Disusun Oleh :
ADEN KURNIA KUSUMADINATA, S.Kep
2. Fisiologis Nyeri
Nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu masih belum sepenuhnya
dimengerti. Akan tetapi, bisa tidaknya nyeri dirasakan dan hingga mana derajat
nyeritersebut mengganggu dipengaruhi oleh interaksi antara system algesia tubuh
dan transmisi system saraf serta interprestasi stimulus.
System saraf perifer terdiri atas saraf sensorik primer yang khusus bertugas
mendeteksi kerusakan jaringan dan membangkitkan sensasi sentuhan, panas,
dingin, nyeri, dan tekanan. Reseptor yang bertugas merambatkan sensasi nyeri
disebut nosiseptor. Nosiseptor merupakan ujung-ujung saraf perifer yang bebas
dan tidak bermielin atau sedikit bermielin. Reseptor nyeri tersebut dapat
dirangsang oleh stimulus mekanis, suhu, atau kimiawi. Sedangkan proses
fisiologis terkait nyeri disebut nosisepsi. Proses tersebut terdiri atas empat fase,
yaitu :
a. Transduksi
Pada fase transduksi, stimulus atau rangsangan yang membahayakan
(mis: bahan kimia, suhu, listrik, atau mekanis) memicu pelepasan mediator
biokimia (mis: prostaglandin, bradikinin, histamine, substansi P) yang
mensensitisasi nosiseptor.
b. Transmisi
Fase transmisi nyeri terbagi atas 3 bagian. Pada bagian pertama nyeri
merambat dari serabut saraf perifer ke medulla spinalis. Dua jenis serabut
nosiseptor yang terlibat dalam proses tersebut adalah serabut C, yang
mentransmisikan nyeri tumpul dan menyakitkan, serta serabut A-Delta yang
mentransmisikan nyeri yang tajam dan terlokalisasi. Bagian kedua adalah
transmisi nyeri dari medulla spinalis menuju batang otak dan thalamus melalui
jaras spinotalamikus (spinothalamic tract). STT merupakan suatu system
diskriminatif yang membawa informasi mengenai sifat dan lokasi melalui
stimulus dan thalamus. Selanjutnya pada bagian ketiga, sinyal tersebut
diteruskanke korteks sensori somatic.
c. Modulasi
Fase ini disebut juga system desenden. Pada fase ini neuron di batang
otak mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke medulla spinalis. Serabut
desenden tersebut melepaskan substansi seperti opioid, serotonin, dan
norepineprin yang akan menghambat impuls asenden yang membahayakan
dibagian dorsal medullaspinalis.
d. Persepsi
Pada fase ini individu mulai menyadari adanya nyeri. Tampaknya
persepsi nyeri tersebut terjadi di stuktur korteks sehingga memungkinkan
munculnya berbagai strategi perilaku kognitif untuk mengurangi komponen
sensorik dan afektif nyeri (Brunner &Suddarth, 2018).
Trauma jaringan
Kerusakan
sel
Merangsang
nosiseptor(reseptor
nyeri)
Thalamus
Sensasi Nyeri
Stimulus Stimulus
Psikologik Elektrik
Nociceptor menerima
rangsangan
Nyeri
Gangguan Rasa
Nyaman
5. Gangguan terkait KDM
a. Etiologi
1) Trauma pada jaringan tubuh, misalnya kerusakkan jaringan akibat bedah
ataucidera.
2) Iskemik jaringan, kurangnya suplai darah ke jaringan atau organ karena
permasalahan dengan pembuluh darah misalnya hasil kerusakan atau
disfungsi jaringan.
3) Spasmus otot merupakan suatu keadaan kontraksi yang tak disadari atau
tak terkendali, dan sering menimbulkan rasa sakit. Spasme biasanya terjadi
pada otot yang kelelahan dan bekerja berlebihan, khususnya ketika otot
teregang berlebihan atau diam menahan beban pada posisi yang tetap
dalam waktu yang lama.
4) Inflamasi pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan tekanan
lokaldan juga karena ada pengeluaran zat histamin dan zat kimia bioaktif
ainnya.
5) Post operasi setelah dilakukan pembedahan.
b. Proses terjadi
1) Teori pemisahan (Specificity theory)
Rangsangan nyeri masuk ke medulla spinalis (spinal card) melalui
karnu dorsalis yang bersinapsis dari daerah posterior, kemudian naik ke
tractus lissur dan menyilang dari garis median ke garis/ ke sisi lainnya dan
berakhir dari korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
2) Teori pola (Pathern theory)
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla
spinalis dan merangsang sel T. Hal ini mengakibatkan suatu reson yang
merangsang ke bagian yang lebih tinggi yaitu korteks serebri serta
kontraksi menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga
menimbulkan nyeri.
3) Teori pengendalian gerbang (Gate control theory)
Nyeri tergantung dari kerja saraf besar dan kecil yang keduanya
berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serabut saraf besar
akan mengakibatkan aktivitas substansia gelatinosa yang mengakibatkan
tutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T terhambat dan
menyebabkan hantaran rangsangan akut terhambat. Rangsangan saraf
besar dapat langsung merangsang korteks serebri. Hasil persepsi ini akan
dikembalikan dalam medula spinalis melaui serat eferen dan reaksinya
mempengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada serat kecil akan
menghambat aktivitas substansia gelatinosa dan membuka pintu
mekanisme, sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan
menghantarkan rangsangannyeri.
4) Teori transmisi dan inhibisi
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls
saraf, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-
impuls saraf. Pada serabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls
lamban dan endogen opials system supresif.
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah
zat-zat kimia seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian
zat- zat tersebut merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan
rangsangan tersebut akan dihantarkan ke hypothalamus melalui saraf
asenden. Sedangkan di korteks nyeri akan dipersiapkan sehingga individu
mengalami nyeri. Selain dihantarkan ke hypothalamus nyeri dapat
menurunkan stimulasi terhadap reseptor mekanin sensitif pada
termosensitif sehingga dapat juga menyebabkan atau mengalami nyeri.
c. Manifestasi KlinisTanda dan Gejala
1) Gangguan tidur
2) Posisi menghindari nyeri
3) Gerakan menghindari nyeri
4) Raut wajah kesakitan (menangis, merintih)
5) Perubahan nafsu makan
6) Tekanan darah meningkat
7) Depresi.
d. Komplikasi
1) Oedema Pulmonal
2) Kejang
3) Masalah Mobilisasi
4) Hipertensi
5) Hipertermi
6) Takikardi
7) Gangguan pola istirahat dan tidur.(Brunner &Suddarth, 2018).
(Hidayat, 2019)
7. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Terapi
1) Farmakologi
a) Pemberian analgesic
Pemberian obat analgesik, yang dilakukan guna mengganggu dan
memblok transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan
caramengurangi nyeri. Jenis analgesiknya adalah narkotika dan bukan
narkotika. Jenis narkotika digunakan untuk menurunkan tekanan
darah dan menimbulkan depresi pada fungsi vital,seperti respirasi.
Jenis bukan narkotika yang paling banyak ditemukan dimasyarakat
adalah aspirin, asetaminofen, dan bahan antiinflamasi nosteroid.
Golongan aspirin (asetysalicylic acid) digunakan untuk memblok
rangsangan pada sentral dan perifer,kemungkinan menghambat
sintesis prostaglandin yang memiliki khasiat setelah 15-20 menit
dengan efek puncak obat sekitar 1-2 jam. Aspirin juga menghambat
agregasi trombosit dan antagonis lemahterhadap vitamin K, sehingga
dapat meningkatkan waktu peredaran darah dan protombin bila
diberikan dalam dosis yang tinggi. Golongan asetaminofen sama
seperti aspirin,akan tetapi tidak menimbulkan perubahan kadar
protombin dan jenis Nonsteroid Anti Inflammatory Drugs (NSAID),
juga dapat menghambat prostaglandin dan dosis rendah dapat
berfungsi sebagai analgesi.Kelompok obat ini meliputi ibuprofen,
mefenamic acid, fenoprofen, naprofen, zomepirac, dan lain-lain.
b) Plasebo
Plasebo merupakan obat yang mengandung komponen obat
analgesikseperti gula, larutan garam/normal saline, atau air. Terapi ini
dapat menurunkan rasa nyeri, hal ini karena faktor persepsi
kepercayaan pasien
2) Non Farmakologi
a) Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik
dari ketegangan dan setress, sehingga dapat meningkatkan toleransi
terhadap nyeri. Contoh tindakan relaksasi adalah nafas dalam dan
relaksasi otot.
b) Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan
sampaisedang. Distraksi visual (melihat TV atau pertandingan bola),
distraksi audio (mendengar musik), distraksi sentuhan (massase,
memegang mainan), distraksi intelektual (merangkai puzzle, main
catur).
c) Anticipatory guidance
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan
nyeri. Contoh tindakan: sebelum klien menjalani prosedur
pembedahan, perawat memberikan penjelasan/informasi pada klien
tentang pembedahan, dengan begitu klien sudah punya gambaran dan
akan lebihsiap menghadapi nyeri.
d) Hipnotis
Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
e) Biofeedback
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu
informasi tentang respon nyeri fisiologis dan cara untuk melatih
kontrol volunter terhadap respon tersebut. Terapi ini efektif untuk
mengatasi ketegangan otot dan migren, dengan cara memasang
elektroda pada pelipis.
f) Stimulasi kutaneus
Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran
adalah cara ini bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok
stimulasi nyeri. Bisa dilakukan dengan massase, mandi air hangat,
kompres dengan kantong es dan stimulasi saraf elektrik transkutan
(TENS/ transcutaneuselectrical nerve stimulation). TENS merupakan
stimulasi pada kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang
dihantarkan melalui elektroda luar.
b. Penatalaksanaan Operatif
Dengan melakukan pembedahan atau pengangkatan pada faktor
yangmenyebabkan nyeri.
c. Penatalaksaan dengan pemberian kompres hangat/dingin
1) Pemberian kompres hangat
Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu
dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada
bagian tubuh yang memerlukan.tindakan ini selain untuk melancarkan
sirkulasi darah juga untuk menghilangkan rasa sakit serta memebrikan
ketenangan dan kesenangan pada klien. Pemberian kompres dilakukan
pada radangpersendian, kekejangan otot, perut kembung dan kedinginan.
2) Kompres dingin
Kompres dingin adalah memberi rasa dingin pada daerah setempat
dengan menggunakan kain yang dicelupkan pada air biasa atau air es
sehingga memberi efek rasa dingin pada daerah tersebut. Tujuan diberikan
kompres dingin adalah menghilangkan rasa nyeri akibat odema atau
trauma, mencegah kongesti kepala, memperlambat denyut jantung,
mempersempit pembuluh darah dan mengurangi arus darah lokal. Tempat
yang diberikan kompres dingin tergantung lokasinya. Selama pemberian
kompres, kulit klien diperiksa setelah 5 menit pemberian, jika dapat di
toleransi oleh kulit diberikan selama 20 menit. (Brunner & Suddarth,
2018).
B. Tinjauan Teori Askep Kebutuhan Dasar
1. Pengkajian
a. Perilaku non verbal : Beberapa perilaku non verbal yang dapat kita amati
antaralain ekspresi wajah, gemeretak gigi, menggigit bibir bawah, dll.
b. Kualitas : Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan kualitas dan
nyeri.Anjurkan pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut
Definisi : Pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari
3 bulan.
Gejala dan Tanda Mayor :
1) Subyektif :
(1) Mengeluh nyeri
2) Objektif :
(1) Tampak meringis
(2) Bersikap protektif (misalnya waspada, posisi menghindari nyeri)
(3) Gelisah
(4) Frekuensi nadi meningkat
(5) Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor :
1). Subyektif (tidak
tersedia)2). Objektif
(1) Tekanan darah meningkat
(2) Pola napas berubah
(3) Nafsu makan berubah
(4) Proses berpikir tertanggu
(5) Menarik diri
(6) Berfokus pada diri sendiri
(7) Diaforesis
Kondisi klinis
terkait :
1) Kondisi pembedahan
2) Cedera traumatis
3) Infeksi
4) Sindrom koroner akut
5) Glaukoma
b. Nyeri kronis
Definisi : Pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung lebih dari 3
bulan.
Gejala dan Tanda Mayor :
1) Subyektif :
(1) Mengeluh nyeri
(2) Merasa depresi (tertekan)
2) Objektif :
(1) Tampak meringis
(2) Gelisah
(3) Tidak mampu menuntaskan
aktivitasGejala dan Tanda Minor :
1). Subyektif
(1) Merasa takut mengalami cedera
berulang2). Objektif
(1) Bersikap protektif (misalnya posisi menghindari nyeri)
(2) Waspada
(3) Pola tidur berubah
(4) Anoreksia
(5) Fokus menyempit
(6) Berfokus pada diri
sendiriKondisi klinis terkait :
1) Kondisi kronis (misalnya arthritis rheumatoid)
2) Infeksi
3) Cedera medula spinalis
4) Kondisi pasca trauma
5) Tumor
3. Intervensi
c. Edukasi
1) Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Jelaskan monitor nyeri secara mendiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik (bila perlu)
2. Pemberian analgetik
a. Observasi
1) Identifikasi karakteristik nyeri (misalnya
pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
2) Identifikasi riwayat alergi obat
3) Identifikasi kesesuaian jenis analgesic(misalnya
narkotika, non-narkotik, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
4) Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
5) Monitor efektifitas analgesic
b. Terapeutik
1) Diskusikan jenis analgesic yang disukai untuk
mencapai analgesia optimal jika perlu
2) Pertimbangkan penggunaan infus kontinu atau
bolus oploid untuk mempertahankan kadar
dalam serum
3) Tetapkan target efektifitas analgesic untuk
mengoptimalkan respons pasien
4) Dokumentasikan respons terhadap efek
analgesic dan efek yang tidak diinginkan
c. Edukasi
Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
d. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesic
sesuai indikasi
2 Nyeri kronis berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi selama ….x24 SIKI :
musculoskeletal kronis, kerusakan jam, makatingkat nyeri menurun dengan 1. Manajemen Nyeri
sistem saraf, penekanan saraf, kriteria hasil : a. Observasi
infiltrasi tumor, ketidakseimbangan 1. Keluhan nyeri menurun 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
neurotr 2. Sikap protektif menurun frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
ansmitter, neuromodulator, dan 3. Gelisah menurun 2) Identifikasi skala nyeri
reseptor, gangguan imunitas, 4. Kesulitan tidur menurun 3) Identifikasi respons nyeri non verbal
gangguan fungsi metabolic, riwayat
5. Frekuensi nadi membaik 4) Identifikasi faktor yang memperberat dan
posisi kerja statis, peningkatan imt,
memperingan nyeri
kondisi pasca trauma, tekanan
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
emosional, riwayat penganiayaan,
riwayat penyalahgunaan obat/zat nyeri
ditandai dengan pasien mengeluh
nyeri, merasa depresi (tertekan),
tampak
meringis, gelisah, tidak mampu
menuntaskan
aktivitas, merasa takut mengalami 6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
cedera berulang, bersikap protektif nyeri
(misalnya posisi menghindari nyeri), 7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
waspada, pola tidur berubah, 8) Monitor keberhasilan terapi komplementer
anoreksia, fokus menyempit, yang diberikan
berfokus pada diri sendiri.
9) Monitor efek samping penggunaan analgetik
b. Terapeutik
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (misalnya TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/ dingin, terapi
bermain)
2) Control lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (misalnya suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
c. Edukasi
1) Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Jelaskan monitor nyeri secara mendiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik (bila perlu)
2. Perawatan kenyamanan
a. Observasi
1) Identifikasi gejala yang tidak menyenangkan
(misalnya mual, muntah, nyeri, gatal, sesak)
2) Identifikasi pemahaman tentang kondisi,
situasi, dan perasaannya
3) Identifikasi masalah emosional dan spiritual
b. Terapeutik
1) Berikan posisi yang nyaman
2) Berikan kompres dingin, atau hangat
3) Ciptakan lingkungan yang nyaman
4) Berikan pemijatan
5) Berikan terapi akupresur
6) Berikan terapi hipnosis
7) Dukung keluarga dan pengasuh terlibat dalam
terapi atau pengobatan
8) Diskusikan mengenai situasi dan pilihan terapi
atau pengobatan yang dinginkan
c. Edukasi
1) Jelaskan mengenai kondisi dan pilihan terapi
atau pengobatan
2) Ajarkan terapi relaksasi
3) Ajarkan terapi pernapasan
4) Ajarkan teknik distraksi, dan imajinasi
terbimbing
d. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgesic, antipruritus,
antihistamin (bila perlu)
3. Terapi relaksasi
a. Observasi
1) Identifikasi penurunan tingkat energy,
ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala
lain yang mengganggu kemampuan kognitif
2) Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif
digunakan
3) Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan
penggunaan teknik sebelumnya
4) Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah
latihan
5) Monitor respons terhadap terapi relaksasi
b. Terapeutik
1) Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang
yang nyaman
2) Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan manfaat, batasan, dan jenis
relaksasi yang tersedia
2) Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
3) Anjrkan rileks dan merasan sensasi relaksasi
4. Implementasi
Pelaksanaan/implementasi merupakan tahap keempat dalam proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan
keperawatan yang telah ditentukan). Dalam tahap ini perawat harus mengetahui
berbagai hal, diantaranya bahaya fisik dan perlindungan kepada pasien, teknik
komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak
pasien tingkat perkembangan pasien. Dalam tahap pelaksanaan terdapat dua
tindakan yaitu tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi.
5. Evaluasi
Evaluasi dapat di bedakan atas evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi
proses dievaluasi selesai melakukan tindakan, dan evaluasi hasil berdasarkan
rumusan tujuan terutama kriteria hasil. Hasil evaluasi memberikan acuan tentang
perencanaan lanjutan terhadap masalah nyeri yang di alami oleh pasien.
8
DAFTAR PUSTAKA
Rahmawati, I. R., Widyawati, I. Y., & Hidayati, L. (2019). Kenyamanan Pasien Pre
Operasi Di Ruang Rawat Inap Bedah Marwah Rsu Haji Surabaya. Critical,
Medical and Surgical Nursing Journal, 4(1).
Syamsiah, N., & Muslihat, E. (2018). Pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadapti
ngkat nyeri akut pada pasien abdominal pain Di IGD RSUD Karawang 2019 .
Jurnal Keperawatan BSI, 3(1).
JURNAL
Submitted : 21 Mei 2021 Generics : Journal of Research in Pharmacy, vol 1(2) : 53-5
Revised : 14 Juli 2021 e-ISSN : 2774-9967 Accepted : 16 Juli 2021
Rezha Nur Amalia(1), Ragil Setia Dianingati(1*), Eva Annisaa’(1) (1)Program Studi Farmasi,
Kedokteran, Universitas DiponegoroEmail: rsdianingati@lecturer.undip.ac.id
ABSTRAK
Swamedikasi merupakan upaya seseorang untuk mengenali gejala atau penyakit seta
memilih obat sendiri. Swamedikasi dapat meningkatkan kesehatan nasional apabila
dilakukan dengan baik, namun terdapat dampak negatif dari swamedikasi apabila
dilakukan dengan cara yang tidak tepat. Artikel ini disusun berdasarkan penelitian
terdahulu untuk mengetahui bagaimana perilaku swamedikasi pada masyarakat untuk
mengatasi gejala nyeri,diare, batuk, dan maag. Hasil yang didapatkan yaitu masyarakat
lebih memilih untuk swamedikasi dibandingkan dengan berobat ke dokter dengan alasan
penyakit dianggap ringan, lebih murah, mudah, dan cepat, selain itu obat modern lebih
dipilih dibandingkan dengan obat tradisional dan masyarakat lebih memilih untuk
membeli obat di apotek serta masih terdapat perilaku swamedikasi yang tidak tepat
sehingga membutuhkan edukasi lebih lanjut. Perilaku swamedikasi dipengaruhi oleh
tingkat pengetahuan, sumber informasi, kemudahan akses swamedikasi, dan saran dari
keluarga.
ABSTRACT
Self-medication is a person's attempt to recognize symptoms or diseases and choose their
own medication. Self-medication can improve national health if it is done well, but there
are negative impacts of self-medication if it is done inappropriately. This article is
compiled based on previous research to determine self-medicated behavior in the
community to deal with symptoms of pain, diarrhea, cough, and fever. The results
obtained are that people prefer selfmedication compared to seeing a doctor because the
disease is considered mild, cheaper, easy, and fast, besides that modern medicine is
preferred compared to traditional medicine and people prefer to buy medicine at a
pharmacy and there are still inappropriate self-medicated behavior that requires further
education. Self-medication behavior is influenced by the level of knowledge, sources of
information, ease of access to self- medication, and suggestions from the family.