Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN DASAR PROFESI

GANGGUAN RASA NYAMAN NYERI

Oleh:
Selly Krimawati
117STYJ22

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
MATARAM
2023
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Alhamdulillah, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat Tuhan yang maha Esa, karena
dengan Rahmat dan RidhoNya lah kami dapat menyelesaikan laporan pendahuluan Keperawatan
kgd.
Dalam penyusunan tugas ini, kami mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan tugas ini.
Kami semua menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini, dan
mungkin banyak kata-kata yang kurang tepat. Untuk itu, saran, dan kritik, dari para pembaca
sekalian senantiasa kami nantikan demi kesuksesan tugas kami di masa yang akan datang.
Semoga tugas yang kami buat ini bermanfaat khususnya bagi para pembaca sekalian. Atas
perhatiannya kami ucapkan terimakasih. Wassalamualaikum wr.wb

Mataram, 19 Juni 2023

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan rasa nyaman dapat diartikan lebih luas dalam keperawatan yakni
memberikan kekuatan, harapan, dorongan, hiburan, bantuan, dan dukungan. Dalam
pengaplikasiannya, secara umum pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah
kebebasan dari rasa sakit / nyeri, hipo / hipertermi. Hal ini dikarenakan rasa sakit /
nyeri dan hipo / hipertemi mempengaruhi rasa nyaman manusia yang ditunjukan
dengan timbulnya tanda gejala (Wahyudi & Abd. Wahid, 2016)
Nyeri adalah pengalaman sensori dan pengalaman emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial yang dirasakan dalam kejadian
dimana terjadi kerusakan jaringan tubuh (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016). Nyeri
adalah pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (SDKI PPNI, 2018)
rasa nyaman yakni gejala penyakit, kurang pengendalian situasional/lingkungan,
ketidakadekuatan sumber daya, kurangnya privasi, gangguan stimulus lingkungan,
efek samping terapi (misal medikasi, radiasi dan kemoterapi)
1.2 Tujuan
1.3 Rumusan Masalah
BAB II
KONSEP TEORI
2.1 Gangguan Rasa Nayaman Dan Nyeri
A. Definisi Gangguan Rasa Nyaman Dan NYeri
Rasa nyaman adalah perasaan yang disebabkan oleh suatu keadaan terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia seperti ketentraman dan kelegaan. Kebutuhan rasa nyaman
dapat diartikan lebih luas dalam keperawatan yakni memberikan kekuatan, harapan,
dorongan, hiburan, bantuan, dan dukungan. Dalam pengaplikasiannya, secara umum
pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebebasan dari rasa sakit / nyeri, hipo /
hipertermi. Hal ini dikarenakan rasa sakit / nyeri dan hipo / hipertemi mempengaruhi
rasa nyaman manusia yang ditunjukan dengan timbulnya tanda gejala (Wahyudi & Abd.
Wahid, 2016)
Gangguan rasa nyaman adalah perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam
dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan sosial (SDKI PPNI, 2018).
Nyeri adalah pengalaman sensori dan pengalaman emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial yang dirasakan dalam kejadian
dimana terjadi kerusakan jaringan tubuh (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016). Nyeri adalah
pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan (SDKI PPNI, 2018)
B. Etiologi
a. Penyebab gangguan rasa nyaman yakni gejala penyakit, kurang pengendalian
situasional/lingkungan, ketidakadekuatan sumber daya, kurangnya privasi, gangguan
stimulus lingkungan, efek samping terapi (misal medikasi, radiasi dan kemoterapi)
b. . Gejala dan tanda mayor yakni secara subjektif: mengeluh tidak nyaman dan objektif
pasien nampak gelisah
c. Gejala dan tanda minor yakni secara subjektif: mengeluh sulit tidur dan mengeluh
lelah, tidak mampu rileks, mengeluh kedinginan/kepanasan, merasa gatal, mengeluh
mual dan objektif pasien menunjukkan gejala distres, tampak merintih/menangis, pola
eleminasi berubah, postur tubuh berubah, iritabilitas
d. Kondisi klinis terkait yakni penyakit kronis dan keganasan, distres psikologis,
kehamilan (SDKI PPNI, 2018).
C. Fisiologi
Terdapat 3 komponen fisiologis dalam nyeri yaitu resepsi, presepsi, dan relaksasi.
Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri
memasuki medula spinalis dan melewati salah satu rute saraf hingga sampai di medula
spinalis. Terdapat stimulus nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor,
mencegah stimulus nyeri tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks
serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang
pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki serta asosiasi kebudayaan dalam upaya
mempersiapkan nyeri (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).
D. Patway
E. Klasifikasi

Nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut adalah
pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan - berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan. Sedangkan nyeri kronis berintensitas ringan - berat dan
konstan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan.

F. Penyebab
Penyebab nyeri akut yakni agen pencedera fisiologis (mis: inflamasi, iskemia,
meoplasma), agen pencedera fisik (abses, amputasi, terbakar, terpotong, prosedur operasi,
trauma, latihan fisik berlebihan), agen pencedera kimiawi (mis: terbakar, bahan kimia
iritan). Sedangkan penyebab nyeri kronis yakni kondisi muskuloskeletal kronis,
kerusakan sistem saraf, penekanan saraf, infiltrasi tumor, ketidakseimbangan
neuromedulator dan reseptor, gangguan imunitas (mis: neuropati terkait HIV, virus
vericella-zoster), kondisi pasca trauma, riwayat penyalahgunaan obat/zat. Sumber: (SDKI
PPNI, 2018).
G. Faktor-Faktor
a. Usia, khususnya pada anak-anak dan lansia. Anak kecil mempunyai kesulitan
memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri.
Anak-anak juga mengalami kesulitan secara verbal dalam mengungkapkan dan
mengekspresikan nyeri. Sedangkan pasien yang berusia lanjut, memiliki risiko tinggi
mengalami situasi yang membuat mereka merasakan nyeri akibat adanya komplikasi
penyakit dan degeneratif.
b. Jenis kelamin, dalam beberapa kebudayaan misalnya menganggap bahwa seorang
anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan
boleh menangis dalam situasi yang sama. Namun secara umum, pria dan wanita tidak
berbeda secara bermakna dalam berespons terhadap nyeri.
c. Kebudayaan, beberapa kebudayaan meyakini bahwa memperlihatkan rasa sakit /
nyeri adalah suatu yang alamiah. Kebudayaan lain cenderung untuk melatih perilaku
yang tertutup (introvert). Sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis
seseorang. Dengan demikian hal ini dapat mempengaruhi pengeluaran fisiologis opial
endogen sehingga terjadilah presepsi nyeri.
d. Tingkat perhatian pasien terhadap nyeri, berfokus pada nyeri dapat meningkatkan
rasa sakit / nyeri sehingga perlu dilakukan upaya pengalihan (distraksi)
e. Mempersepsikan nyeri tersebut sebagai suatu ancaman, kehilangan, hukuman, dan
tantangan. Makna nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang
beradaptasi terhadap nyeri
f. Ansietas seringkali meningkatkan presepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat menimbulkan
suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak mendapat perhatian dapat
menimbulkan suatu masalah penatalaksanaan nyeri yang serius (Wahyudi &
Abd.Wahid, 2016)
H. Penanganan Farmakologis
a. Analgesik narkotik : Analgesik narkotik seperti morfin dan kodein. Narkotik dapat
memberikan efek penurunan nyeri dan kegembiraan karena obat ini mengaktifkan
penekan nyeri endogen pada susunan saraf pusat. Namun penggunaan obat ini
menimbulkan efek menekan pusat pernapasan di medulla batang otak sehingga perlu
pengkajian secara teratur terhadap perubahan dalam status pernapasan jika
menggunakan analgesik jenis ini (Wahyudi & Abd.Wahid, 2016)
b. Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen selain memiliki
efek anti nyeri juga memiliki efek anti inflamasi dan antipiretik. Obat golongan ini
menyebabkan penurunan nyeri dengan menghambat produksi prostalglandin dari
jaringan yang mengalami atau inflamasi. Efek samping yang paling umum terjadi
adalah gangguan pencernaan seperti adanya ulkus gaster dan perdarahan gaster
(Wahyudi & Abd.Wahid, 2016).
I. Penanganan Nyeri Non-Farmakologis
a. Distraksi adalah suatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-hal di luar nyeri.
Dengan demikian, diharapkan pasien tidak terfokus pada nyeri lagi dan dapat
menurunkan kewaspadaan pasien terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi
terhadap nyeri
b. Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari
ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Teknik
relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat,
berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan
nyaman
c. Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang
dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Tindakan ini
membutuhkan konsentrasi yang cukup. Upayakan kondisi lingkungan klien
mendukung untuk tindakan ini. Kegaduhan, kebisingan, bau menyengat, atau cahaya
yang sangat terang perlu dipertimbangkan agar tidak mengganggu klien untuk
berkonsentrasi. Beberapa klien lebih rileks dengan cara menutup matanya
(Andarmoyo, 2017).
J. Pengukuran
Ada beberapa cara untuk membantu mengetahui akibat nyeri menggunakan skala
assessment nyeri unidimensional (tunggal) atau multidimensi. Skala nyeri unidimensional
yakni :
1. Hanya mengukur intensitas nyeri
2. Cocok (appropriate) untuk nyeri akut
3. Skala yang biasa digunakan untuk evaluasi pemberian analgetik
4. Skala assessment nyeri unidimensional ini meliputi
a. Visual Analog Scale (VAS)
Visual analog scale (VAS) adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menilai
nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin
dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10 cm, dengan atau
tanpa tanda pada tiap sentimeter. Tanda pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau
pernyataan deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung yang lain
mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau
horizontal. VAS juga dapat diadaptasi menjadi skala hilangnya/reda rasa nyeri. Digunakan
pada pasien anak >8 tahun dan dewasa. Manfaat utama VAS adalah penggunaannya sangat
mudah dan sederhana. Namun, untuk periode pasca bedah, VAS tidak banyak bermanfaat
karena VAS memerlukan koordinasi visual dan motorik serta kemampuan konsentrasi.

Gambar : Visual analog scale

b. Verbal Rating Scale (VRS)


Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan tingkat
nyeri. Dua ujung ekstrem juga digunakan pada skala ini, sama seperti pada VAS atau
skala reda nyeri. Skala numerik verbal ini lebih bermanfaat pada periode pascabedah,
karena secara alami verbal / kata-kata tidak terlalu mengandalkan koordinasi visual dan
motorik. Skala verbal menggunakan kata - kata dan bukan garis atau angka untuk
menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan dapat berupa tidak ada nyeri,
sedang, parah. Hilang/redanya nyeri dapat dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang,
sedikit berkurang, cukup berkurang, baik/ nyeri hilang sama sekali. Karena skala ini
membatasi pilihan kata pasien, skala ini tidak dapat membedakan berbagai tipe nyeri.

Gambar : Verbal Rating Scale (VRS)

c. Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scale) menilai nyeri menggunakan


skala 0-10. Skala ini sangat efektif untuk digunakan saat mengkaji intensitas nyeri
sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Dengan nilai 0: tidak ada nyeri hingga
nilai 10: nyeri tak tertahankan, sampai tidak sadarkan diri.

Gambar : Numerical Rating Scale (NRS)

d. Wong Baker Pain Rating Scale


Digunakan pada pasien dewasa dan anak >3 tahun yang tidak dapat
menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka

Gambar : Wong Baker Pain Rating Scale


ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a. Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis medis.

b. Alasan masuk rumah sakit yaitu keluhan utama pasien saat masuk rumah sakit dan saat dikaji.
Pasien mengeluh nyeri, dilanjutkan dengan riwayat kesehatan sekarang, dan kesehatan sebelum

c. Keluhan utama menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan tergantung dari
seberapa jauh dampak trauma kepala disertai penurunan tingkat kesadaran, salah satunya nyeri

d. Riwayat kesehatan sekarang, adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari
kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung ke kepala. Pengkajian yang
didapat meliputi tingkat kesadaran menurun (GCS < 15), konklusi, muntah, takipnea/dispnea,
sakit kepala, wajah simetris/tidak, lemah, luka di kepala, paralisis, akumulasi sekret pada saluran
pernapasan, adanya liquor dari hidung dan telinga, serta kejang

e. Riwayat kesehatan dahulu, berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi


pengaruh pada penyakit yang diderita sekarang, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin, vasodilator,
obat-obat adiktif

f. Riwayat kesehatan keluarga, perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang
menderita sakit yang sama seperti klien, dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan yang
menular dalam keluarga

g. Pengkajian psiko-sosio-spiritual, pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk


menilai proses emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga maupun dalam masyarakat

h. Pengkajian nyeri, Pengkajian dilakukan secara komprehensif. Data yang terkumpul secara
komprehensif dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan manajemen nyeri yang tepat.
B. Komponen Pengkajian Nyeri JCAHO

- P (provoking incident) meliputi:

a. Faktor pencetus atau penyebab

b. Faktor yang meringankan: teknik atau keadaan yang dapat menurunkan nyeri

c. Faktor yang memperberat: teknik atau keadaan yang dapat meningkatkan nyeri

- Q (Quality/Quantity) deskripsi nyeri yang dirasakan pasien, karakteristik nyeri.

- R (Region/Relief) Regio yang mengalami nyeri,

- S (Severity) Kekuatan dari nyeri dengan menggunakan skala nyeri

- T (Time) Waktu timbul nyeri, periode (durasi) nyeri dirasakan.

- Penatalaksanaan nyeri saat ini, yang digunakan untuk mengontrol nyeri, hasil, dan keefektifan.

- Riwayat penatalaksanaan nyeri sebelumnya, baik intervensi medis maupun nonmedis

- Dampak nyeri Perubahan gaya hidup seperti tidur, nutrisi, dan sebagainya

- Tujuan mengontrol nyeri Harapan tentang tingkat nyeri, toleransi, dan pemulihan (Zakiyah,
2015)

C. Riwayat nyeri, berikan pasien kesempatan untuk mengungkapkan cara pandang mereka
terhadap nyeri dan situasi tersebut dengan cara atau kata-kata mereka sendiri. Langkah ini akan
membantu perawat memahami makna nyeri pada pasien. Pengkajian riwayat nyeri meliputi
beberapa aspek, antara lain:

a. Lokasi, untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, perawat bisa memberikan bantuan
dengan gambar tubuh untuk pasien agar bisa menandai bagian mana yang dirasakan nyeri

b. Intensitas nyeri, cara menentukan intensitas nyeri pasien, biasanya paling banyak
menggunakan skala nyeri biasanya dalam rentang 0-5 atau 0-10
c. Kualitas nyeri, terkadang nyeri yang dirasakan bisa seperti, tertusuk-tusuk, teriris benda tajam,
disetrum dan rasa terbakar. Perawat dapat mencatat kata-kata yang digunakan pasien dalam
menggambarkan nyerinya

d. Pola, meliputi waktu, durasi, dan kekambuhan interval nyeri. Maka, perawat perlu mengkaji
kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri berlangsung, apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri
terakhir kali muncul

e. Faktor presipitasi: terkadang aktivitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri. Seperti,
aktivitas berlebih yang mengkibatkan timbulnya nyeri dada, selain itu faktor lingkungan, suhu
lingkungan dapat berpengaruh terhadap nyeri, stresor fisik dan emosional juga dapat memicu
munculnya nyeri

f. Gejala yang menyertai: nyeri juga bisa menimbulkan gejala yang menyertai, seperti mual,
muntah, dan pusing

g. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari: dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi
aktivitas harian pasien akan membantu perawat dalam memahami prespektif pasien tentang
nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri, yaitu pola tidur, nafsu makan,
konsentrasi, pekerjaan dan aktivitas

h. Sumber koping: setiap individu memiliki strategi koping berbeda-beda dalam menghadapi
nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya, atau pengaruh
agama dan budaya

i. Respon afektif: respon afektif pasien terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada situasi, derjat
dan durasi nyeri, dan faktor lainnya. Perawat perlu mengkaji adanya perasaan ansietas, takut,
lelah, depresi, atau perasaan gagal pada diri pasien

D. Pemeriksaan fisik

a. Ukur suhu tubuh, tekanan darah, nadi, serta tinggi dan berat badan pada setiap pemeriksaan

b. Amati seluruh tubuh pasien untuk melihat keberadaan lesi kulit, hiperpigmentasi, ulserasi,
tanda bekas tusukan jarum, perubahan warna dan ada tidaknya oedema
c. Lakukan pemeriksaan status mental untuk mengetahui orientasi pasien, memori, komprehensi,
kognisi dan emosi pasien terutama sebagai akibat dari nyeri

d. Pemeriksaan sendi selalu lakukan pemeriksaan di kedua sisi pasien apabila kemungkinan
untuk mendeteksi adanya asimetri. Lakukan palpasi untuk mengetahui area spesifik dari nyeri

e. Pemeriksaan sensorik, menggunakan diagram tubuh sebagai alat bantu dalam menilai nyeri
terutama untuk menentukan letak dan etiologi nyeri.

E. Diagnosis Keperawatan

Menurut SDKI (2018), diagnosa keperawatan yang muncul berhubungan dengan


gangguan rasa nyaman nyeri adalah :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik: trauma nyeri akut: pengalaman sensorik
atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual/fungsional

b. Nyeri kronis berhubungan dengan kondisi muskuloskeletal kronis ditandai dengan kondisi
kronis

c. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit ditandai dengan penyakit kronis

F.Intervensi Keperawatan

Diagnosa Kep. Tujuan & KH Intervensi Kep.


Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri
berhubungan keperawatan, diharapkan Observasi
dengan agen tingkat nyeri menurun, 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
pencedera fisik : dengan kriteria hasil : durasi, frequensi, intensitas nyeri
trauma nyeri akut 1. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
2. meringis menurun 3. Identifikasi respon nyeri non-
3. Sikap protektif menurun verbal
4. Gelisah menurun Terapeutik
5. Kesulitan tidur menurun 4. Berikan teknik nonfarmako untuk
mengurangi nyeri
5. kontrol kenyamanan lingkungan
6. berikan waktu istirahat tidur
Edukasi
7. Jelaskan penyebab nyeri
8. Jelaskan strategi meredakan nyeri
9. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi, berikan analgesik bila
perlu
Nyeri kronis Setelah dilakukan asuhan Observasi
berhubungan keperawatan, diharapkan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
dengan Kondisi tingkat nyeri menurun, durasi, frequensi, intensitas nyeri
muskuloskeletal dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
kronis 1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non-
2. meringis menurun verbal
3. Sikap protektif menurun Terapeutik
4. Gelisah menurun 4. Berikan teknik nonfarmako untuk
5. Kesulitan tidur menurun mengurangi nyeri
5. kontrol kenyamanan lingkungan
6. berikan waktu istirahat tidur
Edukasi
7. Jelaskan penyebab nyeri
8. Jelaskan strategi meredakan nyeri
9. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi, berikan analgesik bila
perlu
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Distraksi adalah suatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-hal di luar nyeri. Dengan
demikian, diharapkan pasien tidak terfokus pada nyeri lagi dan dapat menurunkan
kewaspadaan pasien terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo. 2017. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA

Wahyudi, Andri Setiya & Wahid, Abd. (2016). Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Mitra Wacana
Media

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP

PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standart Internvensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP

PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standart Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP

PPNI

Zerlinda, Ghassani. (2016). Pengaruh Pemberian aromaterapi lavender dan teknik relaksasi
nafas dalam terhadap skala nyeri pada pasien post operasi fraktur ekstremitas di RS PKU
Muhammadiyah Gamping. Diakses dari https://www.repository.umy.ac.id pada tanggal 06
Januari 2018

Zakiyah, Ana. (2015). Nyeri: Konsep dan Penatalaksanaan dalam Praktik Keperawatan Berbasis
Bukti. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai