Oleh:
NI KOMANG SINDY OCTAVIANA DEWI
239013064
c. Kebudayaan
Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah suatu yang
alamiah. Kebudayaan lain cenderung untuk melatih perilaku yang tertutup
(introvert). Sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis seseorang. Dengan
demikian hal ini dapat mempengaruhi pengeluaran fisiologis opial endogen
sehingga terjadilah presepsi nyeri.
d. Perhatian
Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi presepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan
respons nyeri yang menurun.
e. Makna nyeri
Individu akan mempresepsikan nyeri berbeda-beda apabila nyerimtersebut
memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan. Makna nyeri
mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
f. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan presepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak mendapat
perhatian dapat menimbulkan suatu masalah penatalaksanaan nyeri yang serius.
g. Gaya koping
Individu yang memiliki lokus kendali internal mempresepsikan diri mereka
sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan hasil akhir
suatu peristiwa seperti nyeri. Sebaliknya, individu yang memiliki lokus kendali
eksternal mempresepsikan faktor lain di dalam lingkungan mereka seperti perawat
sebagai individu yang bertanggung jawab terhadap hasil akhir suatu peristiwa.
h. Keletihan
Rasa keletihan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping sehingga meningkatkan prespsi nyeri.
i. Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya namun tidak selalu
berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah di masa
datang.
j. Dukungan keluarga dan sosial
Kehadiran orang-orang terdekat dan bagaimana sikap mereka terhadap klien
dapat memengaruhi respons nyeri. Pasien dengan nyeri memerlukan dukungan,
bantuan dan perlindungan walaupun nyeri tetap dirasakan namun kehadiran orang
yang dicintai akan meminimalkan kesepian dan ketakutan (Wahyudi, 2016).
4. Patofisiologi Nyeri
Penyebab nyeri yaitu agen pencedera fisiologis, agen pencedera kimiawi, agen
pencedera fisik, stimus neurologik dan psikologis dimana ini akan melepaskan mediator
biokimia (prostaglandin, bradikinin, histamin, substansi P kemudian reseptor nyeri
menerima rangsangan dan rangsangan ditransmisi ke medulla spinalis, thalamus dan
korteks sensorik somatik baru akan menghasilkan nyeri. Dari nyeri ini dapat
mengakibatkan keterbatasan dalam gerakan fisik sehingga memunculkan diagnosa
keperawatan yaitu gangguan mobilitas fisik. Nyeri dibagi menjadi dua untuk diagnosa
keperawatan yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Tanda dan gejala dari kedua diagnosa ini
adalah meringis kesakitan, merasa cemas dan takut akan penyakitnya dan menghasilkan
diagnosa baru yaitu gangguan rasa nyaman (Yuli Aspiani, 2015).
5. Pathway
Nyeri
7. Gejala klinis
Beberapa gejala klinis dari nyeri menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016), yaitu:
a. Tampak meringis
b. Mengeluh nyeri
c. Bersikap protektif (mis: waspada, posisi menghindari nyeri)
d. Gelisah
e. Frekuensi nadi meningkat
f. Sulit tidur
g. Tekanan darah meningkat
h. Pola napas berubah
i. Nafsu makan berubah
j. Proses berpikir terganggu
k. Menarik diri
l. Berfokus pada diri sendiri
8. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara lengkap dan menyeluruh antara lain
a. Ukur suhu tubuh, tekanan darah, nadi, serta tinggi dan berat badan pada setiap
pemeriksaan.
b. Amati seluruh tubuh pasien untuk melihat keberadaan lesi kulit, hiperpigmentasi,
ulserasi, tanda bekas tusukan jarum, perubahan warna dan ada tidaknya oedema.
c. Lakukan pemeriksaan status mental untuk mengetahui orientasi pasien, memori,
komprehensi, kognisi dan emosi pasien terutama sebagai akibat dari nyeri.
d. Pemeriksaan sendi selalu lakukan pemeriksaan di kedua sisi pasien apabila
kemungkinan untuk mendeteksi adanya asimetri. Lakukan palpasi untuk mengetahui
area spesifik dari nyeri.
e. Pemeriksaan sensorik, menggunakan diagram tubuh sebagai alat bantu dalam menilai
nyeri terutama untuk menentukan letak dan etiologi nyeri (Potter & Perry, 2010).
9. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Menurut Smeltzer & Brenda (2010), ada beberapa pemeriksaan diagnostik atau
penunjang untuk mengetahui bagian nyeri yang dialami pasien, yaitu:
a. Jenis pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan USG, untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan di abdomen
2) Pemeriksaan laboratorium, sebagai data penunjang pemeriksaan lainnya
3) Sinar – X (Rontgen), untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
4) CT-Scan (cidera kepala), untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang pecah
di otak
5) MRI
b. Parameter yang diperiksa
Menurut Yudiyanta, dkk (2015), ada beberapa parameter nyeri yang harus diperiksa,
yaitu:
1) Skala nyeri
2) Tanda-tanda vital
3) Ekspresi wajah pasien
4) Respon pasien
c. Hasil Temuan (yang tidak normal) dan Interpretasi hasil
1) Skala numerik
Skala ini biasa digunakan untuk menilai berat ringannya rasa sakit atau nyeri
dibuat menjadi terukur dengan mengobyektifkan pendapat subjektif nyeri. Skala
numerik ini mulai dari 0-10, dikenal juga sebagai Visual Analog Scale (VAS).
Skala 0 (tidak nyeri), 1-3 (nyeri ringan). 4-6 (nyeri sedang), 7-9 (sangat nyeri
tetapi masih bisa dikontrol), 10 (sangat nyeri dan tidak dapat dikontrol)
(Yudiyanta, dkk, 2015).
11. Komplikasi
a. Oedema Pulmonal
b. Kejang
c. Masalah Mobilisasi
d. Hipertensi
e. Hipertermi
f. Takikardi
g. Gangguan pola istirahat dan tidur (Yudiyanta, dkk, 2015).
5. Evaluasi
No Hari/ Nama.Diagnosa Evaluasi Nama dan TTD
Tgl/Jam
1. Nyeri Akut S=Data yang disampaikan langsung oleh klien/keluarga
O= Nyeri yang dilaporkan berkurang dengan skala nyeri
dengan rentang 0-10, Ekspresi wajah tidak meringis dan
merintih, Nadi kembali normal (80-100x/menit)
A=Apakah kriteria hasil pada intervensi tercapai, tercapai
sebagian dan /atau tidak tercapai
P=Planning/Rencana yang dibuat berdasarkan hasil analisa:
pertahankan kondisi, lanjutkan intervensi dan/atau modifikasi
intervensi
2. Nyeri Kronis S=Data yang disampaikan langsung oleh klien/keluarga
O= Nyeri yang dilaporkan berkurang dengan skala nyeri
dengan rentang 0-10, Ekspresi wajah tidak meringis dan
merintih, Nadi kembali normal (80-100x/menit)
A=Apakah kriteria hasil pada intervensi tercapai, tercapai
sebagian dan /atau tidak tercapai
P=Planning/Rencana yang dibuat berdasarkan hasil analisa:
pertahankan kondisi, lanjutkan intervensi dan/atau modifikasi
intervensi
3. Gangguan Rasa S= Data yang disampaikan langsung oleh klien/keluarga
Nyaman O= Relaksasi otot, posisi pasien yang nyaman
A=Apakah kriteria hasil pada intervensi tercapai, tercapai
sebagian dan /atau tidak tercapai
P=Planning/Rencana yang dibuat berdasarkan hasil analisa:
pertahankan kondisi, lanjutkan intervensi dan/atau modifikasi
intervensi
4. Gangguan S= Data yang disampaikan langsung oleh klien/keluarga
Mobilitas Fisik O= Dapat menopang berat badan, dapat berjalan dengan
langkah yang efektif, dapat berjalan dengan pelan
A=Apakah kriteria hasil pada intervensi tercapai, tercapai
sebagian dan /atau tidak tercapai
P=Planning/Rencana yang dibuat berdasarkan hasil analisa:
pertahankan kondisi, lanjutkan intervensi dan/atau modifikasi
intervensi
DAFTAR PUSTAKA