Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dunia teknologi semakin maju dan modern. Banyak penelitian telah
dilakukan, terutama di bidang kesehatan sendiri. Sehingga menghasilkan
intervensi terbaru untuk pemecahan masalah yang terjadi. Banyak penyakit
menular dapat dicegah, penyakit lainnya dapat diobati, sebagian dilakukan
pembedahan dan berbagai cara sesuai dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi yang ada. Tetapi belum ada pengobatan yang dapat memberi
kesembuhan pada pasien dengan penyakit terminal (Rantung J. dan Cherley
2018).
Pasien dengan penyakit terminal, tidak dapat disembuhkan dengan
perawatan secara kuratif. Terapi kuratif dapat membantu mengurangi tanda dan
gejala yang dirasakan. Kebutuhan pasien terminal adalah perawatan yang dapat
membantu mengurangi penderitaan dari proses penyakit secara fisik, sosial dan
psikologi (Rantung J. dan Cherley 2018).
Penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif yaitu: penyakit kanker,
penyakit degeneratif, penyakit paru obstruktif kronis, cystic fibrosis, stroke,
Parkinson, gagal jantung/heart failure, penyakit genetika dan penyakit infeksi
seperti HIV/AIDS yang memerlukan perawatan paliatif, disamping kegiatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. (Kepmenkes RI Nomor: 812,
2007).
Kematian merupakan konsekuensi paling buruk yang dialami seorang
pasien dengan penyakit terminal. Kondisi kritis menuju kematian menjadi
tahapan kehidupan yang paling menakutkan bagi setiap orang (Benini, 2008).
Di Indonesia, perawatan paliatif telah diperkenalkan ke dalam sistem
pelayanan kesehatan di Indonesia sejak tahun 1989, melalui Peraturan Menteri
Kesehatan No. 604/MENKES/SK/IX/1989 tentang program pengendalian

1
Kanker Nasional. Dengan peraturan ini, pemerintah menciptakan empat
kelompok kerja, salah satunya difokuskan pada pengembangan perawatan
paliatif dan manajemen nyeri untuk pasien kanker. Perawatan paliatif telah
dimulai sejak tahun 1992 dan telah menjadi agenda pemerintah Indonesia pada
tahun 2007 dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.812/Menkes/SK/VII/2007 tentang Kebijakan Perawatan Paliatif.
Untuk pengembangan dan peningkatan mutu perawatan paliatif
diperlukan pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan kesehatan dan non
kesehatan, pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan/Continuing
Professional Development untuk perawatan paliatif (SDM) untuk jumlah, jenis
dan kualitas pelayanan, menjalankan program keselamatan pasien/patient
safety. (Kepmenkes RI Nomor: 812, 2007).
Pihak yang terlibat dalam pelayanan perawatan paliatif salah satu
diantaranya adalah perawat. Pelayanan yang diberikan berupa asuhan
keperawatan secara langsung kepada pasien (individu dan keluarga) sesuai
dengan kriteria dan kompetensi modul pelatihan yang terstandar. Dengan
harapan bahwa perawat dapat mengetahui lebih jauh mengenai kesehatan
pasien dan keluarga. Serta mampu mengidentifikasi, mengkaji, memberikan
dan mengelola sesuai asuhan keperawatan paliatif. (Asmadi, 2008).

B. Rumusan Masalah
1. Apa maksud dari perawatan paliatif dan bagaimana konsep etiknya?
2. Apa yang dimaksud dengan kepatutan terapi?
3. Apa yang dimaksud dengan allow natural death (AND)?
4. Apa yang dilakukan saat hendak menahan dan atau menghentikan terapi
medic kepada pasien?
5. Bagaimana cara pemberian informasi yang diberikan untuk keluarga
pasien?

2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui maksud dari perawatan paliatif serta mengetahui konsep
etik dari perawatan paliatif.
2. Untuk mengetahui maksud dari kepatutan terapi.
3. Untuk mengetahui arti dan maksud dari allow natural death (AND).
4. Untuk mengetahui maksud dari mehanan dan menghentikan terapi medic
dan hal apa saja yang kita lakukan ketika menahan atau mengehentikan
terapi medic kepada pasien.
5. Untuk mengetahui seperti apa cara perawat atau tenaga medis
menyampaikan informasi kepada keluarga pasien dengan penyakit
terminal.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Konsep Etik Perawatan Paliatif


World Health Organization (WHO) mendefinisikan perawatan paliatif
sebagai pendekatan tim interdisipliner untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien dan keluarga dengan penyakit yang mengancam jiwa melalui
identifikasi awal, penilaian, pengobatan nyeri dan masalah fisik, psikologis,
dan spiritual lainnya. Perawatan paliatif tidak boleh dikacaukan dengan
pengakhiran hidup dan penghentian perawatan rumah sakit. Perawatan paliatif
dapat dimulai sementara kuratif atau modifikasi penyakit masih dilakukan.
National Hospice and Palliative Care Organization (NHPCO)
menyatakan bahwa tujuan dari perawatan paliatif adalah peningkatan kualitas
hidup pada mereka yang mengalami penyakit serius serta membantu keluarga
selama dan setelah perawatan yang mereka terima. Melalui pendekatan tim
interdisiplin, perawatan paliatif memberikan dukungan dan perawatan untuk
individu dengan penyakit yang membatasi usia harapan hidup disemua tananan
pelayanan serta memenuhi kebutuhan klien dan keluarga. Bahwa klien
memiliki pilihan adalah fokus utama dalam konsep perawatan paliatif.
Perawatan paliatif adalah perawatan interdisipliner (kedokteran,
keperawatan, pekerja sosial, dan spesialisasi lainnya bila perlu) yang berfokus
pada peningkatkan kualitas hidup bagi seseorang dengan penyakit serius dan
keluarga mereka. Perawatan paliatif ditujukan untuk mengurangi rasa nyeri,
gejala penyerta, tekanan psikologis dan spiritual, dengan menggunakan
keterampilan komunikasi, koordinasi dan perawatan yang tepat. Perawatan
paliatif memberikan dukungan tambahan untuk pasien, orang yang mereka
cintai, dan dokter yang merawat. Idealnya perawatan paliatif dimulai pada saat
pasien terdiagnosis dan diberikan bersamaan dengan perawatan kuratif
(Muyassaroh, Lestari T, 2019)

4
Etika merupakan prinsip nilai-nilai luhur yang dipegang sebagai
komitmen bersama. Yaitu bahwa setiap pasien kanker dan keluarga memiliki
hak untuk mendapatkan informasi dan dilibatkan dalam pengambilan
keputusan medis. Prinsip-prinsip medis yang disepakati dan perlu diketahui
dalam pelayanan paliatif maupun medis secara umum adalah:
1. Etika Paliatif
a. Autonomy
Hak individu dalam membuat keputusan terhadap tindakan yang
akan dilakukan atau tidak dilakukan setelah mendapatkan informasi
dari dokter serta memahami informasi tersebut secara jelas. Pada
pasien anak, autonomy tersebut diberikan pada orangtua atau wali.
b. Beneficence
Tindakan yang dilakukan harus memberikan manfaat bagi
pasien dengan memperhatikan kenyamanan, kemandirian,
kesejahteraan pasien dan keluarga, serta sesuai keyakinan dan
kepercayaannya.
c. Non-maleficence
Tindakan yang dilakukan harus tidak bertujuan mencederai atau
memperburuk keadaan kondisi yang ada.
d. Justice
Memperlakukan semua pasien tanpa diskriminasi (tidak membe-
dakan ras, suku, agama, gender dan status ekonomi)
(Kemenkess RI)

Tindakan yang telah disetujui oleh pasien dan atau keluarga harus
dituangkan dalam “inform consent” dan ditandatangani oleh pasien dan
keluarga dan petugas kesehatan sebelum tindakan dilakukan atau tidak
dilakukan (Kemenkes RI).

5
B. Kepatutan Terapi
Yang dimaksud kepatutan terapi pada pasien paliatif kanker adalah
suatu pertimbangan cost benefit. Terapi berlebihan yang bertujuan
memperpanjang proses kematian secara intensif tidak memberikan manfaat.
Berarti justru menambah penderitaan pasien. Pertimbangan ini harus
berdasarkan etika, tergantung pada situasi klinis medis, paliatif, serta penilaian
yang dilakukan secara seksama (Kemenkes RI).
Salah satu terapi yang bisa digunakan sebagai penatalaksanaan
pengobatan penyakit berbahaya (seperti kanker) adalah kemoterapi.
Kemoterapi merupakan bagian dari pengobatan terpadu kanker yang
mempunyai dasar klinis dan terbukti bermanfaat meningkatkan angka survival,
terutama dalam kerangka ajuvan. Pada stadium lanjut, kambuh ataupun kanker
yang menyebar, kemoterapi dapat memperbaiki kualitas hidup. Walaupun
demikian diperlukan perhatian yang khusus pada pemberian kemoterapi karena
memunyai efek samping yang cukup berat (ADA DI HP)

C. Allow Natural Death (AND)


Suatu keputusan untuk tidak melaksanakan resusitasi pada pasien
stadium terminal apabila diindikasikan. Tidak melakukan resusitasi bukan
berarti meniadakan tindakan yang diperlukan untuk mencapai kematian yang
bermartabat, misalnya pemberian cairan apabila dehidrasi menimbulkan
ketidaknyamanan pasien, pemberian obat-obat anti nyeri, pemberian oksigen
apabila ditemu-kan hipoksia pada sesak nafas, dan nutrisi yang sesuai kondisi
pasien.obat lain secara simptomatis (Kemenkes RI).
Telah diusulkan bahwa menggunakan istilah “lebih lembut, lebih
nyaman, lebih hangat” istilah “Allow Natural Death” (AND) daripada DNR
(Do Not Resuscitate) mungkin lebih dapat diterima oleh pasien dan keluarga
dengan mempertimbangkan masalah End Of Life (EOL). Ungkapan “AND”
pertama kali diperkenalkan pada Pusat Medis St. David di Austin, Texas,

6
dengan harapan akan "meningkatkan jumlah pasien yang sakit parah yang
dibiarkan meninggal dunia dengan bermartabat". Dalam penelitian selanjutnya
dengan peserta netral dan pengganti pembuat keputusan tetapi bukan pasien itu
sendiri, peserta ujian lebih cenderung memilih AND daripada pesanan DNR.
Sayangnya, ada kekurangan informasi tentang penerimaan pasien kanker yang
sakit parah untuk pesanan "AND" dan "DNR", tentang pengetahuan mereka
tentang pilihan pengobatan EOL, dan tentang faktor mana yang berkontribusi
pada keputusan yang mereka ambil terkait perawatan EOL. Ini adalah studi
tentang bagaimana pasien dengan kanker stadium lanjut memandang prognosis
dan perawatan EOL mereka secara umum. Selain itu, preferensi mereka
terhadap kode lengkap versus "DNR" atau "AND" dieksplorasi dan dianalisis
dalam kaitannya dengan karakteristik, sikap, dan persepsi prognosis pasien
(Miljkovic MD et. All., 2015).

D. Menahan dan Menghentikan Terapi Medic


Menahan dan Menghentikan Terapi Medik (To Withhold and Withdraw
Curing Versus Caring). Sesuai prinsip perawatan paliatif, tujuan terapi pada
pasien stadium terminal adalah untuk mencapai kondisi nyaman dan meninggal
secara bermartabat. Sehingga terapi yang diberikan bertujuan untuk
memperpanjang proses kematian harus dihentikan dan terapi yang tidak sesuai
dengan tujuan di atas tidak mungkin diberikan.
Pasien memiliki hak untuk mendapatkan informasi. Dalam
penyampaian diagnosa dan prognosa, diperlukan keterampilan untuk
mengetahui kesiapan pasien dalam menerima informasi sejauh yang
dikehendaki pasien.
Dalam memberikan terapi paliatif pada pasien kanker stadium terminal,
kondisi pasien dinilai berdasarkan:
• Kondisi fisiologi sistem organ
• Terapi

7
• Derajat kesadaran

Pada pasien dengan kondisi terminal (mengalami kematian batang otak)


yang mendapatkan bantuan hidup ventilator, diharapkan tim medis dapat
menjelaskan manfaat dan kerugian melanjutkan penggunaan ventilator pada
kondisi tersebut. Bila keluarga memilih menghentikan ventilator, maka
persetujuan tertulis (formulir inform concent) dan pelepasan ventilator
dilakukan oleh keluarga didampingi petugas medis (Kemenkes RI).

E. Penyingkapan Informasi (Disclosure)


Penyingkapan/penyampaian informasi merupakan pemberian informasi
dari petugas kesehatan kepada pasien dan keluarga tentang kondisi medis
pasien, diagnose, dan prognosa. Penyampaian tersebut diberikan dengan tiga
cara:
1. Informasi kepada keluarga:
Keluarga (orang yang dikehendaki pasien) berhak mendapatkan
informasi, terutama bila pasien tidak mapu membuat keputusan.
2. Informasi yang diberikan harus dapat membantu keluarga dalam
membuat keputusan.
3. Apabila terdapat perbedaan antar pasien dan keluarga dalam dalam hal
pengambilan keputusan, keputusan pasien yang harus diperhatikan.
(Kemenkes RI)
Perawat memerankan peran penting dalam mengkaji kebutuhan edukasi
dan dukungan dari anggota keluarga, memberikan informasi dan dukugan, serta
merujuk pemberi perawatan kepada anggota tim lain dan institusi di komunitas
untuk memenuhi kebutuhan mereka. Jika beban fisik atau emosional pada
pemberi asuhan keperawatan ini mulai berlebian, perawat harus mendiskusikan
pilihan perawatan lain. Keluarga dari klien yang menderita penyakit terminal
secara umum menjadi pemberi asuhan perawatan utama pada lingkungan
perawatan di rumah dan sering kali terlibat secara aktif dalam memberikan

8
perawatan di tatanan perawatan paliatif lainnya (misalnya fasilitas perawatan
yang lebih luas, tatanan perawatan akut). Untuk itu keluarga akan diberikan
edukasi dan dukungan dari pemberi layanan kesehatan untuk melakukan
tindakan ataupun perawatan yang tepat untuk keluarganya (Black, Joyce M.,
dan Jane Hokanson H. 2014).

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemberian pelayanan perawatan paliatif dilakukan oleh tim paliatif
yang terdiri dari dokter, perawat, pekerja sosial, psikolog, konselor spiritual
(rohaniawan), relawan, apoteker, ahli gizi dan profesi lain yang terkait dan
fokus pendekatannya adalah kepada pasien dan keluarga. Peranan tim paliatif
diantaranya yaitu memberikan dukungan pada pasien dan keluarga,
menyediakan dan meningkatkan manajemen gejala fisik dan emosional,
melakukan kolaborasi untuk memenuhi kebutuhan pasien serta memberikan
informasi mengenai prognosis penyakit pasien.
Perawatan paliatif yang baik mampu merubah kualitas hidup penderita
menjadi lebih baik, namun masih jarang dilakukan di rumah sakit di Indonesia,
Pelayanan pasien masih berfokus kepada kuratif, sedangkan perubahan fisik,
sosial dan spiritual tidak bisa 5diintervensi seluruhnya dengan kuratif. Hal ini
dapat disebabkan karena kurangnya pemahaman dan kesadaran terhadap
pentingnya perawatan paliatif bagi penderita keganasan.

B. Saran
Program Paliatif merupakan bentuk layanan kesehatan yang perlu terus
dikembangkan, sehingga penatalaksanaan pasien dengan penyakit terminal
menjadi efektif dan efisien. Pelauanan paliatif ini juga sangat perlu
dikembangkan karena ini merupakan kebutuhan manusiawi dan merupakan hak
azasi bagi penderita penyakit yang sulit disembuhkan atau pada stadium lanjut.

10
DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M., dan Jane Hokanson H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah.
Indonesia: CV Pentasada Media Edukasi.

Kementrian Kesehatan RI. 2015. Pedoman Nasional Program Paliatif Kanker.


Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Miljkovic, Milos D et. All. 2015. “Allow Natural Death” versus “Do Not
Resuscitate”: What Do Patients with Advanced Cancer Choose?. Journal Of
Palliative Medicine. Vol.18(5): 457-460.

Muyassaroh, Lestari. 2019. Pengaruh Perawatan Paliatif terhadap Peningkatan


Kualitas Hidup Penderita Karsinoma Nasofaring Stadium Lanjut di RSUP Dr.
Kariadi Semarang. Medica Hospitalia. Vol.6 (2): 125-130.

Rantung Jenny, Cherley Fanesa ML. 2018. Studi Fenomenologi Pengalaman Perawat
Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan Paliatif Pada Pasien Dengan
Penyakit Terminal Di Ruang Icu Rumah Sakit Advent Bandung. Jurnal
Scolastik Keperawatan. Vol.4 No.2 : 78-103.

11

Anda mungkin juga menyukai