Anda di halaman 1dari 25

DESAIN INOVATIF

PENGARUH RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP

PENURUNAN NYERI

Disusun Oleh :
NISSA ARYYAKHYA WAKHIDAH
P1337420920160

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN PROFESI


NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Nyeri merupakan suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat.
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Menurut
International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah merupakan
pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya
kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan. Menurut Engel yang menyatakan nyeri sebagai suatu dasar sensasi
ketidaknyamanan yang berhubungan dengan tubuh dimanifestasikan sebagai
penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman atau fantasi
luka (Betz, Sowden, 2012).
Di Indonesia, Depkes (2008) menjelaskan bahwa indikator mutu klinik
pelayanan keperawatan terdiri dari enam kategori yaitu 1) patient safety, 2)
keterbatasan perawatan diri, 3) kepuasan pasien 4) kecemasan, 5) kenyamanan
(comfort)/ bebas dari nyeri, dan 6) pengetahuan (discharge planning). Saat ini
masih banyak laporan tentang pelayanan keperawatan yang kurang optimal. Salah
satu kegiatan pelayanan keperawatan yang kurang optimal adalah manajemen nyeri
yang diajarkan kepada pasien.
Manajemen nyeri yang tidak adekuat dapat menimbulkan konsekuensi
terhadap pasien dan anggota keluarga. Pasien dan keluarga akan merasakan
ketidaknyamanan yang meningkatkan respon stress sehingga mempengaruhi
kondisi psikologi, emosi, dan kualitas hidup. Perawat dengan menggunakan
pengetahuannya dapat mengatasi masalah nyeri baik secara mandiri maupun
kolaboratif dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan farmakologi
dan pendekatan non farmakologi. Pendekatan farmakologi adalah cara yang paling
efektif untuk menghilangkan nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat yang
berlangsung berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Terapi farmakologis seperti
obat-obatan analgetik atau pereda nyeri memiliki efek samping seperti depresi,
sedasi, mual muntah dan konstipasi, sedangkan pendekatan nonfarmakologi
merupakan pendekatan untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan teknik
managemen nyeri meliputi stimulasi dan masase kutaneus, terapi es dan panas,
distraksi, imajinasi terbimbing, teknik relaksasi nafas dalam dan sebagainya
(Smeltzer & Bare, 2015). Pendekatan nyeri nonfarmakologis memiliki resiko atau
efek samping yang sangat rendah meskipun metode tersebut bukan untuk
penggantian obatobatan, namun tindakan tersebut diperlukan atau sesuai untuk
mempersingkat episode nyeri (Smeltzer & Bare, 2015).
Pengobatan non farmakologi adalah suatu bentuk pelayanan pengobatan
yang menggunakan cara, alat atau bahan yang dipergunakan sebagai alternatif atau
pelengkap pengobatan medis tertentu. Untuk mengurangi nyeri tersebut dapat
dilakukan dengan pendekatan nonfarmakologi yaitu dengan tehnik relaksasi otot
progresif. Dimana, Teknik relaksasi otot progresif adalah memusatkan perhatian
pada suatu aktivitas otot, dengan mengidentifikasikan otot yang tegang kemudian
menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi untuk mendapatkan
perasaan relaks (Tyani., et al. 2015)

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui respon pasien yang mengalami gangguan rasa nyaman nyeri
dengan penerapan EBNP (Avidance Based Nursing Practice) berupa terapi
relaksasi otot progresif dalam mengatasi nyeri.
2. Tujuan Khusus :
a. Mengetahui tingkat nyeri sebelum dilakukan intervensi terapi relaksasi otot
progresif dalam mengatasi gangguan rasa nyaman nyeri
b. Mengetahui tingkat nyeri setelah dilakukan intervensi terapi relaksasi otot
progresif dalam mengatasi gangguan rasa nyaman nyeri
c. Mengevaluasi respon pasien selama pemberian terapi relaksasi otot progresif
dalam menurunkan nyeri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
1. Nyeri
a. Definisi Nyeri
Nyeri merupaakan kondisi berupa perasaan yang tidak
menyenangkan, bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang
berbeda dalam hal skala ataupun tingkatannya, dan hanya orang
tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang
dialaminya. Menurut Smeltzer & Bare (2015), definisi keperawatan
tentang nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan
individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu
mengatakannya.
b. Fisiologi Nyeri
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya
rangsangan. Reseptor nyeri tersebar pada kulit dan mukosa dimana
reseptor nyeri memberikan respon jika adanya stimulasi atau rangsangan.
Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimia seperti histamine, bradikinin,
prostaglandin dan macam-macam asam yang terlepas apabila terdapat
kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigen. Stimulasi yang lain
dapat berupa termal, listrik, atau mekanis (Smeltzer & Bare, 2015).
c. Jenis Nyeri
Secara umum nyeri dibagi menjadi dua yaitu,
1) Nyeri Akut
Nyeri Akut merupakan nyeri yang berlangsung dari beberapa detik
hingga kurang dari 6 bulan biasanya dengan awitan tiba-tiba dan
umumnya berkaitan dengan cidera fisik. Nyeri akut mengindikasikan
bahwa kerusakan atau cidera telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama
terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun
sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Nyeri ini umumnya terjadi
kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Salah satu
nyeri akut yang terjadi adalah nyeri pasca pembedahan.
2) Nyeri Kronik
Nyeri kronik merupakan nyeri konstan atau intermitern yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitakan
dengan penyebab atau cidera fisik. Nyeri kronis dapat tidak memiliki
awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena
biasanya nyeri ini sering tidak memberikan respon terhadap pengobatan
yang diarahkan pada penyebabnya.
d. Pengkajian Nyeri
1) Skala Deskriptif Verbal (VDS)
Skala deskriptif verbal (VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari
tiga sampai lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang
sama di sepanjang garis. Pendeskripsian ini dirangking dari “tidak nyeri”
sampai “nyeri tidak tertahankan”. Perawat menunjukan klien skala
tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang
ia rasakan (Potter & Perry, 2005)
2) Skala Penilaian Numerik (NRS)
Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scale, NRS) lebih digunakan
sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, klien menilai
nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan
saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi
(Andarmoyo, 2013).

Gambar 1.1 Skala Penilaian Intensitas Nyeri Numerik

3) Skala Analog Visual (VAS)


VAS adalah suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus
menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada ujungnya. Skala ini
memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri
(Potter & Perry, 2005).
4) Skala Nyeri Wajah
Skala wajah terdiri atas enam wajah dengan profil kartun yang
menggambarkan wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri),
kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah kurang bahagia,
wajah yang sangat sedih sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang
sangat) (Potter & Perry, 2005).
e. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri
1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Kebudayaan
4) Perhatian
5) Ansietas
6) Kelemahan
7) Pengalaman sebelumnya
8) Gaya koping
9) Dukungan keluarga dan social
10) Makna nyeri
f. Macam-Macam manajemen nyeri
1) Terapi spiritual
Terapi untuk mengurangi nyeri dengan menggunakan kekuatan-kekuatan
yang bersangkutan dengan nilai/makna. Bagaimana seseorang itu dapat
memaknai hidupnya. Antara agama satu dengan agama lain sama dalam
hal spiritual, sama-sama memandang nilai/makna pada kehidupannya.
2) Terapi SEFT
Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) bekerja dengan
prinsip yang kurang lebih sama dengan akupuntur dan akupressur.
Ketiga teknik ini berusaha merangsang titik – titik kunci di sepanjang 12
jalur energi (energi meridian) tubuh yang sangat berpengaruh pada
kesehatan kita. Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
SEFT atau Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) adalah suatu
teknik terapi yang menggunakan energi tubuh atau energy meridian yang
dilakukan dengan memberikan ketukan-ketukan ringan pada titik- titik
tertentu pada meridian tubuh, sehingga dapat mengatasi masalah fisik
serta emosi.
3) Imajinasi Terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang
dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek
positif tertentu.
4) Relaksasi Nafas Dalam
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi
secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan,
selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi bernafas dalam
juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi
darah. Teknik relaksasi nafas dalam dapat mengendalikan nyeri dengan
meminimalkan aktivitas simpatik dalam system saraf otonom
(Andarmoyo, 2013).
5) Kompres Dingin
Metode sederhana yang dapat di gunakan untuk mengurangi
nyeri yang secara alamiah yaitu dengan memberikan kompres dingin
pada area nyeri, ini merupakan alternatif pilihan yang alamiah dan
sederhana yang dengan cepat mengurangi rasa nyeri selain dengan
memakai obat-obatan. Terapi dingin menimbulkan efek analgetik dengan
memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang
mencapai otak lebih sedikit (Andarmoyo, 2013).
6) Kompres Hangat
Kompres hangat adalah suatu metode dalam penggunaan suhu
hangat yang dapat menimbulkan efek fisiologis (Andarmoyo, 2013).
Kompres hangat dapat digunakan pada pengobatan nyeri dan
merelaksasikan otot-otot yang tegang. Kompres hangat dilakukan dengan
mempergunakan buli-buli panas atau kantong air panas secara konduksi
dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke dalam tubuh sehingga
akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi
penurunan ketegangan otot sehingga nyeri yang dirasakan akan
berkurang atau hilang.
7) Genggam Jari
Relaksasi genggam jari adalah sebuah tehnik relaksasi yang
sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh siapaun yang berhubungan
dengan jari tangan serta aliran energi didalam tubuh kita. Tehnik
genggam jari disebut juga finger hold. Setiap jari tangan berhubungan
dengan sikap sehari-hari. Ibu jari berhubungan dengan perasaan khawatir
dan nyeri, jari telunjuk berhubungan dengan ketakutan atau cemas, jari
tengah berhubungan dengan kemarahan atau emosi, jari manis
berhubungan dengan kesedihan dan jari kelingking berhubungan dengan
rendah diri atau kecil hati. Relaksasi digunakan untuk memindahkan
energi yang terhambat menjadi lancer.
8) Massage
Massage merupakan salah satu cara memanjakan diri, karena
sentuhan memiliki keajaiban tersendiri yang sangat berguna untuk
menghilangkan rasa lelah pada tubuh, memperbaiki sirkulasi darah,
merangsang tubuh untuk mengeluarkan racun serta meningkatkan
pikiran. Selain itu pula, karena massage punggung melepaskan senyawa
endorphin yang merupakan pereda sakit alami.
9) Latihan Otot Progresif
Teknik relaksasi otot progresif memusatkan perhatian pada suatu
aktivitas otot dengan mengidentifikasi otot yang tegang kemudian
menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi untuk
mendapatkan perasaan relaks. Terapi relaksasi ini dilakukan dengan
gerakan mengencangkan dan melemaskan otot–otot pada satu bagian
tubuh pada satu waktu, untuk memberikan perasaan relaksasi secara
fisik. Gerakan mengencangkan dan melemaskan secara progresif
kelompok otot ini dilakukan secara berturut-turut.

2. Relaksasi Otot Progresif


a. Pengertian
Menurut Purwanto (2013) relaksasi otot progresif atau juga dikenal dengan
relaksasi Jacobson adalah suatu teknik relaksasi dengan memusatkan
perhatian pada otot, dengan cara menegangkan otot dalam waktu tertentu
kemudian menurunkan ketegangan otot sampai merasa rileks. Teknik
relaksasi otot progresif ini merupakan salah satu terapi komplementer yang
bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah, selain itu juga bisa megurangi
nyeri tanpa memerlukan imaginasi dan sugesti.

Relaksasi otot progresif dapat menjadi terapi untuk mengontrol atau


mengatasi hipertensi atau nyeri dengan biaya yang efektif murah dan tidak
rumit untuk dilakukan sendiri di rumah. Terapi ini dapat dilakukan di
ruangan yang tenang dan duduk dalam posisi yang nyaman serta dapat
sambil memejamkan mata. Cara yang tepat digunakan dalam melakukan
relaksasi otot progresif yaitu dengan mengencangkan dan merelaksasikan
setiap kelompok otot secara bergantian. Setiap kelompok otot yang
dikontraksikan membutuhkan waktu selama 7 sampai 10 detik, kemudian
direlaksasikan selama 10-15 detik. Waktu yang diperlukan untuk melakukan
terapi relaksasi otot progresif kurang lebih 15 menit (Gupta, 2014). Terapi
relaksasi otot progresif ini juga mempunyai salah satu variasi yaitu metode
mitchell yang biasanya mengkombinasikan dengan latihan pernapasan dalam
dengan napas yang lambat dan berirama (Purwanto,2013).

b. Manfaat
Relaksasi otot pogresif mempunyai manfaat yang baik bagi tubuh, berikut
merupakan manfaat relaksasi otot progresif menurut Purwanto (2013) dapat
meningkatkan ketrampilan dasar relaksasi, mengurangi ketegangan otot dan
syaraf, mengurangi tingkat kecemasan klien, permanfaat untuk penderita
insomnia, mengurangi nyeri, stres dan gangguan tidur.
c. Indikasi
Indikasi terapi relaksasi otot progresif yaitu dapat dilakukan pada klien
dengan gejala yang berkaitan dengan stres, seperti insomnia, hipertensi, sakit
kepala, nyeri, dan TMJ (temporomandibular joint syndrome).

d. Kontraindikasi
Relaksasi otot progresif memiliki beberapa kontraindikasi pada keadaan
tertentu antara lain terdapat gangguan otot dan jaringan muskuloskeletal,
peningkatan tekanan intrakranial, dan penyakit arteri koronaria yang berat
(Hamarno, 2010)

B. MEKANISME
Nyeri merupakan salah satu manifestasi klinis yang terjadi pada pasien colic
renalis. Ketika diberikan gerakan relaksasi otot progresif dapat membantu
merilekskan sinap-sinap saraf baik yang simpatis maupun parasimpatis sehingga
saraf akan jadi rileks dan rasa

C. TEKNIK/CARA
Relaksasi otot progresif dapat dilakukan di lingkungan yang tenang dan
dalam posisi yang nyaman sambil memejamkan mata, kemudian dilanjutkan
dengan melakukan langkah prosedur berikut dengan mengkontraksikan otot selama
7-10 detik dan merelaksasikannya selama 10-15 detik, sehingga memerlukan waktu
kurang lebih 15 menit (Gupta, 2014). Adapun langkah prosedur relaksasi otot
progresif yaitu sebagai berikut:
a. Menggenggam atau mengepalkan tangan kanan sekuat mungkin sampai
merasakan ketegangan, tahan dan kemudian kepalan dilepaskan, kemudian
dilanjutkan tangan kiri
b. Menekuk kedua pergelangan tangan kebelakang dengan jari-jari menghadap
ke langit-langit sehingga otot-otot di tangan bagian belakang dan lengan
bawah terasa tegang, tahan sebentar dan kemudian dilemaskan
c. Mengepalkan kedua tangan kemudian membawa kedua kepalan ke pundak
dengan menekuk lengan, sehingga otot-otot bisep menjadi tegang, tahan
sebentar dan kemudian dilemaskan

d. Mengangkat kedua bahu semaksimal mungkin seakan-akan bahu akan


menyentuh kedua telinga sampai otot terasa tegang, tahan sebentar dan
kemudian dilemaskan. Gerakan ini berfokus pada ketegangan otot yang
terjadi di bahu, punggung atas, dan leher.
e. Mengangkat alis semaksimal mungkin sampai otot dahi merasa tegang dan
kulit mengerut, tahan sebentar dan kemudian lemaskan
f. Memejamkan mata kuat-kuat sehingga dapat dirasakan ketegangan di
sekitar mata, tahan sebentar dan kemudian lemaskan
g. Mengatupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi-gigi sehingga
merasakan ketegangan di sekitar otot-otot rahang, tahan sebentar dan
kemudian lemaskan.
h. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di
sekitar mulut tahan sebentar dan kemudian lemaskan.
i. Meletakkan kepala pada sandaran kursi, kemudian diminta untuk
menekankan kepala pada permukaan sandaran kursi (jika sandaran kursi
setinggi kepala), atau menekankan kepala ke punggung dengan kepala
menghadap keatas (jika sandaran kursi tidak sampai kepala) sehingga
responden dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan
punggung atas, tahan sebentar dan kemudian lemaskan
j. Menekukkan kepala atau menyentuhkan dagu ke dada, sehingga dapat
merasakan ketengangan di daerah leher bagian muka, tahan sebentar dan
kemudian lemaskan.
k. Mengangkat tubuh dari sandaran kursi, kemudian punggung dilengkungkan
dan membusungkan dada sampai merasa tegang, tahan sebentar dan
kemudian lemaskan dengan meletakkan tubuh kembali ke sandaran kursi
l. Menegangkan otot dada dengan menarik napas panjang dan dalam
semaksimal mungkin, tahan sebentar dan kemudian hembuskan napas
sambil melemaskan otot dada
m. Menarik kuat-kuat perut ke dalam sampai perut menjadi kencang dan keras,
tahan sebentar dan kemudian lemaskan
n. Meluruskan kedua kaki dengan menekuk pergelangan kaki kearah tubuh
sampai merasakan ketegangan di otot paha, tahan sebentar dan kemudian
lemaskan
o. Meluruskan kaki dan pergelangan kaki menjauhi tubuh sampai ketegangan
berpindah ke otot betis, tahan sebentar dan kemudian lemaskan
BAB III

METODE PENULISAN

A. Rancangan Solusi yang Ditawarkan


Penulisan ini disusun menggunakan design studi kasus atau case study.
Case study adalah metode yang digunakan untuk memahami individu yang
dilakukan secara integrative dan menyeluruh, dengan tujuan didapatkannya
pemahaman yang mendalam mengenai kondisi individu tersebut beserta masalah
yang dihadapinnya, dengan tujuan untuk menyelesaikan permasalahan dan
memperoleh perkembangan diri yang baik (Rahardjo & Gudnanto 2010).
B. Teknik Pengumpulan Data
1. Tekhnik pengumpulan data dengan melakukan skrining pasien.
2. Pasien yang termasuk dalam kriteria inklusi kemudian dimintakan persetujuan
untuk dilakukan tindakan atau intervensi relaksasi otot progresif
3. Pasien mendapat penjelasan mengenai mekanisme dan tujuan relaksasi otot
progresif
4. Apabila pasien setuju kemudian dilakukan intervensi
5. Catat hasil atau evaluasi setelah dilakukan tindakan atau intervensi.
C. Target dan Luaran
Target ditujukan pada klien yang mengalami nyeri akut dengan skala
sedang. Tidak terdapat gangguan otot dan jaringan muskuloskeletal, peningkatan
tekanan intrakranial, dan penyakit arteri koronaria yang berat (Hamarno, 2010)
Luaran yang diharapkan dari penerapan EBNP (Evidence Based Nursing
Practice) berupa relaksasi genggam jari pada pasien yang mengalami nyeri adalah
adanya penurunan intensitas nyeri berdasarkan skala penilaian intensitas nyeri
numeric dan tidak menunjukkan ekspresi nyeri.
D. Evidance Based Practice
1. Analisa PICO
P (Population): Populasi yang diambil yaitu pasien dengan gangguan rasa
nyaman nyeri
I (Intervention): Intervensi yang dilakukan yaitu dengan pemberian terapi
relaksasi otot progresif selama 15 menit kepada pasien
dengan gangguan rasa nyaman nyeri
C (comparison): Pada studi kasus ini tidak ada studi pembanding
O (Outcame) : Outcame pada studi kasus ini yaitu adanya pengaruh
pemberian relaksasi otot progresif terhadap tingkat nyeri
pada pasien dengan gangguan rasa nyaman nyeri
2. Metode telusur Artikel
Mencari jurnal dari berbagai sumber terpercaya dan jurnal yang sudah
terindeks, seperti Pubmed, ebsco publisher, proquest, elsevier, direct, RLAE.
3. Analisis Artikel
a. Jurnal 1
Judul: Pengaruh Progressive Muscle Relaxation terhadap Skala Nyeri
pada Pasien Post Sectio Caesaria
Peneliti: Asri Wiwi Maryati, Cucu Rokayah & Yeti Herawati (2020)
P : Nyeri pada pasien
I : Progressive Muscle Relaxation
C : Tidak ada pembanding atau intervensi lain
O : Keberhasilan Progressive Muscle Relaxation dalam mengatasi
nyeri
b. Jurnal 2
Judul: Relaksasi Otot Progresif Untuk Menurunkan Nyeri
Peneliti: Prihanto dan Caecilia Titin Retnani (2020)
P : Nyeri pada pasien
I : Relaksasi otot progresif
C : Tidak ada pembanding atau intervensi lain
O : Keberhasilan Teknik relaksasi otot progresif dapat menurunkan
nyeri, sehingga dapat digunakan oleh perawat dalam
penatalaksanaan klien dengan gangguan nyeri.
4. Implementasi EBP
Evidance Based Practice yang akan diterapkan pada studi kasus ini
yaitu penerapan relaksasi otot progresif dalam menurunkan nyeri.
5. Evaluasi EBP
Evaluasi yang akan dilakukan pada studi kasus penerapan relaksasi
otot progresif dalam menurunkan nyeri yaitu berkurangnya tingkat nyeri.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
Dalam penerapan intervensi relaksasi otot progresif penulis menerapkan pada
klien Ny.K dengan diagnosa Diabetes di Daerah Kerja Puskesmas Bergas. Berdasarkan
hasil pengkajian pada tanggal 5 Oktober 2020 sebelum dilakukannya intervensi relaksasi
otot progresif, keluhan utama klien Ny. K yaitu klien mengatakan nyeri dibagian kaki
kiri bawah dengan pengkajian
P : nyeri saat bergerak
Q : nyeri seperti di tusuk-tusuk
R : nyeri pada dada kiri
S : sklala nyeri 3
T : nyeri hilang timbul.
Berdasarkan keluhaan utama Ny. K, penulis berkeinginan untuk melakukan
intervensi relaksasi otot progresif untuk mengatasi masalah gangguan rasa nyaman: nyeri
pada klien diabetes mellitus di Daerah Kerja Puskesmas Bergas. Klien diberikan
intervensi relaksasi otot progresif sebanyak 1 kali sehari selama 4 hari.
Setelah dilakukan intervensi relaksasi otot progresif selama rentang waktu yang
ditentukan, didapatkan hasil bahwa Ny. K mengatakan nyeri berkurang dengan dengan
P : ulkus DM
Q : nyeri seperti di tusuk-tusuk
R : nyeri pada kaki kiri bawah
S : sklala nyeri 2
T : nyeri hilang timbul.
Sehingga hasil yang didapatkan setelah klien Ny. K sebelum dan setelah mendapatkan
relaksasi otot progresif terjadi penurunan skala nyeri dari 3 menjadi 2.

B. PEMBAHASAN
Relaksasi otot progresif secara signifikan dapat menurunkan nyeri pada pasien. Hal
ini berkaitan mengenai tindakan yang diberikan. Relaksasi progresif sendiri merupakan
tindakan mandiri yang dapat dilakukan oleh klien (Supetran I, 2015). Menurut Supetran
(2015), Latihan relaksasi otot progresif dapat memberikan pemijitan halus pada berbagai
kelenjar pada tubuh, menurunkan produksi kortisol dalam darah, mengembalikan
pengeluaran hormon yang secukupnya sehingga memberi keseimbangan emosi dan
ketenangan pikiran, dan Penelitian ini membuktikan sebelum diberikan relaksasi otot
progresif klien yang mengalami nyeri dikarenakan oleh perhatian klien masih terfokus
pada titik nyeri sehingga klien merasakan nyeri yang hebat. Sedangkan setelah diberikan
relaksasi otot progresif klien mengalami penurunan skala nyeri karena klien sudah tidak
terfokus lagi pada rasa sakitnya itu. Sehingga hipotalamus tidak mengaktifkan mediator
nyeri (Supetran, 2015).
Hal ini sejalan dengan teori dari menurut Nugraha (2017) yang menyatakan bahwa
relaksasi akan memicu hipotalamus untuk mensekresikan endorphin sehingga konsentrasi
endorfin di otak akan meningkat. Peningkatan endorfin di otak akanmenimbulkan
perasaan nyaman, menciptakan ketenangan dan memperbaiki suasana hati seseorang
hingga membuat seseorang rileks. Sehingga rasa nyeri yang dikeluhkan Ny. K dapat
berkurang.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Oleh Eno Wijaya dan Tri Nurhidayati
(2020) mengenai relaksasi otot progresif pada klien dengan nyeri kronis, yang mana
didapatkan hasil baik bahwa perlakuan relaksasi otot proresif dapat menurunkan skala
nyeri klien. Berdasarkan hasil penelitian tersebut ruangan dapat mengadopsi relaksasi otot
progresif yang kemudian dijelaskan langkah-langkahnya kepada perawat pelaksana
diruangan. Dengan harapan perawat diruangan dapat menerapkan teknik relaksasi otot
progresif sebagai langkah pertama sebelum pemberian farmakologi untuk menurunkan
nyeri yang kemudian diruangan mempunyai tindakan nonfarmakologi dalam menurunkan
nyeri dengan teknik relaksasi otot progresif, sehingga dapat mengurangi tindakan
farmakologi.
BAB V
PENUTUP

A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang sudah dipaparkan oleh penulis mengenai
diagnosa nyeri kronis berhubungan dengan inflamasi diabetes melitus, dengan pemberian
intervensi relaksasi otot progresif. Setelah dilakukan tindakan 4x24 jam didapatkan hasil
bahwa Ny. K mengatakan nyeri berkurang dengan P : ulkus DM , Q : nyeri seperti di
tusuk-tusuk, R : nyeri pada kaki kiri bawah, S : sklala nyeri 2, T : nyeri hilang timbul.
Sehingga terjadi penurunan skala nyeri dari 3 menjadi 2.

B. SARAN
1. Bagi Perawat / Rumah Sakit
Perawat diharapkan dapat meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien
dengan mengatasi nyeri klien dengan cara relaksasi otot progresif.
2. Bagi Institusi
Diharapkan penelitian ini dijadikan referensi dan digunakan bagi mahasiswa
untuk menambah pengetahuan dibidang kesehatan yaitu dengan memberikan terapi
keperawatan komplementer atau penatalaksanaan non farmakologi teknik relaksasi
otot progresif untuk menurunkan skala nyeri pasien/klien
Lampiran. SOP Relaksasi Otot Pogresif

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR RELAKSASI OTOT


PROGRESIF

Pengertian Relaksasi otot progresif adalah suatu teknik relaksasi dengan cara
menegangkan otot dan menurunkan ketegangan otot sampai merasa
rileks.
Tujuan 1. Mengontrol tekanan darah
2. Menurunkan ketegangan otot
3. Menurunkan stres atau kecemasan
4. Mengurangi rasa sakit
5. Menurunkan sesak

Persiapan 1. Latihan di tempat yang tenang


latihan 2. Memakai pakaian yang tidak tebal, alas kaki dilepas
3. Hindari makan, minum, dan merokok selama latihan, usahakan
latihan sebelum makan, tidak boleh latihan setelah minum minuman
keras
4. Dilakukan dengan posisi duduk
5. Jangan terlalu menegangkan otot berlebihan
6. Selama latihan pejamkan mata secara perlahan dan selalu konsentrasi
pada ketegangan otot selama 7-10 detik dan relaksasi selama 10-15
detik terhadap otot yang dilatih
7. Setiap gerakan dilakukan 2 kali latihan
8. Latihan ini membutuhkan waktu 15-20 menit

Indikasi Pasien dengan gejala yang berkaitan dengan stres, seperti insomnia,
hipertensi, sakit kepala, dan nyeri punggung bawah.

Kontra 1. Pasien dengan gangguan otot dan jaringan muskuloskeletal


indikasi 2. Peningkatan tekanan intrakranial
3. Mempunyai riwayat penyakit arteri koronaria yang berat.
Prosedur a. Menggenggam atau mengepalkan tangan kanan sekuat
pelaksanaan mungkin sampai merasakan ketegangan, tahan dan kemudian kepalan
dilepaskan, kemudian dilanjutkan tangan kiri.

b. Menekuk kedua pergelangan tangan kebelakang dengan jari- jari


menghadap ke langit-langit sehingga otot-otot di tangan bagian belakang
dan lengan bawah terasa tegang, tahan sebentar dan kemudian
dilemaskan.

c. Mengepalkan kedua tangan kemudian membawa kedua kepalan ke


pundak dengan menekuk lengan, sehingga otot- otot bisep menjadi
tegang, tahan sebentar dan kemudian dilemaskan.

d. Mengangkat kedua bahu semaksimal mungkin seakan-akan bahu akan


menyentuh kedua telinga sampai otot terasa tegang, tahan sebentar dan
kemudian dilemaskan. Gerakan ini berfokus pada ketegangan otot
yang terjadi di bahu, punggung atas, dan leher.
e. Mengangkat alis semaksimal mungkin sampai otot dahi merasa
tegang dan kulit mengerut, tahan sebentar dan kemudian lemaskan.

f. Memejamkan mata kuat-kuat sehingga dapat dirasakan ketegangan di


sekitar mata, tahan sebentar dan kemudian lemaskan

g. Mengatupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi-gigi sehingga


merasakan ketegangan di sekitar otot-otot rahang, tahan sebentar dan
kemudian lemaskan.

h. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan


ketegangan di sekitar mulut tahan sebentar dan kemudian lemaskan
i. Meletakkan kepala pada sandaran kursi, kemudian diminta untuk
menekankan kepala pada permukaan sandaran kursi (jika sandaran
kursi setinggi kepala), atau menekankan kepala ke punggung dengan
kepala menghadap keatas (jika sandaran kursi tidak sampai kepala)
sehingga responden dapat merasakan ketegangan di bagian belakang
leher dan punggung atas, tahan sebentar dan kemudian lemaskan

j. Menekukkan kepala atau menyentuhkan dagu ke dada, sehingga dapat


merasakan ketengangan di daerah leher bagian muka, tahan sebentar dan
kemudian lemaskan

k. Mengangkat tubuh dari sandaran kursi, kemudian punggung


dilengkungkan dan membusungkan dada sampai merasa tegang,
tahan sebentar dan kemudian lemaskan dengan meletakkan tubuh
kembali ke sandaran kursi
l. Menegangkan otot dada dengan menarik napas panjang dan dalam
semaksimal mungkin, tahan sebentar dan kemudian hembuskan napas
sambil melemaskan otot dada

m. Menarik kuat-kuat perut ke dalam sampai perut menjadi kencang dan


keras, tahan sebentar dan kemudian lemaskan

n. Meluruskan kedua kaki dengan menekuk pergelangan kaki kearah


tubuh sampai merasakan ketegangan di otot paha, tahan sebentar dan
kemudian lemaskan

o. Meluruskan kaki dan pergelangan kaki menjauhi tubuh sampai


ketegangan berpindah ke otot betis, tahan sebentar dan kemudian
lemaskan

p. Setelah semua gerakan selesai tarik napas dalam dan buka mata secara
perlahan.
Sumber : Harmano (2010)

DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, S. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar ruzz
Media.

Betz, Cecily L., Sowden, Linda A. 2012. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta:
EGC.

Gupta, S. S. (2014). Effect of progressive muscle relaxation combined with deep


breathing technique immediately after aerobic Exercises on Essential
Hypertension. Indian Journal of Physiotherapy & Occupational Therapy 8(1).

Hamarno, R. (2010). Pengaruh latihan relaksasi otot progresif terhadap penurunan


tekanan darah klien hipertensi primer di Kota Malang. Tesis. Depok: Universitas
Indonesia.

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4 volume 1.EGC. Jakarta

Prihanto, Caecilia. T. (2020). Relaksasi Otot Progresif Untuk Menurunkan Nyeri. Jurnal
Ilmiah

Purwanto, B. (2013). Herbal dan Keperawatan Komplementer. Jogyakarta: Nuha


Medika.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Ed.8.
Jakarta : EGC

Supetran, I. (2016). Efektifitas Penggunaan Teknik Relaksasi Otot Progresif Dalam


Menurunkan Tingkat Nyeri Pasien Gastritis Di Rumah Sakit Daerah Madani
Palu. Jurnal Promotif, Vol.6 No.1 Hal 01-08

Tyani, E. S., Wasito, U., & Yesi, H. N. (2015). Efektifitas Relaksasi Otot Progresif
Terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi Esensial. JOM.
Vol. 2. No. 2. Oktober 2015: 1068-1075.

Anda mungkin juga menyukai