Anda di halaman 1dari 38

Askep lansia dengan

Intimacy/seksualitas
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa :

 Banyak golongan lansia tetap menjalankan aktivitas seksual sampai usia yang
cukup lanjut, dan aktivitas tersebut hanya dibatasi oleh status kesehatan.
 Aktivitas dan perhatian seksual dari pasangan suami istri lansia yang sehat
berkaitan dengan pengalaman seksual kedua pasangan tersebut sebelumnya.
 Mengingat bahwa kemungkinan hidup seorang wanita lebih panjang
daripada pria, seorang lansia wanita yang ditinggal mati oleh suaminya akan
sulit untuk menemukan pasangan hidup.
 Laki-laki usia lanjut masih membutuhkan aktifitas seksual, sementara wanita
usia lanjut menganggap seksualitas setelah usia menopause tidak dianggap
perlu.
 Usia lanjut berisiko untuk terjadi disfungsi seksual
Disamping faktor gangguan fisik, faktor psikologi juga sering kali
menyebabkan penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia seperti :

 Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
 Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh
tradisi dan budaya
 Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya
 Pasangan hidup telah meninggal
 Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa
lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.
 Dari penelitian ini didapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi seksual
pada wanita usia lanjut adalah tingkat pendidikan, pekerjaan, dan penyakit-
penyakit yang diderita lansia seperti diabetes, hipertensi, jantung. Penggunaan
tembakau bagi para perokok juga berhubungan dengan terjadinya prevalensi
disfungsi seksual.
Fungsi seksual pada wanita
usia lanjut
 Secara umum masalah seksual yang ditemukan pada wanita usia lanjut
adalah kesulitan orgasme, kurang berminat terhadap hubungan seksual,
kesulitan lubrikasi vagina, dyspareunia, tidak dapat menikmati hubungan
seksual (Morley, 2006).
 Ada beberapa komponen yangberhubungan dengan seksualitas pada lansia.
Komponen-komponen tersebut adalah biologis (disfungsi ereksi, penyakit),
psikologis (depresi, sikap terhadap seks, persepsi terhadap ketertarikan
terhadap seks), sosial (interaksi sosial, adanya pasangan, pendidikan di
masyarakat, dan kepedulian terhadap seks).
Respon seksual pada wanita usia lanjut

 Pada wanita usia lanjut, salah satu perubahan yang


terjadi pada organ reproduksi adalah terjadinya
menopause.
 Menopause rata-rata terjadi pada usia 52 tahun
(Morley, 2006). Seiring dengan proses menopause
estrogen yang diperoleh dari adrenal androgen juga
mengalami penurunan. Sekitar usia 65 tahun adrenal
androgen kehilangan kemampuan memproduksi
estrogen.
Perbedaan sistem reproduksi pada wanita usia lanjut
Penurunan kadar estrogen menyebabkan perubahan pada organ genetalia.
 Jumlah rambut pubis menurun, menghilangnya lemak pada jaringan subkutan
(termasuk pada mons pubis,
 atropi pada labia mayora dan payudara), memendek dan berkurangnya
elastisitas dari vagina. Terjadi penurunan lubrikasi pada vagina, penurunan ini
disebabkan karena kelenjar Bartholin mengalami atropi serta menurunnya
jumlah dan maturitas dari sel vagina.
 Penurunan lubrikasi pada vagina mengakibatkan berkurangnya ketebalan dari epithelium
(rata-rata 8-10 lapis sel menjadi 3-4 lapis sel saja).
 Perubahan pada sel epithelium ini dapat menyebabkan perdarahan setelah hubungan seksual,
rasa panas saat hubungan seksual dan nyeri.
 Estrogen juga berfungsi untuk mempertahankankeasaman pada vagina dan merangsang
terbentuknya nitrid oksid yang berfungsi untuk pertahanan. Berkurangnya derajat keasaman
pada vagina menyebabkan vagina mudah terinfeksi.
Perubahan fisiologis berdasarkan tahapan
respon seksual
 Pada fase desire
Terjadi penurunan libido yang disebabkan karena penurunan produksi hormon
estrogen dan aliran darah ke vagina dan organ genetalia lainnya. Respon seksual
pada fase desire pada wanita mungkin menurun karena meningkatnya usia tetapi
pada sebagian wanita merasa lebih bebas untuk mengekspresikan dan lebih
menikmati aktifitas seksual tanpa perasaan khawatir untuk terjadinya kehamilan
(Deacon et al., 1995, cit. Dersch et al., 2006).
 fase excitement
Lamanya lubrikasi hanya sekitar 10-15 detik tetapi pada wanita postmenopause lubrikasi baru
terjadi kurang lebih 5 menit atau bisa juga menjadi lebih lama Meston, 2006). Penurunan
vasokongesti dan lubrikasi pada vagina menyebabkan kekeringan pada vagina (vaginal
dryness) sehingga mengakibatkan nyeri saat berhubungan seksual (dyspareunia). Selain
nyeri, kurangnya lubrikasi ini dapat menyebabkan gangguan dalam orgasme dan vaginismus
(Meston, 2006).
 Gangguan pada fase arousal,

Biasa juga dikenal dengan frigidity pada wanita dan impotensi pada pria. Impotensi
diketahui sebagai gangguan dalam ereksi dan frigidity digambarkan sebagai masalah
khusus dengan desire, arousal atau kecemasan. Pada fase arousal perubahan yang
terjadi pada lansia adalah menurunnya aliran darah ke organ genetalia, menurunnya
kemampuan untuk lubrikasi vagina, ukuran klitoris yang mengecil dan lebih sensitif
untuk terjadinya iritasi dibanding pada wanita yang lebih muda (Bosch, 2003).
Dinding vagina menjadi tidak elastis lagi sehingga dapat mengakibatkan pengalaman
nyeri yang dirasakan pada lansia saat melakukan hubungan seksual.
 Pada fase orgasme
Kemampuan untuk mendapatkan orgasme multipel berkurang. Berkurangnya
kemampuan orgasme tidak selalu dipengaruhi dengan peningkatan usia.
Wanita usia lanjut tetap dapat merasakan orgasme meskipun intensitas dan
kontraksi dari vagina dan rektal menurun. Pada wanita yang lebih muda 5-10
kali terjadi kontraksi pada vagina, tetapi pada usia lanjut kontraksinya rata-
rata 2-3 kali .
 Pada fase resolution
Pada wanita usia lanjut dicirikan dengan berkurangnya kecepatan dalam penurunan
aliran darah dan relaksasi dari otot-otot. Nyeri seksual atau biasa dikenal dengan
dyspareunia (nyeri saat hubungan seksual) dan vaginismus (spasme pada otot dinding
vaginal saat hubungan seksual). Dyspareunia dapat terjadi karena kurangnya lubrikasi
pada vagina. Tipe nyeri pada vagina ini dapat dibagi menjadi nyeri superfisial (nyeri
pada permukaan saat masuknya penis), nyeri vaginal (dapat disebabkan karena lubrikasi
yang kurang serta hambatan pada fase arousal) dan nyeri tekanan (nyeri yang terjadi
pada saat hubungan seksual, yang bisa disebabkan oleh penyakit infeksi panggul.
Disfungsi seksual pada Usia Lanjut
 Phillips (2000) mendefinisikan disfungsi seksual sebagai suatu istilah dari onset, durasi dan
situasional yang berlawanan dengan efek fungsi seksual secara umum. Situasi disfungsi seksual
terjadi dengan pasangan khusus, pada seting tertentu atau dalam situasi apapun dan terjadi secara
persisten.

 Klasifikasi diagnostik disfungsi seksual yang dihasilkan oleh konsensus internasional pada
konferensi disfungsi seksual pada wanita dan Diagnostic and statistical Manual of Mental Disorder,
Fourth edition membagi disfungsi seksual menjadi 4 kategori, (Addis et al., 2005; Smyth, 2002).

 1. Gangguan hasrat atau minat terhadap seksual (sexual desire disorder),


 2. Gangguan arousal seksual (sexual arousal disorder),
 3. Gangguan orgasme (orgasmic disorder),
 4. Nyeri saat berhubungan seksual (sexual pain disorder)
Siklus Disfungsi Seksual
DISFUNGSI SEKSUAL
PADA PRIA USIA LANJUT
By. Lidya, M.Kes
 Pria mulai usia 40 tahun mengalami kesulitan untuk mendapatkan
ereksi dari waktu ke waktu.
 Beberapa studi menyatakan bahwa penurunan yang berkaitan
dengan usia lebih dirasakan efeknya pada potensi seksual
dibandingkan dengan libido. Fenomena inilah yang bertanggung
jawab pada libido-potency gap yang sering kali menjadi pangkal
permasalahan pada lansia pria.
 Proses penuaan biasanya menimbulkan efek pada potensi baik ereksi maupun
ejakulasi. Respon ereksi pada pria usia 48-65 tahun enam kali lebih rendah
dibandingkan pada pria usia 19-30 tahun, hal ini diperoleh dari suatu penelitian
laboratorium yang menggunakan monitor untuk menilai perubahan bentuk
penis.
 Suhu dalam skrotum rata-rata beberapa derajat celcius lebih rendah daripada
suhu tubuh (inti) normal. Penurunan testis ke lingkungan yang lebih dingin ini
sangat penting karena spermatogenesis adalah proses yang peka terhadap suhu
dan tidak dapat berlangsung pada suhu tubuh normal.
Testoteron ini memiliki banyak efek diantaranya:
 Maskulinisasi saluran reproduksi dan genitalia eksterna
 Mendorong pertumbuhan dan pematangan sistem
reproduksi
 Spermatogenesis
 Memicu pola pertumbuhan rambut pada pria
 Menyebabkan suara menjadi berat karena pita suara
menjadi tebal
 Mendorong pertumbuhan otot yang menyebabkan
timbulnya konfigurasi tubuh pria
 Mendorong pertumbuhan tulang pada pubertas dan
kemudian menutup epifisis
 Mungkin memicu perilaku agresif
Masalah seksual pada lansia pria
 Beberapa perubahan yang terjadi pada lansia pria adalah : efek penuaan pada
ejakulasi dan orgasme, penurunan kekuatan dan frekuensi kontraksi otot-otot lurik
pelvis mempunyai efek penurunan dalam kekuatan pengeluaran semen.
 Produksi testoteron menurun secara bertahap. Penurunan ini mungkin juga akan
menurunkan hasrat dan kesejahteraan . Testis menjadi lebih kecil dan kurang
produktif . Tubular testis akan menebal dan berdegenerasi. Perubahan ini akan
menurunkan proses spermatogenesis, dengan penurunan jumlah sperma tetapi tidak
mempengaruhi kemampuan untuk membuahi ovum
 Kelenjar prostat biasanya membesar, dimana hipertrofi prostate jinak terjadi pada
50% pria diatas usia 40 tahun dan 90% pria diatas usia 80 tahun.
 Respon seksual terutama fase desire, menjadi lambat dan ereksi yang sempurna
mungkin juga tertunda.
 Dibutuhkan stimulasi alat kelamin secara langsung untuk untuk menimbulkan
respon. Pendataran fase penggairahan akan berlanjut untuk periode yang lebih
lama sebelum mencapai osrgasme dan biasanya pengeluaran pre-ejakulasi
berkurang bahkan tidak terjadi.
 Fase orgasme, lebih singkat dengan ejakulasi yang tanpa disadari. Intensitas sensasi
orgasme menjadi berkurang dan tekanan ejakulasi serta jumlah cairan sperma berkurang.
 Kebocoran cairan ejakulasi tanpa adanya sensasi ejakulasi yang kadang-kadang dirasakan
pada lansia pria disebut sebagai ejakulasi dini atau prematur dan merupakan akibat dari
kurangnya pengontrolan yang berhubungan dengan miotonia dan vasokongesti.
 Ereksi fisik frekuensinya berkurang termasuk selama tidur.
 Ereksi pagi hari (morning erection) juga semakin jarang terjadi.
Penelitian Kinsey, dkk menemukan bahwa frekuensi ereksi pagi
rata-rata 2,05 perminggu pada usia 31-35 tahun dan hal ini menurun
pada usia 70 tahun menjadi 0,50 perminggu.
Perbedaan sistem reproduksi pria muda
dan pria lansia
Disfungsi Ereksi (Impotensia)

 Disfungsi ereksi (DE) atau impotensia adalah ketidakmampuan secara konsisten


untuk mencapai dan/ atau mempertahankan ereksi sedemikian rupa sehingga
mencapai aktivitas seksual yang memuaskan
 Secara umum impotensia dibedakan menjadi impotensia coendi
(ketidakmampuan untuk melakukan hubungan seksual), impotensia erigendi
(tidak mampu ber-ereksi) dan impotensia generandi (tidak mampu
menghasilkan keturunan).
 Prevalensi DE sekitar 52% pada pria di antara 40-70 tahun dan bahkan lebih
besar pada pria yang lebih tua.
Untuk timbul ereksi diperlukan adanya rangsangan yang bisa berasal dari:
 Rangsangan psikologik (fantasi, bayangan erotik),
 Rangsangan olfaktorik (bau-bauan)
 Rangsangan sentuh atau rabaan.
 Rangsangan tersebut melalui jalur kortiko-talamikus, limbik maupun talamo-
retikularis dan sebaliknya kemudian akan diteruskan ke susunan saraf ototnom
(parasimpatis) akan menyebabkan vasodilatasi korpus kavernosa penis.
 Setelah aktivitas seksual terjadi, saraf simpatis akan membantu terjadinya
ejakulasi. Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa proses ereksi
menyangkut berbagai fungsi diantaranya saraf, vascular, hormonal, psikologik
dan kimiawi.
Penyebab Impotensi
Andropause
 Andropause berasal dari kata “Andro = kejantanan” dan
“pause = istirahat”. Andropause dapat diartikan sebagai
perubahan akibat proses menua pada sistem reproduksi pria
mungkin didalamnya termasuk perubahan pada jaringan testis,
produksi sperma dan fungsi ereksi.
 Ada yang memberi istilah andropause sebagai klimakterium
laki-laki yang berarti seorang laki-laki sedang berada pada
tingkat kritis fase kehidupannya, dimana terjadi perubahan
fisik, hormon dan psikis serta penurunan aktivitas seksual.
 Perubahan-perubahan ini biasanya terjadi secara bertahap.
Tingkah laku, stress psikologik, alkohol, trauma, ataupun
operasi, medikasi, kegemukan dan infeksi dapat memberikan
kontribusi pada onset terjadinya andropause ini.
Faktor-faktor yang mempercepat
andropause
Beberapa faktor yang dapat mempercepat proses penuaan dapat berasal dari luar
tubuh dan dari dalam tubuh itu sendiri, antara lain :
 Faktor lingkungan dan psikis
 Faktor genetik sangat dipengaruhi oleh genetik orang tuanya, namun dapat
berubah karena infeksi virus, radiasi, dan zat racun dalam
makanan/minuman/kulit yang diabsorbsi tubuh.
 Rendahnya kebugaran
 Pola makanan kurang sehat
 Penurunan growth hormone,
 Penurunan testoteron yang diproduksi testis.
Gejala dan efek yang ditimbulkan
oleh andropause

Andropause berhubungan dengan kadar testoteron yang


rendah. Beberapa gejala yang dapat timbul antara lain :
 Depresi
 Kelelahan
 Iritabilitas
 Libido menurun
 Sakit dan nyeri
 Berkeringat dan flushing
 Penurunan performa seksual atau disfungsi ereksi
 Sulit berkonsentrasi
 Pelupa
 Insomnia
Pengaruh terapi hormon pada Andropose
Take Home

 Tugas Baca: Masalah seksualitas pada Landia, serta rencana keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai