Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai


berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah,
disertai lesi pada membran basalis dengan mikroskop elektron (Mansjoer
dkk,1999).

Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik ialah suatu sindrom yang


ditandai dengan hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa
ketoasidosis, disertai penurunan kesadaran (Mansjoer, 2000).

Angka kematian HHNK 40-50%, lebih tinggi daripada diabetik


ketoasidosis. Karena pasien HHNK kebanyakan usianya tua dan seringkali
mempunyai penyakit lain. Mengingat masih sedikitnya pemahaman
mahasiswa mengenai ketoasidosis diabetik dan Hiperglikemia Hiperosmolar
Non Ketotik Hiperglikemia. Maka, perlu adanya pembahasan mengenai
asuhan keperawatan yang perlu dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada


KAHONK ialah:

1. Apa yang dimaksud dengan Hiperosmolar Non Ketotik


(KAHONK)?

2. Bagaimana konsep teori dari Hiperosmolar Non Ketotik


(KAHONK)?

3. Asuhan keperawatan apa yang dilakukan pada klien dengan


gangguan Hiperosmolar Non Ketotik KAHONK?

1
C. Tujuan

Tujuan umum

Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien (HHNK)


hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

Tujuan khusus

1. Diharapkan mahasiswa mengetahui pengertian Hiperglikemia


Hiperosmolar Non Ketotik.

2. Diharapkan mahasiswa mengetahui etiologi dari Hiperglikemia


Hiperosmolar Non Ketotik.

3. Diharapkan mahasiswa mengetahui manifestasi klinik dari


Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.

4. Diharapkan mahasiswa mengetahui komplikasi Hiperglikemia


Hiperosmolar Non Ketotik.

5. Diharapkan mahasiswa mengetahui tindakan kritis pada pasien


dengan Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.

6. Diharapkan mahasiswa mengetahui penatalaksaan medis


Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.

7. Diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan


pada pasien dengan Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Koma diabeticum adalah suatu keadaan penurunan kesadaran yang
terjadi pada seorang penderita yang tak menunjukkan reaksi atau hanya reaksi
refleks terhadap rangsangan nyeri sebagai akibat komplikasi diabetes mellitus
( Greenberg, 1985 )
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik ialah suatu sindrom
yang ditandai dengan hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa
ketoasidosis, disertai penurunan kesadaran (Mansjoer, 2000).
Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis adalah keadaan koma
akibat dari komplikasi diabetes melitus di mana terjadi gangguan
metabolisme yang menyebabkan: kadar gula darah sangat tinggi,
meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum, biasa
terjadi pada DM tipe II.
HHNK (hiperglikemia hiperosmolaritas non ketotik) merupakan
suatu komplikasi yang sering terjadi pada diabetes mellitus tipe dua yang tak
terkontrol. HHNK terjadi pada 5 dan 15% pada dewasa serta anak – anak
yang mengalami kedaruratan diabetes hiperglikemik. Kondisi ini biasanya
terjadi pada pasien muda diikuti dengan stress akut pada sepsis atau trauma,
penggunaan beberapa obat dan kondisi lain tanpa hal – hal yang mendasari
diabetes mellitus tipe dua. (Venkatraman, 2006)
HHNK merupakan sindrom yang ditandai oleh hiperglikmia ekstrim
dan deplesi volume intravaskular tanpa ketonemia dan dengan asidosis dan
ketonuria yang minimal atau tidak ada. Influenza atau pneumonia bakterial
dapat mencetuskan terjadinya HHNK pada pasien diabetes mellitus tipe dua.
(Stillwell, 2011).
HHNS atau Hyperosmolar Hyperglicemic Nonketotic Syndrome
adalah kondisi serius yang banyak terjadi pada orang tua. Kondisi ini dapat
terjadi pada pasien yang menderita diabetes tipe 1 ataupun 2 yang tidak
terkontrol secara baik,tapi lebih sering terjadi pada diabetes tipe 2. HHNS

3
biasanya juga diikuti dengan kondisi lain seperti infeksi (American Diabetes
Association, 2013).

B. Etiologi

HHNK berkaitan dengan banyak faktor seperti ketidakadekuatan


insulin, stres, perubahan diet atau pengenalan obat baru pada regimen sehari-
hari pasien yang mencakup kortikosteroid, diuretik tiazid, furosemid,
interferon, suplemen kalium, fenitoin natrium, dan propranolol pada pasien
diabetes melitus. Stresor fisiologis pencetus tersebut menyebabkan gangguan
metabolisme tubuh sehingga tubuh tidak mempunyai insulin yang cukup
untuk mencegah hiperglikemia,namun mempunyai insulin endogen yang
cukup untuk mencegah lipolisis dan ketosis. (Stillwell, 2011).

1. Lansia dengan riwayat DM tipe 2 (NIDDM) atau tanpa DM

2. Dehidrasi akibat hiperglikemia

3. Insulin tidak cukup untuk mencegah hiperglikemia tetapi cukup


untuk mencegah ketoasidosis signifikan

4. Sakit berat atau stres fisiologis pada pasien usia lanjut

C. Manifestasi Klinis

Pasien dengan HHNK umumnya berusia lanjut dan pasien DM tipe 2


yang mendapat pengaturan diet dan atau obat hipoglikemik oral. Seringkali
dijumpai penggunaan obat yang semakin memperberat masalah,misalnya
diuretik. Keluhan pasien HHNK ialah rasa lemah,gangguan penglihatan atau
kaki kejang. Dapat pula ditemukan keluhan mual muntah, namun lebih jarang
jika dibandingkan dengan KAD. Kadang pasien datang dengan disertai
keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang, atau koma.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat seperti
turgor yang buruk,mukosa pipi yang kering, mata cekung, perabaan
ektremitas yang dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah. Dapat pula

4
ditemukan peningkatan suhu yang tak terlalu tinggi. Akibat gastroparesis
dapat pula dijumpai distensi abdomen yang membaik setelah rehidrasi
adekuat.
Perubahan status mental dapat berkisar dari disorientasi sampai koma.
Derajat gangguan neurologis yang timbul berhubungan secara langsung
dengan osmolaritas efektif serum. Koma terjadi saat osmolaritas serum
mencapai lebih dari 350 mOsm per kg(350 mmol per kg). Kejang ditemukan
pada 25% pasien dan dapat berupa kejang umum, lokal, maupun mioklonik.
Dapat juga terjadi hemiparesis yang bersifat reversibel dengan koreksi defisit
cairan.
Secara klinik HHNK akan sulit dibedakan dengan KAD terutama bila
hasil laboratorium seperti konsentrasi glukosa darah, keton dan analisis gas
darah belm ada hasilnya. Berikut ini gambaran tanda dan gejala yang
membedakan keduanya:

1. Sering ditemukan pada usia lanjut yaitu usia lebih dari 60 tahun.
2. Hampir separuh pasien memiliki riwayat DM tanpa insulin.

3. Mempunyai penyakit dasar lain, ditemukan 85% mengidap


penyakit ginjal atau kardiovaskuler,pernah ditemukan penyakit
akromegali, tirotoksikosis, dan penyakit cushing.

4. Sering disebabkan oleh obat-obatan antara lain kortikosteroid,


diuretik tiazid, furosemid, interferon, suplemen kalium, fenitoin
natrium, dan propranolol.

5. Mempunyai faktor pencetus misalnya infeksi, penyakit


kardiovaskuler, aritmia, perdarahan, gangguan keseimbangan
cairan, pankreatis, koma hepatik dan operasi (Sudoyo, 2010)

6. Malaise, kelemahan, mialgia

7. Dehidrasi

8. Poliuria, polidipsia dan kehilangan berat badan

9. Tachikardi

5
10. Perubahan neurologis :

a. Perubahan sensori

b. Kejang

c. Hemiparesis

d. Nyeri perut, mual dan muntah

e. Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada bau napas aseton

Diagnosa klinik dari HHNK meliputi :


1. Glukosa plasma 600 mg/dl atau lebih
2. Osmolalits serum 320 mOsm/ kg atau lebih

3. Dehidrasi berat (biasanya 8-12 liter) dengan peningkatan BUN

4. Ketonuria minimal,tidak ada ketonemia

5. Bikarbonat > 15 mEq/L

6. Perubahan dalam kesadaran (Setyohadi, 2010)

D. Pathway

Mekanisme terjadinya koma hioperglikemia hipersomolar non


ketotik hamper serupa dengan ketoasidosis diabetic.

DIABETES MELLITUS ( ± Precipitating Acute illness )

DEFISIENSI INSULIN STRESS HORMONES

proteolisis Utilisasi glukosa jaringan

Produksi glukosa

hepatik
Kegagalan ekskresi glukosa

6
Hiperglikemia Pengurangan volum intravaskular

Diuresis osmotik Kehilangan elektrolit

Kehilangan H2O

HIPEROSMOLARITAS

Skema Patogenesis Ketoasidosis Diabetik

Diabetes Berat

Dehidrasi

hiperosmolar

Jaringan lemak

pankrea steroid
s

insulin
keton
Hiperglikemia

Patogenesis Koma Diabetik Hiperosmolar Non Ketotik

*FFA : Asam Lemak Bebas

**SSP : Susunan Saraf Pusat

***GH : Growth Hormon

7
E. Pemeriksaan Penunjang

Temuan laboratrium awal pada pasien dengan HHNK adalah


konsentrasi glukosa darah yang sangat tinggi (>600 mg per dl) dan
osmolaritas serum yang tinggi (>320 mOsm per kg air ( normal 290 ±5)),
dengan pH lebih besar dari 7,30 dan disertai dengan ketonemia ringan atau
tidak. Separuh pasien akan menunjukkan asidosis metabolik dengan anion
gap yang ringan (10-12). Jika anion gap nya berat (>12), harus dipikirkan
diagnosis diferensial asidosis laktat atau penyebab lain. Muntah dan
penggunaan diuretik tiazid dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang
dapat menutupi tingkat keparahan asidosis. Konsentrasi kalium dapat
meningkat atau normal. Konsentrasi kreatinin, blood urea nitrogen (BUN),
dan hematokrit hampir selalu meningkat. HHNK menyebabkan tubuh banyak
kehilangan berbagai macam elekttrolit (Setyohadi,2010).

No. Elektrolit Hilang


1. Natrium 7-13 mEq per kg
2. Klorida 3-7 mEq pr kg
3. Kalium 5-15 mEq per kg
4. Fosfat 70-140 mmol per kg
5. Kalsium 50-100 mEq per kg
6. Magnesium 50-100 mEq per kg
7. Air 100-200 mEq per kg
Tabel 1 : Kehilangan elektrolit pada HHNK (dikutip dari Stoner,Hyperglicemic hyperosmolar state, American Academic of Family

Physican).

Hyperosmolar Nonketotic Coma (HONK)

1. Hiperglikemia parah (BSL> 20mmol / L)

Plasma hiperosmolalitas> 320mmol / L; dapat menyebabkan gejala


neurologis

2. Osmolalitas plasma = 2 x (Na + K) + glukosa (mmol / L) + urea


(mmol /)

8
a. Ditandai defisit air bebas 6-18 liter (urea: rasio kreatinin
meningkat)

b. Glikosuria sekunder

c. Tidak adanya ketoasidosis signifikan : metabolik asidosis tidak


ada atau ringan

d. HypoNa / hyerpNa

e. HypoNa + / hyperNa +

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan HHNK serupa dengan KAD, hanya cairan yang


diberikan adalah cairan hipotonis (1/2N, 2A). Pemantauan konsentrasi
glukosa darah harus lebih ketat, dan pemberian insulin harus lebih cermat dan
hati-hati. Respon penurunan konsentrasi glukosa darah lebih baik. Walaupun
demikian, angka kematian lebih tinggi, karena lebih banyak terjadi pada usia
lanjut,yang tentu sajaebih banyak isertai kelainan organ-organ yang lainnya.
Penatalaksanaan HHNK memerlukan monitoring ketat terhadap kondisi
pasien dan responnya terhadap terapi yang diberikan. Pasien-pasien tersebut
harus dirawat dan sebagian besar dirawat di ruang rawat intensif atau
intermediate. Penatalaksanaan HHNK meliputi lima pendekatan yakni

9
rehidrasi intravena agresif, penggantian elektrolit, pemberian insulin
intravena, diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit peserta,
dan pencegahan (Setyohadi,2010).

1. Cairan

Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksanaan


HHNK adalah penggantian cairan yang agresif, dimana sebaiknya
dimulai dengan mempertimbangkan perkiraan defisit cairan (biasanya
100-200 ml per kg, atau total rata-rata 9 liter). Penggunaan cairan
isotonik akan dapat menyebabkan overload cairan dan cairan
hipotonik mungkin dapat mengkoreksi defisit cairan terlalu cepat dan
potensial menyebabkan kematian dan lisis mielin difus. Sehingga pada
awalnya sebaiknya diberikan 1 liter normal saline per jam. Jika pasien
mengalami syok hipovolemik,mungkin diberikan plasma expenders.
Jika pasien dalam keadaan syok kardiogenik, maka diperlukan
monitor hemodinamik.
Pada orang dewasa resiko edema serebri rendah sedangkan
konsekuensi dari terapi yang tidak memadai meliputi oklusi vaskular
dan peningkatan mortalitas. Pada awal terapi konsentrasi glukosa
darah akan menurun,bahkan sebelum insulin diberikan, dan hal ini
dapat menjadi indikator yang baik akan cukupnya terapi cairan yang
diberikan. Jika konsentrasi glukosa darah tidak bisa diturunkan
sebesar 75-100 mg per dl per jam, hal ini biasanya menunjukkan
penggantian cairan yang kurang atau gangguan ginjal (Sudoyo, 2010).

2. Elektrolit

Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui


pasti, karena konsentrasi kalium dalam tubuh dapat normal atau
tinggi. Konsentrasi kalium yang sebenarnya akan terlihat ketika
diberikan insulin, karena ini akan mengakibatkan kalium serum masuk
ke dalam sel. Konsentrasi elektrolit harus dipantau terus-menerus dan
irama jantung pasien juga harus dimonitor.

10
Jika konsentrasi kalium awal <3,3 mEq per liter (3,3 mmol
per liter), pemberian insulin ditunda dan diberikan kalium (2/3 kalium
klorida dan 1/3 kalium fosfat sampai tercapai konsentrasi kalium
setidaknya 3,3 mEq per liter). Jika konsentrasi kalium lebih besar dari
5,0 mmol per liter, konsentrasi kalium harus diturunkan sampai
dengan dibawah 5,0 mEq per liter,namun sebaiknya konsntrasi kalium
dimonitor setiap dua jam. Jika konsentrasi kalium antara 3,3-5,0 mEq
per liter, maka 20-30 mEq kalium harus diberikan dalam tiap liter
cairan intravena yang diberikan (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium
fosfat) untuk mempertahankan konsentrasi kalium antara 4,0 mEq per
liter dan 5,0 mEq per liter (Sudoyo, 2010).

3. Insulin

Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya


pemberian yang cairan yang adekuat terlebih dahulu. Jika insulin
diberikan sebelum pemberian cairan, maka cairan akan berpindah ke
intrasel dan berpotensi menyebabkan perburukan hipotensi, kolaps
vaskular, atau kematian. Insulin sebaiknya diberikan dengan bolus
awal 0,15 U/kgBB secara intravena dan diikuti dengan drip 0,1
U/kgBB per jam sampai konsentrasi glukosa darah turun antara 250
mg per dl sampai 300 mg per dl. Jika konsentrasi glukosa dalam darah
tidak turun 50-70 mg/dl per jam, dosis yang diberikan dapat
ditingkatkan. Ketika konsentrasi glukosa sudah mencapai di bawah
300mg/dl, sebaiknya diberikan dektrosa secara intravena dan dosis
insulin dititrasi secara sliding scale sampai pulihnya kesadaran dan
keadaan hiperosmolar (Sudoyo, 2010).

G. Komplikasi

1. Koma.

2. Gagal jantung.

11
3. Gagal ginjal.

4. Gangguan hati.

12
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Keluhan Utama

Pasien biasanya akan mengeluhkan rasa lemah,gangguan penglihatan


atau kaki kejang. Dapat pula ditemukan keluhan mual muntah, namun
lebih jarang jika dibandingkan dengan KAD. Kadang pasien datang
dengan disertai keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis,
kejang, atau koma.

2. Riwayat Keperawatan

a. Riwayat Penyakit Sebelumnya

Pasien dengan riwayat penyakit diabetes melitus tipe


2,memiliki penyakit dasar lainnya seperti
akromegali,tirotoksikosis dan penyakit cushing. Terdapa juga
riwayat penggunaan obat berupa kortikosteroid, diuretik tiazid,
furosemid, interferon, suplemen kalium, fenitoin natrium, dan
propranolol.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien sedikit mengantuk,mengonsumsi makanan dan


minuman sedikit selama beberapa hari dan lebih banyak tidur
hingga sulit dibangunkan.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Dapat ditemukan riwayat keluarga dengan diabetes melitus

3. Pemeriksaan Fisik

a. Primary Survey

13
1) Airway

Kemungkinan adanya sumbatan jalan nafas yang


terjadi karena adanya penurunan kesadaran/koma
sebagai akibat dari gangguan transport oksigen ke otak.

2) Breathing

Adanya tachypnea, sebagai upaya untuk memenuhi


kebutuhan oksigen.

3) Circulation

Sebagai akibat diuresis osmotik, akan terjadi dehidrasi.


Visikositas darah juga akan mengalami peningkatan
yang berdampak pada resiko terbentuknya trombus
sehingga akan menyebabkan tidak adekuatnya perfusi
organ.

4) Disability

b. Secondary Survey

1) B1 breathing
a) Tachypnae
b) Dyspnae
c) Nafas tidak bau aseton
d) Pernafasan cepat yang tidak disertai nafas
kusmaul
2) B2 blood
a) Tachicardia
b) Curah jantung rendah
c) Hipotensi postural
d) Capilary refill > 3 detik
3) B3 brain

14
a) Penurunan kesadaran dan ganguan status
mental dari konfusi hingga koma
4) B4 blader
a) Poliuria( tahap awal )
b) Oliguria ( tahap lanjut )
c) Nocturia
d) Inkontinensia
5) B5 bowel
a) Distensi abdomen dan penurunan bising usus

6) B6 bone
a) Pasien terlihat lemah
b) Kulit hangat kemerahan
c) Membran mukosa dan kulit kering
d) Turgor kulit buruk
e) Mempunyai infeksi kulit dengan luka yang sulit
sembuh
c. Tersier Survey

Persepsi-managemen kesehatan
1) Riwayat DM tipe II
2) Riwayat keluarga DM
3) Gejala timbul beberapa hari, minggu.
4) Nutrisi – metabolic
5) Rasa haus meningkat, polidipsi atau tidak ada rasa
haus.
6) Anorexia
7) Berat badan turun.
8) Poliuria, nocturia.
9) Diarhe atau konstipasi.
10) Lelah, lemah.
11) Kepala pusing, hipotensi orthostatik.
12) Penglihatan kabur.

15
13) Gangguan sensorik.

4. Pemeriksaan Diagnostik

a) Serum glukosa: 800-3000 mg/dl.


b) Gas darah arteri: biasanya normal.
c) Elektrolit à biasanya rendah karena diuresis.
d) BUN dan creatinin serum à meningkat karena dehidrasi atau
ada gangguan renal.
e) Osmolalitas serum: biasanya lebih dari 350 mOsm/kg.
f) pH > 7,3.
g) Bikarbonat serum> 15 mEq/L.
h) Sel darah putih à meningkat pada keadaan infeksi.
i) Hemoglobin dan hematokrit à meningkat karena dehidrasi.
j) EKG à mungkin aritmia karena penurunan potasium serum.
k) Keton urine tidak ada atau hanya sedikit.

B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

1. Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh b.d diuresis osmotik,


ketidakmampuan mengonsumsi cairan per oral, mual dan muntah

Tujuan : dalam 1 x 24 jam cairan terkoreksi

Kriteria Hasil :

a. CVP 2-6 mmHg


b. SAP 15-30 mmHg
c. DAP 5-15 mmHg
d. TDS 90-140 mmHg
e. MAP 70-105 mmHg
f. Tidak ada mual muntah
g. Membran bukal lembab
h. Turgor kulit baik
i. Osmolalitas serum 275-295 mOsm/l

16
j. Kalium serum 3,55,5 mEq/l
k. Haluaran urine 30 ml/jam atau 0,5-1 ml/kg/jam

No Intervensi Rasional
1. Periksa CVP, tekanan AP (jika Menemukan tanda terjadinya
memungkinkan) dan TD 15 menit hipovolemia yang dapat ditandai
selama resusitasi cairan dengan tekanan darah sistolik
pasien yang turun lebih dari 10
mm Hg dari posisi berbaring ke
posisi duduk atau berdiri serta
mengevaluasi respon pasien
terhadap terapi.
2. Pantau status volume cairan pasien Mengetahui keseimbanan cairan
(input dan output) pasien
3. Lakukan resusitasi cairan dengan Koreksi cairan pada pasien dan
menggunakan NS ≥ 1 liter/jam menghindari dehidrasi
(pasien hipotensi dan takikardia)
dan D5W saat glukosa serum
mencapai 250-300 mg/dl
4. Kaji ulang turgor kulit pada paha Mengetahui status hidrasi pasien
bagian dalam , kondisi membran setelah koreksi cairan
bukal serta perkembangan edema
dan bunyi krekels.
5 Kaji ulang tingkat kesadaran, Mengetahui tingkat perfusi
denyut nadi perifer, suhu kulit dan jaringan pasien setelah koreksi
kelembaban kulit dan mecegah hipovolemia yang
dapat menyebabkan syok

6. Kolaborasi Apabila larutan isotonik tidak


memperbaiki volume
Berikan plasma expander seperti
intravaskular
albumin

2. Gangguan perfusi jaringan b.d gangguan transport oksigen

17
Tujuan : dalam 2 x 24 jam perfusi jaringan pasien baik
Kriteria Hasil :

a. Tekanan darah dalam rentang yang diharapkan


b. Nadi perifer teraba, hidrasi kulit baik

c. Suhu ekstremitas hangat

d. Tingkat sensasi normal

No Intervensi Rasional
1. Pertahankan tirah baring dengan Perubahan tekanan CSS
posisi kepala datar mungkin akan menjadi potensi
adanya herniasi batang otak
yang membutuhkan tindakan
medis segera.
2. Berikan tindakan yang Menurunkan stimulasi sensori
menimbulkan rasa nyaman yang berlebihan
(masase punggung, lingkungan
yang tenang dan sentuhan halus)
3 Pantau ada dan tidaknya reflek Penurunan refleks menunjukkan
tertentu seperti menelan, batuk kerusakan tingkat otak tengah
atau babinski
4. Berikan oksigen tambahan sesuai Menurunkan hipoksrmia yang
indikasi dapat meningkatkan vasodilatasi
dan volume darah serebral yang
meningkatkan TIK serta
meningkatkan pengiriman
oksigen ke paru

3. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual dan muntah

Tujuan : dalam 1 x 24 jam kebutuhan nutrisi pasien tercukupi

18
Kriteria Hasil :

a. Berat badan target stabil


b. Prealbumin 15-32 mg/dl

c. Albumin serum 3,5-5 g/dl

d. Transferin serum >200 mg/dl

e. Limfosit > 1500 sel/mm3

f. Keseimbangan nitrogen positif

No Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan energi pasien Mengetahui jumlah kalori yang
dengan kalorimetri tidak langsung dibutuhkan pasien
(kebutuhan kalori pasien kritis
didasarkan berat badan aktual
sekitar 20-30kcal/kg)
2. Bandingkan berat badan serial Perubahan yang cepat
setelah menentukan berat badan menunjukkan pasien mengalami
ideal ketidakseimbangan cairan
3. Berikan nutrisi enteral/parenteral Mengembalikan status gizi
sesuai intruksi pasien

4. Berikan perawatan mulut (oral Mencegah stomatitis yang dapat


hygiene) berpengaruh burukpada
kemampuan pasien untuk makan
5. Bantu pasien dalam melakukan Kelemahan,keletihan dan adanya
pemenuhan kebutuhan nutrisinya peralatan infasif dapat
menyebabkan pasien kesulitan
untuk makan
6. Ciptakan lingkungan yang Meningkatkan nafsu makan
menyenangkan : kebersihan
tempat tidur, ketenangan dan rasa

19
aman

4. Risiko cidera berhubungan dengan perubahan tingkat kesadaran


sekunder akibat insufisiensi insulin

Tujuan : dalam 3 x 24 jam pasien mampu terhindar dari cedera

Kriteria Hasil :

a. Pasien sadar dan terorientasi


b. Tidak ada aktivitas kejang
c. Natrium serum 135-145 mEq/l
d. Glukosa serum < 250 mg/dl
e. Osmolalitas serum 275-295 mOsm/kg
f. Pasien tidak akan mencederai diri sendiri

No Intervensi Rasional
1. Pasang sisi pengaman tempat tidur, Melakukan tindakan
kurangi stimulus lingkungan, atur kewaspadaan kejang
tempat tidur pada posisi rendah
dan sediakan peralatan kedaruratan
(jalan nafas oral, alat pengisap)
2. Pertahankan kepala tempat tidur Untuk mengurangi aspirasi
tetap tinggi (jika TD stabil) dan
pertahankan selang NG
3. Pantau kadar kalium secara cermat Pada saat hiperglikemia dan
setiap jam kekurangan volume cairan
dikoreksi, kalium akan bergeser
ke intraseluler sehingga
mengakibatkan hipokalemia
4. Kaji ulang status neurologis setiap Menurunkan resiko terjadinya
15-30 menit selama resusitasi edema serebral

20
cairan
5. Kaji ulang pasien terkait Mencegah terjadinya kejang,
perkembangan sekuele klinis perubahan neurologis fokal dan
(defisit neurologis dan syok koma
hipovolemik)
6. Evaluasi glukosa serum dan Untuk memnentukan keefektifan
osmolalitas serum terapi. Tingkat kesadaran pasien
akan membaik ketika terjadi
penurunan osmolalitas.
7. Kolaborasi : Untuk menurunkan glukosa
Berikan insulin sesuai intruksi
serum

5. Risiko infeksi b.d tingkat tirah baring yang lama dan penurunan
kesadaran

Tujuan : dalam 2 x 24 jam infeksi dapat dicegah


Kriteria Hasil :

a. Suhu 36,50 C (97,7 F) sampai 380 C (100,4 F)


b. Tidak ada menggigil,diaforesis

c. Kulit tanpa kemerahan dan eksudat

d. Membran mukosa utuh

e. Suara nafas bersih

f. Tidak ada disuria

g. Urine berwarna kuning jernih

h. Sel darah putih 5000-10.000/ml

No Intervensi Rasional

21
1. Gunakan teknik steril pada slang Menimimalkan pertumbuhan
invasif, insisi, sistem slang dan kuman dan bakteri pada alat-alat
drain, serta ikuti protokol yang berhubungan langsung
pegendalian infeksi pada saat dengan pasien
penggantian area IV, balutan,
slang dan larutan.
2. Kaji ulang titik tekanan kulit, Melakukan perawatan kulit guna
ubah posisi dan reposisi pasien, mencegah dekubitus, iskemia
berikan sedikit pelembab, serta dan maserasi kulit
bersihkan kulit dari feses dan
urine
3. Kaji ulang reflek muntah, batuk Untuk mengetahui fungsi
dan suara paru pulmoner dan adanya suara
tambahan
4. Berikan higiene pulmoner : batuk Meningkatkan masukan oksigen
dan nafas dalam, fisioterapi dada dan bersihan jalan nafas
dan spirometri intensif
5. Lakukan pergantian wadah Mengurangi resiko masuknya
makanan pada selang GI (NG) kuman melalui wadah dan slang,
dan kaji ulang abdomen mengetahui adanya
distensi/perubahan bising usus
6. Periksa lekukan pada kateter, Mengetahui adanya hambatan
inspeksi meatus urinarius dan kaji urine,drainase dan keadaan urine
ulang urine pasien abnormal

22
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis adalah keadaan koma


akibat dari komplikasi diabetes melitus di mana terjadi gangguan
metabolisme yang menyebabkan: kadar gula darah sangat tinggi,
meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum, biasa
terjadi pada DM tipe II. HHNK berkaitan dengan banyak faktor seperti
ketidakadekuatan insulin, stres, perubahan diet atau pengenalan obat baru
pada regimen sehari-hari pasien yang mencakup kortikosteroid, diuretik
tiazid, furosemid, interferon, suplemen kalium, fenitoin natrium, dan
propranolol pada pasien diabetes melitus

23
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk

perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta:

EGC.

Hudak dan Gallo. 2001. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, edisi VI,

volume II. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media

Aesculapius.

Nurarif Amin Huda, Kusuma Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc. Edisi revisi. Jilid 1.

Yogyakarta : MediAction

Price, Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit.

Edisi 4.. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan medika-bedah Brunner dan

Suddarth. Edisi 8.. Jakarta: EGC.

Soewondo dkk. 2006. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

24

Anda mungkin juga menyukai