Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Perawatan Paliatif adalah pendekatan yang meningkatkan kualitas hidup pasien dan
keluarga dalam menghadapi masalah yang terkait dengan penyakit yang mengancam
jiwa, melalui pencegahan dan penderitaan melalui identifikasi awal, pengkajian secara
menyeluruh dan pengobatan nyeri serta masalah fisik, psikososial, dan spiritual (WHO,
2002). Perawatan palitif dilakukan oleh tim multidisiplin yang melibatkan banyak
tenaga kesehatan untuk tujuan yang sama (Aitken, 2009).

Menurut Kemenkes (2007) yang merupakan penyakit terminal adalah penyakit


kanker, penyakit degeneratif, penyakit paru obstruktif kronis, cystic fibrosis, stroke,
parkinson, gagal jantung, penyakit genetika dan penyakit infeksi seperti HIV/AIDS.
Setiap tahunnya dilaporkan adanya peningkatan mengenai penyakit tersebut yang
diderita oleh usia dewasa dan anak-anak.

Menurut World Health Organization (WHO, 2007) bahwa penyakit yang


membutuhkan perawatan paliatif melalui studi Delphi pada orang dewasa adalah
Alzheimer, demensia, kanker, penyakit kardiovaskular, sirosis hati, penyakit paru
obstruktif kronik, diabetes, HIV/AIDS, gagal ginjal, multiple sclerosis, penyakit
parkinson, rheumatoid arthritis dan tuberkulosis (TBC) yang resisten terhadap obat.
Adapun jenis penyakit pada anak-anak adalah kanker, kardiovaskular, sirosis hati.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan keperawatan paliatif ?
2. Bagaimana dasar hukum keperawatan paliatif ?
3. Bagaimana teori etik dalam keperawatan paliatif ?
4. Bagaimana prinsip etikserta aplikasinya dalam keperawatan paliatif ?
5. Bagaimana filosofi terapiutik dan advokasi pasien komite etik rumah sakit ?

1
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari ditulisnya makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan keperawatan paliatif
2. Untuk mengetahui dasar hukum keperawatan paliatif
3. Untuk mengetahui teori etik keperawatan paliatif
4. Untuk mengetahui prinsip etik serta aplikasinya dalam keperawatan paliatif
5. Untuk mengetahui filosofi terapeutik dan advokasi pasien komite etik rumah sakit

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Keperawatan Paliatif


Perawatan paliatif adalah pendekatan yang beertujuan memperbaiki kualitas hidup
pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyalit yang
mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan
penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial
dan spiritual.

2.2 Dasar Hukum Keperawatan Paliatif


Dasar hukum keperawatan paliatif diantaranya meliputi:
1. Aspek medikolegal dalam perawatan paliatif (kep. Menkes No.
812/Menkes/SK/VII/2007)
a. Persetujuan tindakan medis/ informed consent untuk pasien paliatif
Pasien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan perawatan paliatif.
b. Resusitasi/ tidak resusitasi pada pasien paliatif
Keputusan dilakukan atau tidak dilakukan tindakan resusitasi dapat dibuat
oleh pasien yang kompeten atau oleh tim perawatan paliatif. Informasi tentang
hal ini sebaiknya telah diinformasikan pada saat pasien memasuki atau mulai
perawatan paliatif.
c. Perawatan pasien paliatif di ICU
Pada dasarnya perawatan paliatif pasien di ICU mengikuti ketentuan umum
yang berlaku.
d. Masalah medikolegal lainnya pada perawatan pasien paliatif
Tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh tenaga medis,
tetapi dengan pertimbangan keselamatan pasien tindakan-tindakan tertentu dapat
didelegasikan kepada tenaga kesehatan yang terlatih.
2. Medikolegal euthanasia
Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk
memperpanjang hidup seseorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk
memperpendek hidup atau mengahiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk
kepentingan pasien sendiri.

3
2.3 Teori Etik Tentang Keperawatan Paliatif
Perawatan paliatif terkait dengan seluruh bidang perawatan mulai dari medis,
perawatan, psikologis sosial, budaya dan spiritual, sehingga secara praktis, prinsip dasar
perawatan paliatif dapat dipersamakan dengan prinsip pada praktek medis yang baik.

Prinsip dasar perawatan paliatif : ( Rasjidi, 2010 )


1) Sikap peduli terhadap pasien
Termasuk sensifitas dan empati. Perlu dipertmbangkan segala aspek dari
penderitaan pasien, bukan hanya masalah kesehatan. Pendekatan yang dilakukan
tidak boleh bersifat menghakimi .Faktor karakteristik, kepandaian, suku, agama,
atau faktor induvidal lainnya tidak boleh mempengaruhi perawatan.
2) Menganggap pasien sebagai seorang individu.
Setiap pasien adalah unik. Meskipun memiliki penyakit ataupun gejala-gejala
yang sama, namun tidak ada satu pasienpun yang sama persis dengan pasien
lainnya. Keunikan inilah yang harus inilah yang harus dipertimbangkan dalam
merencanakan perawatan paliatif untuk tiap individu.
3) Pertimbangan kebudayaan
Faktor etnis, ras, agama, dan faktor budaya lainnya bisa jadi mempengaruhi
penderitaan pasien. Perbedaan ini harus diperhatikan dalam perencanaan perawatan.
4) Persetujuan
Persetujuan dari pasien adalah mutlak diperlukan sebelum perawatan dimulai
atau diakhiri. Pasien yang telah diberi informasi dan setuju dengan perawatan yang
akan diberikan akan lebih patuh mengikuti segala usaha perawatan.
5) Memilih tempat dilakukannya perawatan
Untuk menentukan tempat perawatan, baik pasien dan keluarganya harus ikut
serta dalam diskusi ini. Pasien dengan penyakit terminal sebisa mungkin diberi
perawatan di rumah.
6) Komunikasi
Komunikasi yang baik antara dokter dan pasien maupun dengan keluarga adalah
hal yang sangat penting dan mendasr dalam pelaksanaan perawatan paliatif.
7) Aspek klinis : perawatan yang sesuai
Semua perawatan paliatif harus sesuai dengan stadium dan prognosis dari
penyakit yang diderita pasien .hal ini penting karena karena pemberian pareawatan
yang tidak sesuai, baik itu lebih maupun kurang, hanya akan menambah penderitaan

4
pasien. Pemberian perawatn yang berlebihan beresiko untuk memberikan harapan
palsu kepada pasien. Hal ini berhubungan dengan masalah etika yang akan dibahas
kemudian. Perawatan yang diberikan hanya karena dokter merasa harus
melakukan sesuatu meskipun itu sia sia adalah tidak etis.
8) Perawatan komprehensif dan terkoordinasi
Dari berbagai bidang profesi perawatan palitif memberikan perawatan yang
bersifat holistik dan intergratif sehingga dibutuhkan sebuah tim yang mencakup
keseluruhan aspek hidup pasien serta koordinasi yang baik dari masing masing
anggota tim tersebut untuk memberikan hasil yang maksimal kepada pasien dan
keluarga .
9) Kualitas perawatan yang sebaik mungkin
Perawatan medis secara konsisten, terkoordinasi dan berkelanjutan. Perawatn
medis yang konsisten akan mengurangi kemungkinan terjadinya perubahan kondisi
yang tidak terduga, dimana hal ini akan sangat mengganggu baik pasien
maupun keluarga.
10) Perawatan yang berkelanjutan.
Pemberian perawtan simtomatis dan suportif dari awal hingga akhir
merupakan dasr tujuan dari parawtan paliatf. Masalah yang sering terjadi adalah
pasien dipindahkan dari satu tempat ketempat lain sehingga sulit untuk
mempertahankan komunitas perawatan .
11) Mencegah terjadinya kegawatan
Perawatan paliatif yang baik mencakup perencanaan teliti untuk mencegah
terjadinya kegawatan fisik dan emosional yang mungkin terjadi dalam perjalanan
penyakit. Pasien dan keluarga harus diberitahukan sebelumnya mengenai masalah
yang sering terjadi dan membentuk rencana untuk meminimalisasi stress
fisik dan emosional.
12) Bantuan kepada sang perawat
Keluarga pasien dengan penyakit lanjut sering kali rentan terhadap stress fisik
dan emosianal terutama apabila pasien dirawat di rumah sehingga perlu diberikan
perhatian khusus kepada mereka, mengingat keberhasilan dari perawatan
paliatif tergantung dari pemberi perawatan.

5
13) Pemeriksaan ulang
Perlu dilakukan pemeriksaan mengenai kondisi pasien secara terus menerus
mengingat pasien dengan penyakit lanjut karena kondisinya akan cenderung dari
waktu ke waktu.

2.4 Prinsip Etik Serta Aplikasinya dalam Praktik Keperawatan Paliatif


1. Non maleficienci ( tidak merugikan )
Prinsip ini berati tidak menimbulkan bahya / cedera fisik dan psikologis pada
klien. Prinsip tidak merugikan, bahwa kita berkwaiban jika melakukan suatu
tindakan agar jangan sampai merugikan orang lain.

Aplikasi non maleficiency dalam tindakan keperawatan:


Ketika menghadapi pasien dengan kondisi gawat maka seorang perawat harus
mempertahankan kehidupan pasien dengan berbagai cara. Tetapi menurut Chiun dan
Jacobs (1997 : 40) perawat harus menerapkan etika atau prinsip moral terhadap pasien
pada kondisi tertentu misalnya pada pasien koma yang lama yaitu prinsip avoiding
killing, Pasien dan keluarga mempunyai hak-hak menentukan hidup atau mati.
Sehingga perawat dalam mengambil keputusan masalah etik ini harus melihat prinsip
moral yang lain yaitu beneficience, nonmaleficience dan otonomy yaitu melakukan
yang terbaik, tidak membahayakan dan menghargai pilihan pasien serta keluarga
untuk hidup atau mati. Mati disini bukan berarti membunuh pasien tetapi
menghentikan perawatan dan pengobatan dengan melihat kondisi pasien dengan
pertimbangan beberapa prinsip moral diatas.

2. Veracity (kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran .Nilai ini diperlikan oleh
pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan
untuk menyakinkan bahwa pasien sangat mengerti.

Aplikasi veracity dalam tindakan keperawatan:


Prinsip ini dilanggar ketika kondisi pasien memungkinkan untuk menerima
jawaban yang sebenarnya tetapi perawat menjawab tidak benar misalnya dengan
jawaban; hasil ukur tekanan darahnya baik, laboratoriumnya baik, kondisi bapak atau
ibu baik-baik saja, padahal nilai hasil ukur tersebut baik buruknya relatif bagi pasien.

6
3. Beneficience (berbuat baik)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang yang baik. Kebaikan
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang
lain.Terkadang dalam situsi pelayanan kesehatan, terjadi konflikantara prinsip ini
dengan otonomi.

Aplikasi beneficience dalam tindakan keperawatan:


Beberapa contoh prinsip tersebut dalam aplikasi praktik keperawatan adalah,
seorang pasien mengalami perdarahan setelah melahirkan, menurut program terapi
pasien tersebut harus diberikan tranfusi darah, tetapi pasien mempunyai kepercayaan
bahwa pemberian tranfusi bertentangan dengan keyakinanya, dengan demikian
perawat mengambil tindakan yang terbaik dalam rangka penerapan prinsip moral ini
yaitu tidak memberikan tranfusi setelah pasien memberikan pernyataan tertulis
tentang penolakanya. Perawat tidak memberikan tranfusi, padahal hal tersebut
membahayakan pasien, dalam hal ini perawat berusaha berbuat yang terbaik dan
menghargai pasien.

4. Justice (keadilan)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain
yang enjunjung prinsip–prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan
dalam praktek profesional ketika tim perawatan paliatif bekerja untuk terapi yang
benar sesuai hukum,standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh
kualitas pelayanan kesehatan.

Aplikasi justice dalam tindakan keperawatan :


Sebagai contoh dari penerapan tindakan justice ini adalah dalam keperawatan di
ruang penyakit bedah, sebelum operasi pasien harus mendapatkan penjelasan tentang
persiapan pembedahan baik pasien di ruang VIP maupun kelas III, apabila perawat
hanya memberikan kesempatan salah satunya maka melanggar prinsip justice ini.

5. Confidentiality (kerahasiaan)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang pasien
harus dijaga privasinya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan pasien
hanya boleh dibacadalam rangka pengobatan pasien. Tak ada satu orangpun dapat

7
memperoleh informasi tersebut kecuali diijinkan oleh pasien dengan bukti
pesetujuannya.

Aplikasi confidentiality dalam tindakan keperawatan:


Perawat tidak boleh menceritakan rahasia klien atau penyakit yang diderita klien
pada orang lain, kecuali seizin klien atau seijin keluarga demi kepentingan hukum.

6. Accountability (akuntabilitas)

Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung jawab
pasti pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk menilai orang lain.

Aplikasi accountability dalam tindakan keperawatan:

Jika memberi dosis obat yang salah kepada pasien, perawat tersebut dapat digugat
oleh pasien yang menerima obat oleh dokter yang memberikan tugas delegatif dan
oleh masyarakat yang menuntut kemampuan profesionalnya. Agar dapat bertanggung
gugat, perawat harus bertindak profesional serta berdasarkan kode etik profesional.
Dengan demikian jika terjadi suatu kesalahan atau penyimpangan perawat dapat
segera melaporkannya atau melakukan perawatan untuk mencegah cedera lebih lanjut.
Akuntabilitas dilakukan untuk mengefaluasi aktifitas perawat dalam melakukan
praktek keperawatan.

2.5 Filosofi Terapeutik Dan Advokasi Pasien Komite Etik Rumah Sakit

Kontrak terapeutik antara dokter dan pasien bagaikan sebuah ruangan pelayanan
medik yang dibuka dengan kuncinya yaitu informed consent. Dari definisi, maksud dan
ratio legis aturan yang ada, jelas bahwa informed consent menjadi syarat mutlak,
instrument yang memiliki fungsi control bagi dokter sebagai tenaga kesehatan dan
pasien. Hukum sebagai suatu bangunan perlindungan manusia dari rawannya konflik
sosial harus menjalankan fungsinya baik bagi dokter dan pasien.Keadaan tidak
setimbang biasanya terjadi karena kesenjangan pengetahuan, superiorias, keadaan
mendesak, keputusan yang harus segera. Dokter dalam melakukan pelayanan kesehatan
di satu pihak memiliki otonomi profesi, tetapi di lain pihak kemandirian berdasarkan
otonomi tersebut dikendalikan oleh standar profesi pelayanan medis. Hal inilah yang
seringkali tidak dipahami pasien.Pasien hanya menuntut kesembuhan segera dengan
biaya seringanringannya. Program Jaminan Sosial ( termasuk BPJS) masih menyisakan

8
pertanyaan dan kecurigaan pasien akan adanya pelanggaran hak-hak kostitusional.
Kenyataan ini berhadapan dengan profesionalitas tenaga kesehatan yang juga dilindungi
oleh organisasi profesi.

Dinamika perkembangan hukum sejalan dengan perkembangan teknologi.Banyak


penemuan baru yang membuat kesenjangan (gap) antara pasien dan dokter semakin
besar. Hukum yang bersandar pada legalitas ala positivisme pun tidak menyelesaikan
persoalan, karena kasus etika biomedispun berpotensi pada munculnya sengketa medik,
seperti: aborsi, kontrasepsi, euthanasia, transplantasi, screening prenatal, in-vitro
vertilization, surrougete mother, riset dan terapi human stem cell, cloning, rekayasa
genetika, dan mungkin juga permasalahan baru yang mengusung doktrin pro-choice dan
pro-life. Fenomena ini berhadapan dengan kenyataan bahwa ada dua hak yang harus
terpenuhi yaitu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan (the right to health care), dan
hak dasar individual (the right of self determination).

Hukum tidak lepas dari etika, meski etika biomedis tidak selalu merupakan masalah
hukum.Tetapi dalam hal kontrak terapeutik, baik etika biomedis maupun standar profesi
pelayanan medik merupakan substansi yang harus diketahui secara jelas ketika
berlangsung dalam kontrak terapeutik.Hal ini sejalan dengan ratio legis perlindungan
hukum yang menjamin hak konstitusional dokter dan pasien sebagaimana diuraikan di
atas. Untuk kebutuhan ini, penulis menawarkan gagasan tentang perlunya Komite
Advokasi Rumah sakit, dengan mempertimbangkan bahwa komite ini akan menjamin
terpenuhinya hak-hak konstitusional baik dokter maupun pasien secara seimbang.
Berdasarkan pasal 6 berdasarkan peraturan Presiden Nomor 77 tahun 2015 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit, rumah sakit dapat membentuk komite yang selaras
dengan kebutuhan Rumah Sakit. Umumnya Rumah sakit memang memiliki Komite
Medik yang berperan untuk meningkatkan Good Clinical Standar, yang dengan unit
kredensianya menjaga kompetensi tenaga medik, serta memiliki pula Komite Etik
Rumah Sakit yang berperan untuk meningkatkan Good Ethical Practice, dengan posisi
garis pertanggungjawaban kepada Direktur Rumah Sakit. Namun hal ini belum dapat
menjamin independensi dalam mengawal hak konstitusi.

Ide Komisi Advokasi Rumah Sakit, merupakan suatu komite independen yang
bertanggung jawab kepada Menteri Kesehatan, dengan komposisi keanggotaan
yangterdiri dari wakil konsil tenaga kesehatan, ahli hukum, advokat, tokoh masyarakat

9
(ahli dalam studi interdisipliner), dan rohaniwan, yang ditempatkan secara khusus di
rumah sakit, sebagai satu unit organisasi khusus yang mendampingi pasien selama
menjalani perawatan. Unit ini memiliki petugas khusus pendampingan pasien, mulai dari
pasien datang berobat hingga selesainya pengobatan.Petugas khusus ini mendampingi
untuk memberikan bantuan pemahaman, memperjelas komunikasi dokter dan pasien,
sehingga gap dan missunderstanding dalam pelayanan medis dapat diminimalisir.

Sejalan dengan teori Justice in many room, fungsi Komite Advokasi ini berfungsi
sebagai akses untuk menuju keadilan dari berbagai ruang sosial. Secara yuridis formal,
keberadaan Komite Advokasi ini sangat penting maka aturan tentang Komite Advokasi
ini sebaiknya dapat dikukuhkan dengan dasar Peraturan Pemerintah atau minimal
setingkat Peraturan Menteri.

Fungsi Komite Advokasi Rumah Sakit yaitu:


a. Mengawasi implementasi kebijakan rumah sakit agar konsisten untuk menerapkan
Good Corporate Governance, Good Clinical Standar dan Good Ethical Practice
b. Membantu para pihak dalam memahami Tindakan medis sehingga informed
consent dapat berfungsi sebagai instrumen control dalam mencapai hak-hak
konstitusional para pihak
c. Memberi konsultasi etikolegal dan medicolegal kepada pasien
d. Melakukan mediasi dengan membantu menyelesaikan perselisihan secara non-
litigasi
e. Meningkatkan kepuasan dan kepercayaan pasien akan pelayanan Rumah Sakit
f. Menciptakan iklim pelayanan medik yang menjamin keadilan, kepastian hukum, dan
kemanfaatan bagi semua yang terlibat.

10
BAB 3
CONTOH NASKAH ROLEPLAY

NAMA-NAMA PEMERAN
Ani Safitri Amelia : Dokter
Devi Puri Rahayu : Perawat senior
Dwi Putri Rahayu : Keluarga pasien (Ibu)
Eva Nudfatum Maghfiroh : Keluarga pasien (Adek)
Khabibah Nur Rahmah         : Pasien
Nur Auliyaur Rohmah           : Perawat junior
Nurdin : Rohaniawan
Sofiatul hasanah : Farmasi

Setting 1
Di ruang keperawatan terdapat sebuah meja dan dua buah kursi dengan tumpukan
buku di atas meja. Diruang tersebut terdapat seorang perawat senior berusia 45 tahun sedang
menulis dibuku catatan keperawatan, kemudian seorang perawat praktek dengan name take
yang berwarna biru datang dengan wajah lugunya sesaat keduanya bercakap-cakap.
Kemudian datanglah petugas farmasi ke ruangan memberikan obat untuk pasien.

Petugas Farmasi : Assalamu’alaikum.... (Tersenyum kearah perawat senior)


Petugas Senior : Wa’alaikumsalam….
Petugas Farmasi : Mbak saya mau memberikan obat ini yang harus di berikan ke pasien
ya ? habis ini di injeksikan ke pasien atas nama Bibah..
Petugas Senior : Oh iya , mbak habis ini saya berikan. Atas nama dek bibah ya mbak ?
Petugas Farmasi : Iya mbak benar.
Perawat Senior : Makasih ya mbak.
Petugas Farmasi : Sama – sama mbak, saya balik ke ruangan dulu.
Petugas Senior : Iya mbak, Silahkan.

Tidak lama kemudian waktunya memberikan obat kepada adek bibah untuk di
injeksikan, dan perawat senior meminta perawat junior untuk menginjeksikan obat tersebut
kepada pasien dengan wajah ketus.

11
Perawat Senior : Dek, kamu lagi ada tugas? ( Dengan wajah ketus )
Perawat junior : Kebetulan tidak ada mbak.
Perawat senior : Kalau begitu sekarang kamu masuk ke ruang ICU, disana ada pasien
yang harus diberi obat karena jadwalnya dia di injeksi obat.
Perawat junior : Iya mbak. (Sambil ngangguk)
Perawat senior : Bisa dek? (Ketus) Sekalian belajar (Mengangkat alis)
Perawat junior : Iya mbak. (Mengangguk)
Perawat senior : Kamu tahu, dimana mengambil peralatan?
Perawat junior : Iya mbak saya tahu.
Perawat senior : Kamu lihat dulu status pasien di ruang keperawatan.(Jari telunjuk
menunjukkan disebuah lemari)  Dan ingat jangan sampai keliru,
paham kamu!
Perawat junior : Paham mbak.
Perawat senior : Berani dek.
Perawat junior : Iya mbak.
Perawat senior : Ya, sudah cepat sekarang!
Perawat junior : Ya, mbak permisi.
Perawat senior : Iya.

Dengan wajah mengkerut perawat junior pergi meninggalkan perawat seniornya dan
mulai mempersiapkan peralatan, kemudian menuju ruang ICU.

Setting 2
Diruangan ICU terdapat sederet tempat tidur dengan salah satunya berbaring pasien yang
bernama bibah dengan diagnosa medis gagar otak stadium IV. Terlihat Ibu Dila sesekali
mengusap dadanya seperti berdo’a untuk kesembuhan anaknya dari luar ruangan sedangkan
adek Indah terus memandangi kakak yang terbaring ditempat tidur. Kemudian datang seorang
rohaniawan yang datang menghampiri keluarga pasien.
Rohaniawan : Assalamualaikum.... (Dengan wajah tersenyum menghadap keluarga)
Ibu : Waalaikum salam pak....
Rohaniwan : Mohon maaf sebelumnya ya buk mengganggu waktu ibu dabn adek
sebentar
Ibu : Iya pak tidak apa – apa, ada apa ya pak ?

12
Rohaniwan : Begini ibuk dan adek, saya disini sebagai rohaniawan yang
membimbing pasien agar cepet sembuh dan membimbing pasien dan
keluarga agar selalu berdoa kepada Allah SWT, ibu dan adek ini
keluarganya pasien yang bernama adek bibah ?
Ibu : Iya pak benar, saya ibunya bibah.
Rohaniwan : Oh iya buk, begini buk saya hanya meminta agar ibu tetap berusaha
mendoakan adek bibah agar cepet sembuh dari penyakitnya ya buk,
agar bisa berkumpul lagi dengan keluarga, dan ibu jangan lupa sholat
lima waktunya dan bacakan doa – doa buat acdek bibah.
Ibu : Iya pak, saya selalu mendoakan anak saya setelah sholat, saya tidak
tega melihat anak saya seperti ini
Rohaniwan : Iya buk, saya tau perasaan ibuk, saya juga seorang bapak bisa
merasakan jika anak sedang sakit juga ndak tega buk. Begini buk, ibuk
dan adek juga jangan lupa ya kalau menjenguk adek kedalam tolong
dibacakan surat Al- Fatihah di telinganya, dan di bacakan ayat suci Al
– Qur’an, agar di dalam hati adek juga merasa tenang dan mengikuti
apa yang di dengarnya meskipun tidak bisa mengucapkannya ya buk.
Adek : Iya pak, saya selalu mendoakan kakak dan selalu membacakan doa
doa untuk kakakku biar cepet sembuh dan main denganku.
Rohaniwan : iya dek itu bagus. Jangan putus – putus ya doanya. Kalau begitu
terima kasih atas waktunya ya buk, maaf saya mengganggu ibuk
Ibuk : oh tidak ap – apa kok pak, saya lebih sennag di ingatkan terus dan
adem hati itu rasanya.
Rohaniwan : Alahamdulillah, kalau gitu saya pamit ya buk, semoga aek bibah
cepet sembuh dan cepet pulang.
Ibu dan Adek : Amiiinnn... makasih ya pak ?
Rohaniwan : iya buk sama – sama, permisi...
Ibu : Iya pak, silahkan.

Kemudian si perawat junior datang ke ibuk dan adek yang sedang menunggu pasien atas
nama adek bibah untuk memberikan informasi bahwa perawat junior akan mengi njeksikan
obat untuk pasien.

13
Perawat junior : Selamat pagi bu, dek! (Tersenyum kearah ibu pasien)
Ibu dan Adek : Selamat pagi, mbak! (Tersenyum kearah perawat)
Perawat junior : Begini saya disini ingin memberi obat kepada dek bibah, tapi melalui
injeksi sekalian mau dilakukan pemeriksaan.
Adek : Injeksi apa itu mbak? Terus obatnya rasa apa?
Ibu : Sudah-sudah jangan tanyak lagi, mbaknya mau memeriksa kakakmu!
Perawat junior : Injeksi itu disuntik, dek. (Sambil tersenyum). Saya permisi bu, dek!
Ibu dan Adek : Iya mbak, silahkan.

Kemudian masuklah perawat junior ke ruang ICU dengan peralatan yang dia bawa
dengan bersikap ramah terhadap pasien. Sesekali pasien hanya mengeluarkan suara Heegg-
Heeg berulang- ulang seperti mendengkur ketika dilakukan injeksi obat dan pemeriksaan
tanda-tanda vital..

Perawat junior : Selamat pagi, dek bibah!


Perawat junior : Saya suster Uul. Saya akan meberikan obat melalui injeksi, insaallah
obat ini dapat membuat adek lebih baik.
Perawat junior : Permisi ya dek.!
Perawat junior : Alhamdulillah, sudah selesai.! Sekarang suster mau memeriksa adek.

Setelah dilakukannya pemeriksaan, perawat junior menjadi panik, karena alhasil kondisi
pasien lambat laun semakin lemah. Secepat mungkin perawat junior menghubungi perawat
senior di ruang keperawatan, berharap ada bantuan untuk pasien ini.

Perawat junior : Mbaaak...mbaak (Tergesa-gesa menuju ruang keperawatan)


Perawat senior : Ada apa?
Perawat junior : Mbak, pasien atas nama Bibah kondisinya semakin memburuk.
Gimana ini mbak.?
Perawat senior : Yang bener kamu. Sudah saya hubungi dokter ilham.

Berselang tiga menit dari laporan perawat junior ke perawat senior dan dari perawat
senior ke dokter ilham, ketiganya pun sudah berada di ruang ICU melakukan pertolongan,
sekiranya pasien atas nama amien dapat diselamatkan.

Dokter : Tolong alat pemacu jantung dan peralatan lainnya disiapkan.

14
Perawat senior : Iya dok, sudah siap.
Dokter : Bismillahirrahmannirrahim. Kita coba sekali lagi.

Setelah dilakukan tindakan kepada pasien. Dokter hanya bisa menggelengkan kepala dan
menyatakan pasien tidak dapat tertolong.
Dokter : (Menggelengkan kepala).
Perawat junior : Bagaimana dok?
Dokter : Innalillahi wa innalillahi rojhi’un. Pasien ini tidak dapat diselamatkan
nyawanya.
Perawat junior : Terus bagaimana selanjutnya, dok?
Dokter : Segera kabari keluarga pasien, dan semoga keluarga yang
ditinggalkan dapat tegar.
Perawat junior : Baik dok.

Perawat junior pergi keluar bersama perawat senior menemui keluarga pasien yang pada
saat itu ibu pasien menangis khawatir putranya tidak dapat tertolong, dengan ditemani
anaknya yang bernama indah.
Perawat junior dan senior : (Keluar dari ruangan)
Ibu : Bagaimana sus keadaan anak saya? (Tersengah-sengah seraya sambil
menangis)
Perawat senior : Maaf ibu, kami dan semua tim medis sudah berusaha semaksimal
mungkin untuk menyelamatkan anak ibu, tetapi tidak berhasil.

Anak dari keluarga pasien terkejut kemudian pingsan pada saat itu juga sang perawat
junior merangkulnya. Keluarga pasien menangis histeris, sesaat jenazah pasien diantarkan ke
ruang mayat oleh perawat junior dan perawat senior.

15
BAB 4
PENUTUP

4. 1 Kesimpulan
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
kehidupan pasien dan keluarganya dalam menghadapi masalah-masalah yang
berhubungan dengan penyakit yang mengancam jiwa, dengan mencegah dan
meringankan penderitaan melalui identifikasi awal serat terapi dan masalah lain, fisik,
psikososial dan spiritual.
Etik merupakan kesadaran yang sistematis terhadap perilaku yang dapat
dipertanggung jawabkan, didalam etik terdapat nila-nilai moral yang merupakan dasar
dari perilaku manusia (niat).Yang terpenting adalah rambu rambu etika, moral maupun
hukum yang tegas tentang euthanasia, agar terdapat kejelasan.

4. 2 Saran
Diharapkan Mahasiswa dan calon perawat dapat memahami perannya sebagai
perawat bila ditempatkandi ruangan ICU, dan besar harapan kami atas tesusunnya
makalah ini dapat memberikan informasi tentang perawat yang menjalankantugasnya di
ICU.

16
DAFTAR PUSTAKA

KEPMENKES RI NOMOR: 812/ MENKES/SK/VII/2007 Tentang Kebijakan Perawatan


Palliative Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Yodang. (2018). Buku Ajar Keperawatan Paliatif Berdasarkan Kurikulum AIPNI 2015.
Jakarta: Trans Info Media

Kemp, Charles.2009.  Klien Sakit Terminal ,  seri asuhan keperawatan. Edisi 2. Jakarta: EGC

17

Anda mungkin juga menyukai