Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan
menyeluruh,dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Meski pada
akhirnya pasien meninggal dunia, yang terpenting sebelum meninggal dia sudah
siap secara psikologis dan spiritual,serta tidak setres menghadapi penyakit yang di
deritanya. Prinsip perawatan paliatif : menghargai setiap kehidupan,
mengganggap kematian sebagai proses yang normal, tidak mempercepat atau
menunda kematian, menghargai keinginan pasien dalam mengambil keputusan,
menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu, mengintegrasikan
aspek psikologis, sosial, dan spiritual dalam perawatan pasien dan keluarga,
menghindari tindakan medis yang sia-sia, memberikan dukungan yang di perlukan
agar pasien tetep aktif sesuai dengan kondisinya sampai akhir hayat, memberikan
dukungan kepada keluarga dalam masa duka cita.
Masyarakat menganggap perawatan paliatif hanya untuk pasien dalam
kondisi terminal yang akan segera meninggal. Namun konsep baru perawatan
paliatif menekankan pentingnya integrasi perawatan paliatif lebih dini agar
masalah fisik, psikososial dan spiritual dapat diatasi dengan baik. Perawatan
paliatif adalah pelayanan kesehatan yang bersifat holistik dan terintegrasi dengan
melibatkan berbagai profesi dengan dasar falsafah bahwa setiap pasien berhak
mendapatkan perawatan terbaik sampai akhir hayatnya.
Keadaan sarana pelayanan perawatan paliatif di Indonesia masih belum
merata sedangkan pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang
bermutu, komprehensif dan holistik, maka diperlukan kebijakan perawatan paliatif
di Indonesia yang memberikan arah bagi sarana pelayanan kesehatan untuk
menyelenggarakan pelayanan perawatan paliatif.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kebijakan nasional terkait menjelang ajal dan paliatif?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui kebijakan nasional terkait menjelang ajal dan paliatif.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis
Menambah wawasan dan pengetahuan tentang kebijakan nasional
menjelang ajal dan paliatif sehingga dapat menjadi bekal dan pedoman dalam
melakukan praktik keperawatan pada pasien menjelang ajal dan paliatif.
2. Bagi institusi
Makalah ini dapat dijadikan masukan atau pedoman dalam mata kuliah
keperawatan menjelang ajal dan paliatif profesi ners dan dalam pembuatan
makalah selanjutnya sehingga dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dengan
lebih baik.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kebijakan Nasional Terkait Menjelang Ajal dan Paliatif


Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas
hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit
yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui
identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta
masalah lainnya baik fisik, psikologis, social atau spiritual (WHO, 2016 dalam
Hasanah & Arianti, 2018). Permasalahan yang sering muncul ataupun terjadi pada
pasien dengan perawatan paliatif meliputi masalah psikologi, masalah hubungan
social, konsep diri, masalah dukungan keluarga serta masalah pada aspek spiritual
(Campbell, 2013 dalam Ariani, 2018). Perawatan paliatif ini bertujuan untuk
membantu pasien yang sudah mendekati ajalnya, agar pasien aktif dan dapat
bertahan hidup selama mungkin. Kualitas hidup pasien adalah keadaan pasien
yang dipersepsikan terhadap keadaan pasien sesuai konteks budaya dan sistem
nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan, dan niatnya.

Kebijakan nasional perawatan paliatif terdapat dalam Keputusan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 812/Menkes/SK/VIII/2007 tentang
Kebijakan Perawatan Paliatif:

Menimbang :

a. bahwa kasus penyakit yang belum dapat disembuhkan semakin meningkat


jumlahnya baik pada pasien dewasa maupun anak;
b. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien
dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan selain dengan perawatan
kuratif dan rehabilitatif juga diperlukan perawatan paliatif bagi pasien dengan
stadium terminal;
c. bahwa sesuai dengan pertimbangan butir a dan b di atas, perlu adanya
Keputusan Menteri Kesehatan tentang Kebijakan Perawatan Paliatif.

3
1. Pengertian
a. Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas
hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan
dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan
peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan
nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual (sumber
referensi WHO, 2002).
b. Kualitas hidup pasien adalah keadaan pasien yang dipersepsikan terhadap
keadaan pasien sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya,
termasuk tujuan hidup, harapan, dan niatnya.
Dimensi dari kualitas hidup menurut Jennifer J. Clinch, Deborah Dudgeeon
dan Harvey Schipper (1999), adalah :
1) Gejala fisik
2) Kemampuan fungsional (aktivitas)
3) Kesejahteraan keluarga
4) Spiritual
5) Fungsi social
6) Kepuasan terhadap pengobatan (termasuk masalah keuangan)
7) Orientasi masa depan
8) Kehidupan seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri
9) Fungsi dalam bekerja
c. Palliative home care adalah pelayanan perawatan paliatif yang dilakukan di
rumah pasien, oleh tenaga paliatif dan atau keluarga atas bimbingan/
pengawasan tenaga paliatif.
d. Hospis adalah tempat dimana pasien dengan penyakit stadium terminal yang
tidak dapat dirawat di rumah namun tidak melakukan tindakan yang harus
dilakukan di rumah sakit. Pelayanan yang diberikan tidak seperti di rumah
sakit, tetapi dapat memberikan pelayaan untuk mengendalikan gejala-gejala
yang ada, dengan keadaan seperti di rumah pasien sendiri.
e. Sarana (fasilitas) kesehatan adalah tempat yang menyediakan layanan
kesehatan secara medis bagi masyarakat.

4
f. Kompeten adalah keadaan kesehatan mental pasien sedemikian rupa sehingga
mampu menerima dan memahami informasi yang diperlukan dan mampu
membuat keputusan secara rasional berdasarkan informasi tersebut.

2. Tujuan dan sasaran kebijakan


a. Tujuan kebijakan
1) Tujuan umum:
Sebagai payung hukum dan arahan bagi perawatan paliatif di Indonesia
2) Tujuan khusus:
a) Terlaksananya perawatan paliatif yang bermutu sesuai standar yang
berlaku di seluruh Indonesia
b) Tersusunnya pedoman-pedoman pelaksanaan/juklak perawatan
paliatif.
c) Tersedianya tenaga medis dan non medis yang terlatih.
d) Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan.
b. Sasaran kebijakan pelayanan paliatif
1) Seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota keluarga, lingkungan yang
memerlukan perawatan paliatif di mana pun pasien berada di seluruh
Indonesia
2) Pelaksana perawatan paliatif : dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya
dan tenaga terkait lainnya.
3) Institusi-institusi terkait, misalnya:
a) Dinas kesehatan propinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota
b) Rumah Sakit pemerintah dan swasta
c) Puskesmas
d) Rumah perawatan/hospis
e) Fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta lain.

3. Lingkup Kegiatan Perawatan Paliatif


a. Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi :
1) Penatalaksanaan nyeri.
2) Penatalaksanaan keluhan fisik lain.

5
3) Asuhan keperawatan
4) Dukungan psikologis
5) Dukungan social
6) Dukungan kultural dan spiritual
7) Dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement).
b. Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan
kunjungan/rawat rumah.

4. Aspek Medikolegal dalam perawatan paliatif


a. Persetujuan tindakan medis/infomed consent untuk pasien paliatif.
1) Pasien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan perawatan
paliatif melalui komunikasi yang intensif dan berkesinambungan antara
tim perawatan paliatif dengan pasien dan keluarganya.
2) Pelaksanaan informed consent atau persetujuan tindakan kedokteran pada
dasarnya dilakukan sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
3) Meskipun pada umumnya hanya tindakan kedokteran (medis) yang
membutuhkan informed consent, tetapi pada perawatan paliatif sebaiknya
setiap tindakan yang berisiko dilakukan informed consent.
4) Baik penerima informasi maupun pemberi persetujuan diutamakan pasien
sendiri apabila ia masih kompeten, dengan saksi anggota keluarga
terdekatnya. Waktu yang cukup agar diberikan kepada pasien untuk
berkomunikasi dengan keluarga terdekatnya. Dalam hal pasien telah tidak
kompeten, maka keluarga terdekatnya melakukannya atas nama pasien.
5) Tim perawatan paliatif sebaiknya mengusahakan untuk memperoleh pesan
atau pernyataan pasien pada saat ia sedang kompeten tentang apa yang
harus atau boleh atau tidak boleh dilakukan terhadapnya apabila
kompetensinya kemudian menurun (advanced directive). Pesan dapat
memuat secara eksplisit tindakan apa yang boleh atau tidak boleh
dilakukan, atau dapat pula hanya menunjuk seseorang yang nantinya akan
mewakilinya dalam membuat keputusan pada saat ia tidak kompeten..

6
6) Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, tim perawatan
paliatif dapat melakukan tindakan kedokteran yang diperlukan, dan
informasi dapat diberikan pada kesempatan pertama.
b. Resusitasi/Tidak resusitasi pada pasien paliatif.
1) Keputusan dilakukan atau tidak dilakukan tindakan resusitasi dapat dibuat
oleh pasien yang kompeten atau oleh Tim perawatan paliatif.
2) Informasi tentang hal ini sebaiknya telah di informasikan pada saat pasien
memasuki atau memulai perawatan paliatif.
3) Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak menghendaki resusitasi,
sepanjang informasi adekuat yang dibutuhkannya untuk membuat
keputusan telah dipahaminya. Keputusan tersebut dapat diberikan dalam
bentuk pesan (advanced directive) atau dalam informed consent menjelang
ia kehilangan kompetensinya.
4) Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak boleh membuat keputusan tidak
resusitasi, kecuali telah dipesankan dalam advanced directive tertulis.
Namun demikian, dalam keadaan tertentu dan atas pertimbangan tertentu
yang layak dan patut, permintaan tertulis oleh seluruh anggota keluarga
terdekat dapat dimintakan penetapan pengadilan untuk pengesahannya.
5) Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan
resusitasi sesuai dengan pedoman klinis di bidang ini, yaitu apabila pasien
berada dalam tahap terminal dan tindakan resusitasi diketahui tidak akan
menyembuhkan atau memperbaiki kualitas hidupnya berdasarkan bukti
ilmiah pada saat tersebut.
c. Perawatan pasien paliatif di ICU
1) Pada dasarnya perawatan paliatif pasien di ICU mengikuti ketentuan
umum yang berlaku.
2) Dalam menghadapi tahap terminal, Tim perawatan paliatif harus
mengikuti pedoman penentuan kematian batang otak dan penghentian
peralatan life-supporting.

7
d. Masalah medikolegal lainnya pada perawatan pasien paliatif.
1) Tim Perawatan Paliatif bekerja berdasarkan kewenangan yang diberikan
oleh Pimpinan Rumah Sakit, termasuk pada saat melakukan perawatan di
rumah pasien.
2) Pada dasarnya tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh
tenaga medis, tetapi dengan pertimbangan yang memperhatikan
keselamatan pasien tindakan-tindakan tertentu dapat didelegasikan kepada
tenaga kesehatan non medis yang terlatih. Komunikasi antara pelaksana
dengan pembuat kebijakan harus dipelihara.

5. Sumber daya manusia


a. Pelaksana perawatan paliatif adalah tenaga kesehatan, pekerja sosial,
rohaniawan, keluarga, relawan.
b. Kriteria pelaksana perawatan paliatif adalah telah mengikuti
pendidikan/pelatihan perawatan paliatif dan telah mendapat sertifikat.
c. Pelatihan
1) Modul pelatihan : Penyusunan modul pelatihan dilakukan dengan
kerjasama antara para pakar perawatan paliatif dengan Departemen
Kesehatan (Badan Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
dan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik). Modul-modul tersebut
terdiri dari modul untuk dokter, modul untuk perawat, modul untuk tenaga
kesehatan lainnya, modul untuk tenaga non medis.
2) Pelatih : Pakar perawatan paliatif dari RS Pendidikan dan Fakultas
Kedokteran.
3) Sertifikasi : dari Departemen Kesehatan c.q Pusat Pelatihan dan
Pendidikan Badan PPSDM. Pada tahap pertama dilakukan sertifikasi
pemutihan untuk pelaksana perawatan paliatif di 5 (lima) propinsi yaitu :
Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makasar. Pada tahap
selanjutnya sertifikasi diberikan setelah mengikuti pelatihan.
4) Pendidikan
Pendidikan formal spesialis paliatif (ilmu kedokteran paliatif, ilmu
keperawatan paliatif).

8
6. Tempat dan organisasi perawatan paliatif
Tempat untuk melakukan perawatan paliatif adalah:
a. Rumah sakit : Untuk pasien yang harus mendapatkan perawatan yang
memerlukan pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus.
b. Puskesmas : Untuk pasien yang memerlukan pelayanan rawat jalan.
c. Rumah singgah/panti (hospis) : Untuk pasien yang tidak memerlukan
pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus, tetapi belum dapat
dirawat di rumah karena masih memerlukan pengawasan tenaga kesehatan.
d. Rumah pasien : Untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat,
tindakan khusus atau peralatan khusus atau ketrampilan perawatan yang tidak
mungkin dilakukan oleh keluarga.
Organisasi perawatan paliatif, menurut tempat pelayanan/sarana
kesehatannya adalah :
a. Kelompok Perawatan Paliatif dibentuk di tingkat puskesmas.
b. Unit Perawatan Paliatif dibentuk di rumah sakit kelas D, kelas C dan kelas B
non pendidikan.
c. Instalasi Perawatan Paliatif dibentuk di Rumah sakit kelas B Pendidikan dan
kelas A.
d. Tata kerja organisasi perawatan paliatif bersifat koordinatif dan melibatkan
semua unsur terkait.

7. Pembinaan Dan Pengawasan


Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang dengan
melibatkan perhimpunan profesi/keseminatan terkait. Pembinaan dan pengawasan
tertinggi dilakukan oleh Departemen Kesehatan.

8. Pengembangan Dan Peningkatan Mutu Perawatan Paliatif


Untuk pengembangan dan peningkatan mutu perawatan paliatif diperlukan :
a. Pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan kesehatan dan non kesehatan.

9
b. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan/Continuing Professional
Development untuk perawatan paliatif (SDM) untuk jumlah, jenis dan
kualitas pelayanan.
c. Menjalankan program keselamatan pasien/patient safety.

9. Pendanaan
Pendanaan yang diperlukan untuk:
a. pengembangan sarana dan prasarana
b. peningkatan kualitas SDM/pelatihan
c. pembinaan dan pengawasan
d. peningkatan mutu pelayanan.
Sumber pendanaan dapat dibebankan pada APBN/APBD dan sumber-sumber
lain yang tidak mengikat. Untuk perawatan pasien miskin dan PNS dapat
dimasukan dalam skema Askeskin dan Askes.

B. Pedoman Teknis Pelayanan Paliatif Kanker


Banyaknya kasus kanker pada stadium lanjut mengalami gejala yang berat dan
menimbulkan penderitaan yang belum tertangani dengan semestinya sehingga
pasien memiliki kualitas hidup yang tidak baik, serta keluarga mengalami
kesulitan-kesulitan yang diakibatkannya. Hal ini yang menyebabkan
dikeluarkannya pedoman oleh Kementerian Kesehatan RI 2013 tentang
Pedoman Teknis Pelayanan Paliatif Kanker di dalamnya berisi tentang:
1. Prinsip pelayanan paliatif pasien kanker
a. Menghilangkan nyeri dan gejala fisik lain
b. Menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses normal
c. Tidak bertujuan mempercepat atau menghambat kematian
d. Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial dan spiritual
e. Memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin
f. Memberikan dukungan kepada keluarga sampai masa dukacita
g. Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan
keluarganya

10
h. Menghindari tindakan yang sia sia

2. Indikasi pelayanan paliatif


Pelayanan paliatif dimulai sejak diagnosis kanker ditegakkan bila didapatkan
satu atau lebih kondisi di bawah ini :
a. Nyeri atau keluhan fisik lainnya yang tidak dapat diatasi
b. Stres berat sehubungan dengan diagnosis atau terapi kanker
c. Penyakit penyerta yang berat dan kondisi sosial yang diakibatkannya
d. Permasalahan dalam pengambilan keputusann tentang terapi yang akan atau
sedang dilakukan
e. Pasien/keluarga meminta untuk dirujuk ke perawatan paliatif
f. Angka harapan hidup < 12 bulan (ECOG > 3 atau kanofsky < 50%,
metastasis otak, dan leptomeningeal, metastasis di cairan interstisial, vena
cava superior sindrom, kaheksia, serta kondisi berikut bila tidak dilakukan
tindakan atau tidak respon terhadap tindakan yaitu: kompresi tulang belakang,
bilirubin ≥2,5 mg/dl, kreatinin ≥3 mg/dl ). *tidak berlaku pada pasien kanker
anak
g. Pada pasien kanker stadium lanjut yang tidak respon dengan terapi yang
diberikan .
h. Tim dan tempat pelayanan paliatif
Komposisi tim perawatan paliatif terdiri dari:
1) Dokter
2) Perawat
3) Pekerja social dan psikolog
4) Konselor spiritual
5) Relawan
6) Apoteker
7) Dukun

3. Tata Laksana Paliatif Pada Pasien Dewasa


a. Komunikasi dan pembuatan keputusan

11
Komunikasi antara dokter dan petugas kesehatan lain dengan pasien dan
keluarga serta antara pasien dan keluarga merupakan hal yang penting dalam
perawatan paliatif. Pada fase akhir kehidupan banyak pasien yang tidak lagi
mampu membuat keputusan, sehingga pembicaraan tentang apa yang akan atau
tidak dilakukan sebaiknya diputuskan pada saat pasien masih memiliki kesadaran
penuh.Walaupun demikian keluarga tetap dapat dilibatkan dalam pengambilan
keputusan. Dalam menyampaikan BERITA BURUK, hal hal berikut ini harus
diperhatikan: Apa, sejauh mana, kapan, dengan siapa dan bagaimana cara
menyampaikan berita tersebut. Dalam hal ini, dokter dan petugas kesehatan lain
harus memperhatikan kultur yang dianut pasien dan keluarga
b. Kualitas hidup
Meningkatnya kualitas hidup pasien kanker merupakan indicator keberhasilan
pelayanan paliatif. Kualitas hidup pasien kanker diukur dengan Modifikasi dari
Skala Mc Gill
c. Tata laksana gejala
Prinsip tata laksana gejala
1) Nyeri
2) Gangguan sistem pencernaan
3) Gangguan sistem pernapasan
4) Fatigue/ kelemahan
5) Gangguan kulit
6) Gangguan sistem saluran kemih h. Gangguan hematologi
7) Gangguan sistem saraf
8) Gangguan psikiatri
d. Aspek psikososial, spiritual dan kultural
e. Persiapan menjelang akhir kehidupan (Advanced directive)
f. Perawatan terminal
g. Perawatan pada saat pasien meninggal
h. Perawatan setelah pasien meninggal

4. Tata Laksana Paliatif Pada Pasien Anak


a. Komunikasi dan pembuatan keputusan pada anak

12
Komunikasi sangat penting dan menyangkut semua aspek yaitu melakukan
komunikasi kepada anak tentang pemahaman anak akan penyakitnya, prognosis,
perasaan anak dan keluarga. Prinsip penting dari komunikasi yang baik adalah
memberikan informasi dan bersikap empati kepada pasien dan keluarga.
b. Tata laksana paliatif pada anak
Prinsip tata laksana gejala
1) Nyeri
2) Gangguan sistem pencernaan
3) Gangguan sistem pernapasan
4) Fatigue/ kelemahan
5) Gangguan kulit
6) Gangguan sistem saluran kemih
7) Gangguan hematologi
8) Gangguan sistem saraf
9) Gangguan psikiatri
c. Aspek psikososial, spiritual dan kultural pada anak
d. Persiapan menjelang akhir kehidupan (Advanced directive)
e. Perawatan terminal pada anak
f. Perawatan pada saat pasien meninggal
g. Perawatan setelah pasien meninggal

13
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas
hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit
yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui
identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta
masalah lainnya baik fisik, psikologis, social atau spiritual. Kebijakan nasional
perawatan paliatif terdapat dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor: 812/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Kebijakan Perawatan
Paliatif. Banyaknya kasus kanker pada stadium lanjut mengalami gejala yang
berat dan menimbulkan penderitaan yang belum tertangani dengan semestinya
sehingga pasien memiliki kualitas hidup yang tidak baik, serta keluarga
mengalami kesulitan-kesulitan yang diakibatkannya. Hal ini yang menyebabkan
dikeluarkannya pedoman oleh Kementerian Kesehatan RI 2013 tentang Pedoman
Teknis Pelayanan Paliatif Kanker

B. Saran
Keperawatan sebagai perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan
menyeluruh,dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi memerlukan
pelayanan yang professional. Sehingga, kebijakan nasional terkait perawatan
menjelang ajal dan paliatif dapat dijadikan dasar dalam memberikan layanan yang
optimal dan menguntungkan kesehatan pasien itu sendiri.

14
DAFTAR PUSTAKA

Irawan, Erna. 2013. Pengaruh Perawatan Paliatif Terhadap pasien Kanker


Stadium Akhir: Literature Review. Jurnal Ilmu Keperawatan, 1(1). Fakultas
Ilmu Keperawatan : Universitas BSI.

Kemenkes RI. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor


812/MENKES/SK/VII/2007 tentang Kebijakan Perawatan Paliatif.
Retrieved from http://pdk3mi.org/file/download/KMK%20No.
%20812%20Th%202007%20ttg%20Kebijakan%20paliatif.pdf diakses
pada 4 Juli 2020.
Ariani, N. K. P. (2018). Rumah Singgah dalam Keperawatan Paliatif.
Hasanah, N. N., & Arianti. (2018). Martabat pasien paliatif di rumah sakit pku
muhammadiyah gamping The palliative patients ’ dignity in hospital pku
muhammadiyah gamping. Jurnal Health of Studies, Vol 3, No., 66–78.

15
Soal dan jawaban

1. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor


812/Menkes/SK/VIII/2007 tentang kebijakan perawatan paliatif,terdapat
organisasi paliatif di berbagai layanan kesehatan kecuali
a. Kelompok perawatan paliatif dibentuk di tingkat puskesmas
b. Unit Perawatan Paliatif dibentuk di rumah sakit kelas D, kelas C dan
kelas B non pendidikan.
c. Instalasi Perawatan Paliatif dibentuk di Rumah sakit kelas B
Pendidikan dan kelas A.
d. Tata kerja organisasi perawatan paliatif bersifat koordinatif dan
melibatkan semua unsur terkait.
e. Tim terapi paliatif dan akhir kehidupan
Jawaban : e

2. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor


812/Menkes/SK/VIII/2007 tentang kebijakan perawatan paliatif terdapat
aspek medikolegal dalam perawatan paliatif tentang pelaksanaan
resusitasi/tidak resusitasi pada pasien paliatif, hal yang perlu diperhatikan
adalah
a. Keputusan hanya dilakukan oleh tim perawatan paliatif
b. Informasi tentang resusitasi tidak perlu diinformasikan
c. Pasien yang kompeten tidak memiliki hak untuk tidak menghendaki
resusitasi
d. Keputusan dilakukan atau tidak dilakukan tindakan resusitasi dapat
dibuat oleh pasien yang kompeten atau oleh Tim perawatan paliatif.
e. Keputusan hanya dilakukan oleh pasien dan keluarga
Jawaban : d

16
3. Banyaknya kasus kanker pada stadium lanjut mengalami gejala yang berat
dan menimbulkan penderitaan yang belum tertangani dengan semestinya
sehingga pasien memiliki kualitas hidup yang tidak baik, serta keluarga
mengalami kesulitan-kesulitan yang diakibatkannya. Hal ini yang
menyebabkan dikeluarkannya pedoman tentang teknis pelayanan paliatif
kanker yaitu?
a. Kementerian Kesehatan RI 2013 tentang Pedoman Teknis Pelayanan
Paliatif Kanker
b. Kementerian Kesehatan RI 2014 tentang Pedoman Teknis Pelayanan
Paliatif
c. Kementerian Kesehatan RI 2015 tentang Pedoman Teknis Pelayanan
Paliatif Kanker
d. Kementerian Kesehatan RI 2007 tentang Pedoman Teknis Pelayanan
Paliatif Kanker
e. Kementerian Kesehatan RI 2019 tentang Pedoman Teknis Pelayanan
Paliatif Kanker
Jawaban : a

4. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor


812/Menkes/SK/VIII/2007 tentang kebijakan perawatan paliatif,terdapat
jenis kegiatan perawatan paliatif kecuali
a. Penatalaksanaan nyeri
b. Asuhan keperawatan
c. Dukungan psikologis
d. Dukungan social
e. Dukungan keluarga
Jawaban : e

17
5. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
812/Menkes/SK/VIII/2007 tentang kebijakan perawatan paliatif, terdapat
tempat untuk melakukan perawatan paliatif diantaranya?
a. Rumah sakit saja
b. Rumah sakit, puskesmas, rumah singgah, rumah pasien
c. Puskesmas
d. Rumah singgah
e. Rumah pasien saja
Jawaban : b

18

Anda mungkin juga menyukai