OLEH :
Mengetahui:
2. Penyebab
a. Penyebab Gangguan Rasa Nyaman
1) Gejala penyakit
2) Kurang pengendalian situasi/lingkungan
3) Ketidakadekuatan sumber daya
4) Kurangnya privasi
5) Gangguan stimulus lingkungan
6) Efek samping terapi
7) Gangguan adaptasi kehamilan(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)
b. Penyebab Nyeri Akut
1) Agen pencedera fisiologis (mis: inflamasi, iskemia, meoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (mis: terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis: abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan) (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2016)
c. Penyebab Nyeri Kronis
1) Kondisi muskuloskeletal kronis
2) Kerusakan sistem saraf
3) Penekanan saraf
4) Infiltrasi tumor
5) Ketidakseimbangan neuromedulator, dan reseptor
6) Gangguan imunitas (mis: neuropati terkait HIV, virus vericella-zoster)
7) Gangguan fungsi metabolic
8) Riwayat posisi kerja statis
9) Peningkatan indeks massa tubuh
10) Kondisi pasca trauma
11) Tekanan emosional
12) Riwayat penganiayaan (mis: fisik, psikologis, seksual)
13) Riwayat penyalahgunaan obat/zat. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)
4. Patofisiologi
Nyeri timbul akibat adanya rangsangan oleh zat-zat algesik pada reseptor nyeri
yang banyak dijumpai pada lapisan superficial kulit dan pada beberapa Jaringan di
dalam tubuh, seperti periosteum, permukaan sendi, otot rangka dan pulpa gigi. Zat-zat
algesik yang mengaktifkan reseptor nyeri adalah ion K, H, asam laktat, serotonin,
bradikinin, histamin dan prostaglodin. Respon terhadap stimulus untuk stimulus nyeri
disebut nosiseptor yang merupakan ujung-ujung saraf bebas tidak bermielin yang
mampu mengubah berbagai stimulus menjadi impuls saraf, yang diinterpretasikan
oleh otak sebagai sensasi nyeri. Badan-badan sel saraf tersebut terdapat pada ganglia
radiks dorsalis, atau saraf trigeminal pada ganglia trigeminal, dan badan-badan sel
saraf tersebut mengirimkan satu cabang serat saraf menuju ke perifer, serta cabang
lainnya menuju medula spinalis atau batang otak. Nosiseptor diklasifikasikan menjadi
dua jenis yaitu saraf-saraf tidak bermielin dan berdiameter kecil yang
mengkonduksikan impuls saraf dengan ambat, yaitu serabut saraf C dan saraf-saraf
bermielin berdiameter lebih besar yang mengkonduksikan impuls-impuls saraf lebih
cepat yaitu serabut saraf A. Impuls-impuls saraf yang dikonduksikan oleh serat
nosiseptor A menghasilkan sensasi nyeri yang tajam dan cepat, sedangkan serat
nosiseptor C menghasilkan sensasi nyeri yang tumpul dan terlambat. Kebanyakan
nosiseptor beujung bebas yang mendeteksi adanya kerusakan jaringan.
Selama proses inflamasi, nosiseptor menjadi lebih peka dan mengakibatkan
nyeri yang terus menerus. Rangkaian proses yang menyertai antara kerusakan
jaringan sebagai sumber stimuli nyeri sampai dirasakannya persepsi nyeri adalah
suatu proses elektrofisiologik yang disebut sebagai nosisepsi. Terdapat empat proses
dalam nosisepsi, yakni : transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi.
1. Transduksi
Transduksi merupakan proses pengubahan stimuli nyeri (noxious stimuli) menjadi
suatu impuls listrik pada ujung-ujung saraf. Proses transduksi dimulai ketika
nociceptor yaitu reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi.
Aktivasi reseptor ini (nociceptors) merupakan sebagai bentuk respon terhadap
stimulus yang datang seperti kerusakan jaringan atau trauma. Trauma tersebut
kemudian menghasilkan mediatormedator nyeri perifer sebagai hasil dari respon
humoral dan neural. Prostaglandin beserta ion H+ dan K+ berperan penting sebagai
activator primer nosiseptor perifer serta menginisiasi respon inflamasi dan sensitisasi
perifer yang menyebabkan pembengkakan jaringan dan nyeri pada lokasi cedera.
2. Transmisi
Transmisi merupakan serangkaian kejadian-kejadian neural yang membawa
impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi melibatkan saraf
aferen yang terbentuk dari serat saraf berdiameter kecil ke sedang serta yang
berdiameter besar. Saraf aferen akan ber-axon pada dorsal horn di spinalis.
Selanjutnya transmisi ini dilanjutkan melalui system contralateral spinalthalamic
melalui ventral lateral dari thalamus menuju cortex serebral. Proses penyaluran
impuls melalui saraf sensoris setelah proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan
oleh serabut A fiber dan C fiber sebagai neuron pertama dari perifer ke medula
spinalis. Proses tersebut menyalurkan impuls noxious dari nosiseptor primer menuju
ke sel di dorsal horn medulla spinalis.
3. Modulasi
Modulasi adalah proses yang mengacu kepada aktivitas neural dalam upaya
mengontrol jalur transmisi nociceptor tersebut. Proses modulasi melibatkan system
neural yang komplek. Impuls nyeri ketika sampai di saraf pusat akan dikontrol oleh
sistem saraf pusat dan mentransmisikan impuls nyeri ini kebagian lain dari system
saraf seperti bagian cortex. Selanjutnya impuls nyeri ini akan ditransmisikan melalui
saraf-saraf descend ke tulang belakang untuk memodulasi efektor.
4. Persepsi
Persepsi adalah proses yang subjective. Persepsi merupakan hasil akhir dari proses
interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai dari proses transduksi, transmisi, dan
modulasi yang pada gilirannya menghasilkan suatui perasaan yang subjektif yang
dikenal sebagai persepsi nyeri. Proses persepsi ini tidak hanya berkaitan dengan
proses fisiologis atau proses anatomis saja, akan tetapi juga meliputi cognition
(pengenalan) dan memory (mengingat). Oleh karena itu, faktor psikologis, emosional,
dan berhavioral (perilaku) juga muncul sebagai respon dalam mempersepsikan
pengalaman nyeri tersebut. Proses persepsi ini jugalah yang menjadikan nyeri tersebut
suatu fenomena yang melibatkan multidimensional.
Beberapa traktus asenden berperan dalam mentransmisikan impuls nosisepsi dari
dorsal horn ke target supraspinal, yaitu traktus spinomesencephalic, spinoreticular
dan spinotalamikus, dimana traktus spinotalamikus merupakan traktus yang utama
untuk jalur persepsi. Akson dari sel dorsal horn bersinaps dengan sel thalamus, yang
mengubah transmisi impuls nosiseptif langsung ke korteks somatosensoris
(Ryantama, 2017).
5. Pathway
Trauma jaringan
Kerusakan6. sel
Merangsang nosiseptor
(reseptor nyeri)
Talamus
Otak (korteks
somatosensori)
S ensasi N yeri
7. Klasifikasi Nyeri
a. Berdasarkan Sumbernya
1) Cutaneus/superficial : mengenai kulit atau jaringan subkutan biasanya
bersifat burning (terbakar). Misalnya terkena ujung pisau atau gunting
2) Deep somatic/nyeri dalam: muncul dari ligament, pembuluh darah, tendon
dan saraf, nyeri menyebar dan lebih lama daripada Cutaneus. Contoh: sprain
sendi
3) Visceral (pada organ dalam): stimulus reseptor nyeri dalam rongga
abdomen, cranium dan thorax. Biasanya terjadi karena spasme otot,
ischemia, regangan jaringan.
b. Berdasarkan penyebabnya
1) Fisik: terjadi karena stimulus fisik. Misalnya fraktur femur
2) Psycogenic: terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi,
bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari misalnya orang
yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dada.
c. Berdasarkan lama atau durasinya
1) Nyeri Akut: adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari kurang 3 bulan.
2) Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan, yang
berlangsung lebih dari 3 bulan
d. Berdasarkan letak atau lokasi
1) Radiating pain: nyeri menyebar dari ke jaringan di dekatnya (cardiac pain)
2) Referred pain: nyeri disarankan pada bagian tubuh tertentu yang
diperkirakan berasal dari jaringan penyebab
3) Intractable pain: nyeri yang sangat susah dihilangkan. Contohnya nyeri pada
kanker
8. Gejala Klinis
a. Gejala Klinis Gangguan Rasa Nyaman
Gejala dan tanda mayor
Subjektif Objektif
Mengeluh tidak nyaman 1. Gelisah
Gejala dan tanda Minor
Subjektif Objektif
1. Mengeluh sulit tidur 1. Menunjukkan gejala distress
2. Tidak mampu rileks 2. Tampak merintih/menangis
3. Mengeluh kedinginan/kepanasan 3. Pola eliminasi berubah
4. Merasa gatal 4. Postur tubuh berubah
5. Mengeluh mual 5. Iritabilitas
6. Mengeluh lelah
b. Gejala Klinis Nyeri Akut
Gejala dan tanda mayor
Subjektif Objektif
Mengeluh nyeri 1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis: waspada,
posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Gejala dan tanda Minor
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Tekanan darah meningkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaphoresis
c. Gejala Klinis Nyeri Kronis
Gejala dan tanda mayor
Subjektif Objektif
1. Mengeluh nyeri 1. Tampak meringis
2. Merasa depresi (tertekan) 2. Gelisah
3. Tidak mampu menuntaskan aktivitas
9. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara lengkap dan menyeluruh antara lain
a. Ukur suhu tubuh, tekanan darah, nadi, serta tinggi dan berat badan pada setiap
pemeriksaan.
b. Amati seluruh tubuh pasien untuk melihat keberadaan lesi kulit, hiperpigmentasi,
ulserasi, tanda bekas tusukan jarum, perubahan warna dan ada tidaknya oedema.
c. Lakukan pemeriksaan status mental untuk mengetahui orientasi pasien, memori,
komprehensi, kognisi dan emosi pasien terutama sebagai akibat dari nyeri.
d. Pemeriksaan sendi selalu lakukan pemeriksaan di kedua sisi pasien apabila
kemungkinan untuk mendeteksi adanya asimetri. Lakukan palpasi untuk
mengetahui area spesifik dari nyeri.
e. Pemeriksaan sensorik, menggunakan diagram tubuh sebagai alat bantu dalam
menilai nyeri terutama untuk menentukan letak dan etiologi nyeri.
8) Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu
cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu.
12. Komplikasi
a. Gangguan pola istirahat dan tidur
b. Oedema Pulmonal
c. Kejang
d. Masalah Mobilisasi
e. Hipertensi
f. Hipertermi
2) Pola nutrisi-metabolik
Kaji pasien mengenai kebiasaan jumlah makanan dan kehidupan, jenis
dan jumlah (makanan dan minum), pola makan 3 hari terakhir atau 24
jam terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu makan
3) Pola eliminasi
Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau,
nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol BAK, adanya perubahan
lain.
Kebiasaan pola buang air besar : frekuensi, jumlah (cc), warna , bau,
nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol BAB, adanya perubahan
lain.
4) Pola aktivitas dan Latihan
Kaji pasien mengenai aktifitas kehidupan sehari-hari, kemampuan
untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi, makan, kamar mandi),
Mandiri bergantung atau perlu bantuan, penggunaan alat bantu
(kruk,kaki tiga). Biasanya pasien yang mengalamu nyeri aktivitas dan
Latihan yang dilakukan tidak maksimal
5) Pola kognitif dan persepsi Kaji pasien mengenai
- Gambaran tentang indra khusus (penglihatan, penciuman,
pendengaran, perasaan, peraba).
- Penggunaan alat bantu indra
- Persepsi ketidaknyamanan nyeri (pengkajian nyeri
secara komprahensif)
- Keyakinan budaya terhadap nyeri
- Tingkat pengetahuan klien terhadap nyeri dan pengetahuan untuk
mengontrol dan mengatasi nyeri
- Data pemeriksaan fisik yang berhubungan
(neurologis, ketidaknyamanan)
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Dx Keperawatan Hasil
1 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Terapi Relaksasi
rasa keperawatan 2x 24 jam 1. Identifikasi teknik relaksasi yang
nyaman diharapkan gangguan rasa pernah digunakan
nyaman dapat teratasi 2. Monitor respon terhadap terapi
dengan kriteria hasil: relaksasi
Status Kenyamanan 3. Ciptakan lingkungan yang tenang
1. Mengeluh tidak dan tanpa gangguan dengan
nyaman pencahayaan dan suhu ruang yang
berkurang/hilang nyaman
2. Tidak gelisah 4. Gunakan relaksasi sebagai strategi
3. Mengeluh sulit tidur penunjang dengan analgetik atau
berkurang/hilang Tindakan medis lain
4. Merasa rileks 5. Jelaskan tujuan, manfaat, Batasan
dan jenis relaksasi yang tersedia
6. Jelaskan secara terperinci
intervensi yang yang dipilih
4. Implementasi Keperawatan
Terapi nyeri membutuhkan pendekatan secara personal, mungkin lebih
pada penanganan masalah klien yang lain. Perawat, klien, dan keluarga
merupakan mitra kerja sama dalam melakukan tindakan untuk mengatasi
nyeri (Potter & Perry, 2010). Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana
keperawatan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi
dimulai setelah rencana keperawatan disusun dan ditujukan untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping. Perencanaan keperawatan dapat dilaksanakan dengan
baik jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam implementasi
keperawatan (Nursalam, 2009).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan untuk
mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan respon
klien kearah pencapaian tujuan (Potter & Perry, 2010). Menurut Dinarti,
Aryani, R, Nurhaeni, H., Chairani (2013), evaluasi asuhan keperawatan
didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, assesment,
planning). Komponen SOAP yaitu S (subjektif) dimana perawat menemukan
keluhan klien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan. O (objektif)
adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi klien secara
langsung dan dirasakan setelah selesai tindakan keperawatan. A (assesment)
adalah kesimpulan dari data subjektif dan objektif (biasanya ditulis dalam
bentuk masalah keperawatan). P (planning) adalah perencanaan keperawatan
yang akan dilanjutkan dihentikan, dimodifikasi atau ditambah dengan rencana
kegiatan yang sudah ditentukan sebelumnya. Evaluasi pada gangguan rasa
nyaman :
1. Gangguan rasa nyaman
a. Klien mengeluh tidak nyaman berkurang atau hilang
b. Klien tampak tidak gelisah
c. Klien tidak mengeluh sulit tidur
d. Klien merasa rileks
2. Nyeri Akut
a. Klien mengatakan nyeri berkurang (0-3)
b. Klien tidak meringis
c. Klien tidak gelisah
d. Klien tidak mengalami kesulitan tidur
e. Frekuensi Nadi dalam rentang normal (80-100 x/menit)
3. Nyeri Kronis
a. Klien mampu melaporkan nyeri terkontrol
b. Klien mampu mengenali penyebab nyeri
c. Klien mampu menggunakan teknik nonfarmakologi
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui:
Potter & Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Buku 3 (7th ed.). EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
Definisi dan Tindakan Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia,
Definisi dan Kriteria Hasil. DPP PPNI.