BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Penurunan kesadaran merupakan kasus gawat darurat yang sering dijumpai
dalam praktek sehari-hari. Berdasarkan hasil pengumpulan data Rumah Sakit Pendidikan dr.
Piringadi, para peneliti memperkirakan bahwa terdapat 3% kasus dengan penurunan kesadaran
atau komadari 10% jumlah kasus kegawatdaruratan neurologi di Rumah Sakit dr. Piringadi
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer
serebridan Ascending Reticular Activating System (ARAS) Jika terjadi kelainan pada kedua
sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan
terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai tingkatan.Ascending Reticular Activating
System merupakan suatu rangkaian atau network system yang dari kaudal berasal dari medulla
spinalismenuju rostral yaitu diensefalon melalui brain stem sehingga kelainan yang mengenai
lintasanARAS
tersebut
berada
diantara
medulla,
pons,
mesencephalon
menuju
ke
Rumusan Masalah
Apa pengertian penurunan kesadaran?
Apa Etiologi penurunan Kesadaran?
Bagaimana Manifestasi klinis yang terjadi pada penurunan kesadaran?
Bagaimana Pathway?
BAB 2
TINJAUAN TEORY
2.1 PENGERTIAN
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu. ( Corwin, 2001 )
Penurunan kesadaran adalah keadaan dimanapenderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga
/ tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap
stimulus.
Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang
mengenal /mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya. (Padmosantjojo, 2000 )
Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah yaitu :
1. Kompos mentis
Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca indra dan
bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar maupun dalam.
GCS Skor
14-15
2.
3.
Stupor / Sopor
Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu dua
kata . Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri. Skor 8-10 : stupor
4. Soporokoma / Semikoma
Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang tanpa arti,
motorik hanya gerakan primitif.
5. Koma
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata, bicara
maupun reaksi motorik. . Skor < 5 : koma
( Harsono , 1996 )
2.2 ETIOLOGI
Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan kemungkinan penyebab
penurunan kesadaran dengan istilah SEMENITE yaitu :
1. S : Sirkulasi
Meliputi stroke dan penyakit jantung, Syok (shock) adalah kondisi medis tubuh yang
mengancam jiwa yang diakibatkan oleh kegagalan sistem sirkulasi darah dalam mempertahankan
suplai darah yang memadai. Berkurangnya suplai darah mengakibatkan berkurangnya suplai
oksigen ke jaringan tubuh. Jika tidak teratasi maka dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ
penting yang dapat mengakibatkan kematian. Kegagalan sistem sirkulasi dapat disebabkan oleh
Kegagalan jantung memompa darah, terjadi pada serangan jantung.
Berkurangnya cairan tubuh yang diedarkan. Tipe ini terjadi pada perdarahan besar
maupun perdarahan dalam, hilangnya cairan tubuh akibat diare berat, muntah maupun luka bakar
yang luas.
Shock bisa disebabkan oleh bermacam-macam masalah medis dan luka-luka traumatic,
tetapi dengan perkecualian cardiac tamponade dan pneumothorax, akibat dari shock yang paling
umum yang terjadi pada jam pertama setelah luka-luka tersebut adalah haemorrhage
(pendarahan).
Shock didefinasikan sebagai cellular hypoperfusion dan menunjukan adanya
ketidakmampuan untuk memelihara keseimbangan antara pengadaan cellular oxygen dan
tuntutan oxygen. Progress Shock mulai dari tahap luka hingga kematian cell, kegagalan organ,
dan pada akhirnya jika tidak diperbaiki, akan mengakibatkan kematian organ tubuh. Adanya
peredaran yang tidak cukup bisa cepat diketahui dengan memasang alat penerima
chemosensitive dan pressure-sensitive pada carotid artery. Hal ini, pada gilirannya dapat
mengaktivasi mekanisme yang membantu mengimbangi akibat dari efek negative, termasuk
pelepasan catecholamines (norepinephrine dan epinephrine) dikarenakan oleh hilangnya syaraf
sympathetic ganglionic; tachycardia, tekanan nadi yang menyempit dan hasil batasan disekeliling
pembuluh darah (peripheral vascular) dengan mendistribusi ulang aliran darah pada daerah
sekitar cutaneous, splanchnic dan muscular beds. Dengan demikian, tanda-tanda awal dari shock
tidak kentara dan mungkin yang tertunda hanyalah pemasukkan dari pengisian kapiler,
tachycardia yang relatip dan kegelisahan.
2. E : Ensefalitis
Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang mungkin
melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.
3.
M : Metabolik
Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum
akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa
asidosis metabolik yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat
badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit
menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang
isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat
berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga
frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul). Gangguan
kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda
denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai
gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada
diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan
perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan
timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
5.
N : Neoplasma
Tumor otak baik primer maupun metastasis, Muntah : gejala muntah terdapat pada 30%
kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior,
umumnya muntah bersifat proyektil dan tak disertai dengan mual. Kejang : bangkitan kejang
dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada
stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Bangkitan
kejang ditemui pada 70% tumor otak di korteks, 50% pasien dengan astrositoma, 40% pada
pasien meningioma, dan 25% pada glioblastoma.
Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial (TTIK) : berupa keluhan nyeri kepala di daerah
frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan
penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan papil udem.
6. I : Intoksikasi
Penurunan
kesadaran
disebabkan
oleh
gangguan
pada
korteks
secara
menyeluruhmisalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS
di batangotak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan derajat(kuantitas,
arousal wake f ulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas, awareness alertness kesadaran).
Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi ARAS dengan korteks serebri, apakahlesi
supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya kesadaran.
Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan penurunan
kesadaran, Menentukan kelainan neurologi perlu untuk evaluasi dan manajemen penderita. Pada
penderita dengan penurunan kesadaran, dapat ditentukan apakah akibatkelainan struktur, toksik
atau metabolik. Pada koma akibat gangguan struktur mempengaruhi fungsi ARAS langsung atau
tidak langsung. ARAS merupakan kumpulanneuron polisinaptik yang terletak pada pusat
medulla, pons dan mesensefalon, sedangkan penurunan kesadaran karena kelainan metabolik
terjadi karena memengaruhi energi neuronal atau terputusnya aktivitas membran neuronal atau
multifaktor. Diagnosis banding dapat ditentukan melalui pemeriksaan pernafasan, pergerakan
spontan, evaluasisaraf kranial dan respons motorik terhadap stimuli.
7. T : Trauma
Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan subdural,
dapat pula trauma abdomen dan dada. Cedera pada dada dapat mengurangi oksigenasi dan
ventilasi walaupun terdapat airway yang paten. Dada pasien harus dalam keadaan terbuka sama
sekali untuk memastikan ada ventilasi cukup dan simetrik. Batang tenggorok (trachea) harus
diperiksa dengan melakukan rabaan untuk mengetahui adanya perbedaan dan jika terdapat
emphysema dibawah kulit. Lima kondisi yang mengancam jiwa
diidentifikasi atau ditiadakan (masing-masing akan didiskusikan secara rinci di Unit 6 - Trauma)
adalah tensi pneumothorax, pneumothorax terbuka, massive haemothorax, flail segment dan
cardiac tamponade. Tensi pneumothorax diturunkan dengan memasukkan suatu kateter dengan
ukuran 14 untuk mengetahui cairan atau obat yang dimasukkan kedalam urat darah halus melalui
jarum melalui ruang kedua yang berada diantara tulang iga pada baris mid-clavicular dibagian
yang terkena pengaruh. Jarum pengurang tekanan udara dan/atau menutupi luka yang terhisap
dapat memberi stabilisasi terhadap pasien untuk sementara waktu hingga memungkinkan untuk
melakukan intervensi yang lebih pasti. Jumlah resusitasi diperlukan untuk suatu jumlah
haemothorax yang lebih besar, tetapi kemungkinannya lebih tepat jika intervensi bedah
dilakukan lebih awal, jika hal tersebut sekunder terhadap penetrating trauma (lihat dibawah). Jika
personalia dibatasi melakukan chest tube thoracostomy dapat ditunda, tetapi jika pemasukkan
tidak menyebabkan penundaan transportasi ke perawatan yang definitif, lebih disarankan agar
hal tersebut diselesaikan sebelum metransportasi pasien.
8. E : Epilepsi
Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan penurunan
kesadaran.
( Harsono , 1996 )
2.3 MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinik yang terkait dengan penurunan kesadaran adalah :Penurunan kesadaran
secara kwalitatif, GCS kurang dari 13, Sakit kepala hebat, Muntah proyektil, Papil edema,
Asimetris pupil, Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negative, Demam, Gelisah,
Kejang, Retensi lendir / sputum di tenggorokan, Retensi atau inkontinensia urin, Hipertensi atau
hipotensi, Takikardi atau bradikardi, Takipnu atau dispnea, Edema lokal atau anasarka, Sianosis,
pucat dan sebagainya
2.4 Pathaway
Adanya penumpukan sekret
Suplai oksigen berkurang
Metabolic
(hipoglikemi)
kalium
Electrolite
Diare dan muntah
Resiko tinggi cidera
shok
Gangguan sirkulasi
Ensefhalitis
Kerusakan Sel
kejang
intoksikasi
Neoplasma
Kangker/ tumor otak
Kegagalan fungsi organ
Gx perfusi Cerebral
perfusi O2 ke Otak
Gangguan listrik diotak
Aritmia
Shok Hipovolemik
Dehidrasi
Gx aktivitas Neuron di otak
Gangguan aliran darah ke otak
Henti jantung
Depresi Pusat pernafasan
Toksin
Gx kardio
Asidosis
Hipotensi
Takikardi
Gx Volume Cairan
Gx komunikasi Aras dengan kortex serebri
Merangsang pusat Nafas
Penilaian kesadaran secara kuantitatif dapat diukur melalui penilaian skalakoma (Glasgow) yang dinyatakan
dengan ecscelargow cumascale dengan nilaikoma dibawah 10, adapun penilaian sebagai berikut :
Penilaian pada Glasgow Coma Scale
1.
Nillai 6
Respon motorik
: Mampu mengikuti perintah sederhana seperti : mengangkat tangan, menunjukkan jumlah
jari-jari dari angka-angka yang disebutkan oleh pemeriksa, melepaskan gangguan.
Nilai 5
: Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang diberikan seperti tekanan pada
sternum, cubitan pada M. Trapezius
Nilai 4
: Fleksi menghindar dari rangsang nyeri yang diberikan , tapi tidak mampu menunjuk lokasi
atau tempat rangsang dengan tangannya.
Nilai 3
: fleksi abnormal .
Bahu aduksi fleksi dan pronasi lengan bawah , fleksi pergelangan
tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri ( decorticate rigidity )
Nilai 2
: ekstensi abnormal.
Bahu aduksi dan rotasi interna, ekstensi lengan bawah, fleksi
pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri ( decerebrate rigidity )
Dispasia atau apasia, Mengalami trauma mulut, Dipasang intubasi trakhea (ETT)
Nilai 5
: pasien orientasi penuh atau baik dan mampu berbicara . orientasi waktu, tempat , orang,
siapa dirinya , berada dimana, tanggal hari.
Nilai 4
Nilai 3
: bisa bicara , kata-kata yang diucapkan jelas dan baik tapi tidak menyambung dengan apa
yang sedang dibicarakan
Nilai 2
: bisa berbicara tapi tidak dapat ditangkap jelas apa artinya (ngrenyem), suara-suara tidak
dapat dikenali makna katanya
Nilai 3 : Mata baru membuka bila diajak bicara atau dipanggil nama atau diperintahkan membuka mata
Nilai 2 : Mata membuka bila dirangsang kuat atau nyeri
Nilai 1 : Tidak membuka mata walaupaun dirangsang nyeri (Musrifatul, 2006 :160-161)
3. AVPU
Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik
(alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau
pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri
(unresponsiv) . A (Alert): Korban sadar jika tidak sadar lanjut ke poin V.
V (Verbal): Cobalah memanggil-manggil korban dengan berbicara keras di telinga korban.
Pada tahap ini jangan sertakan dengan menggoyang atau menyentuh pasien, jika tidak
merespon lanjut ke P.
P (Pain): Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling mudah adalah menekan
bagian putih dari kuku tangan di pangkal kuku. Selain itu dapat juga dengan menekan bagian
tengah tulang dada atau sternum dan juga areal di atas mata.
U (Unresponsive): Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih tidak bereaksi maka pasien
berada dalam keadaan unresponsive.
4. ACDU
Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil yang kurang
lebih sama akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik
(alertness), bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon
(unresponsiveness)
5. Menilai reflek-reflek patologis :
a. Reflek Babinsky
Apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu benda yang runcing maka
timbullah pergerakan reflektoris yang terdiri atas fleksi kaki dan jari-jarinya ke daerah plantar
b.
Reflek Kremaster :
Dilakukan dengan cara menggoreskan kulit dengan benda halus pada bagian dalam (medial)
paha. Reaksi positif normal adalah terjadinya kontrkasi M.kremaster homolateral yang
berakibat tertariknya atau mengerutnya testis. Menurunnya atau menghilangnya reflek
tersebut berarti adanya ganguan traktus corticulspinal
Diperiksa dengan pemerikasaan fisus pada setiap mata . digunakan optotipe snalen yang dipasang pada
jarak 6 meter dari pasien . fisus ditentukan dengan kemampuan membaca jelas deretan hurufhuruf yang ada
N.III/ Okulomotoris. N.IV/TROKLERIS , N.VI/ABDUSEN
Diperiksa bersama dengan menilai kemampuan pergerakan bola mata kesegala arah , diameter pupil ,
reflek cahaya dan reflek akomodasi
N.V. Trigeminus berfungsi sensorik dan motorik,
Sensorik diperiksa pada permukaan kulit wajah bagian dahi , pipi, dan rahang bawah serta goresan
kapas dan mata tertutup
Motorik diperiksa kemampuan menggigitnya, rabalah kedua tonus muskulusmasketer saat
diperintahkan untuk gerak menggigit
N.VII/ Fasialis fungsi motorik N.VII diperiksa kemampuan mengangkat alis, mengerutkan dahi,
mencucurkan bibir , tersentum , meringis (memperlihatkan gigi depan )bersiul ,
menggembungkan pipi.fungsi sensorik diperiksa rasa pengecapan pada permukaan lidah yang
dijulurkan (gula , garam , asam)
N.VIII/ Vestibulo - acusticus
Fungsi pendengaran diperiksa dengan tes Rinne , Weber , Schwabach dengan garpu tala.
N.IX/ Glosofaringeus, N.X/vagus : diperiksa letak ovula di tengah atau deviasi dan kemampuan
menelan pasien
N.XI / Assesorius diperiksa dengan kemampuan mengangkat bahu kiri dan kanan ( kontraksi
M.trapezius) dan gerakan kepala
N.XII/ Hipoglosus diperiksa dengan kemampuan menjulurkan lidah pada posisi lurus , gerakan lidah
mendorong pipi kiri dan kanan dari arah dalam
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan penyebab penurunan kesadaran
yaitu :
1. Laboratorium darah
Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea darah
( BUN ), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum, alcohol, obatobatan dan analisa gas darah ( BGA ).
2. CT Scan
Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak
Airway
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
2. Breathing
a.
b.
c.
d.
e.
f.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Hipotensi / hipertensi
Takipnu
Hipotermi
Pucat
Ekstremitas dingin
Penurunan capillary refill
Produksi urin menurun
Nyeri
Pembesaran kelenjar getah bening
SEKUNDER
2.
Penyakit stroke
Infeksi otak
DM
Diare dan muntah yang berlebihan
Tumor otak
Intoksiaksi insektisida
Trauma kepala
Epilepsi dll.
2. Pemeriksaan fisik
Data obyektif:
Perubahan tingkat kesadaran
Perubahan tonus otot ( flasid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan umum.
gangguan penglihatan
b. Sirkulasi
Data Subyektif:
Riwayat penyakit stroke
Riwayat penyakit jantung
Penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial.
Polisitemia.
Data obyektif:
Hipertensi arterial
Disritmia
Perubahan EKG
Pulsasi : kemungkinan bervariasi
Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
c. Eliminasi
Data Subyektif:
Inkontinensia urin / alvi
Anuria
Data obyektif
Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh )
Tidak adanya suara usus( ileus paralitik )
d. Makan/ minum
Data Subyektif:
Nafsu makan hilang
Nausea
Vomitus menandakan adanya PTIK
Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan
Disfagia
Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
Obesitas ( faktor resiko )
e. Sensori neural
Data Subyektif:
Syncope
Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
Kelemahan
Kesemutan/kebas
Penglihatan berkurang
Sentuhan : kehilangan sensor pada ekstremitas dan pada muka
Gangguan rasa pengecapan
Gangguan penciuman
Data obyektif:
Status mental
Penurunan kesadaran
Gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang)
Gangguan fungsi kognitif
Ekstremitas : kelemahan / paraliysis genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek
tendon dalam
Wajah: paralisis / parese
Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata
kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya. )
Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, stimuli taktil
Kehilangan kemampuan mendengar
Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
Reaksi dan ukuran pupil : reaksi pupil terhadap cahaya positif / negatif, ukuran pupil isokor /
anisokor, diameter pupil
f. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil
Gelisah
Ketegangan otot
g. Respirasi
Data Subyektif : perokok ( faktor resiko )
h. Keamanan
Data obyektif:
Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
Perubahan persepsi terhadap tubuh
Kesulitan untuk melihat objek
Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan
Berkurang kesadaran diri
i. Interaksi sosial
Data obyektif:
Problem berbicara
Ketidakmampuan berkomunikasi
3. Menilai GCS
Ada 3 hal yang dinilai dalam penilaian kuantitatif kesadaran yang menggunakan Skala Coma
Glasgow :
Respon motorik
Respon bicara
Pembukaan mata
Ketiga hal di atas masing-masing diberi angka dan dijumlahkan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penurunan kesadaran merupakan kasus gawat darurat yang sering dijumpai
dalam praktek sehari-hari. Berdasarkan hasil pengumpulan data Rumah Sakit Pendidikan dr.
Piringadi, para peneliti memperkirakan bahwa terdapat 3% kasus dengan penurunan
kesadaran atau komadari 10% jumlah kasus kegawatdaruratan neurologi di Rumah Sakit dr.
Piringadi
Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang
mengenal /mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya. (Padmosantjojo, 2000 )
3.2 Kritik dan Saran
Daftar Pustaka
Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II. Alih
Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997
Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998
Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001
Long, B.C. Essential of medical surgical nursing : A nursing process approach. Volume 2. Alih
bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli diterbitkan tahun 1989)
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarths textbook of medical surgical nursing. 8th
Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001 (Buku
asli diterbitkan tahun 1996)
Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition.
Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992)
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning
and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa, I.M. Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli
diterbitkan tahun 1993)
Harsono, Buku Ajar Neurologi Klinis, Yokyakarta, Gajah Mada University Press, 1996)
Padmosantjojo, Keperawatan Bedah Saraf, Jakarta, Bagian Bedah Saraf FKUI, 2000