PENURUNAN NYERI
Disusun Oleh :
NISSA ARYYAKHYA WAKHIDAH
P1337420920160
A. LATAR BELAKANG
Nyeri merupakan suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat.
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Menurut
International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah merupakan
pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya
kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan. Menurut Engel yang menyatakan nyeri sebagai suatu dasar sensasi
ketidaknyamanan yang berhubungan dengan tubuh dimanifestasikan sebagai
penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman atau fantasi
luka (Betz, Sowden, 2012).
Di Indonesia, Depkes (2008) menjelaskan bahwa indikator mutu klinik
pelayanan keperawatan terdiri dari enam kategori yaitu 1) patient safety, 2)
keterbatasan perawatan diri, 3) kepuasan pasien 4) kecemasan, 5) kenyamanan
(comfort)/ bebas dari nyeri, dan 6) pengetahuan (discharge planning). Saat ini
masih banyak laporan tentang pelayanan keperawatan yang kurang optimal. Salah
satu kegiatan pelayanan keperawatan yang kurang optimal adalah manajemen nyeri
yang diajarkan kepada pasien.
Manajemen nyeri yang tidak adekuat dapat menimbulkan konsekuensi
terhadap pasien dan anggota keluarga. Pasien dan keluarga akan merasakan
ketidaknyamanan yang meningkatkan respon stress sehingga mempengaruhi
kondisi psikologi, emosi, dan kualitas hidup. Perawat dengan menggunakan
pengetahuannya dapat mengatasi masalah nyeri baik secara mandiri maupun
kolaboratif dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan farmakologi
dan pendekatan non farmakologi. Pendekatan farmakologi adalah cara yang paling
efektif untuk menghilangkan nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat yang
berlangsung berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Terapi farmakologis seperti
obat-obatan analgetik atau pereda nyeri memiliki efek samping seperti depresi,
sedasi, mual muntah dan konstipasi, sedangkan pendekatan nonfarmakologi
merupakan pendekatan untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan teknik
managemen nyeri meliputi stimulasi dan masase kutaneus, terapi es dan panas,
distraksi, imajinasi terbimbing, teknik relaksasi nafas dalam dan sebagainya
(Smeltzer & Bare, 2015). Pendekatan nyeri nonfarmakologis memiliki resiko atau
efek samping yang sangat rendah meskipun metode tersebut bukan untuk
penggantian obatobatan, namun tindakan tersebut diperlukan atau sesuai untuk
mempersingkat episode nyeri (Smeltzer & Bare, 2015).
Pengobatan non farmakologi adalah suatu bentuk pelayanan pengobatan
yang menggunakan cara, alat atau bahan yang dipergunakan sebagai alternatif atau
pelengkap pengobatan medis tertentu. Untuk mengurangi nyeri tersebut dapat
dilakukan dengan pendekatan nonfarmakologi yaitu dengan tehnik relaksasi otot
progresif. Dimana, Teknik relaksasi otot progresif adalah memusatkan perhatian
pada suatu aktivitas otot, dengan mengidentifikasikan otot yang tegang kemudian
menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi untuk mendapatkan
perasaan relaks (Tyani., et al. 2015)
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui respon pasien yang mengalami gangguan rasa nyaman nyeri
dengan penerapan EBNP (Avidance Based Nursing Practice) berupa terapi
relaksasi otot progresif dalam mengatasi nyeri.
2. Tujuan Khusus :
a. Mengetahui tingkat nyeri sebelum dilakukan intervensi terapi relaksasi otot
progresif dalam mengatasi gangguan rasa nyaman nyeri
b. Mengetahui tingkat nyeri setelah dilakukan intervensi terapi relaksasi otot
progresif dalam mengatasi gangguan rasa nyaman nyeri
c. Mengevaluasi respon pasien selama pemberian terapi relaksasi otot progresif
dalam menurunkan nyeri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
1. Nyeri
a. Definisi Nyeri
Nyeri merupaakan kondisi berupa perasaan yang tidak
menyenangkan, bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang
berbeda dalam hal skala ataupun tingkatannya, dan hanya orang
tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang
dialaminya. Menurut Smeltzer & Bare (2015), definisi keperawatan
tentang nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan
individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu
mengatakannya.
b. Fisiologi Nyeri
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya
rangsangan. Reseptor nyeri tersebar pada kulit dan mukosa dimana
reseptor nyeri memberikan respon jika adanya stimulasi atau rangsangan.
Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimia seperti histamine, bradikinin,
prostaglandin dan macam-macam asam yang terlepas apabila terdapat
kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigen. Stimulasi yang lain
dapat berupa termal, listrik, atau mekanis (Smeltzer & Bare, 2015).
c. Jenis Nyeri
Secara umum nyeri dibagi menjadi dua yaitu,
1) Nyeri Akut
Nyeri Akut merupakan nyeri yang berlangsung dari beberapa detik
hingga kurang dari 6 bulan biasanya dengan awitan tiba-tiba dan
umumnya berkaitan dengan cidera fisik. Nyeri akut mengindikasikan
bahwa kerusakan atau cidera telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama
terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun
sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Nyeri ini umumnya terjadi
kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Salah satu
nyeri akut yang terjadi adalah nyeri pasca pembedahan.
2) Nyeri Kronik
Nyeri kronik merupakan nyeri konstan atau intermitern yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitakan
dengan penyebab atau cidera fisik. Nyeri kronis dapat tidak memiliki
awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena
biasanya nyeri ini sering tidak memberikan respon terhadap pengobatan
yang diarahkan pada penyebabnya.
d. Pengkajian Nyeri
1) Skala Deskriptif Verbal (VDS)
Skala deskriptif verbal (VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari
tiga sampai lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang
sama di sepanjang garis. Pendeskripsian ini dirangking dari “tidak nyeri”
sampai “nyeri tidak tertahankan”. Perawat menunjukan klien skala
tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang
ia rasakan (Potter & Perry, 2005)
2) Skala Penilaian Numerik (NRS)
Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scale, NRS) lebih digunakan
sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, klien menilai
nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan
saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi
(Andarmoyo, 2013).
b. Manfaat
Relaksasi otot pogresif mempunyai manfaat yang baik bagi tubuh, berikut
merupakan manfaat relaksasi otot progresif menurut Purwanto (2013) dapat
meningkatkan ketrampilan dasar relaksasi, mengurangi ketegangan otot dan
syaraf, mengurangi tingkat kecemasan klien, permanfaat untuk penderita
insomnia, mengurangi nyeri, stres dan gangguan tidur.
c. Indikasi
Indikasi terapi relaksasi otot progresif yaitu dapat dilakukan pada klien
dengan gejala yang berkaitan dengan stres, seperti insomnia, hipertensi, sakit
kepala, nyeri, dan TMJ (temporomandibular joint syndrome).
d. Kontraindikasi
Relaksasi otot progresif memiliki beberapa kontraindikasi pada keadaan
tertentu antara lain terdapat gangguan otot dan jaringan muskuloskeletal,
peningkatan tekanan intrakranial, dan penyakit arteri koronaria yang berat
(Hamarno, 2010)
B. MEKANISME
Nyeri merupakan salah satu manifestasi klinis yang terjadi pada pasien colic
renalis. Ketika diberikan gerakan relaksasi otot progresif dapat membantu
merilekskan sinap-sinap saraf baik yang simpatis maupun parasimpatis sehingga
saraf akan jadi rileks dan rasa
C. TEKNIK/CARA
Relaksasi otot progresif dapat dilakukan di lingkungan yang tenang dan
dalam posisi yang nyaman sambil memejamkan mata, kemudian dilanjutkan
dengan melakukan langkah prosedur berikut dengan mengkontraksikan otot selama
7-10 detik dan merelaksasikannya selama 10-15 detik, sehingga memerlukan waktu
kurang lebih 15 menit (Gupta, 2014). Adapun langkah prosedur relaksasi otot
progresif yaitu sebagai berikut:
a. Menggenggam atau mengepalkan tangan kanan sekuat mungkin sampai
merasakan ketegangan, tahan dan kemudian kepalan dilepaskan, kemudian
dilanjutkan tangan kiri
b. Menekuk kedua pergelangan tangan kebelakang dengan jari-jari menghadap
ke langit-langit sehingga otot-otot di tangan bagian belakang dan lengan
bawah terasa tegang, tahan sebentar dan kemudian dilemaskan
c. Mengepalkan kedua tangan kemudian membawa kedua kepalan ke pundak
dengan menekuk lengan, sehingga otot-otot bisep menjadi tegang, tahan
sebentar dan kemudian dilemaskan
METODE PENULISAN
A. HASIL
Dalam penerapan intervensi relaksasi otot progresif penulis menerapkan pada
klien Ny.K dengan diagnosa Diabetes di Daerah Kerja Puskesmas Bergas. Berdasarkan
hasil pengkajian pada tanggal 5 Oktober 2020 sebelum dilakukannya intervensi relaksasi
otot progresif, keluhan utama klien Ny. K yaitu klien mengatakan nyeri dibagian kaki
kiri bawah dengan pengkajian
P : nyeri saat bergerak
Q : nyeri seperti di tusuk-tusuk
R : nyeri pada dada kiri
S : sklala nyeri 3
T : nyeri hilang timbul.
Berdasarkan keluhaan utama Ny. K, penulis berkeinginan untuk melakukan
intervensi relaksasi otot progresif untuk mengatasi masalah gangguan rasa nyaman: nyeri
pada klien diabetes mellitus di Daerah Kerja Puskesmas Bergas. Klien diberikan
intervensi relaksasi otot progresif sebanyak 1 kali sehari selama 4 hari.
Setelah dilakukan intervensi relaksasi otot progresif selama rentang waktu yang
ditentukan, didapatkan hasil bahwa Ny. K mengatakan nyeri berkurang dengan dengan
P : ulkus DM
Q : nyeri seperti di tusuk-tusuk
R : nyeri pada kaki kiri bawah
S : sklala nyeri 2
T : nyeri hilang timbul.
Sehingga hasil yang didapatkan setelah klien Ny. K sebelum dan setelah mendapatkan
relaksasi otot progresif terjadi penurunan skala nyeri dari 3 menjadi 2.
B. PEMBAHASAN
Relaksasi otot progresif secara signifikan dapat menurunkan nyeri pada pasien. Hal
ini berkaitan mengenai tindakan yang diberikan. Relaksasi progresif sendiri merupakan
tindakan mandiri yang dapat dilakukan oleh klien (Supetran I, 2015). Menurut Supetran
(2015), Latihan relaksasi otot progresif dapat memberikan pemijitan halus pada berbagai
kelenjar pada tubuh, menurunkan produksi kortisol dalam darah, mengembalikan
pengeluaran hormon yang secukupnya sehingga memberi keseimbangan emosi dan
ketenangan pikiran, dan Penelitian ini membuktikan sebelum diberikan relaksasi otot
progresif klien yang mengalami nyeri dikarenakan oleh perhatian klien masih terfokus
pada titik nyeri sehingga klien merasakan nyeri yang hebat. Sedangkan setelah diberikan
relaksasi otot progresif klien mengalami penurunan skala nyeri karena klien sudah tidak
terfokus lagi pada rasa sakitnya itu. Sehingga hipotalamus tidak mengaktifkan mediator
nyeri (Supetran, 2015).
Hal ini sejalan dengan teori dari menurut Nugraha (2017) yang menyatakan bahwa
relaksasi akan memicu hipotalamus untuk mensekresikan endorphin sehingga konsentrasi
endorfin di otak akan meningkat. Peningkatan endorfin di otak akanmenimbulkan
perasaan nyaman, menciptakan ketenangan dan memperbaiki suasana hati seseorang
hingga membuat seseorang rileks. Sehingga rasa nyeri yang dikeluhkan Ny. K dapat
berkurang.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Oleh Eno Wijaya dan Tri Nurhidayati
(2020) mengenai relaksasi otot progresif pada klien dengan nyeri kronis, yang mana
didapatkan hasil baik bahwa perlakuan relaksasi otot proresif dapat menurunkan skala
nyeri klien. Berdasarkan hasil penelitian tersebut ruangan dapat mengadopsi relaksasi otot
progresif yang kemudian dijelaskan langkah-langkahnya kepada perawat pelaksana
diruangan. Dengan harapan perawat diruangan dapat menerapkan teknik relaksasi otot
progresif sebagai langkah pertama sebelum pemberian farmakologi untuk menurunkan
nyeri yang kemudian diruangan mempunyai tindakan nonfarmakologi dalam menurunkan
nyeri dengan teknik relaksasi otot progresif, sehingga dapat mengurangi tindakan
farmakologi.
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang sudah dipaparkan oleh penulis mengenai
diagnosa nyeri kronis berhubungan dengan inflamasi diabetes melitus, dengan pemberian
intervensi relaksasi otot progresif. Setelah dilakukan tindakan 4x24 jam didapatkan hasil
bahwa Ny. K mengatakan nyeri berkurang dengan P : ulkus DM , Q : nyeri seperti di
tusuk-tusuk, R : nyeri pada kaki kiri bawah, S : sklala nyeri 2, T : nyeri hilang timbul.
Sehingga terjadi penurunan skala nyeri dari 3 menjadi 2.
B. SARAN
1. Bagi Perawat / Rumah Sakit
Perawat diharapkan dapat meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien
dengan mengatasi nyeri klien dengan cara relaksasi otot progresif.
2. Bagi Institusi
Diharapkan penelitian ini dijadikan referensi dan digunakan bagi mahasiswa
untuk menambah pengetahuan dibidang kesehatan yaitu dengan memberikan terapi
keperawatan komplementer atau penatalaksanaan non farmakologi teknik relaksasi
otot progresif untuk menurunkan skala nyeri pasien/klien
Lampiran. SOP Relaksasi Otot Pogresif
Pengertian Relaksasi otot progresif adalah suatu teknik relaksasi dengan cara
menegangkan otot dan menurunkan ketegangan otot sampai merasa
rileks.
Tujuan 1. Mengontrol tekanan darah
2. Menurunkan ketegangan otot
3. Menurunkan stres atau kecemasan
4. Mengurangi rasa sakit
5. Menurunkan sesak
Indikasi Pasien dengan gejala yang berkaitan dengan stres, seperti insomnia,
hipertensi, sakit kepala, dan nyeri punggung bawah.
p. Setelah semua gerakan selesai tarik napas dalam dan buka mata secara
perlahan.
Sumber : Harmano (2010)
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, S. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar ruzz
Media.
Betz, Cecily L., Sowden, Linda A. 2012. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta:
EGC.
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4 volume 1.EGC. Jakarta
Prihanto, Caecilia. T. (2020). Relaksasi Otot Progresif Untuk Menurunkan Nyeri. Jurnal
Ilmiah
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Ed.8.
Jakarta : EGC
Tyani, E. S., Wasito, U., & Yesi, H. N. (2015). Efektifitas Relaksasi Otot Progresif
Terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi Esensial. JOM.
Vol. 2. No. 2. Oktober 2015: 1068-1075.