Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


GANGGUAN RASA NYAMAN NYERI

OLEH :

NAMA : DEWA AYU PUTU SERI YUNITA DEWI


NIM : 203213208
KELAS: A14-A KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES WIRA
MEDIKA BALI
DENPASAR
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan keperawatan pada Ny.R di RSUD SANJIWANI GIANYAR guna


melengkapi tugas PLKK

Laporan ini di susun dan di sahkan pada:


Hari/tanggal :
Tempat :

Mengetahui:

RSUD SANJIWANI MAHASISWA


CI Ruang Ayodya Lantai IV Kelas I

Ns.Ni Wayan Krisnawati, S.Kep Dewa Ayu Putu Seri Yunita


Dewi
NIP. 197609151997032003 NIM. 203213208

STIKes Wira Medika Bali


CT Ruang Ayodya Lantai IV Kelas I

Ns.Ni Luh Gede Puspitayanti, S.Kep.,M.Biomed


NIDN. 2.04.10.27
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN RASA NYAMAN

A. Konsep Dasar Gangguan Rasa Nyaman


1. Pengertian Gangguan Rasa Nyaman dan Nyeri
Gangguan rasa nyaman adalah perasaan kurang senang, lega dan sempurna
dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan emosional (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2016).
Kenyamanan atau rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang
meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan
transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan
harus dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu:
1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
3. Psikososial, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang
meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan.
4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia
seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiahlainnya (Wahyudi,
2016).
Dalam meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat lebih
memberikan kekuatan, harapan, dorongan, hiburan, dukungan dan bantuan. Secara
umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa
nyaman bebas dari rasa nyeri, dan hipo/hipertermia. Hal ini disebabkan karena
kondisi nyeri dan hipo/hipertermia merupakan kondisi yang mempengaruhi perasaan
tidak nyaman pasien yang ditunjukkan dengan timbulnya gejala dan tanda pada
pasien (Wahyudi, 2016).
Nyeri adalah pengalaman sensori dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang actual atau potensial yang
dirasakan dalam kejadian dimana terjadi kerusakan jaringan tubuh (Wahyudi, 2016).
Nyeri Akut adalah pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Nyeri kronis
adalah pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat yang berlangsung lebih dari 3 bulan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2016). Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan nyeri
merupakan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan, presepsi nyeri
seseorang sangat ditentukan oleh pengalaman dan status emosionalnya. Presepsi nyeri
bersifat sangat pribadi dan subjektif. Oleh karena itu, suatu rangsang yang sama dapat
dirasakan berbeda oleh dua orang yang berbeda bahkan suatu rangsang yang sama
dapat dirasakan berbeda oleh satu orang karena keadaan emosionalnya yang berbeda.

2. Penyebab
a. Penyebab Gangguan Rasa Nyaman
1) Gejala penyakit
2) Kurang pengendalian situasi/lingkungan
3) Ketidakadekuatan sumber daya
4) Kurangnya privasi
5) Gangguan stimulus lingkungan
6) Efek samping terapi
7) Gangguan adaptasi kehamilan(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)
b. Penyebab Nyeri Akut
1) Agen pencedera fisiologis (mis: inflamasi, iskemia, meoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (mis: terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis: abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan) (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2016)
c. Penyebab Nyeri Kronis
1) Kondisi muskuloskeletal kronis
2) Kerusakan sistem saraf
3) Penekanan saraf
4) Infiltrasi tumor
5) Ketidakseimbangan neuromedulator, dan reseptor
6) Gangguan imunitas (mis: neuropati terkait HIV, virus vericella-zoster)
7) Gangguan fungsi metabolic
8) Riwayat posisi kerja statis
9) Peningkatan indeks massa tubuh
10) Kondisi pasca trauma
11) Tekanan emosional
12) Riwayat penganiayaan (mis: fisik, psikologis, seksual)
13) Riwayat penyalahgunaan obat/zat. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri


a. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada
anak-anak dan lansia. Anak kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan
prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri. Anak-anak juga
mengalami kesulitan secara verbal dalam mengungkapkan dan mengekspresikan
nyeri. Sedangkan pasien yang berusia lanjut, memiliki risiko tinggi mengalami
situasi yang membuat mereka merasakan nyeri akibat adanya komplikasi penyakit
dan degeneratif.
b. Jenis kelamin
Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin
misalnya menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak
boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang
sama. Namun secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam
berespons terhadap nyeri.
c. Kebudayaan
Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah suatu yang
alamiah. Kebudayaan lain cenderung untuk melatih perilaku yang tertutup
(introvert). Sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis seseorang. Dengan
demikian hal ini dapat mempengaruhi pengeluaran fisiologis opial endogen
sehingga terjadilah presepsi nyeri. d. Perhatian
Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi presepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan
dengan respons nyeri yang menurun. e. Makna nyeri
Individu akan mempresepsikan nyeri berbeda-beda apabila nyerimtersebut
memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan. Makna nyeri
mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
f. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan presepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak mendapat
perhatian dapat menimbulkan suatu masalah penatalaksanaan nyeri yang serius. g.
Gaya koping
Individu yang memiliki lokus kendali internal mempresepsikan diri mereka
sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan hasil akhir
suatu peristiwa seperti nyeri. Sebaliknya, individu yang memiliki lokus kendali
eksternal mempresepsikan faktor lain di dalam lingkungan mereka seperti perawat
sebagai individu yang bertanggung jawab terhadap hasil akhir suatu peristiwa. h.
Keletihan
Rasa keletihan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping sehingga meningkatkan prespsi nyeri.
i. Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya namun tidak selalu
berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah di masa
datang.
j. Dukungan keluarga dan sosial
Kehadiran orang-orang terdekat dan bagaimana sikap mereka terhadap klien
dapat memengaruhi respons nyeri. Pasien dengan nyeri memerlukan dukungan,
bantuan dan perlindungan walaupun nyeri tetap dirasakan namun kehadiran orang
yang dicintai akan meminimalkan kesepian dan ketakutan (Wahyudi, 2016).

4. Patofisiologi
Nyeri timbul akibat adanya rangsangan oleh zat-zat algesik pada reseptor nyeri
yang banyak dijumpai pada lapisan superficial kulit dan pada beberapa Jaringan di
dalam tubuh, seperti periosteum, permukaan sendi, otot rangka dan pulpa gigi. Zat-zat
algesik yang mengaktifkan reseptor nyeri adalah ion K, H, asam laktat, serotonin,
bradikinin, histamin dan prostaglodin. Respon terhadap stimulus untuk stimulus nyeri
disebut nosiseptor yang merupakan ujung-ujung saraf bebas tidak bermielin yang
mampu mengubah berbagai stimulus menjadi impuls saraf, yang diinterpretasikan
oleh otak sebagai sensasi nyeri. Badan-badan sel saraf tersebut terdapat pada ganglia
radiks dorsalis, atau saraf trigeminal pada ganglia trigeminal, dan badan-badan sel
saraf tersebut mengirimkan satu cabang serat saraf menuju ke perifer, serta cabang
lainnya menuju medula spinalis atau batang otak. Nosiseptor diklasifikasikan menjadi
dua jenis yaitu saraf-saraf tidak bermielin dan berdiameter kecil yang
mengkonduksikan impuls saraf dengan ambat, yaitu serabut saraf C dan saraf-saraf
bermielin berdiameter lebih besar yang mengkonduksikan impuls-impuls saraf lebih
cepat yaitu serabut saraf A. Impuls-impuls saraf yang dikonduksikan oleh serat
nosiseptor A menghasilkan sensasi nyeri yang tajam dan cepat, sedangkan serat
nosiseptor C menghasilkan sensasi nyeri yang tumpul dan terlambat. Kebanyakan
nosiseptor beujung bebas yang mendeteksi adanya kerusakan jaringan.
Selama proses inflamasi, nosiseptor menjadi lebih peka dan mengakibatkan
nyeri yang terus menerus. Rangkaian proses yang menyertai antara kerusakan
jaringan sebagai sumber stimuli nyeri sampai dirasakannya persepsi nyeri adalah
suatu proses elektrofisiologik yang disebut sebagai nosisepsi. Terdapat empat proses
dalam nosisepsi, yakni : transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi.
1. Transduksi
Transduksi merupakan proses pengubahan stimuli nyeri (noxious stimuli) menjadi
suatu impuls listrik pada ujung-ujung saraf. Proses transduksi dimulai ketika
nociceptor yaitu reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi.
Aktivasi reseptor ini (nociceptors) merupakan sebagai bentuk respon terhadap
stimulus yang datang seperti kerusakan jaringan atau trauma. Trauma tersebut
kemudian menghasilkan mediatormedator nyeri perifer sebagai hasil dari respon
humoral dan neural. Prostaglandin beserta ion H+ dan K+ berperan penting sebagai
activator primer nosiseptor perifer serta menginisiasi respon inflamasi dan sensitisasi
perifer yang menyebabkan pembengkakan jaringan dan nyeri pada lokasi cedera.
2. Transmisi
Transmisi merupakan serangkaian kejadian-kejadian neural yang membawa
impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi melibatkan saraf
aferen yang terbentuk dari serat saraf berdiameter kecil ke sedang serta yang
berdiameter besar. Saraf aferen akan ber-axon pada dorsal horn di spinalis.
Selanjutnya transmisi ini dilanjutkan melalui system contralateral spinalthalamic
melalui ventral lateral dari thalamus menuju cortex serebral. Proses penyaluran
impuls melalui saraf sensoris setelah proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan
oleh serabut A fiber dan C fiber sebagai neuron pertama dari perifer ke medula
spinalis. Proses tersebut menyalurkan impuls noxious dari nosiseptor primer menuju
ke sel di dorsal horn medulla spinalis.
3. Modulasi
Modulasi adalah proses yang mengacu kepada aktivitas neural dalam upaya
mengontrol jalur transmisi nociceptor tersebut. Proses modulasi melibatkan system
neural yang komplek. Impuls nyeri ketika sampai di saraf pusat akan dikontrol oleh
sistem saraf pusat dan mentransmisikan impuls nyeri ini kebagian lain dari system
saraf seperti bagian cortex. Selanjutnya impuls nyeri ini akan ditransmisikan melalui
saraf-saraf descend ke tulang belakang untuk memodulasi efektor.
4. Persepsi
Persepsi adalah proses yang subjective. Persepsi merupakan hasil akhir dari proses
interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai dari proses transduksi, transmisi, dan
modulasi yang pada gilirannya menghasilkan suatui perasaan yang subjektif yang
dikenal sebagai persepsi nyeri. Proses persepsi ini tidak hanya berkaitan dengan
proses fisiologis atau proses anatomis saja, akan tetapi juga meliputi cognition
(pengenalan) dan memory (mengingat). Oleh karena itu, faktor psikologis, emosional,
dan berhavioral (perilaku) juga muncul sebagai respon dalam mempersepsikan
pengalaman nyeri tersebut. Proses persepsi ini jugalah yang menjadikan nyeri tersebut
suatu fenomena yang melibatkan multidimensional.
Beberapa traktus asenden berperan dalam mentransmisikan impuls nosisepsi dari
dorsal horn ke target supraspinal, yaitu traktus spinomesencephalic, spinoreticular
dan spinotalamikus, dimana traktus spinotalamikus merupakan traktus yang utama
untuk jalur persepsi. Akson dari sel dorsal horn bersinaps dengan sel thalamus, yang
mengubah transmisi impuls nosiseptif langsung ke korteks somatosensoris
(Ryantama, 2017).

5. Pathway

Trauma jaringan

Kerusakan6. sel

Pelepasan mediator nyeri (histamine, bradikinin, prostagladin,


serotononin, ion,
kalsium, dan lain-lain )

Merangsang nosiseptor
(reseptor nyeri)

Dihan tarkan oleh serabut tipe A


dan serabut tipe C

Medula spinalis (Dorsal Horn )

S pinomesencephalic S pinoreticular S pinotalamikus

Talamus

Otak (korteks
somatosensori)

S ensasi N yeri

Respon Fisiologi, Anatomin, Psikologi ,


memori, emosional dan perilaku

Gangguan Rasa Nyeri akut Nyeri Kronis


Nyaman

6. Respon Tubuh Terhadap Nyeri


Nyeri sebagai suatu pengalaman sensoris dan emosional tentunya akan
menimbulkan respon terhadap tubuh. Respon tubuh terhadap nyeri merupakan
terjadinya reaksi endokrin berupa mobilisasi hormon-hormon katabolik dan terjadinya
reaksi imunologik, yang secara umum disebut sebagai respon stres.
Rangsang nosiseptif menyebabkan respons hormonal bifasik, artinya terjadi
pelepasan hormon katabolik seperti katekolamin, kortisol, angiotensin II, ADH,
ACTH, GH dan Glukagon, sebaliknya terjadi penekanan sekresi hormone anabolic
seperti insulin. Hormon katabolik akan menyebabkan hiperglikemia melalui
mekanisme resistensi terhadap insulin dan proses glukoneogenesis, selanjutnya terjadi
katabolisme protein dan lipolisis. Kejadian ini akan menimbulkan balans nitrogen
negatif. Aldosteron, kortisol, ADH menyebabkan terjadinya retensi NA dan air.
Katekolamin merangsang reseptor nyeri sehingga intensitas nyeri bertambah sehingga
terjadilah siklus vitrousus. Sirkulus vitiosus merupakan proses penurunan tekanan O2
di arteri pulmonalis (PaO2) yang disertai peningkatan tekanan CO2 di arteri
pulmonalis (PCO2) dan penurunan pH akan merangsang sentra pernafasan sehingga
terjadi hiperventilasi. Respon nyeri memberikan efek terhadap organ dan aktifitas.
Berikut beberapa efek nyeri terhadap oragan dan aktifitas:
1. Efek nyeri terhadap kardiovaskular
Pelepasan katekolamin, Aldosteron, Kortisol, ADH dan aktifasi Angiostensin II
akan mennimbulkan efek pada kardiovaskular. Hormon-hormon ini mempunyai efek
langsung pada miokardium atau pembuluh darah dan meningkatkan retensi Na dan
air. Angiostensin II menimbulkan vasikontriksi. Katekolamin menimbulkan
takikardia, meningkatkan otot jantung dan resistensi vaskular perifer, sehingga
terjadilah hipertensi. Takikardia serta disritmia dapat menimbulkan iskemia miokard.
Jika retensi Na dan air bertambah makan akan timbul resiko gagal jantung.
2. Efek nyeri terhadap respirasi
Bertambahnya cairan ekstra seluler di paru-paru akan menimbulkan kelainan
ventilasi perfusi. Nyeri didaerah dada atau abdomen akan menimbulkan peningkatan
otot tonus di daerah tersebut sehingga muncul risiko hipoventilasi, kesulitan bernafass
dalam mengeluarkan sputum, sehingga penderita mudah hipoksia dan atelektasis.
3. Efek nyeri terhadap sistem oragan lain
Peningkatan aktifitas simpatis akibat nyeri menimbulkan inhibisi fungsi saluran
cerna. Gangguan pasase usus sering terjadi pada penderita nyeri. Terhadap fungsi
immunologik, nyeri akan menimbulkan limfopenia, dan leukositosis sehingga
menyebabkan resistensi terhadap kuman patogen menurun.
4. Efek nyeri terhadap psikologi
Pasien yang menderita nyeri akut yang berat akan mengalami gangguan
kecemasan, rasa takut dan gangguan tidur. Hal ini disebabkan karena
ketidaknyamanan pasien dengan kondisinya, dimana pasien menderita dengan rasa
nyeri yang dialaminya kemudian pasien juga tidak dapat beraktivitas. Bertambahnya
durasi dan intensitas nyeri, pasien dapat mengalami gangguan depresi, kemudian
pasien akan frustasi dan mudah marah terhadap orang sekitar dan dirinya sendiri.
Kondisi pasien seperti cemas dan rasa takut akan membuat pelepasan kortisol dan
katekolamin, dimana hal tersebut akan merugikan pasien karena dapat berdampak
pada sistem organ lainnya, gangguan sistem organ yang terjadi kemudian akan
membuat kondisi pasien bertambah buruk dan psikologi pasien akan bertambah parah.
5. Efek nyeri terhadap mutu kehidupan
Nyeri menyebabkan pasien sangat menderita, tidak mampu bergerak, susah tidur,
tidak enak makan, cemas, gelisah, putus asa tidak mampu bernafas dan batuk dengan
tidak baik. Keadaan seperti ini sangat mengganggu kehidupan pernderita sehari-hari.
Mutu kehidupannya sangat rendah, bahkan sampai tidak mampu untuk hidup mandiri
layaknya orang sehat. Penatalaksanaan nyeri pada hakikatnya tidak tertuju pada
mengurangi rasa nyeri melainkan untuk menjangkau peningkatan mutu kehidupan
pasien, sehingga dapat kembali menikmati kehidupannya. Sementara kualitas hidup
pasien menurun karena pasien tidak bias beristirahat dan beraktivitas (Ryantama,
2017)..

7. Klasifikasi Nyeri
a. Berdasarkan Sumbernya
1) Cutaneus/superficial : mengenai kulit atau jaringan subkutan biasanya
bersifat burning (terbakar). Misalnya terkena ujung pisau atau gunting
2) Deep somatic/nyeri dalam: muncul dari ligament, pembuluh darah, tendon
dan saraf, nyeri menyebar dan lebih lama daripada Cutaneus. Contoh: sprain
sendi
3) Visceral (pada organ dalam): stimulus reseptor nyeri dalam rongga
abdomen, cranium dan thorax. Biasanya terjadi karena spasme otot,
ischemia, regangan jaringan.
b. Berdasarkan penyebabnya
1) Fisik: terjadi karena stimulus fisik. Misalnya fraktur femur
2) Psycogenic: terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi,
bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari misalnya orang
yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dada.
c. Berdasarkan lama atau durasinya
1) Nyeri Akut: adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari kurang 3 bulan.
2) Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan, yang
berlangsung lebih dari 3 bulan
d. Berdasarkan letak atau lokasi
1) Radiating pain: nyeri menyebar dari ke jaringan di dekatnya (cardiac pain)
2) Referred pain: nyeri disarankan pada bagian tubuh tertentu yang
diperkirakan berasal dari jaringan penyebab
3) Intractable pain: nyeri yang sangat susah dihilangkan. Contohnya nyeri pada
kanker

8. Gejala Klinis
a. Gejala Klinis Gangguan Rasa Nyaman
Gejala dan tanda mayor
Subjektif Objektif
Mengeluh tidak nyaman 1. Gelisah
Gejala dan tanda Minor
Subjektif Objektif
1. Mengeluh sulit tidur 1. Menunjukkan gejala distress
2. Tidak mampu rileks 2. Tampak merintih/menangis
3. Mengeluh kedinginan/kepanasan 3. Pola eliminasi berubah
4. Merasa gatal 4. Postur tubuh berubah
5. Mengeluh mual 5. Iritabilitas
6. Mengeluh lelah
b. Gejala Klinis Nyeri Akut
Gejala dan tanda mayor
Subjektif Objektif
Mengeluh nyeri 1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis: waspada,
posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Gejala dan tanda Minor
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Tekanan darah meningkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaphoresis
c. Gejala Klinis Nyeri Kronis
Gejala dan tanda mayor
Subjektif Objektif
1. Mengeluh nyeri 1. Tampak meringis
2. Merasa depresi (tertekan) 2. Gelisah
3. Tidak mampu menuntaskan aktivitas

Gejala dan tanda Minor


Subjektif Objektif
1. Merasa takut mengalami cedera 1. Bersikap protektif (waspada, posisi
berulang menghindari nyeri)
2. Pola tidur berubah
3. Anoreksia
4. Focus menyempit
5. Berfokus pada diri sendiri

9. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara lengkap dan menyeluruh antara lain
a. Ukur suhu tubuh, tekanan darah, nadi, serta tinggi dan berat badan pada setiap
pemeriksaan.
b. Amati seluruh tubuh pasien untuk melihat keberadaan lesi kulit, hiperpigmentasi,
ulserasi, tanda bekas tusukan jarum, perubahan warna dan ada tidaknya oedema.
c. Lakukan pemeriksaan status mental untuk mengetahui orientasi pasien, memori,
komprehensi, kognisi dan emosi pasien terutama sebagai akibat dari nyeri.
d. Pemeriksaan sendi selalu lakukan pemeriksaan di kedua sisi pasien apabila
kemungkinan untuk mendeteksi adanya asimetri. Lakukan palpasi untuk
mengetahui area spesifik dari nyeri.
e. Pemeriksaan sensorik, menggunakan diagram tubuh sebagai alat bantu dalam
menilai nyeri terutama untuk menentukan letak dan etiologi nyeri.

10. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan abdomen.
b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal.
c. Pemeriksaan lab sebagai data penunjang pemeriksaan lainnya.
d. CT-Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pemnuluh darah yang pecah
di otak.
11. Therapi
a. Terapi nyeri farmakologi
Analgesik merupakan metode yang paling umum mengatasi nyeri. Ada tiga jenis
pengobatan yang bisa digunakan untuk mengendalikan nyeri, yaitu
1) Analgesik nonopioid, asetaminofen dan aspirin adalah dua jenis analgesic
nonopioid yang paling sering digunakan. Obat-obatan ini bekerja terutama
pada tingkat perifer untuk mengurangi nyeri
2) Opioid, analgesic opioid bekerja dengan cara melekat diri pada
reseptorreseptor nyeri speripik di dalam SSP
3) Adjuvant. Adjuvan bukan merupakan analgesik yang sebenernya, tetapi zat
tersebut dapat membantu jenis-jenis nyeri tertentu, terutama nyeri kronis. Efek
samping tanda-tanda dari reaksi yang tidak diinginkan mungkin tidak dikenali
karena tanda-tanda tersebut menggambarkan tanda-tanda gangguan pada
lansia seperti konfusi, tremor, depresi, konstipasi, dan hilangnya nafsu makan
(Stanley, 2007).
b. Terapi nyeri non farmakologi
Walaupun terdapat berbagai jenis obat meredakan nyeri, semuanya memiliki
resiko dan biaya. Untungnya, terdapat banyak intervensi nonfarmakologi yang
dapat membantu meredakan nyeri.
1) Kompres panas dan dingin
Reseptor panas dan dingin mengaktivasi serat-serat A-beta ketika temperatur
mereka berada antara 4◦-5◦C dari temperature tubuh. Reseptor-reseptor ini
mudah beradaptasi, membutuhkan temperatur untuk disesuaikan pada interval
yang sering berkisar tiap 5-15 menit. Pemberian panas merupakan cara yang
baik dalam menurunkan atau meredakan nyeri sehingga disetujui termasuk
kedalam otonomi keperawatan. Kompres panas dapat diberikan dengan
menghangatkan peralatan (seperti bantal pemanas, handuk hangat). Kompres
dingin juga dapat menurunkan atau meredakan nyeri, dan perawat dapat
mempertimbangakan metode ini. Es dapat digunakan untuk mengurangi atau
mengurangi nyeri dan untuk mencegah atau mengurangi edema dan inflamasi
(Black, 2014).
2) Akupuntur
Akupuntur telah dipraktikan di budaya asia selama berabadabad untuk
mengurangi atau meredakan nyeri. Jarum metal yang secara cermat ditusukan
kedalam tubuh pada lokasi tertentu dan pada kedalaman dan sudut yang
bervariasi. Kira-kira terdapat 1000 titik akupuntur yang diketahui yang
menyebar diseluruh permukaan tubuh dalam pola yang dikenal sebagai
meridian (Black, 2014). Masalah terbanyak yang dapat diobati dengan
akupuntur meliputi nyeri punggung bagian bawah, nyeri pada otot wajah,
sakit kepala ringan dan migrain, hipertensi, linu panggul, nyeri bahu (Potter &
Perry, 2010).
3) Akupresur
Akupresur adalah metode noninvasif dari pengurangan atau peredaan nyeri
yang berdasarkan pada prinsip akupuntur. Tekanan, pijatan, atau stimulus
kutaneus lainnya, seperti kompres panas atau dingin, diberikan pada titik-titik
akupuntur (Black, 2014).
4) Napas dalam
Napas dalam untuk relaksasi mudah dipelajari dan berkontribusi dalam
menurunkan atau meredakan nyeri dengan mengurangi tekanan otot dan
ansietas (Black, 2014).
5) Hipnotis
Reaksi seseorang akan nyeri dapat diubah dengan signifikan melalui hipnotis.
Hipnotis berbasis pada sugesti, disosiasi, dan proses memfokuskan perhatian
(Black, 2014).
6) Distraksi
Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain nyeri,
atau dapat diartikan lain bahwa distraksi adalah suatu tindakan pengalihan
perhatian pasien ke hal-hal di luar nyeri. Dengan demikian, diharapkan pasien
tidak terfokus pada nyeri lagi dan dapat menurunkan kewaspadaan pasien
terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Distraksi
diduga dapat menurunkan presepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol
desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan
ke otak. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk
menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri. Berikut jenis-jenis
teknik distraksi:
a) Distraksi visual/penglihatan yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang
diarahkan kedalam tindakan-tindakan visual atau melalui pengamatan.
b) Distraksi audio/pendengaran yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang
diarahkan ke dalam tindakan melalui organ pendengaran.
c) Distraksi intelektual yaitu pengalihan perhatian selain nyeri yang
dialihkan ke dalam tindakan-tindakan dengan menggunakan daya
intelektual yang pasien miliki (Andarmoyo, 2017).
7) Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari
ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi
lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan
perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan
menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi (“hirup, dua, tiga”)
dan ekhalasi (“hembuskan, dua, tiga”). Pada saat perawat mengajarkan ini,
akan sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien pada
awalnya. Napas yang lambat, berirama, juga dapat digunakan sebagai teknik
distraksi. Hampir semua orang dengan nyeri mendapatkan manfaat dari
metode-metode relaksasi. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu
untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri akut
dan yang meningkatkan nyeri (Andarmoyo, 2017).

8) Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu
cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu.

Tindakan ini membutuhkan konsentrasi yang cukup. Upayakan kondisi


lingkungan klien mendukung untuk tindakan ini. Kegaduhan, kebisingan, bau
menyengat, atau cahaya yang sangat terang perlu dipertimbangkan agar tidak
mengganggu klien untuk berkonsentrasi. Beberapa klien lebih rileks dengan
cara menutup matanya (Andarmoyo, 2017)

12. Komplikasi
a. Gangguan pola istirahat dan tidur
b. Oedema Pulmonal
c. Kejang
d. Masalah Mobilisasi
e. Hipertensi
f. Hipertermi

13. Pengukuran Intensitas Nyeri


Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang dirasakan
oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan indifidual dan
kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua
yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin
adalah dengan menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri,
namun, pengukuran dengan tehnikini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti
tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007). Pengukuran intensitas nyeri menurut
Smeltzer (2002) adalah sebagai berikut:
Keterangan :
0 Tidak nyeri
1-3 Nyeri ringan : secara objektif dapat berkomunikasi dengan baik
4-6 Nyeri sedang : secara objekif pasien menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, mengikuti
perintah dengan baik
7-9 Nyeri berat : secara objektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah, tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi, nafas panjang dan distraksi
10 Nyeri sangat berat : paien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul

e) Wongbaker FACES Pain Rating Scale


Pengukuran intensitas nyeri di wajah dilakukan dengan cara
memerhatikan mimik wajah pasien pada saat nyeri tersebut
menyerang. Cara ini diterapkan pada pasien yang tidak dapat
menyebutkan intensitas nyerinya dengan skala angka, misalnya anak-
anak dan lansia.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian nyeri yang faktual dan tepat dibutuhkan untuk menetapkan data
dasar, menegakkan diagnosis keperawatan yang tepat, menyeleksi terapi yang
cocok, dan mengevaluasi respons klien terhadap terapi. Keuntungan
pengkajian nyeri bagi klien adalah nyeri dapat diidentifikasi, dikenali sebagai
suatu yang nyata, dapat diukur, dan dapat dijelaskan serta digunakan untuk
mengevaluasi perawatan (Andarmoyo, 2017).
a. Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor
register, diagnosis medis.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Yaitu keluhan utama pasien saat masuk rumah sakit dan saat dikaji.
Pasien mengeluh nyeri, dilanjutkan dengan riwayat kesehatan sekarang,
dan kesehatan sebelum (Wahyudi, 2016).

2) Riwayat penyakit sekarang


Pengkajian nyeri biasanya dilakukan dengan konsep PQRST
P: Provokatif, suatu yang mencetus terjadinya nyeri
Q: Quality, kualitas nyeri apakah seperti ditusuk-tusuk, ditekan benda
berat dan lain-lain
R: Region, tempat atau lokasi nyeri
S : Skala, yaitu tingkat nyeri pasien (0=tidak nyeri, 1-3 = nyeri ringan,
4-6 = nyeri sedang, 7-9 = nyeri berat, 10 nyeri sangat berat)
T : Time, yaitu waktu terjadinya nyeri
3) Riwayat kesehatan dahulu
Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh
pada penyakit yang diderita sekarang, riwayat penyakit sebelumnya,
diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obatan
antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, konsumsi alkohol
berlebihan (Mutttaqin, Arif dan Sari, 2011)
4) Riwayat Kesehatan keluarga
Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita
sakit yang sama seperti klien, dikaji pula mengenai adanya penyakit
keturunan yang menular dalam keluarga (Mutttaqin, Arif dan Sari,
2011)
5) Riwayat sosiokultural
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai
proses emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
maupun dalam masyarakat (Mutttaqin, Arif dan Sari, 2011)
c. Pola Fungsi Kesehatan Gordon
1) Pola persepsi dan manajemen Kesehatan
Kaji pasien mengenai arti sehat dan sakit bagi pasien, pengetahuan
status kesehatan pasien saat ini.

2) Pola nutrisi-metabolik
Kaji pasien mengenai kebiasaan jumlah makanan dan kehidupan, jenis
dan jumlah (makanan dan minum), pola makan 3 hari terakhir atau 24
jam terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu makan
3) Pola eliminasi
Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau,
nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol BAK, adanya perubahan
lain.
Kebiasaan pola buang air besar : frekuensi, jumlah (cc), warna , bau,
nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol BAB, adanya perubahan
lain.
4) Pola aktivitas dan Latihan
Kaji pasien mengenai aktifitas kehidupan sehari-hari, kemampuan
untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi, makan, kamar mandi),
Mandiri bergantung atau perlu bantuan, penggunaan alat bantu
(kruk,kaki tiga). Biasanya pasien yang mengalamu nyeri aktivitas dan
Latihan yang dilakukan tidak maksimal
5) Pola kognitif dan persepsi Kaji pasien mengenai
- Gambaran tentang indra khusus (penglihatan, penciuman,
pendengaran, perasaan, peraba).
- Penggunaan alat bantu indra
- Persepsi ketidaknyamanan nyeri (pengkajian nyeri
secara komprahensif)
- Keyakinan budaya terhadap nyeri
- Tingkat pengetahuan klien terhadap nyeri dan pengetahuan untuk
mengontrol dan mengatasi nyeri
- Data pemeriksaan fisik yang berhubungan
(neurologis, ketidaknyamanan)

6) Pola persepsi-konsep diri Kaji


pasien mengenai :
- Keadaan social : pekerjaan, situasi keluarga, kelompok social
- Identitas personal : penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dari
kelemahan yang dimiliki
- Keadaan fisik : segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh ( yang
disukai dan tidak)
- Harga diri : perasaan mengenai diri sendiri
- Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran)
- Riwayat berhubungan dengan masalah fisik atau psikologi
- Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurangi diri, murung,
tidak mau berinteraksi)
7) Pola tidur dan istirahat
Kaji pasien mengenai kebiasaan tidar sehari-hari (jumlah waktu tidur,
jam tidur dan bangun, ritual menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat
kesegaran). Data pemeriksaan fisik (lesu, kantung mata, keadaan
umum, mengantuk). Biasanya pasien yang mengalami nyeri kebiasaan
istirahat tidur mengalami penurunan.
8) Pola peran hubungan
Kaji pasien menganai:
- Gambaran tentang peran berkaitan dengan keluarga, teman kerja
- Kepuasan atau ketidak puasan menjalankan peran
- Efek terhadap status kesehatan
- Pentingnya keluarga
- Struktur dan dukungan keluarga
- Pola membesarkan anak
- Hubungan dengan orang lain
- Orang terdekat dengan klien
- Data pemeriksaan fisik yang berkaitan

9) Pola seksual reprosuksi Kaji


pasien mengenai :
- Masalah atau perhatian seksual
- Menstruasi, jumlah anak, jumlah suami atau istri
- Gambaran perilaku seksual (perilaku seksual yang aman, pelukan,
sentukan dll)
- Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi
- Efek terhadap kesehatan
- Riwayat yang berhungan dengan masalah fisik dan atau psikologi
- Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU, genetalia, payudarah,
rectum)
10) Pola toleransi stress koping
Kaji pasien mengenai :
- Sifat pencetus stress yang di rasakan baru-baru ini
- Tingkat stress yang dirasakan
- Gambaran respon umum dan khusus terhadap stress
- Strategi mengatasi mengatasi stress yang biasanya digunakan dan
keefektifannya
- Strategi koping yang biasa digunakan
- Pengetahuan dan penggunaan tehnik manajemen stress
- Hubungan antara manajemen strees dengan keluarga
11) Pola nilai kepercayaan Kaji
pasien mengenai :
- Nilai kepercayaan yang dianut pasien
- Latar belakang budaya atau etnik
- Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan
kelompok budaya atau etnik
2. Diagnosa Keperawatan
1)D.0074 Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit, kurang
pengendalian situasi/lingkungan, ketidakadekuatan sumber daya, kurangnya
privasi, gangguan stimulus lingkungan, efek samping terapi, gangguan
adaptasi kehamilan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)
2)D.0077 Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis, agen
pencedera kimiawi, agen pencedera fisik (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2016)
3)D.0078 Nyeri Kronis berhubungan dengan kondisi muskuluskeletal kronis,
kerusakan system saraf, penekanan saraf, infiltrasi tumor, gangguan
imunitas, gangguan fungsi metabolic, riwayat posisi kerja statis, peningkatan
indeks masa tubuh, kondisi pasca trauma, tekanan emosional, riwayat
penganiayaan, riwayat penyalahgunaan obat/zat (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2016)

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Dx Keperawatan Hasil
1 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Terapi Relaksasi
rasa keperawatan 2x 24 jam 1. Identifikasi teknik relaksasi yang
nyaman diharapkan gangguan rasa pernah digunakan
nyaman dapat teratasi 2. Monitor respon terhadap terapi
dengan kriteria hasil: relaksasi
Status Kenyamanan 3. Ciptakan lingkungan yang tenang
1. Mengeluh tidak dan tanpa gangguan dengan
nyaman pencahayaan dan suhu ruang yang
berkurang/hilang nyaman
2. Tidak gelisah 4. Gunakan relaksasi sebagai strategi
3. Mengeluh sulit tidur penunjang dengan analgetik atau
berkurang/hilang Tindakan medis lain
4. Merasa rileks 5. Jelaskan tujuan, manfaat, Batasan
dan jenis relaksasi yang tersedia
6. Jelaskan secara terperinci
intervensi yang yang dipilih

7. Anjurkan rileks dan merasakan


sensasi relaksasi
8. Anjurkan sering mengulangi dan
melatih teknik yang dipilih
2 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan 2x 24 jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
diharapkan nyeri akut pada durasi, frekuensi, kualitas,
pasien dapat berkurang intensitas nyeri
atau hilang dengan kriteria 2. Identifikasi skala nyeri
hasil: 3. Monitor efek samping
Tingkat Nyeri penggunaan analgetik
1. Skala nyeri (0-3) 4. Berikan teknik norfarmakologi
2. Pasien tidak meringis untuk mengurangi rasa nyeri
3. Klien tidak gelisah 5. Kontrol lingkungan yang
4. Tidak mengalami memperberat rasa nyeri
kesulitan tidur 6. Fasilitasi istirahat dan tidur
5. Frekuensi Nadi dalam 7. Jelaskan penyebab, periode dan
rentang normal (80-100 pemicu nyeri
x/menit) 8. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
9. Ajarkan teknik non farmakologi
untuk mengurangi nyeri
10. Kolaborasi pemberian analgetic
Pemberian Analgesik
1. Identifikasi karakteristik nyeri
2. Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik dengan tingkat
keparahan nyeri
3. Tetapkan target efektifitas
analgesic untuk mengoptimalkan
respon pasien
4. Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
5. Koraborasi pemberian dosis dan
jenis analgesik
3 Nyeri Kronis Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan 2x 24 jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
diharapkan nyeri kronis durasi, frekuensi, kualitas,
pada pasien dapat intensitas nyeri
berkurang atau hilang 2. Identifikasi skala nyeri
dengan kriteria hasil: 3. Monitor efek samping
Kontrol Nyeri penggunaan analgetik
1. Klien mampu 4. Berikan teknik norfarmakologi
melaporkan nyeri untuk mengurangi rasa nyeri
terkontrol 5. Kontrol lingkungan yang
2. Klien mampu memperberat rasa nyeri
mengenali penyebab 6. Fasilitasi istirahat dan tidur
nyeri 7. Jelaskan penyebab, periode dan
3. Klien mampu pemicu nyeri
menggunakan teknik 8. Jelaskan strategi meredakan
nonfarmakologi nyeri
4. Skala nyeri klien 9. Ajarkan teknik non farmakologi
berkurang (0-3) untuk mengurangi nyeri
10. Kolaborasi pemberian analgetic
Perawatan Kenyamanan
1. Identifikasi gejala yang tidak
menyenangkan
2. Identifikasi pemahaman tentang
kondisi, situasi dan perasaannya
3. Berikan posisi yang nyaman
4. Ciptakan lingkungan yang
nyaman
5. Berikan terapi akupresure
6. Ajarkan tentang teknik relaksasi

4. Implementasi Keperawatan
Terapi nyeri membutuhkan pendekatan secara personal, mungkin lebih
pada penanganan masalah klien yang lain. Perawat, klien, dan keluarga
merupakan mitra kerja sama dalam melakukan tindakan untuk mengatasi
nyeri (Potter & Perry, 2010). Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana
keperawatan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi
dimulai setelah rencana keperawatan disusun dan ditujukan untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping. Perencanaan keperawatan dapat dilaksanakan dengan
baik jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam implementasi
keperawatan (Nursalam, 2009).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan untuk
mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan respon
klien kearah pencapaian tujuan (Potter & Perry, 2010). Menurut Dinarti,
Aryani, R, Nurhaeni, H., Chairani (2013), evaluasi asuhan keperawatan
didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, assesment,
planning). Komponen SOAP yaitu S (subjektif) dimana perawat menemukan
keluhan klien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan. O (objektif)
adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi klien secara
langsung dan dirasakan setelah selesai tindakan keperawatan. A (assesment)
adalah kesimpulan dari data subjektif dan objektif (biasanya ditulis dalam
bentuk masalah keperawatan). P (planning) adalah perencanaan keperawatan
yang akan dilanjutkan dihentikan, dimodifikasi atau ditambah dengan rencana
kegiatan yang sudah ditentukan sebelumnya. Evaluasi pada gangguan rasa
nyaman :
1. Gangguan rasa nyaman
a. Klien mengeluh tidak nyaman berkurang atau hilang
b. Klien tampak tidak gelisah
c. Klien tidak mengeluh sulit tidur
d. Klien merasa rileks
2. Nyeri Akut
a. Klien mengatakan nyeri berkurang (0-3)
b. Klien tidak meringis
c. Klien tidak gelisah
d. Klien tidak mengalami kesulitan tidur
e. Frekuensi Nadi dalam rentang normal (80-100 x/menit)
3. Nyeri Kronis
a. Klien mampu melaporkan nyeri terkontrol
b. Klien mampu mengenali penyebab nyeri
c. Klien mampu menggunakan teknik nonfarmakologi
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan keperawatan pada Ny.R di RSUD SANJIWANI GIANYAR guna


melengkapi tugas PLKK

Laporan ini di susun dan di sahkan pada:


Hari/tanggal :
Tempat :

Mengetahui:

RSUD SANJIWANI MAHASISWA


CI Ruang Ayodya Lantai IV Kelas I

Ns.Ni Wayan Krisnawati, S.Kep Dewa Ayu Putu Seri Yunita


Dewi
NIP. 197609151997032003 NIM. 203213208

STIKes Wira Medika Bali


CT Ruang Ayodya Lantai IV Kelas I

Ns.Ni Luh Gede Puspitayanti, S.Kep.,M.Biomed


NIDN. 2.04.10.27
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. (2017). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Ar-Ruzz.

Barbara, C. L. (2015). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan). Yayasan IAPK.

Black, J. dan J. H. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah (8th ed.). PT Salemba


Medika.

Dinarti, Aryani, R, Nurhaeni, H., Chairani, R. dan T. (2013). Dokumentasi


Keperawatan. CV Trans Info Medika.

Mutttaqin, Arif dan Sari, K. (2011). Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan


Keperawatan Medikal Bedah. Salemba Medika.

Potter & Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Buku 3 (7th ed.). EGC.

Smeltzer, S. C. dan B. B. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner


and Suddarth (8th ed.). EGC.

Tamsuri, A. (2007). Konsep dan Pelaksanaan Nyeri. EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
Definisi dan Tindakan Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia,
Definisi dan Kriteria Hasil. DPP PPNI.

Wahyudi, A. S. dan A. W. (2016). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Mitra


Wacana Media.

Anda mungkin juga menyukai