Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

“PAIN”

Disusun Oleh:

Kelompok 1

Arema Mega Pamungkas 201702055

Erin Kusumawati 201702064

Leny Arum Agustin 201702077

Reka Riesta Ardiyanti 201702089

Yulia Setiya Mlati 201702058

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya
kepada kita, sehingga tugas asuhan keperawatan gerontik tentang “Pain” dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Tugas ini juga yang harus dikerjakan untuk sarana
pembelajaran bagi kita. 
Terimakasih kepada Bu Asrina Pitayanti,S.Kep.,Ns.,M.Kes Selaku dosen
Keperawatan Gerontik dan juga kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
tugas ini. Semoga isi dari tugas ini dapat berguna bagi kita dan dapat menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai asuhan keperawatan gerontik.
Selayaknya manusia biasa yang tidak pernah lepas dari kesalahan, maka dalam
pembuatan tugas ini masih banyak yang harus di koreksi dan jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran sangat dianjurkan guna memperbaiki kesalahan dalam tugas
ini. Demikian, apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam isi tugas ini, penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya.

Madiun, 28 Desember 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

a.1 Latar Belakang

Pemenuhan kebutuhan rasa nyaman “nyeri” adalah bagian dari kebutuhan fisiologis
menurut Hierzuki Maslow. Kebutuhan rasa nyaman “nyeri” diperlukan untuk proses
kehidupan manusia. Nyeri adalah suatu mekanisme nyeri proteksi bagi penderita yang
timbul bilamana jaringan sedang dirusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk
menghilangkan rasa nyeri tersebut yang sedang dialami oleh individu tersebut khususnya
pada lansia.
Lansia adalah tahap akhir perkembangan pada tahap akhir pada daur kehidupan
manusia dan ditandai dengan gagalnya seseorang untuk mempertahankan keseimbangan
kesehatan dan kondisi stress fisiologinya, lansia juga erkaitan dengan penurunan daya
kemampuan untuk hidup.
Lansia yang menagalami rasa nyeri dikarenakan faktor usia dan penurunan fungsi
tuuh, sebagai perawat untuk mengatasi pasien lansia dengan kebutuhan rasa nyaman “nyeri”
dapat dilakukan dengan pemberian obat analgesik ataupun asuhan keperawatan terhadap
gangguan rasa nyama “nyeri” terhadap lansia.

a.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari nyeri?
2. Apa saja etiologi pada nyeri?
3. Bagaimana penatalaksanaan nyeri?
4. Bagaimana konsep asuhan keperawatan terhadap nyeri?

a.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari nyeri
2. Untuk mengetahui etiologi pada nyeri
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan nyeri
4. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan terhadap nyeri
BAB II
TINJAUAN TEORI

b.1 Definisi
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut
Potter dan Perry (2006) nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi
tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri sangat bersifat subjektif dan sangat
individual. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa nyeri
merupakan kondisi yang tidak menyenangkan yang dialami oleh seseorang sebagai akibat
dari kerusakan jaringan aktual maupun potensial, yang bersifat subjektif dan individual.
Rasa nyeri merupakan mekanisme perlindungan. Rasa nyeri timbul bila ada kerusakan
jaringan, dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara memindahkan
stimulus nyeri (Guyton & Hall, 2007).

b.2 Jenis-jenis Nyeri


a. Nyeri Akut
Nyeri akut biasanya memulainya tiba-tiba dan umunya berkaitan dengan cidera
spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cidera telah terjadi, dan
pada ummunya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan.
Cidera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh secara spotan atau
dapat memerlukan pengobatan (Smeltzer & Bare, 2002).
b. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang enetap sepanjang suatu
periode waktu. Nyeri ini berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan
dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cidera spesifik. Nyeri kronis
tidak dapat ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena bisasanya
nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada
penyebabnya. Nyeri kronis sering didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama
enam bulan atau lebih (Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri kronis yang terjadi setelah suatu
cidera atau proses penyakit diduga terjadi karena ujung-ujung saraf yang normalnya
hanya mentransmisikan stimulus yang sangat nyeri, mentransmisikan stimulus yang
sebelunya tidak nyeri sebagai stimulus yang sebelumnya tidak nyeri sebagai stimulus
yang sangat nyeri.
Karakteristik nyeri kronis adalah area nyeri tidak mudah diidentifikasi, intensitas
nyeri sukar diturunkan, rasa nyerinya biasanya meningkat, sifatnya kurang jelas dan
keumungkinan kecil untuk sembuh/hilang, biasanya terjadi perubahan kepribadian dan
penurunan berat badan. Nyeri kronis dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu :
1) Nyeri kronis maligna, nyeri ini dapat digambarkan sebagai nyeri yang berhubungan
dengan kanker atau penyakit progresif lainnya.
2) Nyeri kronis non maligna, nyeri ini biasanya dikaitkan dengan nyeri akibat
kerusakan jaringan non progresi atau telah mengalami penyembuhan.

b.3 Etiologi
a. Trauma
1) Mekanik : rasa nyeri tibul akibat ujug-ujung saraf bebas mengalami kerusakan.
Misalnya akibat benturan, gesekan, luka dan lain-lain.
2) Thermis : nyeri pinggul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akiat
panas, dingin, misalnya karena api dan air.
3) Khemis : timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam atau basa kuat.
4) Elektrik : timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa
nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.
b. Neoplasma
1) Jinak
2) Ganas
c. Peradangan
Nyeri terjadikarena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan
atau terjepit oleh pembengkakan, misalnya abses.
d. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah
e. Trauma psikologis.
b.4 Tanda dan Gejala
Menurut (PPNI, 2016) dala buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia tanda dan
gejala nyeri akut dibagi menjadi dua yaitu :
a. Tanda dan gejala mayor
1) Subyektif : klien mengeluh nyeri
2) Obyektif : klien tampak meringis, klien bersikap protektif (misal waspada, posisi
menghindari nyeri), klien tampak gelisah, frekuensi nadi klien meningkat, sulit
tidur).
b. Tanda dan gejala minor
1) Subyektif : -
2) Obyektif : tekanan darah meningkat,pola nafasklien berubah, nafsu makan klien
berubah, proses berpikir terganggu.

b.5 Persepsi Nyeri


Persepsi nyeri pada manusia dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

a. Nyeri cepat yang terasa setempat, menusuk, cepat menghilang seperti tertusuk
jarum.
b. Nyeri yang perlahan timbulnya, berlangsung lama, tak jelas lokasinya disertai
reaksi autonomy dan psikis yang disebut membara.
c. Nyeri primer yang diikuti nyeri sekunder dapat disertai reaksi refleks somatis
berupa geraka menarik bagian badan yang nyeri, rin tihan, teriakan, selain itu
dapat pula timbul reaksi autonomy berupa takikardi, ipertensi, hiperpne, dan
reaksi psikis seperti gelisah, resah, agresi, frustasi.

b.6 Fisiologi
a. Masuknya aktiviyas saraf aferen dimodulasi oleh mekanisme pembukaan/penutupan
gerbang (gating mechanism) di dalam tanduk dorsal korda spinalis dan batang otang.
Gerbang ini merupakan inhibitor atau fasilitas bagi aktiitas sel Transmisi (T) yang
membawa aktivitas lebih jauh sepanjang jalur saraf.
b. Gerbang dipengaruhi oleh derajat relati dari aktiitas serabut beta A diameter besar,
serabut delta A diameter kil serta serabut C. serabut beta A diameter besar diaktifkan
oleh stimuli tidak berbahaya dan pada aktifitas serabut aferen besar cenderung menutup
gerbang sedangkan aktifitas serabut kecil cenderung membukanya.
c. Mekanisme kontrol serabut saraf desendes dari tingkatan yang lebih tinggi di susunan
saraf pusat dipengaruhi oleh proses kognitiff, motivasional dan afektif. Derajat
mekanisme yang lebih tinggi ini juga memodulasi gerbang, aktivitas di dalam serabut
aferen besar tidak hanya cenderung menutup gerbang secara langsung tetapi juga
mengaktikan mekanisme kontrol pusat yang menutup gerbang.
d. Saat gerbang terbuka dan aktivitas di dalam aferen yang baru masuk cukup untuk
mengaktikan system transmisi, dua jalur asendens utama diaktifkan, yang pertama
adalah jalur sensoris-diskriminatif, yang bersambung dengan korteks somatosensoris
serebri melalui thalamus ventroposterior. Jalur ini memungkinkan penentuan tempat
nyeri. Kedua, jalur asendens yang melibatkan informasi retikuler melalui sistem
thalamus dan limbus medial. Jalur ini berurusan dengan rasa tidak enak, penolakan
(aversif) dan aspek emosional dari nyeri. Jalur desendes, selain berpengaruh pada
gerbang tanduk dorsal, dapat juga berinteraksi dengan kedua system asendens ini.

b.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri


a. Pengalaman masa lalu dengan nyeri
Seseorang yang mempunyai penalaman multiple dan berkepanjangan dengan nyeri
akan lebih sedikit gelisah dan lebih toleran terhadap nyeri dibanding orang yang hanya
mengalami sedikit nyeri.
b. Ansietas dan nyeri
Ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan peersepsi
pasien terhadap nyeri.
c. Budaya dan nyeri
Budaya dan etniksitas mempunyai pengaruh pada bagaimana seseorang berespons
terhadap nyeri. Naun budaya dan etnik ini tidak mempengaruhi persepsi nyeri, sebagai
contoh anak-anak yang sejak kecil diajarkan bahwa cidera akibat olahraga tidak terlalu
menyakitkan dibandingkan dengan cidera akibat kecelakaan bemotor, maka mereka
memiliki prsepsi bahwa cidera bermotor akan lebih menyakitkan daripada cidera
olahraga.
d. Usia dan nyeri
Lansia emeliki cara berespon yang berbeda terhadap nyeri dibandingkan dengan orang
yang berusia lebih muda. Nyeri pada lansia ungkin dialihkan jauh dari tempat cidera
atau penyakit. Persepsi nyeri pada lansia mungkin berkurang sebagai akibat dari
perubahan patologis berkaitan dengan beberapa penyakit (misal diabetes), tetapi ada
individu lansia yang sehat, pesepsi nyeri mungkin tidak berubah, karena individu lansia
mempunyai metabolism yang lebih lambat dan rasio lemak tubuh terhadap massa otot
lebih besar dibanding individu beusia lebih muda, sehingga analgesik dosis kecil
mungkin cukup untuk menghilangkan nyeri.
e. Efek plasebo
Eek plasebo terjadi ketika seseorang beresponsterhadap pengobatan atau tindakan lain
karena suatu harapan bahwa pengobatan atau tindakan tersebut akan memberikan hasil
bukan karena tindakan tersebut benar-benar bekerja, namun karena menerrima
pengobatan atau tindakan saja sudah memberikan efek positif bagi mereka.

b.8 Penilaian Nyeri


Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi nyeri
paska pembedahan yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien digunakan
untuk menilai nyeri derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini mungkin selama
pasien dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan. Ada
beberapa skala penilaian nyeri pada pasien sekarang :
a. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale
Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai dari
senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini beruna pada pasien dengan
gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang kebingungan atau
pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat.

Faces Scale (Skala Wajah)


Pasien disuruh melihat skala gambar wajah.Gambar pertama tidak nyeri (anak
tenang) kedua sedikit nyeri dan selanjutnya lebih nyeri dan gambar paling akhir, adalah
orang dengan ekpresi nyeri yang sangat berat.Setelah itu, pasien disuruh menunjuk
gambar yang cocok dengan nyerinya.Metode ini digunakan untuk pediatri, tetapi juga
dapat digunakan pada geriatri dengan gangguan kognitif (W. I. Mubarak et al., 2015).
Sumber : (W. I. Mubarak et al., 2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.

Gambar 3. Wong Baker Faces Scale

b. Verbal Rating Sale (VRS)


Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan berdasarkan skala lia poin; tidak
nyeri, ringan, sedang, berat, dan sangat berat.
c. Numeric Rating Sale (NRS)
Pertama sekali dikemukakan oleh Downie dkk pada tahun 1978, dimana pasien
ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan menunjukkan angka 0-5 atau 0-
10, dimana angka 0 mmenunjukkan tidak adanyeri dan angka 5 atau 10 menunjukkan
nyeri yang hebat.
d. Isual Analogue Scale (VAS)
Skala yan pertama sekali dikemukakan oleh Keele pada tahun 1948 yang merupakan
skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak ada nyeri dan
akhir garis (10) menandakan nyeri hebat. Pasien diminta untuk membuat tanda garis
tersebut untuk mengekspresikan nyeri yang dirasakan. Penggunaan skala VAS lebih
gampang, efisien dan lebih mudah dipahami oleh penderita dibandingkan dengan skala
lainnya. Penggunaan VAS telah direkomendasikan oleh Coll dkk kaena selain telah
digunakan secara luas, VAS juga secara metodologi kualitasnya lebih baik, dimana
juga penggunaannya relati udah, hanya dengan menggunakan beberapa kata sehingga
kosa kata tidak menjadi permasalahan. Willianson dkk juga melakukan kajian pustaka
atas tiga skala ukur nyeri dan menarik kesimpulan bahwa VAS secara statistic paling
kuat rasionya karena dapat menyajikan data dalam bentuk rasio. Nilai VAS antar 0-4
cm dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah dan digunakan sebagai target untuk
tatalaksana analgesia. Nilai VAS >4 dianggap nyeri sedang menuju berat sehingga
pasien merasa tidak nyaman sehingga perlu diberikan obat analgesic penyelaat (resue
analgetic).

e) Skala Nyeri Deskripti


Skala nyeri deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri
yang objektif. Skala ini juga disebut sebagai skala pendeskripsian verbal / Verbal
Descriptor Scale (VDS) merupakan garis yang terdiri tiga sampai lima kata
pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama disepanjang garis.
Pendeskripsian ini mulai dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri tak tertahankan”,
dan pasien diminta untuk menunjukkan keadaan yang sesuai dengan keadaan nyeri
saat ini (W. I. Mubarak et al., 2015).

Sumber : (W. I. Mubarak et al., 2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika

Gambar 1. Skala Nyeri Deskriptif

b.9 Penatalaksanaan Nyeri


a. Terapi non farmakologi
Ada beberapa metode-metode non farmakologi yang digunakan untuk membantu
penanganan nyeri paska pembedahan, seperti mengguanakan terapi fisik (dingin, panas)
yang dapat mengurangi spasme otot, akupuntur untuk nyeri kronik (gangguan
musculoskeletal, nyeri kepala), terapi psikologis (music, hipnotis, terapi kognitif, terapi
tingkah laku) dan rangsangan elektrik pada system saraf (TENS, Spinal Cord
Stimulation, Intracerebral Stimulation).
b. Terapi farmakologi
Modalitas analgetik paska pembedahan termasuk didalamnya analgesik oral parenteral,
blok saraf perifer, blok neuoaksial dengan anestesi local dan opioid intraspinal.
Pemilihan teknik analgesia secaraumum berdasarkan tiga hal yaitu pasien,prosedur dan
pelaksanaannya.
c. Pencegahan primer
Lansia adalah sub jek terhadap nyeriakut dari infeksi, pembedahan, dan trauma.
Masalah-masalah keseimbangan, vertigo, ketidakstabilan sendi, kelemahan otot, dan
penurunan ketajaman penglihatan merupakan predisposisi bagi lansia untuk mengalami
keccelakaan. Hal yang penting untuk mencegah dan mengatasi rasa nyeri adalah
mempertahankan kesehatan yang optimal. Nutrisi, hidrasi, tidur, dan aktivitas perlu
ditingkatkan.
d. Pencegahan Sekunder
Pelaksanaan asuhan keperawatan
e. Pencegahan Tersier
Perawat sebagai advokat dan edukator pasien, oleh karena itu posisi perawat dalam
merawat lansia yang mengalami nyeri meliputi menjadi model peran untuk orang lain
untuk memeriksa sikap dan prasangka pasien pada nyeri. Perawat menjadi advokat
dengan menajarkan kepada lansia dan keluargnya untuk mengharapkan pengurangan
nyeri yang adekuat. Perawat pun harus mengetahui suber-sumber yang tersedia untuk
nyeri dan pelakasanannya untuk membantu lansia yang mengalami nyeri.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini semua data dikumpulkan
secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat ini. Pengkajian harus dilakukan
secara komprehensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual klien
(Asmadi, 2008).
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) yang harus dikaji pada klien hipertensi yaitu :

a. Data biografi
Nama, alamat, umur, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit , nama penanggung jawab dan
catatan kedatangan.
b. Riwayat kesehatan:
1) Keluhan utama
Alasan utama klien datang kerumah sakit atau pelayana kesehatan.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Keluhan klien yang dirasakan saat melakukan pengkajian.


3) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan terdahulu biasanya penyakit hipertensi adalah penyakit yang sudah lama

dialami oleh klien dan biasanya dilakukan pengkajian tentang riwayat minum obat klien.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga adalah mengkaji riwayat keluarga apakah ada yang menderita
penyakit yang sama.
c. Data dasar pengkajian
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : Kelemahan ,letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
2) Sirkulasi
Gejala :Riwayat hipertensi , aterosklerosis, penyakit jantung coroner, penyakit serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu dingin
3) Integritas ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, faktor stress multiple
Tanda :Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue perhatian, tangisan yang meledak,
otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara

4) Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
5) Makan /cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan
kolesterol
Tanda :BB normal atau obesitas
6) Neurosensori
Gejala : Keluhan pusing/pening , sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut gangguan

penglihatan, episode epistaksis


Tanda : perubahan orientas, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optic
7) Nyeri / ketidaknyamanan
Data didapatkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis untuk mengkaji
karakteristik nyeri yang di gunakan oleh klien dengan pendekatan PQRST.Provokatif/ paliatif,
yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri, quality yaitu kualitas dari nyeri
seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau tersayat, regional yaitu daerah penjalar nyeri, severity
adalah keparahan atau intensitas nyeri, dan time adalah lama atau waktu serangan atau frekuensi
nyeri ( wahit iqbal Mubarak et al., 2015)
8) Pernapasan
Gejala dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea, nocturnal
proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda : distress respirasi/penggunaan otot aksesoris pernafasaan, bunyi nafas tambahan,
sianosis.
Pada klien dengan nyeri akut, perawat harus mengkaji data mayor dan minor yang sudah
tercantum dalam buku Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (PPNI, 2016) yaitu:
1) Tanda dan gejala mayor
a) Subyektif
Klien mengeluh nyeri
b) Obyektif
Tampak meringis, bersikap protektif ( misalnya, posisi menghindrari nyeri,waspada),gelisah,
frekuensi meningkat, sulit tidur.
2) Tanda dan gejala minor
a) Subyektif :-

b) Obyektif
Tekanan darah meningkat, pola napas meningkat, nafsu makan berubah, proses berpikir
terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri
4. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang dibuat oleh perawat professional yang
memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien, baik aktul ataupun
potensial , yang ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data hasil pengkajian.
Pernyataan diagnose keperawatan harus jelas, singkat dan lugas terkait masalah kesehatan
klien berikut penyebabnya yang dapat diatasi melalui tindakan keperawatan (Asmadi, 2008).
Diagnosa keperawatan menurut (PPNI, 2016) dalam buku Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia yaitu Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
5. Analisa data
Gejala dan Tanda Mayor
 Subyektif
1. Mengeluh nyeri
 Objektif
1. Tampak meringis
2. Bersikap proktektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
 Subjektif
(Tidak tersedia)
 Objektif
1. Tekanan darah meningkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis
6. INTERVENSI
Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam di harapkan rasa nyeri dapat
berkurang, dengan kriteria hasil :
• Keluhan nyeri menurun
• Meringis menurun
• Sikap protektif menurun
• Gelisah menurun
• Kesulitan tidur menurun
• Frekuensi nadi membaik
• Pola napas membaik
• Tekanan darah membaik
• Pola tidur membaik
Tindakan Keperawatan
Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri,
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respons nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahunan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah di berikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
skunpresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,teknik imajinasi,
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan stategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara umum
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Anda mungkin juga menyukai