresi
sehingga diobati dengan antidepresan. Dan efek samping inilah yang
menyebaban ketidaknyaman lansia.
e. Pengunaan Obat
Medikasi pada lansia memerlukan perhatian yang khusus dan
merupakan persoalan yang sering kali muncul dimasyarakat atau rumah
5
sakit. Persoalan utama dan terapi obat pada lansia adalah terjadinya
perubahan fisiologi pada lansia akibat efek obat yang luas, termasuk
efek samping obat tersebut. (Watson, 1992).
Dampak praktis dengan adanya perubahan usia ini adalah bahwa
obat dengan dosis yang lebih kecil cenderung diberikan untuk lansia.
Namun hal ini tetap bermasalah karena lansia sering kali menderita
bermacam-macam penyakit untuk diobati sehingga mereka
membutuhkan beberapa jenis obat. Persoalan yang dialami lansia dalam
pengobatan adalah :
1) Bingung
2) Lemah ingatan
3) Penglihatan berkurang
4) Tidak bias memegang
5) Kurang memahami pentingnya program tersebut unuk dipatuhi
6) Kesehatan mental
6
c. Problem nutrisi dan cairan;
Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi
abdomen, kehilangan BB bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering
dan membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena
asupan cairan menurun
d. Problem suhu;
Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut
e. Problem sensori;
Penglihatan menjadi kabur, reflex berkedip hilang saat mendekati
kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran
menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun. Penglihatan
kabur, pendengaran berkurang, sensasi menurun.
f. Problem nyeri ;
Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intravena,
pasien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan
meningkatkan kenyamanan
g. Problem kulit dan mobilitas;
Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit sehingga
pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
7
Life, and Add Years to Life, yaitu meningkatkan mutu kehidupan lanjut
usia, meningkatkan kesehatan, dan memperpanjang usia.
b. Pendekatan
Menurut World Health Organization (1982), pendekatan yang
digunakan adalah sebagai berikut :
1. Menikmati hasil pembangunan (sharing the benefits of social
development)
2. Masing-masing lansia mempunyai keunikan (individuality of aging
persons)
3. Lansia diusahakan mandiri dalam berbagai hal (nondependence)
4. Lansia turut memilih kebijakan (choice)
5. Memberikan perawatan di rumah (home care)
6. Pelayanan harus dicapai dengan mudah (accessibility)
7. Mendorong ikatan akrab antar kelompok/ antar generasi (engaging
the aging)
8. Transportasi dan utilitas bangunan yang sesuai dengan lansia
(mobility)
9. Para lansia dapat terus berguna dalam menghasilkan karya
(productivity)
10. Lansia beserta keluarga aktif memelihara kesehatan lansia (self help
care and family care)
c. Jenis
Jenis pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi tim upaya kesehatan,
yaitu:
1) Promotif
Upaya promotif juga merupakan proses advokasi kesehatan
untuk meningkatkan dukungan klien, tenaga profesional dan
masyarakat terhadap praktek kesehatan yang positif menjadi norma-
norma sosial.Upaya perlindungan kesehatan bagi lansia sebagai
berikut :
a) Meningkatkan keamanan di tempat kerja
8
b) Mengurangi cidera
c) Meningkatkan perlindungan dari kualitas udara yang buruk
d) Meningkatkan keamanan, penanganan makanan dan obat-
obatan
e) Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mulut
2) Preventif
Mencakup pencegahan primer, sekunder. Contoh pencegahan
primer : program imunisasi, konseling, dukungan nutrisi, exercise,
keamanan di dalam dan sekitar rumah, menejemen stres,
menggunakan medikasi yang tepat. Melakukakn pencegahan
sekuder meliputi pemeriksaan terhadap penderita tanpa gejala.
Jenis pelayanan pencegahan sekunder: kontrol hipertensi,
deteksi dan pengobatan kanker, skrining : pemeriksaan rektal,
mamogram, papsmear, gigi, mulut. Melakukan pencegahan tersier
dilakukan sesudah gejala penyakit dan cacat. Jenis pelayanan
mencegah berkembangnya gejala dengan memfasilisasi rehabilitasi,
medukung usaha untuk mempertahankan kemampuan anggota
badan yang masih berfungsi.
3) Rehabilitatif
Kegiatan atau serangkaian kegiatan untuk mngembalikan bekas
penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi
sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan
masyarakat semaksimal mungkin.
2. Prinsip Pelayanan Kesehatan Lansia
a) Pertahankan lingkungan aman
b) Pertahankan kenyamanan, istirahat, aktifitas dan mobilitas
c) Pertahankan kecukupan gizi
d) Pertahankan fungsi pernafasan
e) Pertahankan aliran darah
f) Pertahankan kulit
g) Pertahankan fungsi pencernaan
9
h) Pertahankan fungsi saluran perkemihaan
i) Meningkatkan fungsi psikososial
j) Pertahankan komunikasi.
3. Kriteria Pelayanan Paliatif
Sesuai Indikator :
Pasien memiliki satu/lebih co-morbid, namun tidak terbatas pada:
Penyakit jantung, demensia, MCI, dekubitus, DM, COPD, sepsis, infeksi
berulang, dll
Pasien dan/atau keluarga berhak memilih untuk tidak meneruskan
pemeriksaan/perawatan di rumah sakit selanjutnya (tapi bukan berarti putus
sama pelayanan kesehatan, perawatan rumah bisa sebagai bagian dari
perawatan RS lainnya)
4. Pelayanan Paliatif
Kegiatan aktif :
a) Menghilangkan keluhan yang mengganggu à simptomatis
b) Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual à menerima kondisi
penyakit
c) Dukungan kepada pasien untuk tetap hidup aktif-kreatif
d) Dukungan kepada keluarga dalam menghadapi penyakit dan masaduka
5. Program Penting Pelayanan Paliatif
a) Penatalaksanaan sesuai panduan dan protokol tertulis
b) Merawat pasien dalam setting rumah sekaligus RS
c) Dukungan komunikasi tenaga kesehatan yang memuaskan
d) Peran serta keluarga sangat luas dan menyeluruh
e) Family counseling / Family conference
6. Tujuan Keperawatan Pasien Dengan Kondisi Terminal
Perawatan Penyakit Terminal Tujuan keperawatan pasien dengan
kondisi terminal secara umum menurut Stuart & Sundeen (2009) adalah
sebagai berikut :
a) Menghilangkan atau mengurangi rasa kesendirian, takut dan depresi
b) Mempertahankan rasa aman, harkat dan rasa berguna
10
c) Membantu pasien menerima rasa kehilangan
d) Membantu kenyamanan fisik
e) Mempertahankan harapan (faith and hope)
7. Komunikasi Terapeutik Pada Palliative Care
a. Defenisi Komunikasi Terapeutik
Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi
terapeutik, dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang
perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan harus mampu
memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara
perawat-pasien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah pasien.
Maksud komunikasi adalah untuk mempengaruhi perilaku orang lain.
Oleh karenanya seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan
kepuasan pasien dapat dipenuhi.Di dalam komunikasi terapeutik ini
harus ada unsur kepercayaan. (Pendi, 2009)
b. Teknik Komunikasi Pada Pasien Dengan Penyakit Terminal
Teknik komunikasi pada pasien dengan penyakit terminal menurut
Stuart & Sundeen (2009), adalah sebagai berikut :
1) Tahap Denial (pasien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya
terjadi dan menunjukkan reaksi menolak). Pada tahap ini kita dapat
mempergunakan teknik komunikasi :
a. Listening
Dengarkan apa yang diungkapkan pasien, pertahankan
kontak mata dan observasi komunikasi non verbal.
Beri keamanan emosional yaitu dengan memberikan
sentuhan dan ciptakan suasana tenang.
b. Silent
Duduk bersama pasien dan mengkomunikasikan minat
perawat pada pasien secara non verbal.
11
Menganjurkan pasien untuk tetap dalam pertahanan
dengan tidak menghindar dari situasi sesungguhnya.
c. Broad opening
Mengkomunikasikan topik/ pikiran yang sedang
dipikirkan pasien.
Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan
denial dengan cara mananyakan tentang kondisinya atau
prognosisnya dan pasien dapat mengekspresikan
perasaan-perasaannya.
2) Tahap Angger (Kemarahan terjadi karena kondisi pasien
mengancam kehidupannya dengan segala hal yang telah
diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya). Pada tahap ini
kita dapat mempergunakan tehnik komunikasi listening.
a) Membiarkan pasien untuk mengekspresikan keinginan,
menggambarkan apa yang akan dan sedang terjadi pada mereka.
b) Beri perhatian dan lingkungan yang nyaman dan cegah injuri.
c) Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan
perasaannya yang marah. Perawat perlu membantunya agar
mengerti bahwa marah merupakan hal yang normal dalam
merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian.
3) Tahap Bargaining (kemarahan baisanya mereda dan pasien dapat
menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan
dirinya:
a) Focusing
Bantu pasien mengembangkan topik atau hal yang
penting
Ajarkan pasien agar dapat membuat keputusan dalam
hidupnya yang bermakna.
b) Sharing perception
Menyampaikan pengertian perawat dan mempunyai
kemampuan untuk meluruskan kerancuan.
12
Dengarkan pasien pada saat bercerita tentang hidupnya.
4) Tahap Depresi (pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan
mungkin banyak menangis)
a) Perlakukan pasien dengan sabar, penuh perhatian dan tetap
realitas.
b) Kaji pikiran dan perasaan serta persepsi pasien jika ada asal
pengertian harusnya diklarifikasi.
c) Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan
mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih
baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan
tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal
dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
5) Tahap Acceptance (terjadi proses penerimaan secara sadar oleh
pasien dan keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang
akan terjadi yaitu kematian.)
a) Informing
b) Membantu dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang
aspek yang sesuai dengan kesejahteraan atau kemandirian
pasien.
c) Broad opening
d) Komunikasikan kepada pasien tentang apa yang dipikirkannya
dan harapan-harapannya.
13
b. Kehilangan kemandirian Respon yang ditimbulkan dari kehilangan
kemandirian dapat ditunjukan melalui berbagai perilaku, bersifat
kekanak-kanakan dan ketergantungan
c. Kehilangan situasi Pasien merasa kehilangan situasi yang dinikmati
sehari-hari bersama keluarga dan kelompoknya
d. Kehilangan rasa nyaman Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat
gangguan fungsi tubuh seperti panas, nyeri, dll
e. Kehilangan fungsi fisik Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh
seperti pasien dengan gagal ginjal harus dibantu melalui hemodialisa
f. Kehilangan fungsi mental Dampak yang dapat ditimbulkan dari
kehilangan fungsi mental seperti pasien mengalami kecemasan dan
depresi, tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir efisien sehingga pasien
tidak dapat berpikir secara rasional
g. Kehilangan konsep diri Pasien dengan penyakit terminal merasa dirinya
berubah mencakup bentuk dan fungsi sehingga pasien tidak dapat
berpikir secara rasional (bodi image) peran serta identitasnya. Hal ini
dapat mempengaruhi idealisme diri dan harga diri rendah.
h. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga Contohnya : seorang
ayah yang memiliki peran dalam keluarga mencari nafkah akibat
penyakit teminalnya, ayah tesebut tidak dapat menjalankan peranya
tersebut.
14
3. dengan demikian, kemungkinan pasien lanjut usia tidak mampu
menghadapi stres fisik dan mental yang timbul dari luar atau dari
lingkungannya.
4. Lanjut usia berada diambang kematian yang terutama akan menimbulkan
ketakutan dan kegelisahan, yang sudah tentu perlu mendapat simpati dan
dukungan mental atau spiritual.
5. bila proses kematian berlangsung lama (memakan waktu panjang), faktor
etika dapat menjadi masalah yang harus diatasi.
15
c. Penatalaksaan:
Tahap 1:
1. Luangkan waktu sekurang-kurangnya 15-20 menit sehari untuk
bercakap-cakap bersama klien lanjut usia.
2. Berikan kesempatan pada klien lanjut usia untuk mengarahkan
pembicaraan.
3. Katakan kepada klien lanjut usia bahwa dengan peristiwa itu
berarti ia telah melakukan sesuatu yang baik.
4. Terima tingkah laku klien lanjut usia yang tidak merusak fisik.
Tahap 2:
1. Gabungkan pengaruh peristiwa kehilangan tersebut baik pada
diri klien lanjut usia maupun keluarganya selama pembicaraan
dengan klien lanjut usia.
2. Libatkan klien lanjut usia dalam merencanakan dan melakukan
perawatan diri.
Tahap 3:
1. Diskusikan bersama klien lanjut usia segi-segi positif dan
negatifnya peristiwa kehilangan tersebut.
2. Berikan motivasi untuk merencanakan masa depannya.
3. Apabila klien lanjut usia menyangkal dengan melakukan sesuatu
yang membahayakan fisiknya, batasi tindakan tersebut dengan
menghadapkan klien lanjut usia kepada kenyataan yang ada.
Intervensi dilakukan sesuai dengan tahapan yang dialami klien
4. Ulangi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan klien agar ia dapat
mencari jawabannya berkat bantuan perawat.
d. Rencana Selanjutnya:
1. Yakinkanlah bahwa klien lanjut usia masih mempunyai
dukungan baik dari keluarga maupun teman-temannya
2. Yakinkanlah bahwa klien lanjut usia sadar akan normalnya
keadaan tersebut dan mengerti setiap orang juga mengalami
proses yang sama bila mengalami kehilangan.
16
2. Asuhan Keperawatan Lansia Usia dengan Tidak ada Harapan Sembuh
(yang menghadapi saat kematian)
a. Ciri-ciri atau tanda-tanda pada klien lanjut usia menjelang kematian:
1. Gerakan dan penginderaan menghilang secara perlahan.Dimulai
pada anggota badan, kaki dan ujung kaki.
2. Badan dingin dan lembab terutama pada kaki, tangan dan ujung
hidungnya.
3. Kulit tampak pucat, berwarna kebiru-biruan atau kelabu.
4. Denyut nadi mulai tidak teratur.
5. Nafas dengkur berbunyi keras (stridor) yang disebabkan oleh adanya
lender pada saluran pernafasan.
6. Tekanan darahnya menurun.
7. Terjadi gangguan kesadaran.
b. Sebab-sebab Kematian:
1. Penyakit
a. Keganasan, misalnya:
1. Carnisoma (C)
2. Carnisoma Hati
3. Carnisoma Paru
17
2. Hilangnya semua refleka dan ketiadaan kegiatan otak yang ampak
jelas dalam hasil pemeriksaan EEG yang menunjukkan mendatar
dalam waktu 24 jam.
d. Pengaruh Kematian:
Pengaruh kematian terhadap keluarga klien lanjut usia
a. Bersikap kritis terhadap cara-cara perawatan.
b. Keluarga dapat menerima keadaan kondisinya.
c. Terputusnya komunikasi dengan orang lain menjelang maut.
d. Penyesalan keluarga dapat mengakibatkan orang yang
bersangkutan tidak dapat mengatasi rasa.
e. Pengalihan tanggung jawab dan beban ekonomi.
f. Keluarga menolak diagnosa, penolakan tersebut dapat
memperbesar beban emosi keluarga.
g. Mempersoalkan kemampuan tim kesehatan
e. Tahap-tahap Menuju Kematian:
Tahap-tahap ini tidak selamanya berurutan secara tetap tetapi
dapat saling tindih kadang-kadang seorang klien lanjut usia melalui satu
tahap tertentu untuk kemudian kembali lagi ke tahap itu. Lamanya setiap
tahap dapat bervariasi mulai dari beberapa jam sampai beberapa bulan.
Apabila suatu tahap tertentu berlangasung sangat singkat, bisa timbul
kesan seolah-olah klien lanjut usia melompati satu tahap terkecuali jika
perawat mempertahankan secara seksama dan cermat.
1. Tahap Pertama (Tahap Penolakan)
Selama tahap ini klien lanjut usia sesungguhnya
mengatakan bahwa maut menimpa semua orang kecuali dia. Klien
lanjut usia biasanya terpengaruh oleh penolakannya sehingga ia
tidak memperhatikan fakta-fakta yang mungkin sedang dijelaskan
perawat kepadanya. Ia malahan dapat menekan apa yang telah ia
dengar atau mungkin akan meminta pertolongan dari berbagai
macam sumberprofesional dan non profesional dalam upaya
18
melarikan diri dari kenyataan bawhwa maut sudah berada diambang
pintu.
2. Tahap Kedua (Tahap Marah)
Tahap ini ditandai oleh rasa amarah dan emosi yang tidak
terkendalikan. Klien lanjut usia mudah marah terhadap perawat dan
petugas-petugas kesehatan lainnya terhadap apa saja yang mereka
lakukan. Kemarahan disini merupakan mekanisme pertahanan diri
klien lanjut usia. Akan tetapi, kemarahan yang sesungguhnya tertuju
kepada kesehatan dan kehidupan. Marah terhadap kenyataan bahwa
kematian akan dialami daalm waktu dekat dan respon ini mungkin
diekspresikan kepada dokter dan perawat atau kepada pemuka
agama.
3. Tahap Ketiga (Tahap Tawar Menawar)
Kemarahan biasanya mereda dan klien lanjut usia dapat
menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang sedang terjadi
dengan dirinya. Akan tetapi, pada tahap tawar= menawar inilah
banyak orang cenderung untuk menyelesaikan urusan rumah tangga
mereka sebelum maut tiba, dan akan menyiapkan hal-hal seperti
membuat surat dan mempersiapkan jaminan hidup bagi orang-orang
tercinta yang ditinggalkan.
Selama tawar-menawar segala permohonan yang
dikemukakan hendaknya dapat dipenuhi karena merupakan bagian
dari urusan-urusan yang belum selesai dan harus dibereskan
sebelum mati. Misalnya: lanjut usia mempunyai satu permintaan
terakhir untuk melihat pertandingan olahraga, mengunjungi seorang
kerabat, melihat cucu terkecil, pergi makan ke restaurant dsb.
Perawat dianjurkan memenuhi permohonan itu karena tawar-
menawar membantu klien lanjut usia memasuki tahap-tahap
berikutnya.
19
4. Tahap Keempat (Tahap Sedih)
Tahap ini klien lanjut usia pada hakekatnya merasakan saat-
saat sedih. Klien lanjut usia sedang dalam suasana berkabung karena
masa lampau ia sudah kehilangan orang yang dicintai dan sekarang
ia akan kehilangan nyawanya sendiri, bersamaan dengan ini harus
meninggalkan semua hal yang menyenangkan yang telah
dinikmatinya. Selama tahap ini klien lanjut usia cenderung untuk
tidak banyak bicara dan sering menangis. Saatnya bagi perawat
untuk duduk dengan tenang disamping klien lanjut usia yang sedang
melalui masa sedihnya sebelum maut.
5. Tahap Kelima (Tahap Akhir/Tahap Menerima)
Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian.
Menjelang saat ini klien lanjut usia telah membereskan urusan-
urusan yang belum selesai dan mungkin tidak ingin berbicara lagi
oleh karena ia sudah menyatakan segala sesuatunya. Tawar-
menawar sudah lewat dan tibalah saat kedamaian dan ketenangan.
Seseorang mungkin saja berada lama sekali dalam tahap mererima
tetapi bukanlah tahap pasrah yang berarti kekalahan. Dengan kata
lain, pasrah kepada maut tidak berarti menerima maut.
Menerima diagnosis dan mulai bekerja sama dalam
membuat keputusan mengenai pemantauan nyeri dan
mendiskusikan aspek praktik perawatan terminal.
f. Penatalaksanaan:
1. Tahap Pertama (Tahap Penolakan)
a. Berikan kesempatan klien lanjut usia mempergunakan caranya
sendiri dalam menghadapi kematiannya sejauh tidak merusak.
b. Memfasilitasi klien lanjut usia menghadapi kematian, luangkan
waktu setidak-tidaknya 10 menit sehari, baik dengan bercakap-
cakap ataupun sekedar bersamannya.
20
2. Tahap Kedua (Tahap Marah)
a. Berikan kesempatan klien lanjut usia mengungkapakan
kemarahannya dengan kata-kata.
b. Bahwa dalam benaknya bergejolak pertanyaan ‘’mengapa hal
ini bisa terjadi padaku?”
c. Seringkali perasaan ini dialihkan kepada orang lain atau anda
sebagai cara klien lanjut usia bertingkah laku.
3. Tahap Ketiga (Tahap Tawar Menawar)
a. Klien lanjut usia akan mempergunakan ungkapan-ungkapan,
seperti, seandainya saya...
b. Berikan kesempatan klien lanjut usia menghadapi kematian
dengan tawar-menawar.
c. Tanyakan kepada klien lanjut usia kepentingan-kepentingan
apakah yang masih ia inginkan. Dengan cara demikian dapat
menunjukkan kemampuan perawat untuk mendengarkan keluh
kesah perasaannya.
4. Tahap Keempat (Tahap Sedih)
a. Jangan mencoba menyenangkan klien lanjut usia. Ingatlah
bahwa tindakan ini sebenarnya hanyalah memnuhi kebutuhan
petugas, jangan takut menyaksikan klien lanjut usia atau
menangis. Hal ini merupakan ungkapan pengekspresian
kesedihannya.anad boleh saja berduka cita dengan empati
bukan simpati.
b. Klien lanjut usia hanya sekedar mengisidan menghabiskan
waktu untuk perasaan-perasaannya dan bukannya mencari
jawaban. Biasanya klien lanjut usia menanyakan sesuatu yang
sebetulnya sudah mengetahui jawabannya.
5. Tahap Kelima (Tahap Akhir/Tahap Menerima)
Klien lanjut usia telah menerima, dapat mengatakan
bahwa kematian akan tiba dan ia tidak boleh menolak.
Sebenarnya klien lanjut usia tidak menghendaki kematian ini
21
terjadi, akan tetapi ia tahu bahwa akan terjadi. Jadi, klien lanjut
usia tidak merasa tenang dan damai.
3. Pengkajian
a. Perasaan takut.
Kebanyakan pasien merasa takut terhadap rasa nyeri yang tidak
terkendalikan yang begitu sering diasosiasikan dengan keadaan sakit
terminal, terutama apabila keadaan itu disebabkan oleh penyakit yang
ganas. Perawat harus menggunakan pertimbangan yang sehat apabila
sedang merawat orang sakit terminal. Perawat harus mengendalikan
rasa nyeri pasian dengan cara yang tepat.
Perasaan takut yang muncul mungkin takut terhadap rasa nyeri,
walaupun secara teori, nyeri tersebut dapat diatasi dengan obat
penghilang rasa nyeri, seperti aspirin, dehidrokodein dan
dektomoramid. Apabila berbicara mengenai perasaan takut mereka
terhadap maut, respon mereka secara tipikal mencakup perasaan takut
tentang hal yang tidak jelas, takut meninggalkan orang yang dicintai,
kehilangan martabat, urusan yang belum selesai dsb.
Kematian merupakan berhentinya kehidupan. Semua orang akan
mengalami kematian tersebut. Dalam menghadapi kematian ini, pada
umumnya orang merasa takut dan cemas. Ketakutan dan kecemasan
terhadap kematian ini dapat membuat pasien tegang dan stress.
b. Emosi
Emosi pasien yang muncul pada tahap menjelang kematian, mudah
marah
c. Tanda Vital
Perubahan fungsi tubuh sering kali tercermin pada suhu badan,
denyut nadi, pernapasan dan tekanan darah. Mekanisme fisiologis yang
mengaturnya berkaitan satu sama lain.
22
d. Kesadaran
Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai awas waspada
yang merupakan ekspresi tentang apa yang dilihat, didengar, dialami
dan perasaan keseimbangan, nyeri, suhu, raba, getar, gerak, gerak tekan
dan sikap, bersifat adekuat.
e. Fungsi Tubuh
Tubuh terbentuk atas banyak jaringan dan organ. Setiap organ
memiliki fungsi khusus.
4. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen b.d adanya penyumbatan
slem yang ditandai dengan sesak napas.
2. Gangguan kenyamanan b.d batuk, panas tinggi yang ditandai dengan
gelisah.
3. Gangguan kesadaran b.d dsampak patologis dengan manifestasi
apatis/koma.
4. Perubahan nutrisi sebagai dampak patologis dengan menampakkan
makanan yang disajikan sering tidak habis.
5. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d muntah dan diare
yang ditandai dengan turgor jelek, mata cekung, suhu naik.
6. Gangguan eliminasi alvi b.dobstipasi yang ditandai dengan beberapa
hari pasien tidak defekasi.
7. Gangguan eliminasi urine b.d produksi urinennya yang ditandai dengan
jumlah urine berapa cc.
8. Keterbatasan pergerakan b.d tirah baring lam ditandai dengan kaku
sendi/otot.
9. Gangguan psikologis b.d perubahab pola seksualitas yang ditandai
dengan susah tidur, pucat, murung.
10. Cemas b.d memikirkan penyakitnya dengan keluarga.
23
5. Intervensi Keperawatan
a. Dx Kep: Gangguan kenyamanan b.d batuk, panas tinggi yang ditandai
dengan gelisah.
Tujuan: Rasa nyaman terpenuhi.
Intervensi:
Mengupayakan penurunan suhu tubuh.
Memberi obat sesuai dengan program.
b. Dx Kep: Perubahan nutrisi sebagai dampak patologis dengan
menampakkan makanan yang disajikan sering tidak habis.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Intervensi: mempertahankan pemasukan makanan yang cukup.
c. Dx Kep: Gangguan eliminasi alvi b.dobstipasi yang ditandai dengan
beberapa hari pasien tidak defekasi.
Tujuan: Kebutuhan eliminasi (defekasi) terpenuhi.
Intervensi: Mempertahankan kelancaran defekasi
d. Dx Kep: Gangguan eliminasi urine b.d produksi urinennya yang
ditandai dengan jumlah urine berapa cc.
Tujuan: Kebutuhan eliminasi (berkemih) terpenuhi.
Intervensi: Mempertahankan kelancaran berkemih.
e. Dx Kep: Keterbatasan pergerakan b.d tirah baring lam ditandai dengan
kaku sendi/otot.
Tujuan: Kebutunan pergerakan (sendi/otot) terpenuhi.
Intervensi: Memenuhi kebutuhan gerak (mobilisasi).
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
25
DAFTAR PUSTAKA
Nuhonni dkk (2010) : Bunga Rampai Perawatan paliatif , Badan Penerbit FKUI
Jakarta
26