Anda di halaman 1dari 44

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang
mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa sakit melalui identifikasi
dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik
fisik, psikologis, sosial atau spiritual (World Health Organization (WHO), 2016).

Menurut WHO (2016) penyakit-penyakit yang termasuk dalam perawatan paliatif


seperti penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi 38.5%, kanker 34%, penyakit
pernapasan kronis 10.3%, HIV/AIDS 5.7%, diabetes 4.6% dan memerlukan perawatan
paliatif sekitas 40-60%.Pada tahun 2011 terdapat 29 juta orang meninggal di karenakan
penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif.

Kanker menjadi penyakit yang termasuk kedalam perawatan paliatif berada di urutan
kedua tertinggi. Dari banyaknya jenis kanker, salah satunya yaitu kanker kandung kemih.
Kanker kandung kemih (karsinoma buli-buli) adalah kanker yang mengenai kandung
kemih dan kebanyakan menyerang laki-laki berusia di atas 50 tahun (Nursalam 2009).

Sebagian besar (±90%) tumor kandung kemih adalah karsinoma sel transisional.
Tumor ini bersifat multifokal, yaitu dapat terjadi di saluran kemih yang epitelnya terdiri
atas sel transisional, seperti di pielum, ureter, uretra posterior. Pada 90% kasus, gejala
klinis yang awal adalah hematuria intermitten yang tidak disertai nyeri. Sedangkan jenis
yang lainnya adalah karsinoma sel skuamosa (±10%) dan adenokarsinoma (±2%)
(Nursalam 2009).

Kanker kandung kemih adalah neoplasma yang paling sering terjadi di saluran
kemih, dilaporkan mendekati angka 3% dari semua kematian yang disebabkan oleh
kanker. Kanker kandung kemih juga muncul 2-3 kali lebih sering pada pria daripada
wanita meskipun angka kejadian pada wanita juga meningkat. Kanker ini sekarang
menjadi urutan nomor 5 dari kanker yang paling sering terjadi pada pria dan menjadi
urutan 10 dari kanker yang paling sering terjadi pada wanita.

1
Oleh karena itu, makalah ini disusun agar mahasiswa mampu memahami dengan baik
mengenai kanker kandung kemih serta mampu menerapkan asuhan keperawatan paliatif
yang tepat bagi penderita kanker kandung kemih.

1.2 Rumusan masalah


1 Apa pengertian perawatan paliatif?
2 Apa tujuan perawatan paliatif?
3 Apa prinsip perawatan paliatif?
4 Apa elemen dalam perawatan paliatif?
5 Apa saja masalah keperawatan pada pasien paliatif?
6 Bagaimana dukungan keluarga pada pasien paliatif?
7 Bagaimana kebutuhan spiritual pada pasien paliatif ?
8 Bagaimana konsep teori kanker kandung kemih?
9 Bagaimana asuhan keperawatan paliatif pada pasien dengan masalah kandung kemih?

1.3. Tujuan Makalah


1.3.1. Tujuan Umum Makalah
Makalah ini menjabarkan secara rinci tentang teori konseptual mengenai
Kanker Kandung Kemih dan bagaimana cara memberikan penatalaksaan yang
cepat dan tepat, serta pembaca diharapkan memahami dan menerapkan asuhan
keperawatan pada kasus Kanker Kandung Kemih secara komprehensif.

1.3.2. Tujuan Khusus Makalah


Mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan pengertian perawatan paliatif
2. Menjelaskan tujuan perawatan paliatif
3. Menjelaskan prinsip perawatan paliatif
4. Menjelaskan elemen dalam perawatan paliatif
5. Menjelaskan masalah keperawatan pada pasien paliatif
6. Menjelaskan seperti apa bentuk dukungan keluarga pada pasien paliatif
7. Menjelaskan kebutuhan spiritual pada pasien paliatif
8. Menjelaskan konsep teori kanker kandung kemih
9. Menjelaskan asuhan keperawatan paliatif pada pasien dengan masalah
kandung kemih

1.4 Manfaat Makalah


Mahasiswa mampu mengetahui tentang perawatan paliatif pada klien dengan kanker
kandung kemih sehingga perawat akan lebih peka dan teliti dalam mengumpulkan data
pengkajian awal dan menganalisa suatu respon tubuh pasien terhadap penyakit.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perawatan Paliatif


Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup
pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam
jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian
yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis,
sosial atau spiritual. (World Health Organization (WHO) 2016).

Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga
dalam mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah, dan
menghilangkan penderitaan. Perawatan paliatif mencangkup seluruh rangkaian penyakit
termasuk fisik, intelektual, emosional, sosial, dan kebutuhan spiritual serta untuk
memfasilitasi otonomi pasien, mengakses informasi, dan pilihan (National Consensus
Project for Quality Palliative Care, 2013).

Perawatan paliatif adalah perawatan yang dilakukan secara aktif pada penderita yang
sedang sekarat atau dalam fase terminal akibat penyakit yang dideritanya. Pasien sudah
tidak memiliki respon terhadap terapi kuratif yang disebabkan oleh keganasan ginekologis.
Perawatan ini mencakup penderita serta melibatkan keluarganya (Aziz, Witjaksono, &
Rasjidi, 2008).

Pada perawatan paliatif ini, kematian tidak dianggap sebagai sesuatu yang harus di
hindari tetapi kematian merupakan suatu hal yang harus dihadapi sebagai bagian dari siklus
kehidupan normal setiap yang bernyawa (Nurwijaya dkk, 2010).

2.2 Tujuan Perawatan Paliatif


Perawatan paliatif ini bertujuan untuk membantu pasien yang sudah mendekati
ajalnya, agar pasien aktif dan dapat bertahan hidupselama mungkin. Perawatan paliatif ini
meliputi mengurangi rasa sakit dan gejala lainnya, membuat pasien menganggap kematias
sebagai prosesyang normal, mengintegrasikan aspek-aspek spikokologis dan spritual
(Hartati & Suheimi, 2010).

3
Selain itu perawatan paliatif juga bertujuan agar pasien terminal tetap dalam keadaan
nyaman dan dapat meninggal dunia dengan baik dan tenang (Bertens, 2009).

2.3 Prinsip Perawatan Paliatif


Prinsip perawatan paliatifyaitu menghormati dan menghargai martabat serta harga diri
pasien dan keluarganya (Ferrel & Coyle, 2007). Menurut Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia (KEMENKES, 2013) dan Aziz, Witjaksono, dan Rasjidi (2008) prinsip pelayanan
perawatan paliatif yaitu menghilangkan nyeri dan mencegah timbulnya gejala serta keluhan
fisik lainnya, penanggulangan nyeri, menghargai kehidupan dan menganggap kematian
sebagai proses normal , tidak bertujuan mempercepat atau menghambat kematian,
memberikan dukungan psikologis, sosial dan spiritual, memberikan dukungan agar pasien
dapat hidup seaktif mungkin, memberikan dukungan kepada keluarga sampai masa
dukacita, serta menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan
keluarganya.

2.4 Elemen dalam Perawatan Paliatif


Elemen dalam perawatan paliatif menurut National Consensus Project dalam
Campbell (2013), meliputi :
a) Populasi pasien. Dimana dalam populasi pasien ini mencangkup pasien dengan semua
usia, penyakit kronis atau penyakit yang mengancam kehidupan.
b) Perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga. Dimana pasien dan keluarga
merupakan bagian dari perawatan paliatif itu sendiri.
c) Waktu perawatan paliatif. Waktu dalam pemberian perawatan paliatif berlangsung
mulai sejak terdiagnosanya penyakit dan berlanjut hingga sembuh atau meninggal
sampai periode duka cita.
d) Perawatan komprehensif. Dimana perawatan ini bersifat multidimensi yang bertujuan
untuk menanggulangi gejala penderitaan yang termasuk dalam aspek fisik, psikologis,
sosial maupun keagamaan.
e) Tim interdisiplin. Tim ini termasuk profesional dari kedokteran, perawat, farmasi,
pekerja sosial, sukarelawan, koordinator pengurusan jenazah, pemuka agama, psikolog,
asisten perawat, ahli diet, sukarelawan terlatih.
f) Perhatian terhadap berkurangnya penderitaan : Tujuan perawatan paliatif adalah
mencegah dan mengurangi gejala penderitaan yang disebabkan oleh penyakit maupun
pengobatan.

4
g) Kemampuan berkomunikasi : Komunikasi efektif diperlukan dalam memberikan
informasi, mendengarkan aktif, menentukan tujuan, membantu membuat keputusan
medis dan komunikasi efektif terhadap individu yang membantu pasien dan keluarga.
h) Kemampuan merawat pasien yang meninggal dan berduka
i) Perawatan yang berkesinambungan. Dimana seluru sistem pelayanan kesehatan yang
ada dapat menjamin koordinasi, komunikasi, serta kelanjutan perawatan paliatif untuk
mencegah krisis dan rujukan yang tidak diperukan.
j) Akses yang tepat. Dalam pemberian perawatan paliatif dimana timharus bekerja pada
akses yang tepat bagi seluruh cakupanusia, populasi, kategori diagnosis, komunitas,
tanpa memandang ras, etnik, jenis kelamin, serta kemampuan instrumental pasien.
k) Hambatan pengaturan. Perawatan paliatif seharusnya mencakup pembuat kebijakan,
pelaksanaan undang-undang, dan pengaturan yang dapat mewujudkan lingkungan klinis
yang optimal.
l) Peningkatan kualitas. Dimana dalam peningkatan kualitas membutuhkan evaluasi
teratur dan sistemik dalam kebutuhan pasien.

2.5 Masalah Keperawatan pada Pasien Paliatif


Permasalahan yang sering muncul ataupun terjadi pada pasien dengan perawatan
paliatif meliputi masalah psikologi, masalah hubungan sosial, konsep diri, masalah
dukungan keluarga serta masalah pada aspek spiritual (Campbell, 2013).
Permasalahan perawatan paliatif yang sering digambarkan pasien yaitu kejadian-
kejadian yang dapat mengancam diri sendiri eimana masalah yang seringkali di keluhkan
pasien yaitu mengenai masalah seperti nyeri, masalah fisik, psikologi sosial, kultural serta
spiritual (IAHPC, 2016)
a) Masalah Fisik
Masalah fisik yang seringkali muncul yang merupakan keluhan dari pasien paliatif
yaitu nyeri. Nyeri merupakan pengalaman emosional dan sensori yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat rusaknya jaringan aktual yang terjadi secara tiba-tiba
dari intensitas ringan hingga berat yang dapat diantisipasi dan diprediksi. Masalah nyeri
dapat ditegakkan apabiladata subjektif dan objektif dari pasien memenuhi minimal tiga
kriteria (NANDA, 2015).
b) Masalah Psikologi
Masalah psikologi yang paling sering dialami pasien paliatif adalah kecemasan. Hal
yang menyebabkan terjadinya kecemasan ialah diagnosa penyakit yang membuat pasien
takut sehingga menyebabkan kecemasan bagi pasien maupun keluarga (Misgiyanto &
Susilawati, 2014).
5
NANDA, 2015 menyatakan bahwa kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau
kekhawatiran yang diseratai oleh respon otonom, perasaan takut yang disebabkan oleh
antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan tanda waspada yang memberi tanda
individu akan adanya bahaya dan mampukah individu tersebut mengatasinya.
c) Masalah Sosial
Masalah pada aspek sosial dapat terjadi karena adanya ketidaknormalan kondisi
hubungan sosial pasien dengan orang yang ada disekitar pasien baik itu keluarga maupun
rekan kerja (Misgiyanto & Susilawati, 2014). Atau suatu keadaan dimana seseorang
individu mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain (Kelliat, 2006 ).
d) Masalah Spiritual
Menurut Carpenito (2006) salah satu masalah yang sering muncul pada pasien
paliatif adalah distress spiritual. Distres spiritual dapat terjadi karena diagnose penyakit
kronis, nyeri, gejala fisik, isolasi dalam menjalani pengobatan serta ketidakmampuan
pasien dalam melakukan ritual keagamaan yang mana biasanya dapat dilakukan secara
mandiri.
Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni, musik,
literature, alam dan kekuatan yang lebih besar dari dirinya (Hamid, 2008).
Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual adalah gangguan dalam prinsip
hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan biologis dan
psikososial (Keliat dkk, 2011).

2.6 Dukungan Keluarga pada Pasien Paliatif


a) Definisi dukungan keluarga
Dukungan keluarga adalah sikap dan tindakan terhadap anggota keluarga yang
sakit dan keluarga memberikan bantuan kepada anggota keluarga lain baik berupa
barang, jasa, informasi, dan nasihat sehingga anggota keluarga merasa di sayangi, di
hormati dan dihargai (Friedman, 2013).
Sedangkan menurut Helnilawati (2013) dukungan keluarga adalah dukungan
yang didapatkan dari keluarga ke anggota keluarga, yang dimana dukungan ini sangat
bermanfaat bagi anggota keluarga yang mendapatkan dukungan dan merasa diperhatikan,
di hargai dan di cintai oleh keluarganya.
Menurut Friedman (2013) sumber dukungan sosial keluarga internal adalah
sumber dukungan yang didapatkan dari suami atau istri, saudara kandung atau dukungan

6
dari anak.Serta dukungan sosial keluarga eksternal yaitu sahabat, tetangga, kelompok
sosial, dan keluarga besar (kakek, nenek, bibi atau paman).
b) Manfaat dukungan keluarga
Dukungan keluarga ini terjadi selama masa proses kehidupan dengan sifat dan
tipe dukungan yang bervariasi pada masing-masing tahap siklus kehidupan keluarga,
walapun demikian dalam semua tahapan siklus kehidupan keluarga, dukungan keluarga
dapat memungkinkan keluarga berfungsi secara penuh dan dapat meningkatkan adaptasi
keluarga dalam memenuhi kesehatan keluarga (Friedman, 2013).
c) Jenis Dukungan Keluarga
Jenis dukungan keluarga ada empat yaitu (Harnilawati, 2013) dan Friedman (2013) :
Dukungan instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit.
Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial
dan material berupa bantuan nyata, termasuk didalamnya bantuan langsung, seperti saat
seseorang memberi atau meminjamkan uang, membantu kegiatan spiritual seperti
menyediakan keperluan-keperluan yang bersangkutan dengan ibadah.
Dukungan keluarga informasional, yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor
dan disseminator (penyebar informasi). Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan
tanggung jawab bersama, termasuk di dalamnya memberikan solusi dari masalah,
memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh
seseorang. Dimana keluarga sebagai penghimpun informasi dan pemberi informasi.
Misalnya keluarga dapat memberikan atau menyediakan buku, mendatangkan ulama atau
rohaniawan.
Dukungan penilaian (appraisal), yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah umpan
balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator
identitas keluarga. Misalnya anggota keluarga yang sakit tidak bisa atau tidak mampu
untuk melakukan sholat/ibadah maka tugas keluarga yaitu membantu/mengajarkan cara
melakukan sholat/ibadah.
Dukungan emosional, yaitu keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk
istirahat dan pemulihan serta penguasaan terhadap emosi.
d) Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga dan faktor-faktor yang
mempengaruhi
ᅳ Faktor internal
Tahap perkembangan. Setiap dukungan ditentukan oleh faktor usia dimana
termasuk pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia
memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.
Spiritual, aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang itu menjalani
kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan, hubungan dengan keluarga atau teman,
dan kemampuan mencari harapan serta arti dalam hidup.
7
ᅳ Faktor emosional
Faktor ini juga dapat mempengaruhi keyakinan seseorang terhadap adanya
dukungan dan cara melaksanakannya. Seseorang yang mengalami respon stress
cenderung merasa khawatir bahwa penyakit tersebut dapat mengancam kehidupannya.
Seseorang yang secara umum terlihat tenang

2.7 Kebutuhan Spiritual pada Pasien Paliatif


a) Pengertian Spiritual
Spiritual merupakan sesuatu yang dipercayai oleh seseorang dalam hubungannya
dengan kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan) yang menimbulkan suatu kebutuhan serta
kecintaan terhadap adanya Tuhan dan permohonan maaf atas kesalahan yang pernah
dibuat (Aziz, 2014 dalam Sasmika, 2016).
Definisi lain menyebutkan bahwa spiritual adalah multidimensi yang terdiri dari
dimensi vertikal dan dimensi horizontal yang berarti dimensi vertikal menunjukkan
hubungan individu dengan Tuhan yang dapat menuntun dan mempengaruhi individu
dalam menjalani kehidupan sedangkan dimensi horizontal merupakan hubungan individu
dengan dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungannya (Rois, 2014 dalam Sasmika,
2016).
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap
orang atau manusia dalam mencari arti dan tujuan hidup (Aziz, 2014 dalam Sasmika,
2016). Kebutuhan spiritual adalah suatu kebutuhan untuk mempertahankan atau
mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk
mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, serta menjalin hubungan penuh rasa
percaya dengan Tuhan (Ummah, 2016).

b) Karakterisitik Spiritual
Siregar (2015) menyatakan bahwa pemenuhan spiritual harus berdasarkan 4
karakteristik spiritual itu sendiri. Ada beberapa karakteristik yang dimiliki spiritual,
adapaun karakteristik itu antara lain:
ᅳ Hubungan dengan diri sendiri
Merupakan kekuatan dari dalam diri seseorang yang meliputi pengetahuan diri
yaitu siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan juga sikap yang menyangkut
kepercayaan pada diri sendiri, percaya pada kehidupan atau masa depan, ketenangan
pikiran, serta keselarasan dengan diri sendiri (Young dan Koopsen, 2007).
Kekuatan yang timbul dari diri seseorang membantunya menyadari makna dan
tujuan hidupnya, diantaranya memandang pengalaman hidupnya sebagai pengalaman
yang positif, kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan, dan tujuan hidup yang
semakin jelas.
8
Kepercayaan (Faith). Menurut Fowler dan keen (1985) kepercayaan bersifat
universal, dimana merupakan penerimaan individu terhadap kebenaran yang tidak
dapat dibuktikan dengan pikiran yang logis. Kepercayaan dapat memberikan arti
hidup dan kekuatan bagi individu ketika mengalami kesulitan atau stress. Mempunyai
kepercayaan berarti mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang sehingga
dapat memahami kehidupan manusia dengan wawasan yang lebih luas.
Harapan (Hope). Harapan berhubungan dengan ketidakpastian dalam hidup
dan merupakan suatu proses interpersonal yang terbina melalui hubungan saling
percaya dengan orang lain, termasuk dengan Tuhan. Harapan sangat penting bagi
individu untuk mempertahankan hidup, tanpa harapan banyak orang menjadi depresi
dan lebih cenderung terkena penyakit.
Makna atau arti dalam hidup (Meaning of live). Perasaan mengetahui makna
hidup, yang kadang diidentikkan dengan perasaan dekat dengan Tuhan, merasakan
hidup sebagai suatu pengalaman yang positif seperti membicarakan tentang situasi
yang nyata, membuat hidup lebih terarah, penuh harapan tentang masa depan, merasa
mencintai dan dicintai oleh orang lain.
ᅳ Hubungan dengan orang lain atau sesama
Hubungan seseorang dengan sesama sama pentingnya dengan diri sendiri.
Kebutuhan untuk menjadi anggota masyarakat dan saling keterhubungan telah lama
diakui sebagai bagian pokok dalam pengalaman manusiawi (Young dan Koopsen,
2007). Young dan Koopsen ( 2007) menyatakan adanya hubungan antara manusia satu
dengan lainnya yang pada taraf kesadaran spiritual kita tahu bahwa kita terhubung
dengan setiapmanusia.Hubungan ini terbagi atas harmonis dan tidak
harmonisnyahubungan dengan orang lain. Keadaan harmonis meliputipembagian
waktu, ramah dan bersosialisasi, mengasuh anak,mengasuh orang tua dan orang yang
sakit, serta meyakinikehidupan dan kematian. Sedangkan kondisi yang tidak
harmonismencakup konflik dengan orang lain dan resolusi yangmenimbulkan
ketidakharmonisan, serta keterbatasan hubungan.
ᅳ Hubungan dengan alam
Pemenuhan kebutuhan spiritualitas meliputi hubungan individu dengan
lingkungan. Pemenuhan spiritualitas tersebut melalui kedamaian dan lingkungan atau
suasana yang tenang. Kedamaian merupakan keadilan, empati, dan kesatuan.
Kedamaian membuat individu menjadi tenang dan dapat meningkatkan status
kesehatan.
Harmoni merupakan gambaran hubungan seseorang dengan alam yang
meliputi pengetahuan tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim dan berkomunikasi
9
dengan alam serta melindungi alam tersebut. Kedamaian (peace), kedamaian
merupakan keadilan, rasa kasihan dan kesatuan. Dengan kedamaian seseorang akan
merasa lebih tenang dan dapat meningkatkan status kesehatan (Puchalski, 2004).
ᅳ Hubungan dengan Tuhan
Pemahaman tentang Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan secara
tradisional dipahami dalam kerangka hidup keagamaan. Akan tetapi, dewasa ini telah
dikembangkan secara lebih luas dan tidak terbatas. Tuhan dipahami sebagai daya yang
menyatukan, prinsip hidup atau hakikat hidup. Kodrat tuhan mungkin mengambil
berbagai macam bentuk dan mempunyai makna yang berbeda bagi satu orang dengan
orang lain (Young dan Koopsen, 2009). Secara umum melibatkan keyakinan dalam
hubungan dengan sesuatu yang lebih tinggi, berkuasa, memiliki kekuatan mencipta,
dan bersifat ketuhanan, atau memiliki energi yang tidak terbatas.

c) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Spiritual


Menurut Taylor dan Craven dan Hirnle dalam Ummah (2016) menyebutkan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi spiritual seseorang diantaranya:
ᅳ Tahap perkembangan.
Spiritual berubungan dengan kekuasaan non material, seseorang harus
memiliki beberapa kemampuan berfikir abstrak sebelum mulai mengerti spiritual dan
menggali suatu hubungan dengan Tuhan.
ᅳ Sistem hubungan.
Sistem pendukung individu seperti keluarga dan pihak yang mempunyai peran
penting di dalam hidup (Archiliandi, 2016). Peranan keluarga penting dalam
perkembangan spiritual individu. Selain keluarga perawat juga mempunyai peranan
penting apabila individu tersebut dirawat di rumah sakit khususnya dalam pemenuhan
kebutuhan spiritual yang meliputi thaharah dan shalat.
ᅳ Latar belakang etnik dan budaya.
Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial
budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual
keluarga.
ᅳ Pengalaman hidup sebelumnya.
Pengalaman hidup yang positif ataupun negatif dapat mempengaruhi spiritual
seseorang, peristiwa dalam kehidupan seseorang biasanya dianggap sebagai suatu
cobaan yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk menguji keimanannya.
ᅳ Krisis dan perubahan.
Krisis dan perubahan dapat menguatkan seseorang. Krisis sering dialami pada
saat orang sedang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan

10
bahkan kematian. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut
merupakan pengalaman spiritual yang bersifat fisik dan emosional.
ᅳ Terpisah dari ikatan spiritual.
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat individu
merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dari sistem dukungan sosial.
Akibatnya, kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah, diantaranya tidak dapat
menghadiri acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat berkumpul
dengan keluarga atau teman dekat yang bisa memberikan dukungan setiap saat bila
diinginkan.

2.8 Konsep Teori Kanker Kandung Kemih


a) Definisi Kanker Kandung Kemih
Kanker kandung kemih adalah kanker nonagresif yang muncul pada lapisan sel
transisional kandung kemih. Kanker ini sifatnya kambuh. Dalam kasus yang lebih
sedikit, kanker kandung kemih ditemukan menginvasi lapisan lebih dalam dari jaringan
kandung kemih. Dalam kasus ini, kanker cenderung lebih agresif. Paparan zat kimia
industri (cat, tekstil), riwayat penggunaan cyclophosphamide, dan merokok
meningkatkan resiko kanker kandung kemih (DiGiulio, et al. 2007).

Kebanyakan kanker kandung kemih merupakan pertumbuhan papiloma di


urotelium kandung kemih, meskipun pertumbuhan ini dapat menyebar ke dinding
kandung kemih. Kanker kandung kemih adalah neoplasma yang paling sering terjadi di
saluran kemih, dilaporkan mendekati angka 3% dari semua kematian yang disebabkan
oleh kanker. Kanker ini paling sering muncul pada orang-orang di usia 40 – 60 tahun.
Kanker kandung kemih juga muncul 2 – 3 kali lebih sering pada pria daripada wanita
meskipun angka kejadian pada wanita juga meningkat.

Kanker ini sekarang menjadi urutan nomor 5 dari kanker yang paling sering
terjadi pada pria dan menjadi urutan 10 dari kanker yang paling sering terjadi pada
wanita. Kanker ini juga lebih sering terjadi pada orang kulit putih daripada orang kulit
hitam dan lebih sering muncul di daerah perkotaan dan di daerah industri bagian utara
(Coleman, et al. 1997)

b) Klasifikasi Kanker
Klasifikasi DUKE-MASINA, JEWTT dengan modifikasi STRONGMARSHAL

11
untuk menentukan operasi atau observasi (Jiang & Lizhong, 2008)

T = Pembesaran local tumor primer, ditentukan melalui: Pemeriksaan

klinis, uroghrafy, cystoscopy, pemeriksaan bimanual di bawah

anestesi umum dan biopsy atau tansurethral reseksi.

Tis Carcinoma insitu (pre invasive Ca)

TX Cara pemeriksaan untuk menetapkan penyebaran tumor, tak dapat

dilakukan

T0 Tanda-tanda tumor primer tidak ada

T1 Pada pemeriksaan bimanual didapatkan massa yang bergerak

T2 Pada pemeriksaan bimanual ada indurasi daripada dinding buli-buli

T3 Pada pemeriksaan bimanual indurasi atau massa nodular yang

bergerak bebas dapat diraba di buli-buli

T3a Invasi otot yang lebih dalam

T3b Perluasan lewat dinding buli-buli

T4 Tumor sudah melewati struktur sebelahnya

T4a Tumor mengadakan invasi ke dalam prostate, uterus vagina

T4b Tumor sudah melekat pada dinding pelvis atau infiltrasi ke dalam

abdomen

N = Pembesaran secara klinis untuk pembesaran kelenjar limfe,

pemeriksaan kinis, lympgraphy, urography, operative

NX Minimal yang ditetapkan kel.Lymfe regional tidak dapat ditemukan

N0 Tanpa tanda-tanda pembesaran kelenjar lymfe regional

N1 Pembesaran tunggal kelenjar lymfe regional yang homolateral

N2 Pembesaran kontralateral atau bilateral atau kelenjar lymfe regional

yang multiple

N3 Masa yang melekat pada dinding pelvis dengan rongga yang

12
bebas antaranya dan tumor

N4 Pembesaran kelenjar lymfe juxta regional

M = Metastase jauh termasuk pembesaran kelenjar limfe yang jauh,

Pemeriksaan klinis , thorax foto, dan test biokimia

MX Kebutuhan cara pemeriksaan minimal untuk menetapkan adanya

metastase jauh, tak dapat dilaksanakan

M1 Adanya metastase jauh

M1a Adanya metastase yang tersembunyi pada test-test biokimia

M1b Metastase tunggal dalam satu organ yang tunggal

M1c Metastase multiple dalam satu terdapat organ yang multiple

M1d Metastase dalam organ yang multiple

c) Tipe Tumor
Tipe tumor didasarkan pada tipe selnya, tingkat anaplasia dan invasi :
(1) Efidermoid Ca, kira-kira 5% neoplasma buli-buli squamosa cell anaplastik, invasi
yang dalam dan cepat metastasenya.
(2) Adeno Ca, sangat jarang dan sering muncul pada bekas urachus
(3) Rhabdomyo sarcoma, sering terjadi pada anak-anak laki-laki (adolescent), infiltasi,
metastase cepat dan biasanya fatal.
(4) Primary Malignant lymphoma, neurofibroma dan pheochromacytoma, dapat
menimbulkan serangan hipertensi selama kencing.
(5) Ca dari pada kulit, melanoma, lambung, paru dan mamma mungkin mengadakan
metastase ke buli-buli, invasi ke buli-buli oleh endometriosis dapat terjadi.

d) Etiologi dan Faktor Resiko


Menurut Coleman, et al, (1997), proses penyakit dari kanker kandung kemih memiliki
beberapa kemungkinan penyebab. Diperkirakan terdapat korelasi yang sangat kuat antara
merokok dengan kejadian kanker kandung kemih. Paparan industri terhadap zat-zat dan
kondisi tertentu juga dapat menyebabkan kanker kandung kemih. Periode laten dari
paparan industri dapat terjadi hingga 20 – 45 tahun. Percobaan untuk menghubungkan
konsumsi kopi dan kanker kandung kemih menghasilkan penemuan yang berlawanan.
Kontroversi lain menghubungkan pemanis buatan dengan kejadian kanker kandung
kemih meskipun penelitian terbaru tidak menemukan peningkatan secara signifikan.

13
Sebagian ahli percaya bahwa klien yang mengalami kekambuhan kanker kandung kemih
harus menghindari pemanis buatan karena dapat memicu agen penyebab kanker.
Kanker kandung kemih memiliki beberapa faktor etiologi termasuk interaksi
antara latar belakang genetik dan faktor lingkungan dan merokok adalah faktor resiko
utama pemicu kanker kandung kemih (Cohen, et al. 2000 dalam Rouissi, et al. 2011), dan
bertanggung jawab atas 50% kasus pada pria dan 35% pada wanita (Zeegers, et al. 2000
dalam Rouissi, et al. 2011).
Asap rokok mengandung sejumlah xenobiotics termasuk oksidan dan radikal
bebas, sehingga asap rokok dapat menurunkan serum dan folat sel darah merah dalam
darah dan antioksidan vitamin B12 (Maninno, et al. 2003; Tungtrongchitr, et al. 2003
dalam Rouissi, et al. 2011). Sebagai tambahan laporan mengindikasikan bahwa
konsentrasi total plasma homocysteine lebih tinggi pada perokok daripada non perokok
(Lwin, et al. 2002; Saw, et al. 2001 dalam Rouissi. et al. 2011).
Penemuan-penemuan ini menunjukkan bahwa fungsi polimorfisme pada gen
terlibat dalam metabolisme folat dan tingkat serum dari vitamin B12 memiliki peranan
penting dalam perkembangan karsinogenesis kanker.
Penelitian menemukan bahwa faktor-faktor berikut beresiko terhadap munculnya
kanker kandung kemih (National Cancer Institute 2010) :
(1) Merokok
Merokok merupakan faktor resiko utama untuk kanker kandung kemih.
Merokok merupakan penyebab utama dari beberapa kasus kanker kandung kemih.
Orang yang merokok selama bertahun-tahun memiliki resiko lebih tinggi daripada
orang yang tidak merokok atau orang yang merokok dalam jangka waktu yang
pendek.
(2) Bahan-bahan kimia di tempat kerja
Orang-orang tertentu memiliki resiko lebih tinggi karena bahan kimia
penyebab kanker di tempat mereka bekerja. Pekerja di industri pewarnaan, karet,
kimia, logam, tekstil, dan bulu, akan memiliki resiko terkena kanker kandung kemih.
Resiko lain juga muncul pada piñata rambut, masinis, pekerja printer, pengecat, dan
supir truk.
(3) Riwayat kanker kandung kemih
Orang-orang yang memiliki riwayat kanker kandung kemih memiliki
kemungkinan untuk kembali memiliki penyakit yang sama.
(4) Pengobatan kanker tertentu
Orang yang pernah mendapatkan pengobatan kanker dengan obat-obatan
tertentu seperti cyclophosphamide akan meningkatkan resiko kanker kandung

14
kemih. Juga orang yang pernah mendapatkan terapi hadradiasi di abdomen atau
panggul akan memiliki resiko.
(5) Arsenik
Arsenik merupakan suatu racun yang mampu meningkatkan resiko kanker
kandung kemih. Di beberapa bagian dunia, kadar arsenik mungkin ditemukan tinggi
pada air minum.
(6) Riwayat keluarga dengan kanker kandung kemih
Keluarga yang memiliki riwayat kanker kandung kemih maupun kanker lain
seperti kanker kolon dan kanker ginjal (RCC) akan menimbulkan resiko kanker
kandung kemih.
(7) Infeksi
Infeksi kronis saluran kencing dan infeksi dari parasit S. haematobium juga
dikaitkan dengan peningkatan resiko kanker kandung kemih, seringnya pada
karsinoma sel skuamosa. Inflamasi kronis juga diperkirakan memainkan peran
penting pada proses karsinogenesis pada kasus ini.

e) Manifestasi Klinis
Kanker kandung kemih dapat menyebabkan beberapa gejala seperti berikut
(National Cancer Institute 2010) :
(1)Terdapat darah dalam urin (urine terlihat seperti berkarat atau merah gelap).
(1)Adanya dorongan mendesak untuk mengosongkan kandung kemih.
(2)Harus mengosongkan kandung kemih lebih sering dari biasanya.
(3)Adanya dorongan untuk mengosongkan kandung kemih tanpa ada hasil.
(4)Merasa perlu berusaha keras saat mengosongkan kandung kemih.
(5)Merasa nyeri saat mengosongkan kandung kemih.

f) Patofisiologi
Keganasan yang terjadi pada kandung kemih ini kebanyakan menyerang pada sel
epitel transisional kandung kemih (Monahan, et al, 2007). Perubahan (mutasi gen) pada
kandung kemih melibatkan zat-zat karsinogen yang didapat dari lingkungan seperti
tembakau, aromatik amina, arsen; faktor resiko lain yang mempengaruhi proses
pertumbuhan sel kanker pada kandung kemih diantaranya : genetik dan riwayat penyakit
kandung kemih sebelumnya. Secara umum, karsinogenesis dapat terjadi melalui aktivasi
proto-onkogen dan rusaknya gen supresor tumor yang termasuk fosfatase dan tensin
homolog (PTEN) dan p53.

Akibat dari mutasi ini terdapat delesi dari kromosom 9 atau mengaktifkan mutasi
dari reseptor faktor pertumbuhan fibroblast 3 (FGFR 3) (Ching & Hansel 2010).
Karsinoma kandung yang masih dini merupakan tumor superficial. Tumor ini lama-
15
kelamaan dapat mengadakan infiltrasi ke lamina propia, otot dan lemak perivesika yang
kemudian menyebar langsung ke jaringan sekitarnya. Hematuria yang disertai nyeri
merupakan gejala awal kanker pada kebanyakan pasien (Nursalam & Batticaca, 2006).

g) Pemeriksaan Diagnostik
(1)Pemeriksaan Laboratorium (Purnomo 2011) :
a. Urinalisis
Pemeriksaan ini meliputi:
1. Maskroskopik dengan menilai warna, bau, dan berat jenis urine.
2. Kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman/pH, protein, dan
3. gula dalam urine.
4. Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast (silinder), atau
bentukan lain di dalam urine.
Pada analisis mikoskopik urine, ditemukannya sel – sel darah merah secara
signifikan (lebih dari 2 per lapang pandang) menunjukkan adanya cedera pada sistem saluran
kemih dan didapatkannya leukositoria (>5/lpb) menunjukkan adanya proses inflamasi pada
saluran kemih.

a. Pemeriksaan Darah
1. Darah rutin
Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglobin,
leukosit, laju endap darah, hitung jenis leukosit, dan hitung trombosit.

2. Faal ginjal
Beberapa uji faal ginjal yang sering diperiksa adalah pemeriksaan
kadar kreatinin, kadar ureum atau BUN (Blood Urea Nitrogen), dan klirens
kreatinin. Sayangnya kedua uji ini baru menunjukkan kelainan, pada saat
ginjal sudah kehilangan 2/3 dari fungsinya. Pemeriksaan klirens kreatinin
untuk menguji rerata laju filtrasi glomerulus atau glomurular filtration rate
(GFR).

3. Faal Hepar
Pemeriksaan faal hepar ditujukan untuk mencari adanya metastasis
suatu keganasan atau untuk melihat fungsi hepar secara umum.

4. β - Human Chorionic Gonadotropin


β – HCG digunakan untuk menunjukkan adanya peningkatan
metastase tumor kandung kemih (Oliver, et.al. 1989)

16
5. Cell survey antigen study
Pemeriksaan laboratorium untuk mencari sel antigen terhadap kanker,
bahan yang digunakan adalah darah vena (Nursalam & Batticaca 2009).

6. Kultur urine
Digunakan untuk memeriksa adanya infeksi saluran kemih.

7. Histopatologi
Pemeriksaan patologi anatomik adalah pemeriksaan histopatologis
yang diambil melalui biopsi jaringan ataupun melalui operasi. Pada
pemeriksaan ini dapat ditentukan suatu jaringan normal, mengalami proses
inflamasi, pertumbuhan benigna, atau terjadi maligna. Selain itu pemeriksaan
ini dapat menentukan stadium patologik serta derajat diferensiasi suatu
keganasan.

8. Sitologi
Pemeriksaan sel-sel urotelium yang terlepas bersama urine (biasanya
nilai negative palsu tinggi). Sample urine sebaiknya diambil setelah pasien
melakukan aktivitas (loncat-loncat atau lari di tempat) dengan harapan lebih
banyak sel urotelium yang terlepas di urine. Derajat perubahan sel
diklasifikasikan dalam lima kelas mulai dari; normal, sel yang mengalami
peradangan, sel atipik, disuga menjadi sel ganas, dan sel yang sudah
mengalami perubahan morfologi menjadi sel ganas.

b. Pemeriksaan Radiologis
1. Foto Polos Abdomen (BOF; BNO; KUB)
Foto polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bladder) adalah foto
skrining untuk pemeriksaan kelainan urologi (Purnomo, 2011).
2. USG
Sebelum pemeriksaan, pasien dipuasakan untuk meminimalkan gas di
usus yang dapat menghalangi pemeriksaan. Pemeriksaan USG merupakan
pemeriksaan yang tidak invasive yang dapat menilai bentuk dan kelainan dari
buli (Muttaqin, 2011).
3. Sitoskopi
Prosedur pemeriksaan ini merupakan inspeksi langsung uretra dan
kandung kemih dengan menggunakan alat sitoskopi (meruapakan suatu alat

17
yang mempunyai lensa optik pada ujungnya sehingga dapat dengan leluasa
melihat langsung). Sitoskop juga memungkinkan ahli urologi untuk
mendapatkan spesimen urine dari setiap ginjal guna mengevaluasi fungsi
ginjal (Muttaqin, 2011).
4. Flow Cytometri (Nursalam 2009)
5. Pielogram Intravena / IVP
Prosedur yang lazim pada IVP adalah foto polos radiografi abdomen
yang kemudian dilanjutkan dengan penyuntikan media kontras intravena.
Jika BUN >70 (azotemia berat) maka tidak dilakukan pemeriksaan IVP
karena GFR-nya rendah. Dengan demikian, zat warna tidak dapat diekskresi
dan pielogram sulit dilihat. IVP dapat memastikan keberadaan posisi ginjal,
serta menilai ukuran dan bentuk ginjal. Efek berbagai pemyakit terhadap
kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengekskresi zat warna juga
dapat dinilai (Price dan Wilson 2005).
6. Arteriogram ginjal
Tindakan memasukkan kateter melalui arteri femoralis dan aorta
abdominlis sampai setinggi arteri renalis selanjutnya media kontas
disuntikkan. Tindakan ini untuk dapat dipakai untuk melihat pembuluh darah
pada neoplasma (Price dan Wilson 2005).

c. Biopsi
Jika pada test pencitraan dicurigai kanker telah menyebar, biopsi dapat
digunakan untuk memastikan penyebaran kanker ke luar kandung kemih seperti
jaringan sekitar kandung kemih, kelenjar limfa, atau organ tubuh lain (American
Cancer Society 2012).
Secara umum peran perawat dalam menjalakan pengkajian diagnostik
meliputi (Muttaqin, 2011) :
(1) Memenuhi informasi umum tentang prosedur diagnostik yang akan
(2) dilaksanakan.
(3) Memberikan informasi waktu dan jadwal yang tepat kapan prosedur
diagnostik akan dilaksanakan.
(4) Memberikan informasi tentang aktivitas yang diperlukan pasien memberikan
instruksi tentang perawatan pasca prosedur, pembatasan diet, dan aktivitas.
(5) Memberikan informasi tentang nutrien khusus yang diberikan setelah
diagnosis.
(6) Memberikan dukungan psikologis untuk menurunkan tingkat kecemasan.
(7) Mengajarkan teknik distraksi dan relaksasi untuk menurunkan
ketidaknyamanan.
(8) Mendorong anggota keluaraga dan orang terdekat, untuk memberikan

18
dukungan emosi pada pasien selama tes diagnostik.

h) Penatalaksanaan
(1) Tindakan konservatif
Irigasi kandung kemih adalah tindakan mencuci kandung kemih dengan
cairan yang mengalir. Tindakan ini dilakukan untuk mempertahankan kepatenan
kandung kemih, membuang atau meminimalkan obstruksi seperti bekuan dan
plug mucus dalam kandung kemih, mencegah atau mengatasi inflamasi atau
infeksi kandung kemih dan untuk memasukkan obat untuk pengobatan kandung
kemih lokal. (Johnson, 2005).
Irigasi dilakuakan dengan instilasi formalin, fenol atau perak nitrat untuk
mencapai penghilangan hematuria dan strangulasi (pengeluaran urine yang
lambat dan menyakitkan). (Baughman, 2000).
(2) Tindakan invasive minimal
Tindakan yang pertama dilakukan untuk mengatasi kanker kandung kemih
adalah dengan TURB. Setelah itu dilanjutkan dengan irigasi atau diversi urine
baik secara sementara ataupun permanen. Transurethral reseksi bledder (TURB):
Prosedur ini, atau disebut dengan "reseksi transurethral dari tumor kandung
kemih", umum untuk kanker kandung kemih tahap awal, atau mereka yang
terbatas pada lapisan superfisial dari dinding kandung kemih. Operasi kanker
kandung kemih ini dilakukan dengan melewatkan instrumen melalui uretra, yang
menghindari memotong melalui perut. Instrumen bedah yang digunakan untuk
operasi ini disebut resectoscope. Sebuah loop kawat di salah satu ujung
resectoscope digunakan untuk menghilangkan jaringan abnormal atau tumor.
Setelah prosedur ini, membakar dasar tumor (fulguration) dapat membantu
memastikan bahwa sel-sel kanker yang tersisa dihancurkan. Atau laser energi
tinggi dapat digunakan. Dan cytoscope digunakan untuk melihat bagian dalam
kandung kemih selama prosedur.
(3) Pembedahan untuk kanker kandung kemih (Cancer Treatment Cancer of America
2013)
Pembedahan biasanya pilihan pengobatan pertama untuk tahap awal kanker
kandung kemih karena tumor memiliki kemungkinan tidak menyebar ke area lain
dari tubuh. Prosedur pembedahan kanker kandung kemih adalah Cystectomy,
pembedahan ini bisa digunakan untuk menghapus baik seluruh atau sebagian dari
kandung kemih. Kadang-kadang, kandung kemih dapat diakses melalui sayatan di
perut. Hal ini juga mungkin untuk melakukan operasi laparoskopi.Operasi

19
laparoskopi, juga disebut operasi lubang kunci, dapat mengurangi rasa sakit dan
mempersingkat waktu pemulihan
(4) Diversi Urine (NKUDIC 2013)
Prosedur ini untuk mengalihkan urine yang diperlukan dalam menangani
kegasanan pada sistem perkemihan. Ketika urin tidak dapat mengalir keluar dari
tubuh , dapat menumpuk di kandung kemih, ureter, dan ginjal. Akibatnya, limbah
tubuh dan air tambahan tidak kosong dari tubuh, berpotensi mengakibatkan rasa
sakit, infeksi saluran kemih, gagal ginjal, atau jika tidak diobati dapat
menimbulkan kematian. Diversi urin dapat bersifat sementara atau permanen,
tergantung pada alasan untuk prosedur ini.
Diversi urin sementara mengalirkan urine selama beberapa hari atau
minggu. Diversi urin sementara mengalirkan urin hingga penyebab penyumbatan
diatasi atau setelah operasi saluran kemih dilakukan. Jenis diversi urin sementara
ini termasuk nefrostomi dan kateterisasi urin.
(5) Radiasi dan Kemoterapi intrabladder atau intrabuli (Singhealth 2013)
Terapi radiasi dapat menjadi alternatif untuk operasi untuk penyakit lokal.
Hal ini juga dapat digunakan jika pasien memiliki penyakit lain yang mencegah
operasi. Atau, dapat digunakan setelah operasi untuk mencoba untuk mengurangi
kemungkinan kanker berulang. Radiasi melibatkan berkonsentrasi sinar berenergi
tinggi ke suatu daerah di mana kanker itu. Efek samping, yang bersifat
sementara , termasuk kemerahan pada kulit, nyeri buang air kecil, melewati
sejumlah kecil urin sering, dan kerugian sementara rambut di lokasi radiasi.
Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan yang membunuh kanker .
Beberapa obat kemoterapi dapat disuntikkan langsung ke dalam kandung kemih
untuk pasien dengan kanker kandung kemih awal, untuk mencegah kambuhnya
kanker. Obat Kemoterapi juga bisa disuntikkan ke pembuluh darah di tangan
untuk membunuh sel-sel kanker kandung kemih yang telah menyebar ke seluruh
tubuh, untuk memperlambat pertumbuhan kanker.
(6) Immunoterapi Intravesical (Cancer Treatment Cancer of America 2013)
Ada beberapa jenis imunoterapi intravesical :
a. Terapi Bacillus Calmette-Guerin ( BCG )
BCG adalah jenis imunoterapi intravesical , dan dapat menjadi cara
yang tepat untuk mengobati stadium awal kanker kandung kemih. BCG
diberikan sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang.
b. Interferon
Beberapa jenis sel dalam tubuh menghasilkan zat yang disebut
interferon, yang membantu merangsang sistem kekebalan tubuh. Bahan

20
kimia alami juga dapat direkayasa untuk digunakan sebagai obat untuk
mengobati berbagai penyakit. Salah satu aplikasi dari disintesis interferon
sebagai pengobatan imunoterapi intravesica l untuk tahap awal kanker
kandung kemih.

i) Komplikasi
Pengobatan (misal: operasi) dan bisa merupakan akibat dari terganggunya
mekanisme tubuh akibat kanker itu sendiri. Kompilikasi akibat dari kanker meliputi
(Medlineplus , 2014) :

(1) Retensi urin akut


Striktur uretra dapat secara total menghalangi aliran urin, menyebabkan retensi
urin akut. Retensi urine adalah ketidakmampuan dalam mengeluarkan urine sesuai
dengan keinginan, sehingga urine yang terkumpul di buli-buli melampaui batas
maksimal.

(2) Hydronephrosis
Hydronephrosis adalah pembesaran satu atau kedua ginjal yang disebabkan
oleh terhalangnya aliran urin.

(3) Masalah seksual (NHS N.D.)


a. Disfungsi ereksi, terjadi pada pria setelah radikal sistektomi dan dapat diobati
dengan inhibitor phosphodiesterase tipe 5.
b. Penyempitan vagina, akibat radiotherapy dan cystectomy yang menyebabkan
vagina memendek dan menyempit. Hal ini menyebabkan rasa sakit saat
penetrasi.
(4) Infeksi
Bisa terjadi akibat penatalaksanaan divers urin, dimana terdapat lubang stoma
yang rentan terhadap kuman yang dapat menyebabkan infeksi. selain itu perawatan
yang kurang tepat setelah pembedahan juga dapat beresiko terjadinya infeksi.

(5) Sedangkan komplikasi lain


Dikaitkan dengan daerah metastase penyakit. Penyebaran dapat terjadi secara
limfogen menuju kelenjar limfe, obturator, iliaka eksterna dan iliaka komunis serta
penyebaran secara hematogen paling sering terjadi di hepar, paru dan tulang.

21
2.9 Asuhan Keperawatan Paliatif pada Pasien dengan Masalah Kandung Kemih
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas pasien (data demografi)
Data demografi pasien meliputi: nama, alamat, jenis kelamin,usia,
pekerjaan, dst. Pajanan okupasional dengan zat – zat
karsinogenkhususnya bahan pewarna dan pelarut yang digunakan dalam
indutridapat menjadi faktor resiko.
b. Keluhan utama
Keluhan yang paling lazim didapatkan adalah adanya darahpada urin
(hematuria). Hematuria mungkin dapat dilihat dengan matatelanjang
(gross), tetapi mungkin pula hanya terlihat dengan bantuanmikroskop
(mikroskopis). Hematuria biasanya tidak menimbulkanrasa sakit.
Keluhan lainnya meliputi sering BAK dan nyeri saat
BAK(diuria).Pasien dengan penyakit lanjut dapat hadir dengan nyeri
panggulatau tulang, edema ekstremitas bawah dari kompresi
korpusiliaka, atau nyeri panggul dari obstruksi saluran kemih.
Superfisialkanker kandung kemih jarang ditemukan selama pemeriksaan
fisik.Kadang – kadang, massa abdomen atau pelvis dapat teraba.
Periksauntuk limfadenopati.
c. Riwayat penyakit sekarang
Mendiskripsikan secara kronologis tentang perjalanan penyakitpasien
mulai dari awal mula sakit sampai dibawa ke rumahsakit.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pasien memiliki riwayat kesehatan seperti infeksi atauiritasi saluran
kemih atau gangguan berkemih seperti hematuria dandisuria.
e. Riwayat penyakit keluarga
Berhunbungan dengan riwayat kanker dalam keluarga sepertikanker
prostat, kanker ginjal, dan lainlain.
f. Riwayat penggunaan obat-obatan
Pasien mungkin mengkonsumsi obat-obatan sepertisiklofosfamid
(cytoxan) yang menjadi faktor penyebab.
g. Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan.
22
Misalnya kebiasaan merokok. Panjanan lingkungan dengan
zatkarsinogen seperti 2-naftilamin, senyawanitrat.
2. Pemeriksan Fisik
a) Keadaan umum pasien (tanda-tanda vital)
b) Kesadaran pasien
c) Pemeriksaan Head to Toes
 Kepala: normal
 Mata:
inspeksi: konjungtiva anemis
 Hidung: normal
 Dada & axila: normal
 Pernafasan: normal
 Sirkulasi jantung:terjadi peningkatan aliran darah ke kandung kemih
karenaproliferasi sel meningkat
 Abdomen:
Inspeksi: distensi abdomen
Palpasi: nyeri tekan padaabdomen
 Genitouary:
Inspeksi: hematuria
Palpasi: teraba ada massa pada daerah suprasimfisis,abdomen
kuadran bawah.
 Ekstremitas (integumen & muskuluskletal):
Inspeksi: kemerahan/iritasi pada daerah genitalia.
Palpasi: tugor kulit jelek. Kulit tampakpucat.
3. Pengkajian Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Urinalisis
Pada analisis mikoskopik urine, ditemukannya sel – seldarah merah
secara signifikan (lebih dari 2 per lapangpandang)menunjukkan
adanya cedera pada sistem saluran kemih dandidapatkannya
leukositoria (>5/lpb) menunjukkan adanyaproses inflamasi pada
saluran kemih (Purnomo, 2011)
2. Pemeriksaan Darah
 Darah rutin (Purnomo 2011)

23
Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan
kadarhemoglobin, leukosit, laju endap darah, hitung jenis
leukosit,dan hitung trombosit.
 Faal ginjal (Purnomo 2011)
Beberapa uji faal ginjal yang sering diperiksa adalahpemeriksaan
kadar kreatinin, kadar ureum atau BUN (BloodUreaNitrogen), dan
klirens kreatinin.
 Faal Hepar (Purnomo 2011)
Pemeriksaan faal hepar ditujukan untuk mencari adanyametastasis
suatu keganasan atau untuk melihat fungsi heparsecara umum
 Pemeriksaan penanda tumor (tumor marker)
Pemeriksaan penanda tumor antara lain adalah : PAP(Prostatic
Acid Phosphate) dan PSA (Prostat Spesific Antigen)yang berguna
untuk menegakkan diagnosis karsinoma. PSA inidapat digunakan
sebagai deteksi awal tumor yang tidakinvasif (Luo 2004).
 Cell survey antigen study (Nursalam 2009)
Pemeriksaan laboratorium untuk mencari sel
antigenterhadapkanker, bahan yang digunakan adalah darah vena.
 Kultur urine
Digunakan untuk memeriksa adanya infeksi saluran kemih.
 Histopatologi
Pemeriksaan ini dapat menentukan suatu jaringan
normal,mengalami proses inflamasi, pertumbuhan benigna, atau
terjadimaligna. Selain itu pemeriksaan ini dapat menentukan
stadiumpatologik serta derajat diferensiasi suatu keganasan.
 Sitologi
Pemeriksaan sel-sel urotelium yang terlepas bersama
urine(biasanya nilai negative palsu tinggi). Derajat perubahan
seldiklasifikasikan dalam lima kelas mulai dari; normal, sel
yangmengalami peradangan, sel atipik, disuga menjadi sel ganas,
dan sel yang sudah mengalami perubahan morfologi menjadi sel
ganas.

24
b. Pemeriksaan Radiologis
1) Foto Polos Abdomen (BOF; BNO; KUB) (Purnomo 2011)
Foto polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bladder) adalahfoto
skrining untuk pemeriksaan kelainan urologi.

2) USG (Muttaqin 2011)


Sebelum pemeriksaan, pasien dipuasakan untuk meminimalkangas di
usus yang dapat menghalangi pemeriksaan. Pemeriksaan
USGmerupakan pemeriksaan yang tidak invasive yang dapat
menilaibentuk dan kelainan dari buli.
3) Sitoskopi (Muttaqin 2011)
Prosedur pemeriksaan ini merupakan inspeksi langsung uretradan
kandung kemih dengan menggunakan alat sitoskopi (merupakansuat
alat yang mempunyai lensa optik pada ujungnya sehingga
dapatdengan leluasa melihat langsung). Sitoskop juga
memungkinkan ahliurologi untuk mendapatkan spesimen urine dari
setiap ginjalguna mengevaluasi fungsi ginjal. Alat forceps dapat
dimasukkan melalui sitokop untuk keperluan biopsi pada kandunng
kemih.
4) Flow Cytometri (Nursalam 2009)
Mendeteksi adanya kelaian kromosom sel-sel urotelim.
5) Pielogram Intravena / IVP (Price dan Wilson 2005)
Prosedur yang lazim pada IVP adalah foto polos radiografiabdomen
yang kemudian dilanjutkan dengan penyuntikan mediakontras
intravena. IVP dapat memastikan keberadaan posisi ginjal,serta
menilai ukuran dan bentuk ginjal. Efek berbagai pemyakitterhadap
kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengekskresi zatwarna
juga dapat dinilai.
6) Arteriogram ginjal (Price dan Wilson 2005)
Tindakan memasukkan kateter melalui arteri femoralis danaorta
abdominlis sampai setinggi arteri renalis selanjutnya mediakontas

25
disuntikkan. Tindakan ini untuk dapat sipakai untuk
melihatpembuluh darah pada neoplasma
7) CT-scan (Price dan Wilson 2005)
CT-scan berperan penting dalam penetapan stadium
neoplasmamenggantikan IVP dalam kasus traumaginjal.
8) Biopsi (American Cancer Society 2012)
Jika pada test pencitraan dicurigai kanker telah menyebar,biopsi
dapat digunakan untuk memastikan penyebaran kanker ke
luarkandungkemih seperti jaringan sekitar kandung kemih, kelenjar
limfa, atauorgan tubuh lain.

B. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah

1 Data Subjektif: Malignansi sel Gangguan eliminasi


. kandungkemih
Klien mengeluh urine
mengalami ↓

masalah urine Invasi sel tumor ke


dalam jaringan lebih
Data Objektif:
dalam
- Distensi abdomen (+)

- Retensi urine
Peningkatan aktivasi
- Disuria produksi sel tumor

26
Inflamasi kandung
kemih

Penurunan kapasitas
kandung kemih

Retensi urin, diuria, dan


nokturia

Gangguan Eliminasi

2 Data Subjektif: Malignansi sel Nyeri


. kandungkemih
Klien mengeluh nyeri
di daerah suprapubis ↓
sejak beberapa bulan
Invasi sel tumor ke
lalu
dalam jaringan lebih
P: Nyeri muncul saat dalam
ingin

berkemih.
Peningkatan aktivasi
Q: Nyeri hebat seperti produksi sel tumor
ditusuk –tusuk pada

akhir miksi.

27
R: Nyeri terdapat pada Inflamasi kandung
bagian sudut kemih
kostovertebrata dan

menjalar ke umbilikus.
Supresi sel saraf di
S: Nyeri yang
kandung kemih
dirasakan dari

skala 1-10 disebutkan
7. Merangsang
nosireseptor di
T: Nyeri muncul saat
hipotalamus dan korteks
ingin
serebri
berkemih dan nyeri

berkurang saat selesei
miksi. Nyeri sangat Persepsi nyeri
hebat pada akhir miksi.

Data Objektif:
Nyeri
Wajah klien tampak

meringis.

3 Data Subjektif: - Malignansi sel Ketidakefektifan


. kandungkemih
Data Objektif: perfusi jaringan ginjal

- Hematuria
Lapisan mukosa
- Disuria
kandung kemih rapuh
- BUN meningkat

28
- Pucat ↓

- Sianosis Pendarahan mukosa


kandung kemih
- Penafasan cuping
hidung ↓

Hematuria

Anemia

Hb ↓

Ikatan Hb dan O2 ↓

Hipoksia

Gangguan transport
oksigen melalui
membrane kapiler

Ketidakefektifan perfusi
jaringan ginjal

29
4 Data Subjektif: Klien Malignansi sel Intoleransi Aktivitas
. kandungkemih
mengeluh mudah lelah
setelah ↓

beraktivitas Lapisan mukosa


kandung kemih rapuh
Data Objektif:

- Pusing
Pendarahan mukosa
- Fatigue
kandung kemih
- Pucat

- Dispneu
Hematuria

Anemia

Mudah lelah

Intoleransi Aktivitas

5 Data Subjektif: Malignansi sel kandung Risiko tinggi infeksi


.
- kemih

Data Objektif: ↓

30
- Pembedahan Dilakukan tindakan

bedah

Luka post operasi

Resiko Infeksi

6 Data Subjektif: Informasi yang kurang Kurangnya pengetahua


. tentang tindakan
Pasien mengatakan
diagnostik invasif,
tidak tahu
intervensi kemoterapi,
tentang penyakitnya radiasi dan pembedahan,
adanya stoma,
Data Objektif:
perencanaan pasien
- Pasien tampak cemas pulang.
dan

bingung

- Pasien bertanya –
tanya

tentang penyakit yang

dialaminya

31
C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi urine b.d retensi urine, diuria, nokturia
2. Nyeri b.d supresi sel saraf akibat pembesaran karsinoma padakandung
kemih
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan ginjal b.d gangguan transportoksigen
melalui membrane kapiler
4. Intoleransi aktivitas b.d anemia
5. Risiko tinggi infeksi b.d luka post operasi
6. Kurangnya pengetahuan b.d informasi yang kurang tentang
tindakandiagnostik invasif, intervensi kemoterapi, radiasi danpembedahan,
adanya stoma, perencanaan pasien pulang.

D. Rencana Keperawatan
1. Gangguan eliminasi urine b.d retensi urine, diuria, nokturia

Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, eliminasi urine dapat


optimal sesuai toleransiindividu

Kriteria evaluasi :

- Secara subjektif pasien tidak mengeluh mengalami


gangguan eliminasi urine

- Secara objektif berpartisipasi dalam aktivitas yang


berhubungan dengan perawatan nefrostomi tube

Intervensi Rasional

Lakukan dan Pasca bedah dengan


ajarkan cara perawatan nefrostomi tube yang ada,
nefrostomi tube maka pasien atau
keluargaperlu diajak
dalam berpartisipasi
32
agarkemandirian
meningkat.

Pantau proses Mengembangkan


penyembuhan luka insisi intervensi dini terhadap
pada sekitar nefrostomi kemungkinan komplikasi
tube.

Anjurkan klien Menurunkan


mengunjungi kecemasan dan ketakutan
seorangyang telah terhadap kemampuan
mengalami nefrostomi beradaptasi
tube .

Sarankan klien Menurunkan resiko


untuk mencegah infeksi
kontakurine dengan kulit,
untuk mencegah iritasi
kulit akibat diversi urine.

Nilai kemampuan Sebagai pegangan


partisipasi pasien dan informasi
keluarga

2. Nyeri b.d supresi sel saraf akibat pembesaran karsinoma pada

33
kandung kemih

Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, skala nyeri menurun

Kriteria evaluasi : Secara objektif klien tampak lebih nyaman

Intervensi Rasional

Perhatikan lokasi, Menentukan


intensitas, dan durasinyeri keparahan nyeri

Berikan rasa Menurunkan


nyaman (perubahan tegangan otot
posisi,kompres hangat)

Dorong Meningkatkan kemampuan


menggunakan teknik koping
relaksasi (nafas dalam,
imaginary, atau
visualisasi)

Kolaborasi Menurunkan nyeri


pemberian obat analgesik, dang meningkatkan
kortikosteroid, relaksasi otot.
antispasmodik

Pantau skala nyeri Menetukan


penurunan skala nyeri

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan ginjal b.d gangguan


transport oksigen melalui membrane kapiler

Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, perfusi jaringan ginjal adekuat


34
Kriteria evaluasi :

- Secara objektif pasien tidak pucat dan pernafasan cuping hidung


(-)

- Haluaran urine adekuat dan hematuri (-)

- Hb meningkat

Intervensi Rasional

Observasi status hidrasi Memantau tekanan


dan TTV ortostatik

Pantau hasil laboratorium Mengetahui peningkatan


yang relevan Hb.

Pantau BUN, elektrolit Untuk mengetau faal


serum, kreatinin serum, ginjal
pH, dan kadar hematokrit

Observasi hematuria Memantau pembekuan


darah

Pertahankan keakuratan Mencegah dehidrasi


pencatatan asupan dan maupun over hidrasi
haluaran

4. Intoleransi aktivitas b.d anemia

Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam, pasien menunjukkan toleransi


35
terhadap aktivitas.

Kriteria evaluasi :

- Klien mampu beraktivitas secara bertahap.

- Tidak ada keluhan sesak napas dan fatigue selama aktivitas.

Intervensi Rasional

Evaluasi motivasi dan Menjadi data dasar


keinginan pasien untuk kepatuhan pasien
meningkatkan aktivitas

Ajarkan tentang Untuk mencegah


pengaturan aktivitas dan kelelahan
teknik manjemen waktu

Penggunaan teknik Untuk mencegah cepat lelah


relaksasi (misalnya:
distraksi, visualisasi)
selama aktivitas

Pantau respon Menjadi indikasi aktivitas


kardiorespiratori untukdisudahi (istirahat
(misalnya: dispnea, pucat, dahulu)
frekuensi nafas, dan
denyut nadi)

Pantau asupan nutrisi Untuk memastikan


sumber – sumberenergi
yang adekuat

36
Pantau pola tidur dan Mengetahui pola istirahat
lamanya waktutidur pasien

5. Risiko tinggi infeksi b.d luka post operasi

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam, tidak terjadi infeksi

Kriteria evaluasi : TTV normal, tidak ada tanda dan gejala


ISK

Intervensi Rasional

Gunakan sabun Mencegah transmisi


antimikrobial untuk organisme

cuci tangan

Pertahankan intake Meningkatkan aliran urine


cairan adekuat

Ajarkan klien cuci Memberikan informasi tentang


tangan personal higiene

Ajarkan klien tentang Memberikan informasi


gejala dan tanda infeksi, untuk meningkatkan
serta anjurkan untuk kepatuhan
melaporkannya

Ajarkan klien dan Dapat mencegah infeksi


keluarga untuk
mengalirkan kantong
untuk mencegah refluks

Kaji jenis pembedahan, Mengidentifikasi


dan apakah adanya kemajuan atau
37
anjuran khusus dari tim penyimpangan dari tujuan
dokter bedah dalam yang diharapkan.
melakukan perawatan
luka

Lakukan mobilisasi Mencegah


miring kiri-kanan tiap 2 penekanan setempat yang
jam berlanjut pada nekrosis
jaringan lunak.

Lakukan perawatan luka: Perawatan luka


sebaiknya tidak setiap hari
 Lakukan perawatan luka
untuk menurunkan kontak
steril padahari ke-3 operasi dan
tindakandengan luka yang
diulang setiap2 hari sekali
dalam kondisi steril
 Bersihkan lukan dengan sehingga mencegah
cairanantiseptik jenis iodine kontaminasi kuman ke
providumdengan cara swabbing luka bedah.
dari arah dalam ke luar.
Pembersihan debris
(sisa fagositosis, jaringan
 Bersihkan bekas sisa iodin mati) dan kuman sekitar
providum dengan alkohol 70% luka dengan
atau normalsaline dengan cara mengoptimalkan kelebihan
swabbing dari arah dalam ke dari iodin providum
luar. sebagai antiseptik dan
dengan arah dari dalam

 Tutup luka dengan kasa steril keluar dapat mencegah

dan tutup dengan plester adhesif kontaminasi kuman ke

yang menyeluruh menutupi kasa


38
jaringan luka.

Antiseptik iodine
providumkelemahan dalam
menurunkan proses
epitelisasi jaringan
sehingga memperlambat
pertumbuhan luka, maka
harus dibersihkan dengan
alkohol atau normal saline.

Penutupan secara
menyeluruh dapat
menghindari kontaminasi
dari benda atau udara yang
bersentuhan dengan luka
bedah

6. Kurangnya pengetahuan b.d informasi yang kurang


tentang tindakan diagnostik invasif, intervensi kemoterapi,
radiasi dan pembedahan, adanya stoma, perencanaan pasien
pulang

Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam, terpenuhinya informasi


yang dibutuhkan

pasien.

Kriteria evaluasi :

39
- Pasien teradaptasi dengan kondisi yang dialami.

- Pasien mampu mengungkapkan jadwal pengobatan dan


tujuannya.

Intervensi Rasional

Ajarkan klien dan Meningkatkan


keluarga prosedur dan pemahaman dan
tujuan terapi. menurunkan ansietas.

Lakukan pemberian kemoterapi


intravesika :

 Gunakan teknik steril dalam


Mencegah infeksi
kateterisasi
 Intruksikan klien untuk berkemih
sebelum obat dimasukkan
 Intruksikan untuk selalu Meningkatkan retensi
mengubah posisi obat.
 Intruksikan untuk
menungguberkemih selama
beberapa jam Meningkatkan lapisan
 Intruksikan klien untuk toileting
bagian dalam kandung kemih
hati-hati
dengan obat-obatan.

Memberikan kontak yang


besar dari obat dengan
permukaan kandung kemih.

Mencegah pemajanan
pada kemoterapi dan
imunoterapi yang dikeluarkan
40
melalui urine.

Ajarkan perawatan Meningkatkan kemandirian


nefrostomi tube selama di
rumah

41
E. Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah mendapatkan intervensi keperawatan adalah
sebagai berikut:
1. Eliminasi urine dapat optimal sesuai toleransi individu
2. Penurunan skala nyeri
3. Perfusi jaringan ginjal adekuat
4. Pasien menunjukkan toleransi terhadap aktivitas.
5. Tidak terjadi infeksi pada luka pasca bedah.
6. Informasi kesehatan terpenuhi

BAB III

PENUTUP

42
3.1. Simpulan

Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas


hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa,
dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini,
pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik
fisik, psikologis, sosial atau spiritual.

Kanker kandung kemih adalah jenis kanker yang berkembang di daerah


kandung kemih, organ berbetuk balon terletak di bagian panggul yang
menyimpang urin. Kebanyakan kanker ini diawali pada sel-sel yang melapisi
bagian dalam kandung kemih.

Tidak jelas apa yang menyebabkan kanker kandung kemih. Kanker kandung
kemih memiliki keterkaitan dengan merokok, infeksi parasit, radiasi dan terkena
zat kimia. Kanker kandung kemih terjadi karena mutasi sel. Mutasi ini
menyebabkan sel tumbuh dengan tidak terkendalikan dan kemudian hidup ketika
sel lainnya mati.

3.2. Saran

Semoga dengan makalah ini, pembaca dapat mengerti bagaimana asuhan


keperawatan paliatif pada klien dengan kanker kandung kemih, dan paham
bagaimana patofiologi yang terjadi klien kanker kandung kemih. sehingga bisa
berpikir kritis dalam melakukan tindakan keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, M. L. 2013. Nurse to Nurse Perawatan Paliatif. Jakarta: Salemba Medika.

43
Cancer Treatment Cancer of America (2013). Diakses dari http://www.cancercenter
.com/bladder-cancer/surgery/ pada tanggal 14 Maret 2014 pukul 20.00 WIB

Carpenito, LJ (2009). Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis Edisi 9. Jakarta:
EGC

Friedman, M.M, V, Jones Elaine G. 2013. Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset Teori dan
Praktik. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Misgiyanto & Susilawati, D. 2014. Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Tingkat
Kecemasan Penderita Kanker Serviks Paliatif. Semarang: Universitas Diponegoro.

Muttaqin, A & Sari, K (2011). Asuhan Keperawatan gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika. Hal: 218-129

National Cancer Institute (2010). What You Need To Know About™ Bladder Cancer. Rockville:
U.S. Department of Health and Human

National Consensus Project for Quality Palliative Care. 2013. Clinical Practice Guidelines for
Quality Palliative Care, Third Edition. USA: National Consensus Project for Quality
Palliative Care.

Nursalam & Batticaca, FB. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Wilkinson, Judith M. (2011). Buku Saku Diagnosa Keperawatan: Diagnosa NANDA,


Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Edisi 9. Jakarta: EGC

44

Anda mungkin juga menyukai