Anda di halaman 1dari 5

MANAGEMENT NYERI PADA PALLIATIVE CARE

(Diajukan untuk melengkapi tugas Keperawatan Paliatif dan


Menjelang Ajal)

Dosen Pembimbing :
Ns. Shindi Hapsari M.Kep.

Disusun Oleh :

ATTINA RIGIL WILANTI


1903017
PROGAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2021/2022
Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial,
atau penggambaran dalam bentuk kerusakan tersebut. Dari definisi tersebut,
dapatdisimpulkan bahwa pengalaman nyeri melibatkan dimensi sensori, emosional
dan juga kognitif.Nyeri merupakan alasan yang paling umum bagi pasien"pasien
untuk memasuki tempat perawatan kesehatan dan merupakan alasan yang paling
umumdiberikan untuk pengobatan terhadap diri sendiri. Nyeri kronis biasanya
lebihkompleks dan lebih sulit untuk ditangani, diobati, atau dikontrol daripada
nyeriakut.
Nyeri merupakan fenomena yang multidimensional. Dimensi ini
meliputidimensi fisiologis, sensori, afektif, kognitif, dan perilaku behaviour  dan
sosial"kultural yang saling berhubungan, berinteraksi, serta dinamis. Nyeri
kronik merupakan suatu problem kesehatan yang kompleks, kadang dengan etiologi
yang belum jelas, dan sering mendapatkan terapi dengan hasil yang kurang
memuaskan bagi pasien. Diperlukan pengetahuan yang mendalam bagi tenaga
kesehatan, pendekatan multidisiplin keilmuan, serta melibatkan pasien, keluarga,
danlingkungan untuk dapat menangani pasien nyeri kronik secara optimal. 
Nyeri merupakan salah satu gejala penyakit yang paling sering pada lansia
pendekatan assessment nyeri dan manajemen nyeri berbeda pada lansiadibandingkan
pada usia yang lebih muda. Nyeri pada lansia sering merupakanserangkaian penyakit
dan problem yang banyak sehingga evaluasi nyeri dan pengobatannya lebih sulit. 'ansia
mempunyai insiden yang lebih tinggi terhadapefek samping obat dan berpotensi lebih
besar terhadap komplikasi dan kejadiantambahan sehubungan dengan banyaknya
prosedur terapi. Meskipun demikian,nyeri dapat ditangani secara efektif pada sebagian
besar pasien lansia. Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60
tahun keatas. Jumlah manula di Indonesia terus meningkat setiap tahun.Di amerika
dan beberapa negara berkembang yang lain juga terjadi peningkatan proporsi
penduduk manula dibanding penduduk usia muda. Peningkatan jumlah dan persentase
penduduk manula tersebut memerlukan perhatian khusus terkait dengan masalahyang
timbul pada manula. meskipun penuaan merupakan suatu proses normal.
Lebih dari 85% kelompok manula menderita penyakit kronik. Penyakittersebut
dapat menimbulkan rasa nyeri. Keluhan nyeri tersebut dapat menyebabkandisabilitas,
penurunan kualitas hidup, serta gangguan psikososial pada manula.Arthritis merupakan
kelainan yang paling sering terjadi pada manula dan menjadi penyebab keluhan nyeri
tersering.Keadaan lain yang dapat menimbulkan nyeri kronik pada manula adalah
kanker, osteoporosis dengan fraktur kompresi, dan degenerative disk
disease.Peningkatan jumlah manula yang aktif dalam aktifitasolah raga dan rekreasi
akan semakin meningkatkan risiko timbul keluhan nyeri. Penanganan nyeri pada
manula perlu pendekatan khusus karena berbagaifaktor. Terdapat dua faktor penting
yang membedakan keluhan nyeri pada manuladibanding kelompok usia muda. Faktor
pertama adalah kesulitan seorang manula untuk menunjuk dan melokalisir nyeri. Faktor
kedua adalah perubahan jalur nyeri itu sendiri.Perubahan struktur dan fungsi dari jalur
tersebut menyebabkan seorangmanula memiliki risiko lebih besar terhadap jejas yang
lebih besar.  1al inidisebabkan karena fungsi rasa nyeri sebagai alarm menjadi
terganggu. Nyeri yangtidak membaik akan menimbulkan masalah yang serius pada
manula. Masalahyang dapat timbul meliputi depresi, kecemasan, gangguan fungsi,
gangguan tidur,isolasi sosial, serta penurunan kualitas hidup. Seiring dengan
peningkatan jumlah manula di seluruh dunia maka pengetahuan mengenai pengalaman
nyeri serta faktor lain yang mempengaruhi keunikan proses nyeri pada manula perlu
diperhatikan. 
Latar belakang perlunya perawatan  paliatif  adalah karena meningkatnya
jumlah  pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik pada dewasa dan
anak seperti  penyakit kanker, penyakit degeneratif,  penyakit paru obstruktif  kronis,
cystic fibrosis, stroke, parkinson, gagal jantung (heart failure), penyakit genetika dan
penyakit infeksi seperti HIV/AIDS yang memerlukan perawatan paliatif, di samping
kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif..
sejak penyakit tersebut didiagnosis dan muncul gejala, sampai pada stadium
lanjut bahkan hingga hari terakhir hidupnya, penderita memerlukan perawatan
paliatif agar mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi penderita serta keluarganya .
pemerintah telah memberikan kebijakan perawatan paliatif di +ndonesia yang tertuang
dalam surat keputusan Menteri kesehatan republik indonesia Nomor
604/MENKES/SK/IX/1989 Terdapat empat subkomite di dalam#omite Nasional
Penanggulangan Penyakit Kanker yaitu subkomite pencegahan,subkomite deteksi dini,
subkomite terapi, serta subkomite perawatan paliatif dan bebas nyeri.
Perawatan paliatif muncul sebagai dua bagian yang penting dalam penanganan
penderita stadium lanjut atau kronis. Keduanya sama"sama memiliki tujuan sebagai
perawatan yang komprehensif, multidisiplin, untuk mempertahankan fungsi fisik dan
kemandirian penderita. Dengan demikiankualitas hidup penderita dapat diperbaiki dan
beban perawatan bagi para keluargaatau pengasuh penderita dapat dikurangi .
Perawatan paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan
menyeluruh, dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi antara dokter, perawat,
terapis, petugas sosial-medis, psikolog, rohaniwan, relawan, dan profesi lain yang
diperlukan.Kualitas hidup pasien adalah keadaan pasien yang dipersepsikan sesuai
konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan, dan
niatnya. Dimensi dari kualitas hidup menurut  Jennifer J. Clinch, Deborah Dudgeeon
dan Harvey Schipper adalah kemampuan fisik dan fungsional dalam beraktivitas,
kesejahteraan keluarga, ketenangan spiritual, fungsi sosial, kepuasan terhadap
pengobatan (termasuk masalah keuangan), orientasi masa depan, kehidupan seksual,
termasuk gambaran Tenaga kesehatan yang berorientasi  pada Paliatif harus memliki
sikap peduli terhadap pasien (empati), menganggap pasien sebagai seorang individu
karena setiap pasien adalah unik, mempertimbangkan budaya pasien seperti faktor etnis,
ras, agama, dan faktor budaya lainnya yang bisa mempengaruhi penderitaan pasien.
Persetujuan dari pasien dan/atau keluarganya adalah mutlak diperlukan sebelum
perawatan dimulai. Pasien dapat memilih tempat dilakukannya perawatan. Misalnya
pasien dengan penyakit terminal  dapat meminta untuk diberi perawatan di rumah
sehingga dapat diberikan pelayanan kunjungan rumah.
Daftar Pustaka

Parrot T. 2002. Pain Management In Primary-Care Medical Practice. In: Tollison CD,
Satterthwaithe JR, Tollison JW, eds. Practical Pain Management. 3rd ed.
Philadelpia, PA: Lippincott Williams & Wilkins.
Prasetyo Nian Sigit. (2010). Konsep dan proses keperawatan nyeri. Jakarta: Graha Ilmu
https://id.scribd.com/doc/311429696/Referal-Management-Nyeri-Pada-
Palliative-Care di akses pada tanggal 30 April 2021

Anda mungkin juga menyukai