Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kebutuhan Dasar Pasien
Disusun Oleh :
Anggi Dewita
NIM. 23149011006
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Rasa nyaman berupa terbebas dari rasa yang tidak menyenangkan adalah suatu
kebutuhan individu. Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang
terkadang dialami individu. Kebutuhan terbebas dari rasa nyeri itu merupakan salah
satu kebutuhan dasar yang merupakan tujuan diberikannya asuhan keperawatan pada
seorang pasien di rumah sakit (Perry & Potter, 2009).
Nyeri diartikan berbeda-beda antar individu, bergantung pada persepsinya
Walaupun demikian, ada satu kesamaan mengenai persepsi nyeri. Secara sederhana,
nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara
sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan
jaringan atau faktor lain, sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya
akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis, dan lain-lain (Perry & Potter, 2009).
Menurut PPNI (2016) Nyeri Akut adalah pengalaman sensorik atau emosional
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan.
Nyeri Kronis pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan
berintesitas ringan hingga berat yang berlangsung lebih dari 3 bulan (PPNI, 2016)
Nyeri didefinisikan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan. Sensasi ketidak nyamanan yang dimanefestasikan sebagai
penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman, dan fantasi
luka. Nyeri merupakan suatu keadaan yang menitiberatkan pada kejadian fisik dan
suatu pengalaman emosional. Penatalaksanaan ini tidak hanya berfokus pada
pengelolahan fisik semata, namun penting juga untuk melakukan manipulasi
(tindakan) psikologis untuk mengatasi nyeri (Tamsuri, 2014).
2. Etiologi
a. Agen pencedera fisiologis
b. Agen pencedera fisik
c. Agen pencedera kimiawi
d. Kondisi muskuloskeletal kronis
e. Kerusakan sistem saraf
f. Ketidakseimbangan neurotransmiter, neuromodular, dan reseptor
4. Faktor Resiko
a. Lingkungan
Persepsi nyeri akan dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Lingkungan yang
kurang mendukung seperti ribut dan terang maka intensitas nyeri akan bertambah.
b. Usia
Semakin bertambah usia, maka semakin besar pula toleransi terhadap rasa nyeri
yang ditimbulkan. Kemampuan untuk mengontrol nyeri akan terus bertambah
seiring dengn bertambahya usia. Oleh karena itu, persepsi nyeri akan dipengaruhi
oleh usia.
c. Jenis kelamin
Jenis kelamin merupakan faktor penting dalam merespon adanya nyeri. Dalam
suatu study dilaporkan bahwa jenis kelamin laki-laki akan kurang merasakan nyeri
jika dibandingkan dengan perempuan. Hal ini berdasarkan dengan etnis tertentu.
d. Kultur
Respon terhadap nyeri tergantung pada bagaimana orang belajar dari budayanya,
seperti kepercayaan yang mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan merupakan
akibat kesalahan yang mereka lakukan sehingga harus diterima dan tidak
mengeluh.
e. Makna nyeri
Nyeri yang dirasakan tergantung bagaimana pengalaman atau persepsi seseorang
terhadap nyeri dan bagaimana cara mengatasinya.
f. Kecemasan
Kecemasan dapat meningkatkan persepsi terhadap nyeri yang dirasa dan nyeri juga
dapat menyebabkan kecemasan.
g. Pengalaman masa lalu
Ketika seseorang sudah mengalami jenis nyeri yang sama dengan masa lampau,
maka akan lebih mudah bagi individu untuk melakukan tindakan penghilang rasa
nyeri. Hal ini terjadi karena adanya proses pengontrolan pusat dan dipengaruhi
oleh pengalaman masa lampau.
h. Pola koping
Pola koping yang adaptif akan mempermudah seseorang dalam mengatasi nyeri
dan sebaliknya pola koping yang maladaptif akan menyulitkan seseorang
mengatasi nyeri.
i. Support keluarga dan sosial
Indivudu yang mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga atau
teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan.
j. Harapan
Harapan positif tentang pengobatan dapat meningkatkan keefektifan pengobatan.
Sering kali semakin banyak petunjuk yang diterima oleh pasien tentang keefektifan
intervensi maka semakin efektif pula intervensi yang diberikan nantinya.
Hubungan pasien dengan perawat yang positif juga dapat menjadi peran yang
sangat penting dalam meningkatkan efek penyembuhan.
5. Klasifikasi
Kementrian Kesehatan, 2016 membedakan nyeri menjadi 2 yakni :
a . Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang,
yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot.
b. Nyeri kronis adalah nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya
berlangsung dalam waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Yang
termasuk dalam nyeri kronis ini adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis,
dan nyeri psikosomatis. Bila ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dibagi menjadi
nyeri tertusuk dan nyeri terbakar.
6. Patofisiologi
Patofisiologi nyeri ini dapat digambarkan sebagai berikut : Reseptor nyeri
disebut nosiseptor. Nosiseptor mencakup ujung- ujung saraf bebas yang berespon
terhadap berbagai rangsangan termasuk tekanan mekanis, deformasi, suhu yang
ekstrim, dan berbagai bahan kimia. Pada rangsangan yang intensif, reseptor-reseptor
lain misalnya badan Pacini dan Meissner juga mengirim informasi yang dipersepsikan
sebagai nyeri. Zat-zat kimia yang memperparah nyeri antara lain adalah histamin,
bradikini, serotonin, beberapa prostaglandin, ion kalium, dan ion hydrogen. Masing-
masing zat tersebut tertimbun di tempat cedera, hipoksia, atau kematian sel. Nyeri
cepat (fast pain) disalurkan ke korda spinalis oleh serat A delta, nyeri lambat (slow
pain) disalurkan ke korda spinalis oleh serat C lambat.
Serat-serat C tampak mengeluarkan neurotransmitter substansi P sewaktu
bersinaps di korda spinalis. Setelah di korda spinalis, sebagian besar serat nyeri
bersinaps di neuron-neuron tanduk dorsal dari segmen. Namun, sebagian serat
berjalan ke atas atau ke bawah beberapa segmen di korda spinalis sebelum
bersinaps. Setelah mengaktifkan sel-sel di korda spinalis, informasi mengenai
rangsangan nyeri dikirim oleh satu dari dua jaras ke otak - traktus neospinotalamikus
atau traktus paleospinotalamikus. Informasi yang di bawa ke korda spinalis dalam
serat-serat A delta di salurkan ke otak melalui serat-serat traktus neospinotalamikus.
Sebagian dari serat tersebut berakhir di reticular activating system dan menyiagakan
individu terhadap adanya nyeri, tetapi sebagian besar berjalan ke thalamus. Dari
thalamus, sinyal-sinyal dikirim ke korteks sensorik somatik tempat lokasi nyeri
ditentukan dengan pasti.
Informasi yang dibawa ke korda spinalis oleh serat-serat C, dan sebagian oleh
serat A delta, disalurkan ke otak melalui serat-serat traktus paleospinotalamikus.
Serat-serat ini berjalan ke daerah reticular dibatang otak, dan ke daerah di
mesensefalon yang disebut daerah grisea periakuaduktus. Serat- serat
paleospinotalamikus yang berjalan melalui daerah reticular berlanjut untuk
mengaktifkan hipotalamus dan system limbik. Nyeri yang di bawa dalam traktus
paleospinotalamik memiliki lokalisasi difus dan menyebabkan distress emosi
berkaitan dengan nyeri.
7. Pathways
Invasi bakteri
Selulitis
Tempat masuknya
Mengiritasi ujung saraf
mikroorganisme
Nyeri tekan
Risiko infeksi
Nyeri akut
8. Pengukuran Nyeri
a. Wong-Baker Faces
Skala numerik sering digunakan untuk menilai derajat nyeri. Penderita akan
menilai nyeri dengan menggunakan skala ini dari 0-10. Skala numerik paling
efektif dan mudah untuk digunakan saat mengkaji intenitas nyeri sebelum dan
sesudah pengobatan. Keterangan skala numerik 0 tidak nyeri, 1-3 nyeri ringan, 4-
6 nyeri sedang. Pasien mendesis, menyeringai, dapat mendeskripsikan, mengikut
perintah dengan baik dan menunjukkan lokasi nyeri. Skala 7-9 nyeri berat, skala 10
nyeri sangat berat (Nuraisyah, 2017).
c. Verbal Rating Scale
Skala verbal ini menggunakan kalimat yang selalu dipakai seperti nyeri ringan,
sedang dan berat untuk mengukur intesitas nyeri yang dialami (Nuraisyah, 2017).
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan USG
b. Rontgen
c. Pemeriksaan Lab
d. CT Scan
e. EKG
f. MRI
10. Penatalaksanaan
a. Mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri
b. Memodifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan tekhnik-tekhnik berikut ini:
1) Tekhnik latihan pengalihan
a) Menonton televisi
b) Berbincang-bincang dengan orang lain
c) Mendengarkan music
2) Teknik Relaksasi
Menganjurkan pasien untuk menarik napas.
3) Stimulasi Kulit
a) Menggosok dengan halus pada daerah nyeri
b) Mengompres dengan air hangat
c. Pemberian obat analgesik
h. Pemeriksaan Fisik
1) Data Fokus
Pemeriksaan pada struktur dan perubahan fungsi yang terjadi dengan teknik yang
digunakan head to toe yang diawali dengan observasi tingkat kesadaran, keadaan
umum, vital sign.
2) Data Penunjang
Berisi tentang semua prosedur diagnostic dan laporan laboratorium yang dijalani
pasien, dituliskan hasil pemeriksaan dan nilai normal. Pemeriksaan meliputi
pemeriksaan rontgen, biopsy dan pemeriksaan terkait lainnya.
i. Analisa Data
N DATA ETIOLOGI MASALAH
Nyeri akut
2 DS: Klien mengatakan cemas akan Selulitis Ansietas
dilakukan operasi
DO : Perubahan status kesehatan
- Klien tampak lemah
- Klien tampak cemas Pasien gelisah dan cemas
- TD : 100/60 mmHg
- N : 80 x/menit Ansietas
- R : 20 x/menit
- S : 36,5℃
3 DS: Klien mengatakan nyeri luka Selulitis Risiko infeksi
operasi
DO : Pembedahan
- Klien tampak lemah
- Klien tampak meringis Terputusnya jaringan
- Terdapat luka operasi pada kaki
sebelah kanan Luka
- TD : 110/80 mmHg
- N : 90 x/menit Tempat masuknya
- R : 20 x/menit mikroorganisme
- S : 36,8℃
Risiko infeksi
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun berlangsung potensial. Diagnosis keperawatan
bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu, keluarga, dan komunitas
terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2016). Diagnosa yang mungkin muncul pada gangguan rasa nyaman nyeri adalah :
a. Nyeri akut (D.0077)
b. Ansietas (D.0080)
c. Risiko Infeksi (D.0142)
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan terdiri atas luaran (outcome) dan intervensi.
Luaran keperawatan merupakan aspe-aspek yang dapat diobservasi dan diukur
meliputi kondisi, perilaku, atau persepsi pasien, keluarga atau komunitas sebagai
respons terhadap intervensi keperawatan. Komponen luaran terdiri atas tiga
kompinen utama yaitu label, ekspektasi, dan kriteria hasil. Label merupakan nama
dari luaran keperawatan yang terdiri atas kata kunci untuk mencari informasi terkait
luaran keperawatan. Ekspektasi adalah penilaian terhadap hasil yang diharapkan
tercapai. Kriteria hasil adalah karakteristik pasien yang bias diamati maupun diukur
oleh perawat dan dijadikan sebagai dasar untuk menilai pencapaian hasil intervensi
keperawatan (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2016).
Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Perencanaan
o Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Nyeri Akut (L.03018) Managemen Nyeri
Observasi
(D.0077) Setelah dilakukan (I.08238)
- Mengetahui lokasi,
tindakan keperawatan
Observasi karakteristik, durasi,
… x … jam - Identifikasi lokasi,
frekuensi, kualitas,
diharapkan tingkat karakteristik, durasi,
dan intensitas nyeri
nyeri menurun, frekuensi, kualitas, dan
- Mengetahui tingkat
dengan kriteria hasil : intensitas nyeri
nyeri yang dirasakan
- Frekuensi nadi - Identifikasi skala nyeri
pasien
membaik - Identifikasi respon nyeri
- Mengetahui respon
- Pola nafas non verbal
nonverbal pasien
membaik - Identifikasi faktor yang
- Mengetahui faktor
- Keluhan nyeri memperberat dan
pencetus nyeri dan
menurun memperingan nyeri
upaya menanganinya
- Meringis menurun
Terapeutik
- Gelisah menurun Terapeutik
- Berikan teknik
- Kesulitan tidur - Mengurangi rasa
nonfarmakologi untuk
menurun nyeri
mengurangi rasa nyeri
- Mengurangi rasa
- Kontrol lingkungan yang
nyeri
memperberat rasa nyeri
- Memberikan rasa
- Fasilitasi istirahat dan tidur
aman dan nyaman
- Mengurangi rasa
Edukasi
nyeri dan
- Jelaskan penyebab, periode,
memberikan rasa
dan pemicu nyeri
nyaman
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
- Ajarkan teknik
- Memberikan
nonfarmakologi untuk
pengetahuan kepada
mengurangi rasa nyeri
pasien
- Mengurangi rasa
Kolaborasi nyeri
- Kolaborasi pemberian - Mengurangi rasa
analgesik nyeri pasien
Kolaborasi
- Mengurangi rasa
nyeri pasien
5. Evaluasi Keperawatan
Tahap akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi keperawatan yang
merupakan tahap penilaian atau perbandingan yang sistematis, dan terencana tentang
kesehatan pasien, dengan tujuan yang telah ditetapkan yang dilakukan secara
berkesinambungan (Debora, 2013). Pada tahap evaluasi perawat membandingkan
status kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil yang telah ditetapkan.
Evaluasi terdiri dari dua kegiatan yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi
proses dilakukan selama proses perawatan berlangsung atau menilai respon pasien,
sedangkan evaluasi hasil dilakukan atas target tujuan yang telah dibuat (A. Alimul and
Hidyat, 2012), format yang digunakan dalam tahap evaluasi yaitu format SOAP yang
terdiri dari :
a. Subjective, yaitu informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien setelah
tindakan yang diberikan.
b. Objective, yaitu informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
c. Assesment, yaitu interprestasi dari data subjektif dan objektif
d. Planning, yaitu perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi, atau ditambah dari rencana keperawatan yang sudah dibuat
sebelumnya.
Evaluasi Keperawatan
No Tanggal Dx Kep Evaluasi TTD
1 Nyeri akut S : Pasien mengatakan sudah tidak nyeri
berhubungan O:
dengan agen - Pasien tampak segar
pencedera - Pasien sudah tidak meringis
fisiologis - Skala nyeri 0
(D.0077) - TD : 120/80 mmHg
- N : 80 x/mnt
- R : 20 x/mnt
- S : 36,5℃
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
2 \ Ansietas S : Pasien mengatakan sudah tidak cemas
berhubungan O:
dengan krisis - Pasien tampak tenang
situasional - TD : 120/80 mmHg
(D.0080) - N : 80 x/mnt
- R : 20 x/mnt
- S : 36,5℃
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
3 Risiko infeksi S : Pasien mengatakan sudah tidak nyeri
berhubungan luka operasi
dengan efek O:
prosedur invasive - Pasien tampak segar
(D.0142) - Pasien sudah tidak meringis
- Luka operasi pasien kering dan bagus
- TD : 120/80 mmHg
- N : 80 x/mnt
- R : 20 x/mnt
- S : 36,5℃
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
DAFTAR PUSTAKA
Rahayu, S dan Harnanto, A. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Kebutuhan
Dasar Manusia II. Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1. Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi
1. Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi
1. Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia
Erlina. (2021). Laporan Pendahuluan Masalah Pemenuhan Kebutuhan Dasar Rasa Nyaman.
https://id.scribd.com/document/504081779/LAPORAN-PENDAHULUAN-RASA-
NYAMAN-NYERI (Diakses pada tanggal 05 November 2023)
Syahra. (2020). Laporan Pendahuluan Kebutuhan Dasar Dengan Kebutuhan Rasa Nyaman.
https://id.scribd.com/document/525764199/LP-GANGGUAN-RASA-NYAMAN-
NYERI (Diakses pada tanggal 05 November 2023)