Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN

GANGGUAN RASA NYAMAN NYERI DI RUANGAN


ALAMANDA RSUD KABUPATEN SUBANG

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Tugas Praktek Klinik


Stase Keperawatan Dasar Profesi (KDP)

Disusun Oleh :
ADEN KURNIA KUSUMADINATA, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS YPIB
MAJALENGKA TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN RASA
NYAMAN NYERI

A. Konsep Teori Kebutuhan


1. Definisi
a. Pengertian Rasa Nyaman
Nyaman adalah perasaan senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik,
psikospiritual, lingkungan dan sosial (SDKI, 2016). Kenyamanan fisik (status
fungsional tubuh) harus dipastikan dalam batas normal sebagai syarat operasi.
Kenyamanan psikospiritual mencakup kepercayaan diri dan motivasi agar
pasien lebih tenang ketika menjalani prosedur invasif yang menyakitkan.
Kenyamanan lingkungan ruang rawat inap juga penting karena dapat
membangkitkan optimisme kesembuhan pasien (Rahmawati, Widyawati &
Hidayati, 2019).
b. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan suatu perasaan atau pengalaman yang tidak nyaman
baik secara sensori maupun emosional yang dapat ditandai dengan kerusakan
jaringan ataupun tidak (Syamsiah & Muslihat, 2018). Selanjutnya nyeri
seringkali merupakan tanda yang menyatakan ada sesuatu yang secara
fisiologis terganggu yang menyebabkan seseorang meminta pertolongan. Nyeri
juga merupakan masalah yang serius yang harus direspons dan di intervensi
dengan memberikan rasa nyaman, aman dan bahkan membebaskan nyeri
tersebut.Nyeri akut merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan. Nyeri kronis merupakan pengalaman sensori dan emosi
yang tidak menyenangkan, akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau
digambarkan dengan istilah kerusakan (International Association for the Study
of Pain) ; nyeri yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat
dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diramalkan dan durasinya lebih dari
enam bulan (NANDA, 2018).
Nyeri Akut adalah pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3
bulan. Nyeri kronis adalah pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung lebih dari 3
bulan(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Nyeri didefinisikan sebagai suatu
keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila
seseorang pernah mengalaminya (Saryono, 2020). Sensori yang tidak
menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau
potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan.
Serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang
dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang
dari 6 bulan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional); awitan yang tiba-tiba atau
lambat dari intensitas ringan hingga berat hingga akhir yang dapat diantisipasi
atau di prediksi. (NANDA, 2018).

2. Fisiologis Nyeri
Nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu masih belum sepenuhnya
dimengerti. Akan tetapi, bisa tidaknya nyeri dirasakan dan hingga mana derajat
nyeritersebut mengganggu dipengaruhi oleh interaksi antara system algesia tubuh
dan transmisi system saraf serta interprestasi stimulus.
System saraf perifer terdiri atas saraf sensorik primer yang khusus bertugas
mendeteksi kerusakan jaringan dan membangkitkan sensasi sentuhan, panas,
dingin, nyeri, dan tekanan. Reseptor yang bertugas merambatkan sensasi nyeri
disebut nosiseptor. Nosiseptor merupakan ujung-ujung saraf perifer yang bebas
dan tidak bermielin atau sedikit bermielin. Reseptor nyeri tersebut dapat
dirangsang oleh stimulus mekanis, suhu, atau kimiawi. Sedangkan proses
fisiologis terkait nyeri disebut nosisepsi. Proses tersebut terdiri atas empat fase,
yaitu :
a. Transduksi
Pada fase transduksi, stimulus atau rangsangan yang membahayakan
(mis: bahan kimia, suhu, listrik, atau mekanis) memicu pelepasan mediator
biokimia (mis: prostaglandin, bradikinin, histamine, substansi P) yang
mensensitisasi nosiseptor.
b. Transmisi
Fase transmisi nyeri terbagi atas 3 bagian. Pada bagian pertama nyeri
merambat dari serabut saraf perifer ke medulla spinalis. Dua jenis serabut
nosiseptor yang terlibat dalam proses tersebut adalah serabut C, yang
mentransmisikan nyeri tumpul dan menyakitkan, serta serabut A-Delta yang
mentransmisikan nyeri yang tajam dan terlokalisasi. Bagian kedua adalah
transmisi nyeri dari medulla spinalis menuju batang otak dan thalamus melalui
jaras spinotalamikus (spinothalamic tract). STT merupakan suatu system
diskriminatif yang membawa informasi mengenai sifat dan lokasi melalui
stimulus dan thalamus. Selanjutnya pada bagian ketiga, sinyal tersebut
diteruskanke korteks sensori somatic.
c. Modulasi
Fase ini disebut juga system desenden. Pada fase ini neuron di batang
otak mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke medulla spinalis. Serabut
desenden tersebut melepaskan substansi seperti opioid, serotonin, dan
norepineprin yang akan menghambat impuls asenden yang membahayakan
dibagian dorsal medullaspinalis.
d. Persepsi
Pada fase ini individu mulai menyadari adanya nyeri. Tampaknya
persepsi nyeri tersebut terjadi di stuktur korteks sehingga memungkinkan
munculnya berbagai strategi perilaku kognitif untuk mengurangi komponen
sensorik dan afektif nyeri (Brunner &Suddarth, 2018).

3. Faktor predisposisi (pendukung) dan Presipitasi (pencetus)


a. Faktor Predisposisi
1) Trauma
a) Mekanik : rasa nyeri timbul akibat ujung saraf bebas mengalamikerusakan,
misalnya akibat benturan, gesekan, luka.
b) Thermis : nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan
akibat panas, dingin, misalnya api atau air panas.
c) Khermis : nyeri timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifatasam
atau basa kuat
d) Elektrik : nyeri timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai
reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar
e) Peradangan
f) Neoplasma, bersifat jinak maupun ganas
g) Kelainan pembuluh darah dan gangguan sirkulasi darah
h) Trauma psikologis
2) Faktor Presipitasi
a) Lingkungan
b) Suhu ekstrim
c) Kegiatan
d) Emosi
3) Faktor-faktor lain yang mempengaruhi nyeri :
a) Arti Nyeri.
Nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagian
artinyeri merupakan arti yang negatif, seperti membahayakan, merusak,
dan lain-lain. Keadaan ini dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalaman.
b) Persepsi Nyeri.
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif dari seseorang
yang merasakan nyeri. Dikarenakan perawat tidak mampu merasakan
nyeriyang dialami oleh pasien.
c) Toleransi Nyeri.
Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri yang dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang
dapat mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain alcohol,
obat-obatan, hipnotis, gerakan atau garakan, pengalihan perhatian,
kepercayaan yang kuat dan sebagainya. Sedangkan faktor yang
menurunkan toleransi antara lain kelelahan, rasa marah, bosan, cemas,
nyeri yang tidak kunjung hilang,sakit, dan lain-lain.
d) Reaksi terhadap Nyeri.
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respon seseorang terhadap
nyeri,seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit. Semua
ini merupakan bentuk respon nyeri yang dapat di pengaruhi oleh
beberapa faktor, seperi arti nyeri, tingkat perspepsi nyeri, pengalaman
masa lalu, nilai budaya, harapan sosial, kesehatan fisik dan mental, rasa
takut, cemas,usia, dan lain-lain.(Brunner &Suddarth, 2018).
4. Pathway

Trauma jaringan

Kerusakan
sel

Pelepasan mediator nyeri (histamine, bradikinin,


prostagladin, serotononin, ion, kalsium, dan lain-lain
)

Merangsang
nosiseptor(reseptor
nyeri)

Dihantarkan oleh serabut tipe A


danserabut tipe C

Medula Spinalis (Dorsal Horn)

Spinomesencephalic Spinoreticuler Spinotalamikus

Thalamus

Otak (korteks somatosensori)

Sensasi Nyeri

Respon Fisiologi, Anatomi,


Psikologi,Memori, Emosional dan
Perilaku

Gangguan Rasa Nyeri Akut Nyeri Kronis


Nyaman
Stimulus
Mekani Stimulus Stimulus Stimulus
Kimiawi Thernal Neurologi

Stimulus Stimulus
Psikologik Elektrik

Pelepasan Mediator biokimia

(Prostaglandin, Bradikinin, Histamine, Substansi P)

Nociceptor menerima
rangsangan

Rangsangan ditransmisi ke medulla


spinalis, thalamus dan korteks sensorik
somatik

Nyeri

Nyeri Akut Nyeri Kronis

Meringis kesakitan merasa cemas


dan takut akan penyakitnya

Gangguan Rasa
Nyaman
5. Gangguan terkait KDM
a. Etiologi
1) Trauma pada jaringan tubuh, misalnya kerusakkan jaringan akibat bedah
ataucidera.
2) Iskemik jaringan, kurangnya suplai darah ke jaringan atau organ karena
permasalahan dengan pembuluh darah misalnya hasil kerusakan atau
disfungsi jaringan.
3) Spasmus otot merupakan suatu keadaan kontraksi yang tak disadari atau
tak terkendali, dan sering menimbulkan rasa sakit. Spasme biasanya terjadi
pada otot yang kelelahan dan bekerja berlebihan, khususnya ketika otot
teregang berlebihan atau diam menahan beban pada posisi yang tetap
dalam waktu yang lama.
4) Inflamasi pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan tekanan
lokaldan juga karena ada pengeluaran zat histamin dan zat kimia bioaktif
ainnya.
5) Post operasi setelah dilakukan pembedahan.
b. Proses terjadi
1) Teori pemisahan (Specificity theory)
Rangsangan nyeri masuk ke medulla spinalis (spinal card) melalui
karnu dorsalis yang bersinapsis dari daerah posterior, kemudian naik ke
tractus lissur dan menyilang dari garis median ke garis/ ke sisi lainnya dan
berakhir dari korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
2) Teori pola (Pathern theory)
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla
spinalis dan merangsang sel T. Hal ini mengakibatkan suatu reson yang
merangsang ke bagian yang lebih tinggi yaitu korteks serebri serta
kontraksi menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga
menimbulkan nyeri.
3) Teori pengendalian gerbang (Gate control theory)
Nyeri tergantung dari kerja saraf besar dan kecil yang keduanya
berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serabut saraf besar
akan mengakibatkan aktivitas substansia gelatinosa yang mengakibatkan
tutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T terhambat dan
menyebabkan hantaran rangsangan akut terhambat. Rangsangan saraf
besar dapat langsung merangsang korteks serebri. Hasil persepsi ini akan
dikembalikan dalam medula spinalis melaui serat eferen dan reaksinya
mempengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada serat kecil akan
menghambat aktivitas substansia gelatinosa dan membuka pintu
mekanisme, sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan
menghantarkan rangsangannyeri.
4) Teori transmisi dan inhibisi
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls
saraf, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-
impuls saraf. Pada serabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls
lamban dan endogen opials system supresif.
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah
zat-zat kimia seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian
zat- zat tersebut merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan
rangsangan tersebut akan dihantarkan ke hypothalamus melalui saraf
asenden. Sedangkan di korteks nyeri akan dipersiapkan sehingga individu
mengalami nyeri. Selain dihantarkan ke hypothalamus nyeri dapat
menurunkan stimulasi terhadap reseptor mekanin sensitif pada
termosensitif sehingga dapat juga menyebabkan atau mengalami nyeri.
c. Manifestasi KlinisTanda dan Gejala
1) Gangguan tidur
2) Posisi menghindari nyeri
3) Gerakan menghindari nyeri
4) Raut wajah kesakitan (menangis, merintih)
5) Perubahan nafsu makan
6) Tekanan darah meningkat
7) Depresi.
d. Komplikasi
1) Oedema Pulmonal
2) Kejang
3) Masalah Mobilisasi
4) Hipertensi
5) Hipertermi
6) Takikardi
7) Gangguan pola istirahat dan tidur.(Brunner &Suddarth, 2018).

6. Pemeriksaan Diagnostik/Pemeriksaan penunjang terkait KDM


a. Jenis Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan USG, untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan di abdomen
2) Pemeriksaan laboratorium, sebagai data penunjang pemeriksaan lainnya
3) Sinar – X (Rontgen), untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang
abnormal
4) CT-Scan (cidera kepala), untuk mengetahui adanya pembuluh darah
yangpecah di otak
5) MRI
b. Parameter Yang Diperiksa
1) Skala nyeri
2) Tanda-tanda vital
3) Ekspresi wajah pasien
4) Respon pasien
c. Hasil Temuan (yang tidak normal) dan Interpretasi
hasil
1) Face Pain Assessment Scale (Faces of Pain Scale )

2) Verbal Rating Scale (VRS)


3) Numeric Rating Scale ( NRS)

(Hidayat, 2019)

7. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Terapi
1) Farmakologi
a) Pemberian analgesic
Pemberian obat analgesik, yang dilakukan guna mengganggu dan
memblok transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan
caramengurangi nyeri. Jenis analgesiknya adalah narkotika dan bukan
narkotika. Jenis narkotika digunakan untuk menurunkan tekanan
darah dan menimbulkan depresi pada fungsi vital,seperti respirasi.
Jenis bukan narkotika yang paling banyak ditemukan dimasyarakat
adalah aspirin, asetaminofen, dan bahan antiinflamasi nosteroid.
Golongan aspirin (asetysalicylic acid) digunakan untuk memblok
rangsangan pada sentral dan perifer,kemungkinan menghambat
sintesis prostaglandin yang memiliki khasiat setelah 15-20 menit
dengan efek puncak obat sekitar 1-2 jam. Aspirin juga menghambat
agregasi trombosit dan antagonis lemahterhadap vitamin K, sehingga
dapat meningkatkan waktu peredaran darah dan protombin bila
diberikan dalam dosis yang tinggi. Golongan asetaminofen sama
seperti aspirin,akan tetapi tidak menimbulkan perubahan kadar
protombin dan jenis Nonsteroid Anti Inflammatory Drugs (NSAID),
juga dapat menghambat prostaglandin dan dosis rendah dapat
berfungsi sebagai analgesi.Kelompok obat ini meliputi ibuprofen,
mefenamic acid, fenoprofen, naprofen, zomepirac, dan lain-lain.
b) Plasebo
Plasebo merupakan obat yang mengandung komponen obat
analgesikseperti gula, larutan garam/normal saline, atau air. Terapi ini
dapat menurunkan rasa nyeri, hal ini karena faktor persepsi
kepercayaan pasien
2) Non Farmakologi
a) Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik
dari ketegangan dan setress, sehingga dapat meningkatkan toleransi
terhadap nyeri. Contoh tindakan relaksasi adalah nafas dalam dan
relaksasi otot.
b) Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan
sampaisedang. Distraksi visual (melihat TV atau pertandingan bola),
distraksi audio (mendengar musik), distraksi sentuhan (massase,
memegang mainan), distraksi intelektual (merangkai puzzle, main
catur).
c) Anticipatory guidance
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan
nyeri. Contoh tindakan: sebelum klien menjalani prosedur
pembedahan, perawat memberikan penjelasan/informasi pada klien
tentang pembedahan, dengan begitu klien sudah punya gambaran dan
akan lebihsiap menghadapi nyeri.
d) Hipnotis
Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
e) Biofeedback
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu
informasi tentang respon nyeri fisiologis dan cara untuk melatih
kontrol volunter terhadap respon tersebut. Terapi ini efektif untuk
mengatasi ketegangan otot dan migren, dengan cara memasang
elektroda pada pelipis.
f) Stimulasi kutaneus
Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran
adalah cara ini bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok
stimulasi nyeri. Bisa dilakukan dengan massase, mandi air hangat,
kompres dengan kantong es dan stimulasi saraf elektrik transkutan
(TENS/ transcutaneuselectrical nerve stimulation). TENS merupakan
stimulasi pada kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang
dihantarkan melalui elektroda luar.
b. Penatalaksanaan Operatif
Dengan melakukan pembedahan atau pengangkatan pada faktor
yangmenyebabkan nyeri.
c. Penatalaksaan dengan pemberian kompres hangat/dingin
1) Pemberian kompres hangat
Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu
dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada
bagian tubuh yang memerlukan.tindakan ini selain untuk melancarkan
sirkulasi darah juga untuk menghilangkan rasa sakit serta memebrikan
ketenangan dan kesenangan pada klien. Pemberian kompres dilakukan
pada radangpersendian, kekejangan otot, perut kembung dan kedinginan.
2) Kompres dingin
Kompres dingin adalah memberi rasa dingin pada daerah setempat
dengan menggunakan kain yang dicelupkan pada air biasa atau air es
sehingga memberi efek rasa dingin pada daerah tersebut. Tujuan diberikan
kompres dingin adalah menghilangkan rasa nyeri akibat odema atau
trauma, mencegah kongesti kepala, memperlambat denyut jantung,
mempersempit pembuluh darah dan mengurangi arus darah lokal. Tempat
yang diberikan kompres dingin tergantung lokasinya. Selama pemberian
kompres, kulit klien diperiksa setelah 5 menit pemberian, jika dapat di
toleransi oleh kulit diberikan selama 20 menit. (Brunner & Suddarth,
2018).
B. Tinjauan Teori Askep Kebutuhan Dasar
1. Pengkajian
a. Perilaku non verbal : Beberapa perilaku non verbal yang dapat kita amati
antaralain ekspresi wajah, gemeretak gigi, menggigit bibir bawah, dll.
b. Kualitas : Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan kualitas dan
nyeri.Anjurkan pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui.

c. Faktor presipitasi : Beberapa faktor presipitasi yang meningkatkan nyeri


antaralain lingkungan, suhu ekstrim, kegiatan yang tiba-tiba.
d. Intensitas : Nyeri dapat berupa ringan, sedang, berat atau tak tertahankan,
ataudapat menggunakan skala dari 0-10.
e. Waktu dan lama : Perawat perlu mengetahui, mencatat kapan nyeri mulai,
berapa lama, bagaimana timbulnya, juga interval tanpa nyeri, kapan nyeri
terakhir timbul.
f. Hal yang perlu dikaji lainnya adalah karakteristik nyeri (PQRST):
1) P (provokatif) : faktor yang mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri
2) Q (quality) : seperti apa nyeri tersebut (tajam, tumpul, atau tersayat)
3) R (region) : daerah perjalanan nyeri
4) S (Skala nyeri) : keparahan/intensitas nyeri
5) T (time) : lama/waktu serangan/frekuensi nyeri.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut
Definisi : Pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari
3 bulan.
Gejala dan Tanda Mayor :
1) Subyektif :
(1) Mengeluh nyeri
2) Objektif :
(1) Tampak meringis
(2) Bersikap protektif (misalnya waspada, posisi menghindari nyeri)
(3) Gelisah
(4) Frekuensi nadi meningkat
(5) Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor :
1). Subyektif (tidak
tersedia)2). Objektif
(1) Tekanan darah meningkat
(2) Pola napas berubah
(3) Nafsu makan berubah
(4) Proses berpikir tertanggu
(5) Menarik diri
(6) Berfokus pada diri sendiri
(7) Diaforesis
Kondisi klinis
terkait :
1) Kondisi pembedahan
2) Cedera traumatis
3) Infeksi
4) Sindrom koroner akut
5) Glaukoma
b. Nyeri kronis
Definisi : Pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung lebih dari 3
bulan.
Gejala dan Tanda Mayor :
1) Subyektif :
(1) Mengeluh nyeri
(2) Merasa depresi (tertekan)
2) Objektif :
(1) Tampak meringis
(2) Gelisah
(3) Tidak mampu menuntaskan
aktivitasGejala dan Tanda Minor :
1). Subyektif
(1) Merasa takut mengalami cedera
berulang2). Objektif
(1) Bersikap protektif (misalnya posisi menghindari nyeri)
(2) Waspada
(3) Pola tidur berubah
(4) Anoreksia
(5) Fokus menyempit
(6) Berfokus pada diri
sendiriKondisi klinis terkait :
1) Kondisi kronis (misalnya arthritis rheumatoid)
2) Infeksi
3) Cedera medula spinalis
4) Kondisi pasca trauma
5) Tumor
3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Rencana Intervensi


Kriteria Hasil
1 2 3
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan intervensi selama ….x24 SIKI :
dengan agen pencedera jam, makatingkat nyeri menurun dengan 1. Manajemen Nyeri
fisiologis (misalnya kriteria hasil : a. Observasi
inplamasi, iskemia, 1. Keluhan nyeri menurun 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
neoplasma), agen pencedera 2. Sikap protektif menurun frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
kimiawi (misalnya terbakar, 3. Gelisah menurun 2) Identifikasi skala nyeri
bahan kimia iritan), agen 4. Kesulitan tidur menurun 3) Identifikasi respons nyeri non verbal
pencedera fisik (misalnya 4) Identifikasi faktor yang memperberat dan
5. Frekuensi nadi membaik
abses, amputasi, terbakar,
memperingan nyeri
terpotong, mengangkat
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
berat, prosedur operasi,
nyeri
trauma, latihan fisik
berlebihan) ditandai dengan 6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
pasien mengeluh nyeri, nyeri
tampak meringis, bersikap 7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
protektif (misalnya waspada, 8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
posisi menghindari nyeri), diberikan
gelisah, frekuensi nadi 9) Monitor efek samping penggunaan analgetik
meningkat, sulit tidur,
tekanan darah meningkat,
pola napas berubah, nafsu b. Terapeutik
makan berubah, proses 1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk
berpikir tertanggu, menarik mengurangi rasa nyeri (misalnya TENS,
diri, berfokus pada diri hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback,
sendiri, diaforesis. terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/ dingin, terapi
bermain)
2) Control lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (misalnya suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri

c. Edukasi
1) Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Jelaskan monitor nyeri secara mendiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik (bila perlu)

2. Pemberian analgetik
a. Observasi
1) Identifikasi karakteristik nyeri (misalnya
pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
2) Identifikasi riwayat alergi obat
3) Identifikasi kesesuaian jenis analgesic(misalnya
narkotika, non-narkotik, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
4) Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
5) Monitor efektifitas analgesic
b. Terapeutik
1) Diskusikan jenis analgesic yang disukai untuk
mencapai analgesia optimal jika perlu
2) Pertimbangkan penggunaan infus kontinu atau
bolus oploid untuk mempertahankan kadar
dalam serum
3) Tetapkan target efektifitas analgesic untuk
mengoptimalkan respons pasien
4) Dokumentasikan respons terhadap efek
analgesic dan efek yang tidak diinginkan
c. Edukasi
Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
d. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesic
sesuai indikasi

2 Nyeri kronis berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi selama ….x24 SIKI :
musculoskeletal kronis, kerusakan jam, makatingkat nyeri menurun dengan 1. Manajemen Nyeri
sistem saraf, penekanan saraf, kriteria hasil : a. Observasi
infiltrasi tumor, ketidakseimbangan 1. Keluhan nyeri menurun 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
neurotr 2. Sikap protektif menurun frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
ansmitter, neuromodulator, dan 3. Gelisah menurun 2) Identifikasi skala nyeri
reseptor, gangguan imunitas, 4. Kesulitan tidur menurun 3) Identifikasi respons nyeri non verbal
gangguan fungsi metabolic, riwayat
5. Frekuensi nadi membaik 4) Identifikasi faktor yang memperberat dan
posisi kerja statis, peningkatan imt,
memperingan nyeri
kondisi pasca trauma, tekanan
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
emosional, riwayat penganiayaan,
riwayat penyalahgunaan obat/zat nyeri
ditandai dengan pasien mengeluh
nyeri, merasa depresi (tertekan),
tampak
meringis, gelisah, tidak mampu
menuntaskan
aktivitas, merasa takut mengalami 6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
cedera berulang, bersikap protektif nyeri
(misalnya posisi menghindari nyeri), 7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
waspada, pola tidur berubah, 8) Monitor keberhasilan terapi komplementer
anoreksia, fokus menyempit, yang diberikan
berfokus pada diri sendiri.
9) Monitor efek samping penggunaan analgetik

b. Terapeutik
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (misalnya TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/ dingin, terapi
bermain)
2) Control lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (misalnya suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri

c. Edukasi
1) Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Jelaskan monitor nyeri secara mendiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik (bila perlu)

2. Perawatan kenyamanan
a. Observasi
1) Identifikasi gejala yang tidak menyenangkan
(misalnya mual, muntah, nyeri, gatal, sesak)
2) Identifikasi pemahaman tentang kondisi,
situasi, dan perasaannya
3) Identifikasi masalah emosional dan spiritual

b. Terapeutik
1) Berikan posisi yang nyaman
2) Berikan kompres dingin, atau hangat
3) Ciptakan lingkungan yang nyaman
4) Berikan pemijatan
5) Berikan terapi akupresur
6) Berikan terapi hipnosis
7) Dukung keluarga dan pengasuh terlibat dalam
terapi atau pengobatan
8) Diskusikan mengenai situasi dan pilihan terapi
atau pengobatan yang dinginkan
c. Edukasi
1) Jelaskan mengenai kondisi dan pilihan terapi
atau pengobatan
2) Ajarkan terapi relaksasi
3) Ajarkan terapi pernapasan
4) Ajarkan teknik distraksi, dan imajinasi
terbimbing
d. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgesic, antipruritus,
antihistamin (bila perlu)
3. Terapi relaksasi
a. Observasi
1) Identifikasi penurunan tingkat energy,
ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala
lain yang mengganggu kemampuan kognitif
2) Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif
digunakan
3) Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan
penggunaan teknik sebelumnya
4) Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah
latihan
5) Monitor respons terhadap terapi relaksasi

b. Terapeutik
1) Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang
yang nyaman
2) Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi

c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan manfaat, batasan, dan jenis
relaksasi yang tersedia
2) Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
3) Anjrkan rileks dan merasan sensasi relaksasi
4. Implementasi
Pelaksanaan/implementasi merupakan tahap keempat dalam proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan
keperawatan yang telah ditentukan). Dalam tahap ini perawat harus mengetahui
berbagai hal, diantaranya bahaya fisik dan perlindungan kepada pasien, teknik
komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak
pasien tingkat perkembangan pasien. Dalam tahap pelaksanaan terdapat dua
tindakan yaitu tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi.

5. Evaluasi
Evaluasi dapat di bedakan atas evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi
proses dievaluasi selesai melakukan tindakan, dan evaluasi hasil berdasarkan
rumusan tujuan terutama kriteria hasil. Hasil evaluasi memberikan acuan tentang
perencanaan lanjutan terhadap masalah nyeri yang di alami oleh pasien.

8
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2018). KeperawatanMedikal Bedah. EGC: Jakarta


Hidayat, A. A (2019). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan, Buku 1, Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.

NANDA Internasional Inc. (2018). Diagnosis Keperawatan: Definisi &


Klasifikasi2018-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus


usat PPNI.

PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus


Pusat PPNI.

PPNI.2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan PengurusPusat


PPNI.

Rahmawati, I. R., Widyawati, I. Y., & Hidayati, L. (2019). Kenyamanan Pasien Pre
Operasi Di Ruang Rawat Inap Bedah Marwah Rsu Haji Surabaya. Critical,
Medical and Surgical Nursing Journal, 4(1).

Syamsiah, N., & Muslihat, E. (2018). Pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadapti
ngkat nyeri akut pada pasien abdominal pain Di IGD RSUD Karawang 2019 .
Jurnal Keperawatan BSI, 3(1).
JURNAL
Submitted : 21 Mei 2021 Generics : Journal of Research in Pharmacy, vol 1(2) : 53-5
Revised : 14 Juli 2021 e-ISSN : 2774-9967 Accepted : 16 Juli 2021

REVIEW: GAMBARAN PERILAKU SWAMEDIKASI NYERI,


DIARE, BATUK, DAN MAAG OLEH MASYARAKAT
The Swamedication Behaviour Profile for Pain, Diarrhea, Cough and

Gastritis in Society: a Review

Rezha Nur Amalia(1), Ragil Setia Dianingati(1*), Eva Annisaa’(1) (1)Program Studi Farmasi,
Kedokteran, Universitas DiponegoroEmail: rsdianingati@lecturer.undip.ac.id

ABSTRAK
Swamedikasi merupakan upaya seseorang untuk mengenali gejala atau penyakit seta
memilih obat sendiri. Swamedikasi dapat meningkatkan kesehatan nasional apabila
dilakukan dengan baik, namun terdapat dampak negatif dari swamedikasi apabila
dilakukan dengan cara yang tidak tepat. Artikel ini disusun berdasarkan penelitian
terdahulu untuk mengetahui bagaimana perilaku swamedikasi pada masyarakat untuk
mengatasi gejala nyeri,diare, batuk, dan maag. Hasil yang didapatkan yaitu masyarakat
lebih memilih untuk swamedikasi dibandingkan dengan berobat ke dokter dengan alasan
penyakit dianggap ringan, lebih murah, mudah, dan cepat, selain itu obat modern lebih
dipilih dibandingkan dengan obat tradisional dan masyarakat lebih memilih untuk
membeli obat di apotek serta masih terdapat perilaku swamedikasi yang tidak tepat
sehingga membutuhkan edukasi lebih lanjut. Perilaku swamedikasi dipengaruhi oleh
tingkat pengetahuan, sumber informasi, kemudahan akses swamedikasi, dan saran dari
keluarga.

Kata kunci: Batuk, Diare, Maag, Nyeri, Perilaku Swamedikasi.

ABSTRACT
Self-medication is a person's attempt to recognize symptoms or diseases and choose their
own medication. Self-medication can improve national health if it is done well, but there
are negative impacts of self-medication if it is done inappropriately. This article is
compiled based on previous research to determine self-medicated behavior in the
community to deal with symptoms of pain, diarrhea, cough, and fever. The results
obtained are that people prefer selfmedication compared to seeing a doctor because the
disease is considered mild, cheaper, easy, and fast, besides that modern medicine is
preferred compared to traditional medicine and people prefer to buy medicine at a
pharmacy and there are still inappropriate self-medicated behavior that requires further
education. Self-medication behavior is influenced by the level of knowledge, sources of
information, ease of access to self- medication, and suggestions from the family.

Keywords: Cough, Diarrhea, Ulcer, Pain, Self-medicated Behavior.


10

PENDAHULUAN pengobatan karena kurangnya informasi


tentang obat (Drug Related Problems),
Swamedikasi atau pengobatan timbul penyakitbaru karena efek samping
obat, dan peningkatan biaya pengobatan
sendiri adalah sebuah upaya seseorang
akibat penggunaan obat yang tidak
untuk mengobati diri sendiri dengan
rasional. Swamedikasi dapat dilakukan
mengenali gejala atau penyakit yang
dengan benar jika pasien mengetahui
dirasakan dan memilih obat sendiri informasi yang mendukung pengobatan
(Aswad seperti dapat mengenali gejala penyakit
et al., 2019). dengan baik,memilih obat sesuai dengan
Beberapa alasan yang mendorong indikasi dan mengkonsumsi obat sesuai
masyarakat Indonesia untuk melakukan petunjuk penggunaan (Purnamasari,
swamedikasi atau pengobatan sendiri 2019).
yaitu penyakit dianggap ringan (46%),
Berdasarkan latar belakang
hari obat ang lebih murah (16%) dan obat
tersebut, dilakukan review beberapa
mudah diperoleh (9%) (Zulkarni, 2019). jurnal terkait perilaku
Prevalensi swamedikasi cenderung swamedikasi untuk mengetahui
mengalami peningkatan di kalangan bagaimana perilaku swamedikasi pada
masyarakat setiap tahunya (Widayati, masyarakat.
2018). Survei BPS pada tahun 2011
menunjukan persentase masyarakat yang
melakukan swamedikasi pada tahun METODE PENELITIAN
2007 adalah 65,01 %, tahun 2008 adalah Penelitian ini merupakan
65,59 kajiandari beberapa literatur
%, tahun 2009 68,41% dan 68,71% pada tentang perilaku
tahun 2010 (Restiyono, 2016). swamedikasi untuk
beberapapenyakit, seperti
Swamedikasi biasa dilakukan
nyeri, diare, batuk, danmaag.
untuk mengatasi gejala dan penyakit
Sumber literatur didapatkan dari
ringan yang banyak dialami oleh
beberapa artikel jurnal penelitian.
masyarakat, seperti nyeri, influenza,
demam, pusing, diare, batuk, sakit maag,
penyakit kulit, cacingan, diare dan lain- HASIL DAN PEMBAHASAN
lain. Masyarakat akan membeli obat secara Hasil dari beberapa literatur
mandiri berdasarkan keluhan yang terkait perilaku swamedikasi untuk
dirasakan. Pemilihan obat yang dapat penyakit nyeri, diare, batuk dan maag
digunakan dalam swamedikasi adalah dijelaskansebagai berikut:
golongan obat bebas dan obat bebas
terbatas yang relatif aman untuk Perilaku Swamedikasi Nyeri
digunakan (Restiyono, 2016). Nyeri merupakan perasaan
Swamedikasi yang dilakukan subjektif yang berbeda pada setiap
dengan tepat dan benar dapat membantu individu. Analgetik merupakan obat
pemerintah dalam pemeliharaan yang dapat mengurangi rasa nyeri
kesehatan secara nasional (Aswad et al., tanpa menghilangkan kesadaran
2019). Namun, terdapat dampak negatif seseorang. Nyeri adalah salah satu
dari swamedikasi yang tidak tepat, seperti penyakit ringan yang dapat diobati
obat tidak memberikan efek yang dengan swamedikasi. Sebuah
diinginkan, timbul berbagai masalah penelitian menunjukkan bahwa 166
orang memiliki perilaku swamedikasi
yang baik pada penggunaan obat
Perilaku Swamedikasi Diare
analgesik dan 32 orang memiliki
perilaku yang tidakbaik. Perilaku yang Diare didefinisikan sebagai
tidak baik dikarenakan responden penyakit yang memiliki gejala berupa
tidak membaca aturan pakai sebelum peningkatan frekuensi buang air besar
mengkonsumsi obat dan tidak lebih dari tiga kali sehari
mengetahui kandungan dan efek dengankonsistensi tinja cair.
samping dari obat analgesik yang Diare lebih banyakterjadi di
dikonsumsi daerah pedesaandibandingkan
perkotaan.
(Ersita, 2018). Prevalensi diare pada umur 17-74
Penelitian lain menyatakan sebanyak 59,5% sedangkan pada semua
bahwa50,5% responden umur memiliki insiden sebanyak 3,5%.
menggunakan analgesiksecara tidak Berdasarkan penelitian Prabusiwi (2019),
rasional dalam didapatkan hasil bahwa 86% responden
praktik swamedikasi nyeri (Lydya menyatakan bahwa alasan melakukan
et al.,2021). Penelitian lainya juga swamedikasi diare karena penyakit
menyatakanbahwa dianggap ringan. Selain itu, 92%
37 responden memenuhi kriteria responden lebih memilih menggunakan
ketepatan penggunaan obat analgetik obat modern dibandingkan obat
sedangkan 102responden tidak tepat. tradisional.
Penggunaan analgetik dikatakan tidak
tepat ketika dosis yang digunakan Sebagian besar responden (60%)
tidak sesuai dengan dosis standar mempertimbangkan efek obat dalam
(Damayanti, 2017). memilih obat diare. Responden
menyatakan menggunakan obat diare
Terdapat perbedaan hasil hingga responden merasa telah sembuh
antara penelitian pertama dan kedua. (33%). Sebanyak 33% responden
Penelitian pertama menyatakan mengalami efek samping obat berupa
bahwa sebagia besar responden pusing , sembelit, mual, dan muntah
memiliki perilaku swamedikasi nyeri (Prabasiwi and Prabandari, 2019).
yang baik, sedangkan pada penelitian
kedua lebih banyak responden yang Penelitian lain yang ditujukan
tidak tepat dalam menggunakan obat untuk mengetahui pola perilaku
analgetik. Perbedaan tersebut dapat swamedikasi diare akut pada anak-anak
terjadi karena latar belakang oleh ibu-ibu PKK memberikan hasil
pendidikan responden yang berbeda.
Perilaku seseorang dalam melakukan
swamedikasi dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satunya adalah
tingkat pendidikan (Siahaan et al.,
2017). Responden pada penelitian
pertama merupakan mahasiswa
kesehatan sedangkan pada penelitian
kedua adalah masyarakat yang
memiliki latar belakang pendidikan
yang berbeda-beda.
bahwa 53% ibu-ibu lebih memilih dari 344 responden memilih obat
melakukan swamedikasi kepada dengan tepat (tepat obat), 71,75%
anaknya ketika diare dan lainya menggunakan obat sesuai dengan
melakukan swamedikasi sebagai keluhan (tepat indikasi) , 83,25%
bentuk pertolongan pertama sebelum menggunakan obat yang sesuai
akhirnya membawa ke dokter. dengan kondisi nya (tepat pasien),
Sehingga dapat disimpulkan bahwa namun hanya
100% responden melakukan 33,25% responden yang minum obat
swamedikasi ketika anaknya sesuai dosisnya (tepat dosis). Banyaknya
menderita diare akut. Separuh responden yang tidak tepat dosis
responden menyatakan lebih memilih dikarenakan adanya efek samping dari
untuk membeli obat diare dari apotek obat batuk yaitu mengantuk, sehingga
karena bisa mendapatkan informasi responden hanya minum satu kali sehari
mengenai obat (Rusmariani et al, dan tidak sesuai dengan dosis seharusnya
2019). (Sesarini, 2019).

Perilaku Swamedikasi Batuk Perilaku Swamedikasi Maag


Batuk merupakan sebagai Maag merupakan penyakit dengan
reaksi tubuh terhadap berbagai hal gejala seperti nyeri perut, mual, muntah,
yang menyebabkan iritasi di rasa perih di perut, dan rasa panas yang
tenggorokan seperti debu, asap, menjalar di dada. Menurut WHO,
makanan dan lainya. Batuk dapat Indonesia merupakan salah satu negara
diklasifikasikan berdasarkan durasi dengan prevalensi maag tertinggi di dunia
batuk yaitu batuk akut (<3 minggu), yaitu 40,80%. Maag juga merupakan salah
subakut (3-8 minggu), dan kronik (>8 satu penyakit yang dapat diobati dengan
minggu) serta dapat diklasifikasikan cara swamedikasi (Lady, 2019).
berdasarkan keberadaan sputum yaitu
batuk berdahak dan batuk kering. Sebuah penelitian menyatakan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa 92,6% responden memutuskan
masih kurangnya pengetahuan untuk melakukan swamedikasi. Dari
masyarakat terkait penggunaan obat responden yang melakukan swamedikasi,
batuk secara swamedikasi. Sebagian 91,2% responden lebih memilih untuk
responden belum memahami tentang menggunakan obat modern dibandingkan
dosis lazim dan penanganan efek dengan obat tradisional. Alasan
samping. Selain itu, 54% responden responden melakukan swamedikasi yaitu
belum dapat menentukan jenis obat karena murah (43,5%), penyakit dianggap
batuk yang digunakan untuk batuk ringan (18,5%), lebih cepat (32,9%), dan
berdahak atau batuk kering alasan
(Khuluqiyah etal., 2016). lainya (5,1%) (Sarwan, 2017).

Perilaku swamedikasi batuk Hal ini juga sejalan dengan hasil


yang dilakukan oleh pelajar SMA penelitian lain yang menyatakan bahwa
non- kesehatan di Kecamatan responden lebih banyak menggunakan
Pontianak, menunjukkan hasil yang obat maag yang modern seperti Promag
baik. Sebagian besar responden daripada tradisional. Sebagian besar
melakukan swamedikasi dengan tepat. responden mendapatkan obat maag di
Ketepatan perilaku swamedikasi ini apotek, hal ini merupakan tindakan yang
dinilai berdasarkan beberapa indikator tepat karena terdapat apoteker yang dapat
seperti tepat obat, tepatindikasi, tepat memberikan informasi yang tepat
dosis, dan tepat pasien. Sebesar 86,5%
(Widyayanti, 2018). mengenai
antibiotik
mempengaruhi perilaku swamedikasi
Faktor yang Mempengaruhi Perilaku antibiotik, semakin baik pengetahuan
Swamedikasi
seseorang maka terdapat
Perilaku seseorang dalam kemungkinan 5,307 kali tidak
mengkonsumsi obat dipengaruhi oleh tiga melakukan swamedikasi antibiotik.
faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor Responden yang mendapatkan
pendukung dan faktor pendorong. Faktor sumber informasi yang baik memiliki
predisposisi mencakup kemungkinan 29,94 kali tidak
pengetahuan,sikap, kepercayaan, melakukan swamedikasi antibiotik
keyakinan, nilai-nilai, dan lain (Restiyono, 2016).
sebagainya. Faktor pendukung adalah
ketersediaan dan kemudahan akses untuk
mendapatkan obat yang aman dan KESIMPULAN
bermutu. Faktor pendorong merupakan
saran dari keluarga, kerabat dan teman, Berdasarkan beberapa
iklan serta peraturan pemerintah. penelitian yang membahas mengenai
Beberapastudi menyatakan bahwa faktor swamedikasi, dapat disimpulkan
yang mempengaruhi konsumen dalam bahwa sebagian besar masyarakat
memilih obat adalah lokasi, informasi dari lebih memilih melakukan
petugas apotek, dan iklan. Yuefeng swamedikasi dibandingkan dengan
menyatakan pemilihan suatu produk berobat ke dokter. Masyarakat lebih
(consumer goods) berhubungan dengan memilih swamedikasi dengan alasan
usia, pekerjaan, dan tingkat pendidikan karena penyakit dianggap ringan, lebih
dari masyarakat mudah, murah, dan cepat. Obat modern
lebih banyak dipilih oleh masyarakat
(Siahaan et al., 2017).
ketika melakukan swamedikasi
Hasil penelitian Farizal dibandingkan dengan obat tradisional.
(2018), menunjukkan bahwa perilaku Sebagian besar masyarakat memilih
seseorang untuk melakukan untukmembeli obat di apotek karena bisa
swamedikasi dipengaruhi oleh mendapatkan informasi yang tepat
pengetahuan sebesar 67%, kemudian mengenai obat. Ketidaktepatan
sebesar 10% responden mendapat swamedikasi masih banyak terjadi di
saran dari orang lain, 7% karena masyarakat, hal ini dikarenakan
kemudahan dalam proses kurangnya informasi tentang pemilihan
swamedikasi, dan 6% responden obat yang tepat, dosis yang sesuai, dan
melakukan swamedikasi karena penanganan efek samping. Faktor yang
melihat iklan tentang obat (Farizal, memiliki peran besar dalam
2018). Penelitian lain menunjukkan mempengaruhi swamedikasi yaitu tingkat
bahwa pengetahuan, kemudian diikuti oleh
perilaku swamedikasi faktor lain seperti sumber informasi,
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan kemudahan akses, dan saran keluarga.
dimana terdapat hubungan antara
tingkat pengetahuan dengan perilaku
swamedikasi nyeri gigi yang ditandai
dengan nilai P<0,001 (Damayanti,
2017). Menurut penelitian lain,
dijelaskan bahwa tingkat pengetahuan
dan sumber informasi
DAFTAR PUSTAKA Penggunaan
Aswad, P. A. et al. (2019) ‘Pengetahuan Obat
dan Perilaku Swamedikasi oleh Batuk secara Swamedikasi’,
Ibu-Ibu di Kelurahan Tamansari Jurnal Farmasi Komunitas,
Kota Bandung’, Jurnal Integrasi 3(2),pp. 33–36.
Kesehatan dan Sains, 1(2), pp.
Lady, F. (2019) ‘Ketepatan Swamedikasi
107–113. doi:
Maag Pada Pelajar Sekolah
10.29313/jiks.v1i2.4462. Menengah Negeri Non
Damayanti, D., Al. (2017) Hubungan Kesehatan di Kecamatan
Tingkat Pengetahuan Pontianak Selatan Periode
dengan Penggunaan Obat 2019’, Jurnal Farmasi
Analgetik pada Fakultas Kedokteran.
Swamedikasi diambil dari:
Nyeri Gigi di http://jurnal.untan.ac.id/inde
Masyarakat x.ph p
Kabupaten /jmfarmasi/article/viewFile/
Sukoharjo. Skripsi. Universitas 40773 /75676585982.
Muhammadiyah Surakarta. Lydya, N. P., Suryaningsih, N. P. A. and
Ersita, E. and Kardewi, K. (2018) Dewi, N. M. U. K. D.
‘Hubungan Pengetahuan, Sikap
dan Perilaku Terhadap Self (2021)
Medication Penggunaan Obat ‘Rasionalitas
Analgesik Bebas di Sekolah Penggunaa
Tinggi Ilmu Kesehatan Bina n
Analgesik dalam
Husada’, Sriwijaya Journal of Swamedikasi Nyeri di Kota
Medicine, 1(1), pp. 16– Denpasar’, Jurnal Riset
23.eISSN: 2622-3589. diambil Kesehatan Nasional, 5, pp.
darihttps://jurnalkedokteranunsri.id
/in 66–73. doi:
dex.php/UnsriMedJ/article/view/3 10.37294/jrkn.v5i1
Farizal. (2018) ‘Faktor-Faktor yang .315.
Prabasiwi, A., and Prabandari, S. (2019)
Mempengaruhi Pasien
MelakukanSwamedikasi Obat ‘Kajian Deskriptif
Maag di Apotek Kuantitatif Tingkat
Pengetahuan dan Tindakan
Bukittinggi’, Jurnal Akademi Swamedikasi Diare pada
Farmasi Imam Bonjol Siswa SMK Farmasi Saka
Bukittinggi,pp. 63–68.
Medika Kabupaten Tegal’,
Khuluqiyah, I. et al. (2016) Jurnal Farmasi Galenika,
‘TingkatPengetahuan 5(3),pp. 141– 150.
Masyarakat Mengenai
Purnamasari, D. S. F. L. (2019) ‘Studi Islam Bandung’,
Gambaran Swamedikasi Obat Prosiding
Tradisional pada Mahasiswa Farmasi, 5, pp. 764–
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas 772.
Zulkarni, R., Sanubari, R. T., Sonia, F. A. Swamed
ikasiBatuk pada Pelajar
(2019) ‘Perilaku Masyarakat
dalam Swamedikasi Obat Sekolah Menengah Atas
Tradisional dan Modern di NonKesehatan di Kecamatan
Kelurahan Sapiran Kecamatan Pontianak Selatan Periode
Aur Birugo Tigo Baleh Kota
2018/2019’, Jurnal
Bukittinggi’, Jurnal Kesehatan, Mahasiswa Farmasi
10(1), pp. 1–5. doi: Fakultas
Kedokteran
10.35730/jk.v10i1.382. Universitas Tanjungpura,
Restiyono, A. (2016) ‘Analisis Faktor 4(1),
yang Berpengaruh pp. 3–15. diambil
dalamSwamedikasi dari:
Antibiotik pada https://jurnal.untan.ac.id/in
Ibu Rumah Tangga dex.ph
di p/jmfarmasi/article/view/39
Keluraha 971.
nKajen Siahaan, S. et al. (2017)
Kabupaten Pekalongan’, Jurnal ‘Pengetahuan, Sikap, dan
Promosi Kesehatan Indonesia, Perilaku Masyarakat dalam
11(1), pp. 14–26. Memilih Obat yang Aman di
doi: Tiga Provinsi di Indonesia
Knowledge, Attitude, and
10.14710/jpki.11.1.14-27. Practice of Communities on
Rusmariani, A., Yuswar, M. A, and Untari, Selecting Safe Medicines in
E. K. (2019) ‘Pengetahuan dan ThreeProvinces in Indonesia
Pola Swamedikasi Diare Akut Pengawasan Obat dan
pada Anak oleh Ibu-Ibu PKK di
Kecamatan Pontianak Makanan (BPOM).’,
Timur’, Jurnal
Jurn Kefarmasian Indonesia,
alMahasiswa Farmasi 7(2), pp.
Fakultas Kedokteran 136–145. doi:
Universitas Tanjungpura, 4(1),
pp. 1–13. diambil dari: 10.22435/jki.v7i2.5859.136-145.
https://jurnal.untan.ac.id/index.p Widayati, A. (2018) ‘Swamedikasi di
h Kalangan Masyarakat Perkotaan
p/jmfarmasi/article/view/39469/
75676585246. 6

Sarwan and Sinta, L. N.


(2017)‘Pengobatan Sendiri (Self
Medication) Penyakit Maag di Kelurahan
Cipedak Kecamatan
Jagakarsa Jakarta Selatan’,
Jurnal Farmasi Bhumi
Husada, 4(1), pp. 48–65.
Sesarini, T. W. (2019)
‘Ketepatan
di Kota Yogyakarta Self- Jurnal Gastritis di Apotek
Widyayanti, E. (2018) Kimia Farma Farmasi Klinik
Gambaran Medication Among Indonesia, 2, pp. Sutoyo
Urban Swamedikasi Malang. Skripsi. Akademi
Penggunaan Obat 145–152. doi: 10.15416/ijcp.
Farmasi Putra Indonesia
Population in Yogyakarta’, Malang.

Anda mungkin juga menyukai