Anda di halaman 1dari 25

TUGAS KEPERAWATAN JIWA

MAKALAH TERAPI MODALITAS :TERAPI

SOMATIK DAN PSIKOFARMAKA,TERAPI

PERILAKU, TAK, TERAPI KELUARGA, TERAPI

OKUPASI, DAN REHABILITASI, DAN TERAPI

LINGKUNGAN

NAMA KELOMPOK lll

IZAMUDDIN

ZULFI RAHMAWAN

TEUKU NOVAL

SUHAIMI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 2020/2021

KATA PENGANTAR

i
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat

yang telah dilimpahkan-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah

ini, yang diajukan guna melengkapi dan memenuhi tugas keperawatan jiwa

dengan judul “Terapi Modalitas”.

Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis merasakan betapa besarnya

manfaat bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak terutama yang

memberikan masukan-masukan dan data-data sehingga dapat dijadikan suatu

pedoman dan landasan bagi penulis dalam menggali semua permasalahan yang

erat kaitannya denganmakalah ini.

Dalam penyusunan pmakalah ini penulis banyak menghadapi kesulitan-

kesulitan. Berkat bimbingan, pengarahan dan bantuan dari semua pihak,makalah

ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah peneliti untuk

menyampaikan ucapan terima kasih kepada : teman-teman kelompok dan dosen

pembinmbing yang banyak membantu dalam menyelesaikan tugas keperawatan

jiwa ini.

Pene

DAFTAR ISI

ii
Halaman

KATA PENGANTAR....................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................... 1

B. Tujuan ................................................................................................ 2

C. Manfaat ............................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Terapi Modalitas................................................................................. 3

B. Jenis-jenis Terapi Modalitas............................................................... 3

1. Teori psikofarmaka........................................................................ 3

2. Terapi Modalitas Perilaku............................................................. 4

3. Terapi TAK.................................................................................... 5

4. Terapi Keluarga............................................................................. 8

5. Terapi Rehabilitas.......................................................................... 9

6. Terapi somatik............................................................................... 14

7. Terapi Lingkungan

8. Terapi okupasi.............................................................................. 14

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................ 21

B. Saran .................................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

iii
A. Latar Belakang
Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi
kaual, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi.
Causal gangguan jiwa selama ini di kenali meliputi kausal pada area organo
biologis, area fsikoedukatif, area sosiokultural. Dalam konsep stres adaptasi
penyebab perilaku mal adaptif di gambarkan sebagai tahapan mulai adanya
factor predisposisi, factor presipitasi dalam bentuk stressor pencetus,
kemampuan penilaian terhadap stressor, sumber koping yang dimiliki, dan
bagaimana mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu. Dari sini
kemudian baru menentukan apakah prilaku inindividu tersebut adaptif atau
mal adaptif.
Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda
tentang terhadap apa yang dimaksud dengan gangguan jiwa dan bagaimana
gangguan perilaku terjadi. Perbedaan pandangan tersebut tertuang dalam
bentuk model konseptual kesehatan jiwa. Pandangan model psiko analisa
dengan pandangan model sosial, model perilaku, model eksitensial, model
medical, berbeda pula dengan model stress adaptasi. Masing-masing model
memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa.
Berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa inilah yang
dimaksud dengan terapi modalitas. Suatu pendekatan penanganan klien
gangguan yang bervariasi yang bertujuan merubah perilaku klien gangguan
jiwa dengan perilaku mal adaptif menjadi perilaku yang adaptif.
Banyak klien dengan gangguan jiwa dibawa dengan paksa ke rumah
sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai
bentakan dan “pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum memadai sehingga
selama perawatan klien dan keluarga diharapkan sudah mendapat pendidikan
kesehatan tentang cara merawat klien, (manajemen terapi modalitas).
Asuhan keperawatan yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap klien
perlu ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit umum.
Terapi modalitas yaitu terapi yang bertujuan melatih klien mengontrol
perilaku dan mengorientasi kondisi lingkungan serta dapat berkomunikasi

iv
dengan baik kepada teman yang berada dilingkunganya. Seluruh terapi ini
dapat dituangkan menjadi pendekatan proses keperawatan.
Itulah beberapa alasan yang membuat penulis ingin mendalami materi
tentang terapi modalitas, di samping sebagai tugas mata kuliah keperawatan
jiwa.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami terapi modalitas
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian terapi modalita.
b. Mahasiswa mampu mengimplementasikan jenis-jenisnya terapi
modalitas kepada klien.
c. Mahasiswa mampu memahami tujuan terapi modalitas.
C. Manfaat
Hasil penulisan makalah ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi

semua pihak yang terkait. Dapat menambah pengetahuan, pengalaman dan

wawasan mengenai terapi modalitas serta bisa menerapkan ilmu pengetahuan

yang diproleh selama perkuliahan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini
diberikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dan perilaku maladaptif
menjadi perilaku adaptif. (Kusumawati F & Hartono Y, 2011).
Terapi modalitas adalah sebagai pendekatan penanganan gangguan jiwa
yang bervariasi, yang bertujuan untuk mengubah perilaku klien dengan
gangguan jiwa dengan perilaku mal adaptif menjadi adaptif (Perko & kreigh,
2000).

v
Terapi modalitas adalah terapi yang diberikan oleh perawat kepada klien
dengan gangguan jiwa untuk mengubah perilaku mal adaptif klien menjadi
perilaku adaptif.
B. Jenis-Jenis Terapi Modalitas
Ada beberapa macam jenis terapi modlitas, di antaranya adalah sebagai
berikut :
1. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pilihan pertama dalam pengobatan
yang diperlukan untuk menyeimbangkan kembali neurotransmiter tersebut
sehingga dapat menangani gejala skizofrenia semua responden dalam
penelitian ini di berikan terapi kombinasi psikofarmaka
Peran perawat dalam terapi psikofarmaka
a. Pengkajian klien
b. Koordinasi modalitas terapi
c. Pemberian agen psikofarmakologi
d. Pemantauan efek obat
e. Penyeluhan klien
f. Program rumatan obat
g. Partisipasi dalam penelitian
Impelmentasi dari terapi psikofarmaka adalah sebagai berikut :
a. Melibatkan dua orang. Interaksi yang terbentuk bersifat rahasia, dan
klien mendiskusikan aspek kehidupannya yang paling pribadi bukan
mendiskusikan hubungannya dengan orang lain.
b. Klien menceritakan fikiran, perasaan, pengalaman, dan persepsinya.
Terapis mendengar, mendorong dan klarifikasi.
c. Interaksi berlangsung lama. Klien menemukan hal baru tentang diri
dan melakukan pendekatan pada dunia, berusaha untuk mendukung
dengan pemahaman baru.
d. Hubungan antara terapis dan klien adalah hubungan berseri yang
terencana untuk mengubah prilaku klien.
2. Terapi modifikasi prilaku

vi
Terapi prilaku didasarkan pada keyakinan bahwa prilaku di pelajari,
dengan demikian perilaku yang tidak diinginkan atau maladaptiv dapat di
ubah menjadi perilaku yang di inginkan atau adaptif. Proses mengubah
prilaku ini adalah engan menggunakan teknik yang di sebut conditioning
yaitu suatu peroses dimana klien belajar mengubah perilaku. Cara
melakukan conditioning adalah sebagai berikut :
a. Reciprocal inhibition
Cara mengurangi ansietas yang di rasakan dengan mengendalikan
situasi yang dapat mengendalikan ansietas yang dirasakan.
b. Positive conditioning
Dengan memberikan hadiah (reward) pada setiap prilaku yang di
inginkan dan tidak memberikan reward atau menghukum pada
perilaku yang tidak di inginkan.
c. Eksperimental axtinction
d. Upaya menurunkan suatu perilaku dengan cara tidak memberikan
reward berulang-ulang.
Penerapan teori modifikasi perilaku ini adalah sebagai berikut :
a. Pendekatan terapis kepada klien bersifat objektif, tidak menghakimi.
b. Klien diyakinkan bahwa reaksi menyakitkan akan pulih.
c. Informasi yang tidak akurat di koreksi segera.
d. Klien dikuatkan untuk dapat mengendalikan prilakunya.
Kriteria evaluasi
a. Menurunya perilaku maladaptif
b. Meningkatnya produktifitas kerja
c. Membaiknya hubungan interpersonal
d. Meningkatnya kemampuan penyelesaian masalah yang disebabkan
oleh stressor lingkungan dan situasi
3. Terapi TAK
Terapi kelompok adalah suatu bentuk terapi modalitas yang didasarkan
pada pembelajaran hubungan interpersonal. Klien mengalami konflik yang
bersumber dari masalah interpersonal. Dengan bergabung dengan

vii
kelompok klien dapat saling bertukar pikiran dan pengalamannya, serta
mengembangkan pola perilaku yang baru.
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui
dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi
persyaratan tertentu. Fokus terapi kelompok adalah membuat sadar diri
(self awareness), peningkatan hubungan interpersonal, membuat
perubahan, atau ketiganya.
Indikasi: semua pasien rahabilitas
Kontra indikasi: psikopat dan sosiopat, selalu diam/autis, delusi yang
tidak terkontrol, klien yang mudah bosan, pasien dengan amuk.
Tujuan dari terapi kelompok adalah:
a. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing).
b. Membentuk sosialisasi.
c. Meningkatkan fungsi fisiologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang
hubungan sosial dan adaptasi.
d. Membangun motivasi untuk kemajuan fisiologis baik kognitif maupun
afektif.
e. Penyaluran emosi.
f. Melatih pemahaman identitas diri.
Tujuan, tipe dan aktivitas dari TAK
No Tujuan Tipe Aktifitas
1 Mengembangkan Biblio theraphy Menggunakan artikel, buku,
stimulasi persepsi sajak, puisi untuk merangsang
atau menstimulasi berpikir dan
mengembangkan hubungan
dengan orang lain dengan
tujuan melatih persepsi.
2 Mengembangkan Music, seni, menari. Menyediakan kegiatan
stimulasi sensori (dengan relaksasi) mengekspresikan perasaan.
(belajar teknik relaksasi dengan
cara nafas dalam, relaksasi otot,

viii
dan imajinasi).
3 Mengembangkan Kelompok orientasi Fokus pada orientasi waktu,
orientasi realitas realitas, klompok tempat dan orang; benar dan
validasi. salah; bantu memenuhi
kebutuhan.
4 Mengembangkan Kelompok motifasi, Mengorientasi diri dan regresi
sosialisasi. kelompok mengingat. pada klien menarik realitas
dalam berinteraksi atau
sosialisasi, fokus pada
mengingat.
(Budi Anna Keliat, 2004).
Terapi aktifitas kelompok di bagi empat yaitu sebagai berikut :
a. TAK stimulasi kognitif/persepsi
Klien dilatih mempersiapkan stimulus yang di sediakan/dialami
dengan aktifitas baca artikel/baca majalah atau menonton tv.
Tujuanya adalah :
1) Klien dapat mempersiapkan stimulus yang dipaparkan kepadanya
dengan tepat.
2) Klien dapat menyelesaikan maslah yang timbul dari stimulus.
b. TAK stimulasi sensori
Klien diberikan stimulus sensori dan klien diobservasi reaksi
sensorinya berupa ekspresi emosi/perasaan melalui gerakan tubuh,
ekspresi muka, danucapan. Dilakukan dengan aktifitas bernyanyi,
bermain music, atau menari.
Tujuanya adalah :
1) Klien mampu berespons terhadap suara yang didengar.
2) Klien mampu berespons terhadap suara yang dilihat.
3) Klien mampu mengekspresikan perasaan melalui gambar.
Aktivitas dapat berupa stimulus terhadap pengelihatan, pendengaran,
dan lain-lain, seperti gambar, video, tarian, dan nyanyian. Indikasi
pada klien dengan isolasi sosial, menarik diri, harga diri rendah yang
disertai kurang komunikasi verbal.

ix
c. TAK orientasi realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada di sekitar klien yaitu
diri sendiri, orang lain yang ada disekeliling klien, atau orang terdekat
klien. Aktivitas dengan orientasi orang, waktu, tempat, dan benda yang
ada di sekitar.
Tujuanya adalah :
1) Klien mampu mengenali tempat ia berada dan pernah berada.
2) Klien mampu mengenali waktu dengan tepaat.
3) Klien dapat mengenal diri sendiri dan orang-orang disekitar dengan
tepat.
Aktivitas yang dilakukan berupa aktivitas pengenalan orang,
tempat, dan waktu. Klien mempunyai indikasi TAK orientasi realitas
adalah klien halusinasi, dimensia, kebingungan, tidak kenal dirinya,
salah mengenal orang lain, tempat dan waktu.
d. TAK sosialisasi
Klien dibantu melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di
sekiutar klien, dilakukan dengan bertahap dari interpersonal,
kelompok, dan massa. Aktivitas dapat berupa latihan dalam klompok
semua kegiatan sosialisasi.
Tujuan :
1) Klien mampu memperkenalkan diri.
2) Klien mampu berkenalan dengan anggota klompok
3) Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota klompok
4) Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan
5) Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi
pada orang lain.
6) Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan
TAKS yang telah dilakukan.
4. Terapi keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utaman yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) klien. Perawat

x
membantu keluarga agar mampu melakukan lima tugas kesehatan yaitu
sebagai berikut :
a. Mengenal masalah kesehatan
b. Membuat keputusan tindakan kesehatan
c. Memberi perawatan pada anggota yang sehat
d. Menciptakan lingkungan keluarga yang sehat
e. Menggunakan sumber yang ada di dalam masyarakat
Tujuan dari terapi keluarga adalah :
a. Menurunkan konflik, kecemasan keluarga
b. Meningkatkan kesadaran keluarga terhadap kebutuhan masing-masing
anggota keluarga
c. Meningkatkan kemampuan penanganan terhadap krisis
d. Mengembangakan hubungan peran yang sesuai
e. Membantu keluarga menghadapi tekanan baik dari dalam maupun dari
luar anggota keluarga
f. Meningkatkan kesehatan jiwa keluarga sesuai dengan tingkat
perkembangan keluarga.
Langkah-langkah terapi keluarga adalah sebagai berikut :
a. Identifikasi keluhan klien yang dirasakan sebagai masalah. Keluhan
harus spesifik, dapat di observasi dan dapat di ukur.
b. Identifikasi harapan klien dan keluarganya terhadap terapi.
c. Reframing adalah upaya untuk mengubah cara berfikirnya. Diharapkan
perubahan cara pandang ini dapat mengubah pola sikapnya.
Peran keluarga dalam terapi ini adalah sebagai berikut :
a. Membuat suatu keadaan dimana keluarga dapat melihat bahaya
terhadap klien dan aktivitasnya dengan memberikan arahan,
mengurangi rasa takut, dan menolong dengan senang.
b. Tidak merasa takut dan mampu bersikap terbuka dengan selalu
berkomunikasi untuk membantu klien dari rasa takut dan selalu
meyakinkan hati klien.
c. Membantu anggota keluarga bagaimana memandang orang lain dengan
observasi sharing.
xi
d. Bertanya dan membarikan informasi tidak berbelit-belit.
e. Membangun self esteem dengan menghargai antara anggota keluarga
dan mencantumkan suatu yang berharga bagi seseorang.
f. Menurunkan ancaman dengan latar belakang aturan atau interaksi
dengan meyakinkan bahwa tidak ada orang yang membicarakan atau
menyinggung orang lain, bersikap demokratis pada semua anggota
keluarga, menggunakan pendekatan humor, dan menciptakan
ketenangan untuk kontrol.
g. Menurunkan ancaman dengan struktur pembahasan yang sistematis
dengan memberi tahu tujuan terapi dari awal sampai akhir,
memperlihatkan keluarga sebagai satu kesatuan, menurunkan
ancaman, dan mendiskusikan setiap ada masalah.
h. Pendidikan ulang anggota untuk bertanggung jawab dengan
mengingatkan anggota keluarga bahwa mereka dapat mengubah diri
mereka sendiri dan selalu terbuka antar anggota keluarga.
5. Terapi rehabilitas
Program rehabilitas dapat di gunakan sejalan dengan terapi modalitas
lain atau berdiri sendiri. Terapi ini terdiri atas: terapi okupasi, terapi
rekreasi, terapi gerak, dan terapi music yang masing-masing mempunyai
tujuan khusus. Salah satu yang akan dibahas dalam topik ini adalah terapi
okupasi yaitu suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi
seseorang dalam melaksanakan suatu tugas terpilih yang telah ditentuakan,
dengan maksud mempermuda belajar fungsi dan keahlian yang dibutuhkan
dalam peroses penyesuaian diri dengan lingkunan.
Hal yang perlu diperhatikan dan ditekankan dalam terapi okupasi
adalah bahwa pekerjaan/kegiatan yang dilaksanakan oleh klien bukan
sekedar memberi kesibukan pada klien saja, akan tetapi pekerjaan/kegiatan
yang dilakukan dapat menyalurkan bakat dan emosi klien, mengarahkan
kesatu pekerjaan yang berguna sesuai kemampuan dan bakat, seta
meningkatkan peroduktivitas.
5.Terapi okupasi
1) Definisi

xii
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni
pengarahan partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas
tertentu yang telah di tetapkan. Terapi ini berfokus pada
pengenalan kemapuan yang masih ada pada seseorang,
pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk membentuk
seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada orang lain (riyadi &
purwanto, 2009).
Hal yang perlu diperhatikan dan ditekankan dalam terapi
okupasi adalah bahwa pekerjaan/kegiatan yang dilaksanakan oleh
klien bukan sekedar memberi kesibukan pada klien saja, akan
tetapi pekerjaan/kegiatan yang dilakukan dapat menyalurkan bakat
dan emosi klien, mengarahkan kesatu pekerjaan yang berguna
sesuai kemampuan dan bakat, seta meningkatkan peroduktivitas
(Kusumawati F & Hartono Y, 2011).
2) Tujuan dari terapi ini adalah :
a) Terapi khusus untuk pengembalian fungsi mental
 Menciptakan kondisi tertentu sehingga klien dapat
mengembangkan kemampuan untuk dapat berhubungan
dengan orang lain dan masyarakat disekitarnya.
 Membantu melepaskan dorongan emosi secara wajar.
 Membantu klien menemukan kegiatan sesuai bakat dan
kemampuan.
 Membantu dalam mengumpulkan data guna untuk
menegakan diagnosa.
b) Terapi khusus untuk pengembalian fungsi fisik, meningkatkan
gerak sendi, otot, dam koordinasi gerakan.
c) Mengajarkan aktifitas sehari-hari (ADL) seperti makan,
berpakaian, BAK, dan BAB.
d) Membantu klien untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan
rutin.
e) Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan
kemampuan yang dimiliki.

xiii
f) Menyediakan berbagai macam kegiatan agar dicoba klien untuk
memenuhi kemampuan mental dan fisik, kebiasaan,
kemampuan bersosialisasi, bakat, minat dan potensinya.
g) Mengarahkan minat dan hobi klien untuk dapat digunakan
setelah klien kembali ke lingkungan masyarakat.
3) Aktivitas dalam terapi okupasi.
Muhaj (2009), mengungkapkan aktivitas yang digunakan
dalam terapi okupasi, sangat dipengaruhi oleh konteks terapi secara
keseluruhan, lingkungan sumber yang tersedia, dan juga oleh
kemampuan siterapi sendiri (pengetahuan, keterampilan, minat,
dan kretivitasnya).
a) Jenis kegiatan terapi okupasi
Jenis kegiatan yang dapat dilakukan meliputi:
Latihan gerak dan olahraga, permainan tangan, kesehatan,
kebersihan, dan kerapian pribadi, pekerjaan sehari-hari
(aktivitas kehidupan sehari-hari seperti dengan mengerjakan
dan merapikan tempat tidur, menyapu dan mengepel), praktik
pervokasional, seni (tari, musik, lukis, drama dan lain-lain),
rekreasi (tamasya, nonton bioskop dan drama), diskusi dengan
topik tertentu (berita surat kabar, majalah, televise, radio, dan
keadaan lingkungan) (muhaj, 2009)
b) Aktivitas dalam terapi okupasi
Aktifitas adalah segala macam aktivitas yang dapat
menyibukkan seseorang secara produktif yaitu sebagai suatu
media untuk belajar berkembang, sekaligus sebagai sumber
kepuasan emosional maupun fisik. Oleh karena itu semua
aktivitas yang digunakan harus mempunyai karakteristik
sebagai berikut:
1. Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi
yang jelas, jadi bukan hanya sekedar menyibukkan klien.
2. Mempunyai arti tertentu, artinya dikenal atau ada
hubungan dengan klien.

xiv
3. Klien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan
tersebut, dan apa kegunaan terhadap upaya penyembuhan
penyakitnya.
4. Harus dapat melibatkan klien secara aktif, meskipun
minimal.
5. Dapat mencegah lebih beratnya kecacatan atau kondisi
klien, bukan harus dapat meningkatkan atau setidaknya
memelihara kondisinya.
6. Harus dapat memberi dorongan agar klien mau berlatih
lebih giat sehingga klien dapat mandiri.
7. Harus sesuai dengan minat klien, atau setidaknya tidak
membuat jenuh klien.
8. Harus dapat dimodifikasi untuk tujuan penigkatan atau
penyesuaian dengan kemampuan klien.
4) Tahap-tahap dalam peroses terapi okupasi adalah sebagai
berikut :
a) Pengumpulan data, meliputi data tentang identitas klien, gejala,
diagnosis, perilaku, dan kepribadian klien. Misalnya klien
mudah sedih, putus asa, marah.
b) Analisis data dan identifikasi masalah dari data yang telah
dikaji, ditegakkan, didiagnosa sementara tentang masalah klien
maupun keluarga.
c) Menentukan sarana dan tujuan dari diagnosa yang ditegakkan
dapat dibuat sasaran dan tujuan yang ingin dicapai.
d) Pemilihan jenis terapi, jenis kegiatan yang ditentukan harus
sesuai dengan tujuan terapi.
e) Evaluasi kemampuan klien, inisitif, tanggung jawab, kerja
sama, emosi dan tingkah laku selama aktifitas berlangsung.
Dari hasil evaluasi rencanakan kembali kegiatan yang sesuai
dan akan dilakukan. Evaluasi dilakukan secara periodik,
misalnya satu minggu sekali dan setiap selesai melakukan
kegiatan.

xv
5) Indikasi :
a) Kelainan tingkah laku disetai kesulitan berkomunikasi dengan
orang lain.
b) Ketidakmampuan menginterprestasikan rangsangan sehingga
reaksi terhadap rangsangan tidak wajar.
c) Seorang yang mengalami kemunduran.
d) Mereka yang mudah mengekspresikan perasaanya melalui
kegiatan.
e) Mereka lebih muda mempelajari sesuatu dengan cara
mempraktikan daripada membayangkan.
f) Klien cacat tubuh yang mengalami gangguan kepribadian.
6) Mode yang digunakan adalah sebagai berikut :
a) Dapat dilakukan secara individu
b) Dapat dilakukan secara kelompok tergantung keadaan klien
dan tujuan terapi.
7) Karakteristik aktivitas terapi okupasi
Rriayadi dan purwanto, (2009) mengungkapkan bahwa
karakteristik dari terapi okupasi adalah mempunyai tujuan jelas,
mempunyai arti tertentu bagi klien, harus mampu melibatkan klien,
dapat mencegah bertambah buruknya kondisi klien, dapat memberi
dorongan hidup, dapat dimodifikasi dan dapat disesuaikan dengan
minat klien.
8) Analisa aktivitas dalam terapi okupasi
Riyadi dan purwanto (2009), menyatakan bahwa analisa dari
kegiatan terapi okupasi, meliputi : jenis kegiatan yang dilakukan
seperti latihan gerak badan atau pekerjaan sehari-hari, maksud dan
tujuan dari kegiatan yang dilakukan dan manfaatnya bagi klien,
sarana atau alat, aktivitas dilakukan disesuaikan dengan jenis
kegiatan yang dilakukan, perisapan terhadap sarana pendukung dan
klien maupun perawat, pelaksanaan dari kegiatan yang telah
direncanakan, kontra indikasi dan disukai klien atau tidak disukai
klien yang disesuaikan dengan kempauna yang di miliki klien.

xvi
9) Pelaksanaan terapi okupasi
Terapi okupasi dapat dilakukan secara individu maupun
kelompok tergantung dari kondisi klien dan tujuan terapi.
1) Metode
a) Individual : dilakukan untuk klien baru masuk, klien yang
belum mampu berinteraksi dengan klompok dan klien lain
yang sedang menjalani persiapan aktifitas.
b) Kelompok : klien dengan masalah sama, klien yang lama, dan
yang memiliki tujuan kegiatan yang sama. Jumlah anggota
kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil anggotanya
berkisar antara 5-12 orang (keliat & akemat, 2005). Jumlah
kelompok kecil menurut stuart dan laraia (dalam keliat &
akemat, 2005) adalah 7-10 orang. Rawlins, Williams & beck
(dalam keliat & akema, 2005) menyatakan jumlah anggota
kelompok adalah 5-10 orang. Jika anggota kelompok terlalu
besar akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan
mengungkapkan perasaan, pendapat,pengalaman. Jika terlalu
kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi.
Jhonson (dalam yosep, 2009) menyatakan terapi klompok
sebaiknya tidak lebih dari 8 anggota karena interaksi dan
reaksi interpersonal yang terbaik yang terjadi pada kelompok
dengan jumlah sebanyak itu. apabila keanggotaan lebih dari
10, maka akan terlalu banyak tekanan yang dirasakan oleh
anggota sehingga anggota merasa lebih terekspos, lebih
cemas, dan sering bertingkah laku irasional.
2) Waktu
Terapi dilakukan 1-2 jam setiap sesi baik metode individual
maupun kelompok dengan frekuensi kegiatan persesi 2-3 kali
dalam 1 minggu. Setiap kegiatan dibagi menjadi 2 bagian,
pertama setengah sampai satu jam yang terdiri dari tahap
persiapan dan orientasi, ke dua: satu sampai satu setengah jam

xvii
yang terdiri dari tahap kerja dan tahap terminasi (riyadi &
purwanto, 2009).
7.terapi somatik
Terapi somatik terapi yang diberikan untuk menghilangkan keluhan
fisik yang biasa merupakan gejala ikutan akibat stres kecemasan dan
depresi dengan cara memberikan obat-obatan pada organ tubuh yang
mengalami gangguan.
8. Terapi lingkungan
a) Definisi
Terapi lingkungan (milieu therapy) berasal dari bahasa perancis
yang berarti perencanaan ilmiah dari lingkungan untuk tujuan yang
bersifat teraupetik atau mendukung kesembuhan. Perencanaan Terapi
lingkungan adalah suatu tindakan penyembuhan penderita dengan
gangguan jiwa melalui manipulasi unsur yang ada dilingkungan dan
berpengaruh terhadap peroses penyembuhan. Upaya terapi terus
bersifat koperhensif, holistic, dan multi displiner. Selain terapi fisik
(farmakoterapi), juga perlu mengupayakan optimalisasi aspek
lingkungan melalui penerapan konsep-konsep psikologi lingkungan
(Keliat Budi Anna, 2005).
Konsep pada terapi lingkungan menurut murray, lingkungan
eksternal juga mencakup: stimulus, objek, dan orang lain secara
pribadi. Lingkungan di artikan secara fisik dan psikologi termasuk
masyarakat. Lingkungan secara umum akan berkaitan erat dengan
tujuan keperawatan karna memyangkut status kesehatan seorang yang
tidak dapat dipisahkan dari kondisi lingkunganya sedangkan,
berdasarkan Florence nightingale, aspek penting pemulihan
kesembuhan seseorang adalah udara yang bersih, sinar matahari yang
cuckup, serta lingkungan yang bersih. Tubuh manusia memiliki daya
penyembuhan dan tugas perawat beserta tim kesehatan hanyalah
menciptakan kondisi lingkungan yang mendukung penyembuhan
dengan memodivikasi lingkungan fisik yaitu sebagai berikut:
1. Udara yang bersih (pure air)

xviii
2. Air yang jernih dan sehat (pure water)
3. Pembuangan yang aman dan memadai (efficient drainage)
4. Keadaan lingkungan yang bersih (cleanline)
5. Sinar matahari/ cahaya yang cukup (light)
Selain yang disebutkan nightingale terapi lingkungan harus memiliki
karakteristik berikut ini.
1. Memudahkan perhatian terhadap apa yang terjadi pada individu
dan kelompok selama 24 jam
2. Adanya proses pertukaran informasi
3. Pasien merasakan keakraban dengan lingkungan.
4. Pasien merasa tenang, senang, nyaman, dan aman, serta tidak
merasa takut dari ancaman psikologis maupun ancaman fisik.
5. Penekanan pada sosialisasi dan interaksi kelompok dengan fokus
komunikasi teraupetik.
6. Staf membagi tanggung jawab kepada klien.
7. Personal diri lingkungan menghargai klien sebagai individu yang
memiliki hak, kebutuhan dan tanggung jawab.
8. Kebutuhan fisik klien mudah terpenuhi
b) Tujuannya adalah:
1. Membantu individu untuk mengembangkan rasa harga diri
2. Mengembangkan kemampuan untuk berhubungan dengan orang
lain
3. Membantu belajar untuk mempercayai orang lain
4. Mempersiapkan diri untuk kembali kemasyarakat
5. Mencapai perubahan yang positif
c) Karakteristik terapi lingkungan
Lingkungan harus bersifat teraupetik yaitu: mendorong terjadinya
proses penyembuhan, lingkungan tersebut harus memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1. Pasien merasa akrab dengan lingkungan
2. Pasien merasa senang/nyaman, dan tidak merasa takut dengan
lingkungan.

xix
3. Kebutuhan-kebutuhan fisik klien mudah terpenuhi.
4. Lingkungan perawatan yang bersih.
5. Lingkungan menciptakan rasa aman dari terjadinya luka akibat dari
implus-implus pasien.
6. Personal dari lingkungan perawatan menghargai klien sebagai
individu yang memilki hak, kebutuhan dan pendapat serta
menerima perilaku pasien sebagai respon adanya stress.
7. Lingkungan yang dapat mengurangi pembatasan-pembatasan atau
larangan dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk
menentukan pilihanya dan membentuk perilaku yang baru.
Disamping hal tersebut terapi lingkungan harus memiliki
karakteristik:
1. Memudahkan perhatian terhadap apa yang terjadipada individu dan
kelompok selama 24 jam.
2. Adanya peroses pertukaran informasi.
3. Pasien merasa keakraban dengan lingkungan.
4. Pasien merasa senang, nyaman, aman, dan tidak merasa takut baik
dari ancaman psikologis ataupun fisik.
5. Penekanan pada sosialisasi dan interaksi kelompok dan fokus
komunikasi teraupetik.
6. Staf membagi tanggung jawab bersama klien.
7. Personal dari lingkungan menghargai klien sebagai individu yang
memiliki hak, dan tanggung jawab.
8. Kebutuhan fisik klien mudah terpenuhi.
d) Lingkungan fisik
Aspek lingkungan terapi lingkungan meliputi semua gambaran yang
konkrit yang merupakan bagian eksternal kehidupan rumah sakit,
setting-nya meliputi:
1) Bentuk dan struktur bangunan.
2) Pola interaksi antara masyarakat dan rumah sakit.
Tiga aspek yang mempengaruhi terwujudnya lingkungan fisik
teraupetik adalah:

xx
1) Lingkungan fisik tetap
Mencakup struktur dari bentuk bangunan baik eksternal
maupun internal. Bagian internal meliputi struktur rumah sakit,
yaitu lokasi dan letak gedung sesuai dengan program pelayanan
kesehatan jiwa, salah satunya kesehatan jiwa masyarakat. Berada
di tengah-tengah lingkungan penduduk atau masyarakat sekitarnya
dan tidak di beri pagar terlalu tinggi. Hal ini secara fisikologis
diharapkan bisa membantu memelihara hubungan teraupetik klien
dengan masyarakat. Memberi kesempatan pada keluarga untuk
tetap mengakui keberadaan pasien serta menghindari kesan
terisolasi.
Bagian internal gedung meliputi penataan struktur sesuai
keadaan rumah tinggal yang dilengkapi ruang tamu, ruang tidur,
ruang kamar mandi tertutup, WC, dan ruang makan. Masing-
masing ruang tersebut diberi nama dengan tujuan untuk
memberikan stimulasi pada pasien khususnya yang mengalami
gangguan mental, merangsang memori dan mencegah disorientasi
ruangan.
Setiap ruangan harus dilengkapi oleh jadwal kegiatan
harian, jadwal terapi aktivitas kelompok, jadwal kunjungan
keluarga, dan jadwal kegiatan khusus misalnya rapat ruangan.
(Kusumawati F & Hartono Y, 2011).
2) Lingkungan fisik semi tetap
Fasilitas-fasilitas berupa alat kerumah tanggaan meliputi
lemari, kursi, meja, peralatan dapur, peralatan makan, mandi, dan
lain-lain. Semua perlengkapan diatur sedemikian rupa sehingga
memungkinkan pasien bebas berhubungan satu dengan yang lainya
serta menjaga privasi klien.
3) Lingkungan tidak tetap
Lebih di tekankan pada jarak dan hubungan interpersonal
individu serta sangat dipengaruhi oleh sosial budaya.
e) Peran perawat dalam terapi lingkungan

xxi
1) Pencipta lingkungan yang aman dan nyaman.
a) Perawat menciptakan dan mempertahankan iklim/suasana
yang akrab menyenangkan saling manghargai diantara sesame
perawat, petugas dan pasien.
b) Perawat yang menciptakan suasana yang aman dari benda-
benda atau kedaan-keadaan yang menimbulkan terjadinya
kecelakaan/luka terhadap pasien dan perawat.
c) Menciptakan suasana yang nyaman.
d) Pasien diminta berpartisipasi melakukan kegiatan bagi dirinya
sendiri dan orang lain seperti yang biasa dilakukan
dirumahnya, misalnya membersihkan kamar.
2) Penyelenggara peroses sosial
a) Membantu klien belajar berinteraksi dengan orang lain,
mempercayai orang lain sehingga meningkatkan harga diri dan
berguna bagi orang lain.
b) Mendorong pasien untuk berkomunikasi tentang ide-ide,
perasaan dan perilakunya secara terbuka sesuai aturan didalam
kegiatan-kegiatan tertentu.
c) Melalui sosialisasi klien belajar tentang kegiatan atau
kemampuan yang baru, dan dapat dilakukanya sesuai dengan
kemampuan dan minatnya pada waktu yang luang.
3) Sebagai teknis perawatan
Fungsi perawat adalah memberikan kebutuhan dari pasien,
memberikan obat-obatan yang telah ditetapkan, mengamati efek
obat, dan perilaku-perilaku yang menonjol/menyimpang serta
mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul dalam terapi
tersebut.
4) Sebagai leader atau pengelolah
Perawat harus mampu mengelolah sehingga tercipta
lingkungan teraupetik yang mendukung penyembuhan dan
memberikan dampak baik secara fisik maupun secara psikologis
kepada pasien.

xxii
e) Jenis-jenis kegiatan terapi lingkungan adalah sebagai berkut:
1) Terapi rekreasi
Dengan menggunakan kegiatan yang dilakukan pada waktu
luang dengan kegiatan konstruktif dan menyenangkan, serta
mengembangkan kemampuan hubungan sosial. Contoh: berenang,
main kartu, karambol, dan sebagainya.
2) Terapi kreasi seni
Memberikan kesempatan pada klien untuk
menyalurkan/mengekspresikan parasnya. Contoh: menari dan
menyanyi sesuai dengan suasana hati pasien.
3) Terapi dengan menggambar dan melukis
Memberikan kesempatan pasien untuk mengekspresikan
tentang apa yang sedang terjadi dengan dirinya dengan
menggambar, untuk menurunkan ketegangan dan memusatkan
pikiran pada kegiatan.
4) Literature/biblio therapy
Terapi dengan membaca seperti novel, majalah dan buku-buku
lainya, dimana pasien diharapkan untuk mendiskusikan
pendapatnya setelah membaca.
5) Pet therapy
Terapi untuk menstimulus respons pasien yang tidak mampu
berhubungan/ berinteraksi dengan orang lain (kebiasaan
menyendiri), yaitu dengan menggunakan objek binatang untuk
bermain.
6) Plant therapy
Mengajarkan klien untuk mengajarkan segala sesuatu/ makhluk
hidup dengan memelihara tumbuhan, mulai dari menanam dan
memelihara, serta menggunakanya saat tanaman itu dipetik.
Syarat-syarat menciptakan terapi lingkungan pada kondisi khusus
adalah sebagai berikut.
a) Pada pasien harga diri rendah, depresi, dan bunuh diri

xxiii
Lingkungan secara fisik: ruangan aman, nyaman,
terhindar dari alat-alat yang dapat digunakan untuk
menciderai diri atau orang lain, lemari dalam keadaan
terkunci, berada pada lantai satu, ruangan mudah dipantau
perawat/petugas, tata ruangan menarik dan menempel
poster, warna dinding cerah, ada ruangan baca, terhadap
musik dan TV.
b) Pada pasien amuk
Lingkungan secara fisik: ruang aman, nyaman,
mendapatkan cahaya cukup, satu kamar satu orang, jendela
dari besi terkunci, terdapat protokol pengikatan dan
pengasingan secara aman, serta pelepasanya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini
diberikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dan perilaku maladaptif
menjadi perilaku adaptif. (Kusumawati F & Hartono Y, 2011).
Terapi modalitas adalah suatu bentuk terapi yang diberikan dalam upaya
mengubah perilaku pasien dan perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif
baik secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka terapi
modalitas dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan. Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan
jiwa. Jenis-jenis terapi modalitas diaPntaranya adalah terapi psikoanalisis
psikoterapi, terapi modifikasi perilaku, terapi kelompok, terapi rehabilitas,
terapi psikodrama, terapi lingkungan.

Prosedur pelaksanaan terapi ini adalah menjadikan perawat sebagai terapis


mendasarkan potensi yang dimiliki klien sebagai titik tolak terapi untuk
penyembuhan. Untuk bentuk terapi modalitas klien dapat dilakukan dengan
pendekatan sesuai dengan karakteristik setiap klien serta strategi pelaksanan,

xxiv
baik untuk klien maupun untuk keluarga. Manfaat dari terapi ini adalah
mengembalikan perilaku klien dari yang mal adaptif menjadi adaptif.

B. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan pada makalah ini antara lain dalam
manajemen terapi modalitas perlu strategi yang mungkin dapat dilakukan
untuk dijadikan alternatif dalam merawat klien dengan gangguan jiwa, serta
mengaplikasikan strategi pelaksanaan bagi klien dan keluarga sehingga
nantinya penyakit gangguan jiwa dapat diminalisir serta keluarga mampu turut
dalam perawatan sehingga sebisa mungkin faktor predisposisi serta presipitasi
untuk menimbulkan gangguan jiwa tidak terjadi dan dapat dimalisir.

DAFTAR PUSTAKA
Keliat Budi Anna, (2005). Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Gangguan
Jiwa. Jakarta: Egc.
Keliat Budi Anna & Akemat, (2004). Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas
Kelompok. Jakarta: Egc.
Kusumawati F & Hartono Y, (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Pandu Stiawan, (2005). Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas Di Indonesia.
Http//Syehaceh.Woordpress.Com, diakses pada tanggal 5 april 2014.
Muhaj K, (2009). Terapi okupasi dan rehabilitas.
http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/10/terapi-okupasi-dan-
rehabilitasi.html.
Riayadi s & purwanto, (2009). Asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta: Graham
Ilmu
Perko & kreigh, (2000). Keperawatan jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
Dahlia Majnun, (2009). Pengantar psikologi klinis (edisi revisi). Bandung: Refika
Aditama.

xxv

Anda mungkin juga menyukai