PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1
C. Tujuan
Tujuan umum
Tujuan khusus
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Koma diabeticum adalah suatu keadaan penurunan kesadaran yang
terjadi pada seorang penderita yang tak menunjukkan reaksi atau hanya reaksi
refleks terhadap rangsangan nyeri sebagai akibat komplikasi diabetes mellitus
( Greenberg, 1985 )
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik ialah suatu sindrom
yang ditandai dengan hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa
ketoasidosis, disertai penurunan kesadaran (Mansjoer, 2000).
Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis adalah keadaan koma
akibat dari komplikasi diabetes melitus di mana terjadi gangguan
metabolisme yang menyebabkan: kadar gula darah sangat tinggi,
meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum, biasa
terjadi pada DM tipe II.
HHNK (hiperglikemia hiperosmolaritas non ketotik) merupakan
suatu komplikasi yang sering terjadi pada diabetes mellitus tipe dua yang tak
terkontrol. HHNK terjadi pada 5 dan 15% pada dewasa serta anak – anak
yang mengalami kedaruratan diabetes hiperglikemik. Kondisi ini biasanya
terjadi pada pasien muda diikuti dengan stress akut pada sepsis atau trauma,
penggunaan beberapa obat dan kondisi lain tanpa hal – hal yang mendasari
diabetes mellitus tipe dua. (Venkatraman, 2006)
HHNK merupakan sindrom yang ditandai oleh hiperglikmia ekstrim
dan deplesi volume intravaskular tanpa ketonemia dan dengan asidosis dan
ketonuria yang minimal atau tidak ada. Influenza atau pneumonia bakterial
dapat mencetuskan terjadinya HHNK pada pasien diabetes mellitus tipe dua.
(Stillwell, 2011).
HHNS atau Hyperosmolar Hyperglicemic Nonketotic Syndrome
adalah kondisi serius yang banyak terjadi pada orang tua. Kondisi ini dapat
terjadi pada pasien yang menderita diabetes tipe 1 ataupun 2 yang tidak
terkontrol secara baik,tapi lebih sering terjadi pada diabetes tipe 2. HHNS
3
biasanya juga diikuti dengan kondisi lain seperti infeksi (American Diabetes
Association, 2013).
B. Etiologi
C. Manifestasi Klinis
4
ditemukan peningkatan suhu yang tak terlalu tinggi. Akibat gastroparesis
dapat pula dijumpai distensi abdomen yang membaik setelah rehidrasi
adekuat.
Perubahan status mental dapat berkisar dari disorientasi sampai koma.
Derajat gangguan neurologis yang timbul berhubungan secara langsung
dengan osmolaritas efektif serum. Koma terjadi saat osmolaritas serum
mencapai lebih dari 350 mOsm per kg(350 mmol per kg). Kejang ditemukan
pada 25% pasien dan dapat berupa kejang umum, lokal, maupun mioklonik.
Dapat juga terjadi hemiparesis yang bersifat reversibel dengan koreksi defisit
cairan.
Secara klinik HHNK akan sulit dibedakan dengan KAD terutama bila
hasil laboratorium seperti konsentrasi glukosa darah, keton dan analisis gas
darah belm ada hasilnya. Berikut ini gambaran tanda dan gejala yang
membedakan keduanya:
1. Sering ditemukan pada usia lanjut yaitu usia lebih dari 60 tahun.
2. Hampir separuh pasien memiliki riwayat DM tanpa insulin.
7. Dehidrasi
9. Tachikardi
5
10. Perubahan neurologis :
a. Perubahan sensori
b. Kejang
c. Hemiparesis
D. Pathway
Produksi glukosa
hepatik
Kegagalan ekskresi glukosa
6
Hiperglikemia Pengurangan volum intravaskular
Kehilangan H2O
HIPEROSMOLARITAS
Diabetes Berat
Dehidrasi
hiperosmolar
Jaringan lemak
pankrea steroid
s
insulin
keton
Hiperglikemia
7
E. Pemeriksaan Penunjang
Physican).
8
a. Ditandai defisit air bebas 6-18 liter (urea: rasio kreatinin
meningkat)
b. Glikosuria sekunder
d. HypoNa / hyerpNa
e. HypoNa + / hyperNa +
F. Penatalaksanaan
9
rehidrasi intravena agresif, penggantian elektrolit, pemberian insulin
intravena, diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit peserta,
dan pencegahan (Setyohadi,2010).
1. Cairan
2. Elektrolit
10
Jika konsentrasi kalium awal <3,3 mEq per liter (3,3 mmol
per liter), pemberian insulin ditunda dan diberikan kalium (2/3 kalium
klorida dan 1/3 kalium fosfat sampai tercapai konsentrasi kalium
setidaknya 3,3 mEq per liter). Jika konsentrasi kalium lebih besar dari
5,0 mmol per liter, konsentrasi kalium harus diturunkan sampai
dengan dibawah 5,0 mEq per liter,namun sebaiknya konsntrasi kalium
dimonitor setiap dua jam. Jika konsentrasi kalium antara 3,3-5,0 mEq
per liter, maka 20-30 mEq kalium harus diberikan dalam tiap liter
cairan intravena yang diberikan (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium
fosfat) untuk mempertahankan konsentrasi kalium antara 4,0 mEq per
liter dan 5,0 mEq per liter (Sudoyo, 2010).
3. Insulin
G. Komplikasi
1. Koma.
2. Gagal jantung.
11
3. Gagal ginjal.
4. Gangguan hati.
12
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Keluhan Utama
2. Riwayat Keperawatan
3. Pemeriksaan Fisik
a. Primary Survey
13
1) Airway
2) Breathing
3) Circulation
4) Disability
b. Secondary Survey
1) B1 breathing
a) Tachypnae
b) Dyspnae
c) Nafas tidak bau aseton
d) Pernafasan cepat yang tidak disertai nafas
kusmaul
2) B2 blood
a) Tachicardia
b) Curah jantung rendah
c) Hipotensi postural
d) Capilary refill > 3 detik
3) B3 brain
14
a) Penurunan kesadaran dan ganguan status
mental dari konfusi hingga koma
4) B4 blader
a) Poliuria( tahap awal )
b) Oliguria ( tahap lanjut )
c) Nocturia
d) Inkontinensia
5) B5 bowel
a) Distensi abdomen dan penurunan bising usus
6) B6 bone
a) Pasien terlihat lemah
b) Kulit hangat kemerahan
c) Membran mukosa dan kulit kering
d) Turgor kulit buruk
e) Mempunyai infeksi kulit dengan luka yang sulit
sembuh
c. Tersier Survey
Persepsi-managemen kesehatan
1) Riwayat DM tipe II
2) Riwayat keluarga DM
3) Gejala timbul beberapa hari, minggu.
4) Nutrisi – metabolic
5) Rasa haus meningkat, polidipsi atau tidak ada rasa
haus.
6) Anorexia
7) Berat badan turun.
8) Poliuria, nocturia.
9) Diarhe atau konstipasi.
10) Lelah, lemah.
11) Kepala pusing, hipotensi orthostatik.
12) Penglihatan kabur.
15
13) Gangguan sensorik.
4. Pemeriksaan Diagnostik
Kriteria Hasil :
16
j. Kalium serum 3,55,5 mEq/l
k. Haluaran urine 30 ml/jam atau 0,5-1 ml/kg/jam
No Intervensi Rasional
1. Periksa CVP, tekanan AP (jika Menemukan tanda terjadinya
memungkinkan) dan TD 15 menit hipovolemia yang dapat ditandai
selama resusitasi cairan dengan tekanan darah sistolik
pasien yang turun lebih dari 10
mm Hg dari posisi berbaring ke
posisi duduk atau berdiri serta
mengevaluasi respon pasien
terhadap terapi.
2. Pantau status volume cairan pasien Mengetahui keseimbanan cairan
(input dan output) pasien
3. Lakukan resusitasi cairan dengan Koreksi cairan pada pasien dan
menggunakan NS ≥ 1 liter/jam menghindari dehidrasi
(pasien hipotensi dan takikardia)
dan D5W saat glukosa serum
mencapai 250-300 mg/dl
4. Kaji ulang turgor kulit pada paha Mengetahui status hidrasi pasien
bagian dalam , kondisi membran setelah koreksi cairan
bukal serta perkembangan edema
dan bunyi krekels.
5 Kaji ulang tingkat kesadaran, Mengetahui tingkat perfusi
denyut nadi perifer, suhu kulit dan jaringan pasien setelah koreksi
kelembaban kulit dan mecegah hipovolemia yang
dapat menyebabkan syok
17
Tujuan : dalam 2 x 24 jam perfusi jaringan pasien baik
Kriteria Hasil :
No Intervensi Rasional
1. Pertahankan tirah baring dengan Perubahan tekanan CSS
posisi kepala datar mungkin akan menjadi potensi
adanya herniasi batang otak
yang membutuhkan tindakan
medis segera.
2. Berikan tindakan yang Menurunkan stimulasi sensori
menimbulkan rasa nyaman yang berlebihan
(masase punggung, lingkungan
yang tenang dan sentuhan halus)
3 Pantau ada dan tidaknya reflek Penurunan refleks menunjukkan
tertentu seperti menelan, batuk kerusakan tingkat otak tengah
atau babinski
4. Berikan oksigen tambahan sesuai Menurunkan hipoksrmia yang
indikasi dapat meningkatkan vasodilatasi
dan volume darah serebral yang
meningkatkan TIK serta
meningkatkan pengiriman
oksigen ke paru
3. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual dan muntah
18
Kriteria Hasil :
No Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan energi pasien Mengetahui jumlah kalori yang
dengan kalorimetri tidak langsung dibutuhkan pasien
(kebutuhan kalori pasien kritis
didasarkan berat badan aktual
sekitar 20-30kcal/kg)
2. Bandingkan berat badan serial Perubahan yang cepat
setelah menentukan berat badan menunjukkan pasien mengalami
ideal ketidakseimbangan cairan
3. Berikan nutrisi enteral/parenteral Mengembalikan status gizi
sesuai intruksi pasien
19
aman
Kriteria Hasil :
No Intervensi Rasional
1. Pasang sisi pengaman tempat tidur, Melakukan tindakan
kurangi stimulus lingkungan, atur kewaspadaan kejang
tempat tidur pada posisi rendah
dan sediakan peralatan kedaruratan
(jalan nafas oral, alat pengisap)
2. Pertahankan kepala tempat tidur Untuk mengurangi aspirasi
tetap tinggi (jika TD stabil) dan
pertahankan selang NG
3. Pantau kadar kalium secara cermat Pada saat hiperglikemia dan
setiap jam kekurangan volume cairan
dikoreksi, kalium akan bergeser
ke intraseluler sehingga
mengakibatkan hipokalemia
4. Kaji ulang status neurologis setiap Menurunkan resiko terjadinya
15-30 menit selama resusitasi edema serebral
20
cairan
5. Kaji ulang pasien terkait Mencegah terjadinya kejang,
perkembangan sekuele klinis perubahan neurologis fokal dan
(defisit neurologis dan syok koma
hipovolemik)
6. Evaluasi glukosa serum dan Untuk memnentukan keefektifan
osmolalitas serum terapi. Tingkat kesadaran pasien
akan membaik ketika terjadi
penurunan osmolalitas.
7. Kolaborasi : Untuk menurunkan glukosa
Berikan insulin sesuai intruksi
serum
5. Risiko infeksi b.d tingkat tirah baring yang lama dan penurunan
kesadaran
No Intervensi Rasional
21
1. Gunakan teknik steril pada slang Menimimalkan pertumbuhan
invasif, insisi, sistem slang dan kuman dan bakteri pada alat-alat
drain, serta ikuti protokol yang berhubungan langsung
pegendalian infeksi pada saat dengan pasien
penggantian area IV, balutan,
slang dan larutan.
2. Kaji ulang titik tekanan kulit, Melakukan perawatan kulit guna
ubah posisi dan reposisi pasien, mencegah dekubitus, iskemia
berikan sedikit pelembab, serta dan maserasi kulit
bersihkan kulit dari feses dan
urine
3. Kaji ulang reflek muntah, batuk Untuk mengetahui fungsi
dan suara paru pulmoner dan adanya suara
tambahan
4. Berikan higiene pulmoner : batuk Meningkatkan masukan oksigen
dan nafas dalam, fisioterapi dada dan bersihan jalan nafas
dan spirometri intensif
5. Lakukan pergantian wadah Mengurangi resiko masuknya
makanan pada selang GI (NG) kuman melalui wadah dan slang,
dan kaji ulang abdomen mengetahui adanya
distensi/perubahan bising usus
6. Periksa lekukan pada kateter, Mengetahui adanya hambatan
inspeksi meatus urinarius dan kaji urine,drainase dan keadaan urine
ulang urine pasien abnormal
22
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
23
DAFTAR PUSTAKA
EGC.
Hudak dan Gallo. 2001. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, edisi VI,
Aesculapius.
Yogyakarta : MediAction
Soewondo dkk. 2006. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat
24