Anda di halaman 1dari 15

Teori Adaptasi Callista Roy Dalam

Keperawatan Komunitas 
NAMA: IZAMUDDIN
NIM : 2014201014
Mk : keperawatan komunitas

Callista Roy.

Callista Roy adalah seorang anggota Sisters of Saint Joseph dari Carondelet,
lahir pada 14 Oktober 1939, di Los Angeles, California. Dia menerima gelar sarjana
keperawatan pada tahun 1963 dari Perguruan Tinggi Mount Saint Mary di Los
Angeles dan gelar master dalam perawatan dari University of California, Los Angeles,
pada tahun 1966. Setelah mendapatkan gelar keperawatannya, Roy memulai
pendidikannya di bidang sosiologi, menerima gelar master sosiologi pada tahun 1973
dan gelar doktor dalam sosiologi pada tahun 1977 dari University of California.
Saat bekerja menuju gelar masternya, Roy ditantang dalam sebuah seminar
bersama Dorothy E. Johnson untuk mengembangkan model konseptual untuk
keperawatan. Ketika bekerja sebagai perawat staf anak-anak, Roy telah melihat
kekuatan besar anak-anak dan kemampuan mereka untuk beradaptasi dalam
menanggapi perubahan fisik dan psikologis utama. Roy terkesan oleh adaptasi sebagai
kerangka kerja konseptual yang tepat untuk keperawatan. Roy mengembangkan
konsep dasar model ketika dia adalah seorang mahasiswa pascasarjana di Universitas
California, Los Angeles, dari 1964 hingga 1966. Roy mulai melakukan opera-
sionalisasi modelnya pada tahun 1968 ketika Perguruan Tinggi Mount Saint Mary
mengadopsi kerangka kerja adaptasi sebagai landasan filosofis dari kurikulum
keperawatan. Model Adaptasi Roy pertama kali disajikan dalam literatur dalam artikel
yang diterbitkan di Nursing Outlook pada tahun 1970 berjudul "Adaptasi: Kerangka
Konseptual untuk Keperawatan" (Roy, 1970).
Roy adalah seorang profesor dan ketua Departemen Keperawatan di Mount
Saint Mary's College hingga 1982. Dia dipromosikan ke pangkat profesor pada tahun
1983 di Mount Saint Mary's College dan University of Portland. Dia membantu
memulai dan mengajar di program master musim panas di University of Portland.
Dari tahun 1983 hingga 1985, ia adalah seorang postdoctoral Robert Wood Johnson di
University of California, San Francisco, sebagai seorang sarjana perawat klinis dalam
ilmu saraf. Selama waktu ini, ia melakukan penelitian pada intervensi keperawatan

Dasar teoritis yang dia gunakan adalah:


 Teori Sistem
 Teori Evolusi

 Konsep Manusia:
Anggap pria itu sebagai makhluk bio-psiko-sosial dalam kaitannya dengan
Konstan dengan lingkungan yang dia anggap mengubah The
Manusia adalah sistem biologis kompleks yang mencoba
Beradaptasi dengan empat aspek kehidupan:
 Fisiologi
 Citra diri
 Domain peran
 Saling ketergantungan satu
Pria itu, menurut C. Roy, itu harus beradaptasi dengan empat bidang,
Apa itu mereka?
- Kebutuhan fisiologis dasar: Yaitu,
Mengacu pada sirkulasi, suhu tubuh, oksigen,
Cairan organik, tidur, aktivitas, makanan dan
Eliminasi.
- Citra diri: Diri manusia harus merespon Juga untuk perubahan lingkungan.
- Penguasaan peran atau peran: Setiap orang memenuhi Peran yang berbeda dalam masyarakat,
sesuai dengan situasi mereka: ibu, Anak, ayah, sakit, pensiun, Peran ini berubah dalam
Kesempatan, seperti yang bisa terjadi pada seorang pria Karyawan yang pensiun dan harus
beradaptasi dengan peran baru
Apa yang kamu punya?
- Saling ketergantungan: Citra diri dan penguasaan Peran sosial setiap individu berinteraksi
dengan Orang-orang di sekitar Anda, berolahraga dan menerima Pengaruh. menciptakan
hubungan saling ketergantungan, Itu dapat dimodifikasi oleh perubahan lingkungan.
 Konsep Kesehatan:
Mengenai Kesehatan, anggap saja sebagai proses Adaptasi dalam pemeliharaan integritas,
Fisiologis, psikologis dan sosial.
 Konsep Keperawatan:
Dia mendefinisikannya sebagai sistem pengetahuan teoretis. Itu menentukan proses analisis dan
tindakan Terkait dengan perawatan individu yang sebenarnya atau
Berpotensi sakit.
C. Roy menetapkan bahwa para perawat, untuk memenuhi Tujuan mempromosikan adaptasi
individu di Empat area yang tercantum di atas, harus dilakukan
Dua jenis tindakan:
1. Penilaian, yang tujuannya adalah untuk menentukan situasi pasien Dalam penyakit
kesehatan
2. Intervensi langsung pada pasien, membantunya untuk Tanggapi dengan tepat.
Tindakan ini dilakukan dalam proses Perawatan yang mencakup fase:
a. Penilaian.
b. Perencanaan
c. Kinerja
d. Evaluasi.
Callista membedakan antara keperawatan seperti Sains dan keperawatan praktis, artinya yang
kedua Ini difokuskan untuk menawarkan individu sebuah Layanan yang secara positif
meningkatkan kesehatan Anda.

 Tujuan dari model:


Bahwa individu mencapai tingkat adaptasi maksimum Dan evolusi.
Roy mengomentari asumsi utamanya di Alberta (1984), pada konferensi internasional, dan
mereka adalah:
A) Sebuah sistem adalah sekumpulan elemen terkait Sedemikian rupa sehingga mereka
membentuk kesatuan atau kesatuan.
B) Sebuah sistem adalah keseluruhan yang bekerja seperti itu di Kebajikan saling ketergantungan
bagian-bagiannya,
C) Sistem memiliki input dan output, mereka juga memiliki Proses kontrol dan umpan balik.
D) Entri atau imput, dalam bentuk kriteria biasanya Berkaitan dengan gagasan informasi.
E) Sistem kehidupan lebih kompleks dari Mekanika, dan mereka memiliki beberapa elemen
umpan balik yang Mereka mengatur operasi umum mereka. Singkatnya, kita dapat mengatakan
bahwa model Roy adalah Ini berfokus pada adaptasi manusia, dan bahwa konsepnya Orang,
kesehatan, keperawatan dan lingkungan adalah Terkait secara keseluruhan global.

A.    Model Konseptual Keperawatan Komunitas. 


Model konseptual mengacu pada ide - ide global mengenai individu, kelompok situasi
atau kejadian tertentu yang berkaitan dengan disiplin yang spesifik. Teori - teori yang
terbentuk dari penggabungan konsep dan pernyataan yang berfokus lebih khusus pada
suatu kejadian dan fenomena dari suatu disiplin ilmu. Model konseptual keperawatan
dikembangkan atas pengetahuan para ahli keperawatan tentang keperawatan yang
bertolak dari paradigma keperawatan. 
Model konseptual dalam keperawatan dapat memungkinkan perawat untuk
menerapkan cara perawat bekerja dalam batas kewenangan sebagai seorang perawat.
Perawat perlu memahami konsep ini sebagai kerangka konsep dalam memberikan
asuhan keperawatan dalam praktek keperawatan atau sebagai filosofi dalam dunia
pendidikan dan kerangka kerja dalam riset keperawatan. Ada berbagai jenis model
konseptual keperawatan berdasarkan pandangan ahli dalam bidang keperawatan, salah
satunya adalah model adaptasi Roy.
Roy dalam teorinya menjelaskan empat macam elemen esensial dalam adaptasi
keperawatan , yaitu : 
1.      Manusia.
2.      Lingkungan.
3.      Kesehatan.
4.      Keperawatan.
Model adaptasi Roy menguraikan bahwa bagaimana individu mampu meningkatkan
kesehatannya dengan cara memepertahankan perilaku secara adaptif karena menurut
Roy, manusia adalah makhluk holistic yang memiliki sistem adaptif yang selalu
beradaptasi. 
B.     Sejarah dan Perkembangan Model Teori Adaptasi Callista Roy. 
Model konsep adaptasi pertama kali dikemukakan oleh Suster Callista Roy (1969).
Dalam Sebuah seminar dengan Dorrothy E. Johnson, Roy tertantang untuk
mengembangkan sebuah model konsep keperawatan. Konsep adaptasi mempengaruhi
Roy dalam kerangka konsepnya yang sesuai dengan keperawatan. 
Dimulai dengan pendekatan teori sistem. Roy menambahkan kerja adaptasi dari
Helsen (1964) seorang ahli fisiologis – psikologis. Untuk memulai membangun
pengertian konsepnya. Helsen mengartikan respon adaptif sebagai fungsi dari
datangnya stimulus sampai tercapainya derajat adaptasi yang di butuhkan
individu. Derajat adaptasi dibentuk oleh dorongan tiga jenis stimulus yaitu : 
1.      Focal Stimuli.
2.      Konsektual Stimuli
3.      Residual Stimuli.
Roy mengkombinasikan teori adaptasi Helson dengan definisi dan pandangan
terhadap manusia sebagai sistem yang adaptif. Selain konsep-konsep tersebut, Roy
juga mengadaptasi nilai “ Humanisme” dalam model konseptualnya berasal dari
konsep A.H. Maslow untuk menggali keyakinan dan nilai dari manusia. Menurut Roy,
humanisme dalam keperawatan adalah keyakinan, terhadap kemampuan koping
manusia dapat meningkatkan derajat kesehatan. Sebagai model yang berkembang,
Roy menggambarkan kerja dari ahli - ahli lain di area adaptasi seperti : 
1.      Dohrenwend (1961), 
2.      Lazarus (1966), 
3.      Mechanic (1970)
4.      Selye (1978). 
Teori adaptasi suster Callista Roy memandang klien sebagai suatu system adaptasi.
Sesuai dengan model Roy, tujuan dari keperawatan adalah membantu seseorang untuk
beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan
hubungan interdependensi selama sehat dan sakit (Marriner - Tomery,1994).
Kebutuhan asuhan keperawatan muncul ketika klien tidak dapat beradaptasi terhadap
kebutuhan lingkungan internal dan eksternal.
Seluruh individu harus beradaptasi terhadap kebutuhan berikut : 
1.      Pemenuhan kebutuhan fisiologis dasar. 
2.      Pengembangan konsep diri positif.
3.      Penampilan peran social.
4. Pencapaian keseimbangan antara kemandirian dan ketergantungan. 
Setelah beberapa tahun, model ini berkembang menjadi sebagai suatu kerangka
kerja pendidikan keperawatan, praktek keperawatan dan penelitian. Tahun 1970,
model adaptasi keperawatan diimplementasikan sebagai dasar kurikulum sarjana
muda keperawatan di Mount Saint Mary’s College. Sejak saat itu lebih dari 1500 staf
pengajar dan mahasiswa-mahasiswa terbantu untuk mengklarifikasi, menyaring, dan
memperluas model. Penggunaan model praktek juga memegang peranan penting
untuk klarifikasi lebih lanjut dan penyaringan model. Sebuah studi penelitian pada
tahun 1971 dan survey penelitian pada tahun 1976 - 1977 menunjukkan beberapa
penegasan sementara dari model adaptasi.
Perkembangan model adaptasi keperawatan dipengaruhi oleh latar belakang Roy dan
profesionalismenya. Secara filosofi Roy mempercayai kemampuan bawaan, tujuan
dan nilai kemanusiaan. Pengalaman klinisnya telah membantu perkembangan
kepercayaannya itu dalam keselarasan dari tubuh manausia dan spirit. Keyakinan
filosofi Roy lebih jelas dalam kerjanya yang baru pada model adaptasi keperawatan. 
Definisi dan Konsep Mayor  yang membangun kerangka konseptual model
adaptasi Callista Roy adalah : 
1.      Sistem.
Adalah kesatuan dari beberapa unit yang saling berhubungan dan
membentuk satu kesatuan yang utuh dengan ditandai adanya input,
control, proses, output, dan umpan balik. 
2.      Derajat Adaptasi. 
Adalah perubahan tetap sebagai hasil dari stimulus fokal, konstektual dan
residual dengan standar individual, sehingga manusia dapat berespon
adaptif sendiri. 
3.      Problem Adaptasi. 
Adalah kejadian atau situasi yang tidak adekuat terhadap penurunan atau
peningkatan kebutuhan. 
4.      Stimulus Fokal. 
Adalah derajat perubahan atau stimulus yang secara langsung
mengharuskan manusia berespon adaptif. Stimulus fokal adalah presipitasi
perubahan tingkah laku. 
5.      Stimulus Konstektual. 
Adalah seluruh stimulus lain yang menyertai dan memberikan konstribusi
terhadap perubahan tingkah laku yang disebabkan atau dirangsang oleh
stimulus fokal. 
6.      Stimulus Residual. 
Adalah seluruh factor yang mungkin memberikan konstribusi terhadap
perubahan tingkah laku, akan tetapi belum dapat di validasi. 

7.      Regulator.
Adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon otomatik melalui
neural, cemikal, dan proses endokrin. 
8.      Kognator.
Adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon melalui proses
yang kompleks dari persepsi informasi, mengambil, keputusan dan
belajar. 
9.      Model Efektor Adaptif. 
Adalah kognator yaitu ; Fisiologikal, fungsi Peran, interdependensi dan
konsep diri. 
10.  Respon Adaptif. 
Adalah respon yang meningkatkan intergritas manusia dalam mencapai
tujuan manusia untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan
reproduksi. 
11.  Fisiologis. 
Adalah kebutuhan fisiologis termasuk kebutuhan dasar dan bagaimana
proses adaptasi dilakukan untuk pengaturan cairan dan elektrolit, aktivits
dan istirahat, eliminasi, nutrisi, sirkulasi dan pengaturan terhadap suhu,
sensasi, dan proses endokrin. 
12.  Konsep Diri. 
Adalah seluruh keyakinan dan perasaan yang dianut individu dalam satu
waktu berbentuk : persepsi, partisipasi, terhadap reaksi orang lain dan
tingkah laku langsung. 
Termasuk pandangan terhadap fisiknya (body image dan sensasi diri)
Kepribadian yang menghasilkan konsistensi diri, ideal diri, atau harapan
diri, moral dan etika pribadi.
13.  Penampilan Peran. 
Adalah penampilan fungsi peran yang berhubungan dengan tugasnya di
lingkungan social.
14.  Interdependensi. 
Adalah hubungan individu dengan orang lain yang penting dan sebagai
support sistem. Di dalam model ini termasuk bagaimana cara memelihara
integritas fisik dengan pemeliharaan dan pengaruh belajar. 
C.     4 Elemen Model Konseptual Adaptasi Roy. 
Empat elemen penting yang termasuk dalam model adaptasi keperawatan
adalah : 
1.      Manusia.
2.      Lingkungan.
3.      Kesehatan.
4.      Keperawatan.
Unsur keperawatan terdiri dari dua bagian yaitu tujuan keperawatan dan aktivitas
keperawatan, juga termasuk dalam elemen penting pada konsep adaptasi.

1.      Manusia.
Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem adaptif.
Sebagai sistem adaptif, manusia dapat digambarkan secara holistic sebagai
satu kesatuan yang mempunyai input, control, output, dan proses umpan
balik. Proses control adalah mekanisme koping yang dimanifestasikan
dengan cara adaptasi. 
Lebih spesifik manusia di definisikan sebagai sebuah sistem adaptif
dengan aktivitas kognator dan regulator untuk mempertahankan
adaptasi dalam empat cara adaptasi yaitu : 
a.       Fungsi Fisiologi.
b.      Konsep Diri.
c.       Fungsi Peran.
d.      Interdependensi.
Dalam model adaptasi keperawatan, manusia dijelaskan sebagai suatu
sistem yang hidup, terbuka dan adaptif yang dapat mengalami kekuatan
dan zat dengan perubahan lingkungan. Sebagai sistem adaptif manusia
dapat digambarkan dalam istilah karakteristik sistem, Jadi manusia dilihat
sebagai satu kesatuan yang saling berhubungan antar unit fungsional
secara keseluruhan atau beberapa unit fungsional untuk beberapa tujuan. 
Sebagai suatu system, manusia juga dapat digambarkan dengan istilah
input, proses control dan umpan balik serta output. Input pada manusia
sebagai suatu sistem adaptasi adalah dengan menerima masukan dari
lingkungan luar dan lingkungan dalam diri individu itu sendiri.
Input atau stimulus termasuk variable satandar yang berlawanan yang
umpan baliknya dapat dibandingkan. Variabel standar ini adalah stimulus
internal yang mempunyai tingkat adaptasi dan mewakili dari rentang
stimulus manusia yang dapat ditoleransi dengan usaha - usaha yang
biasanya dilakukan. 
Proses control manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah mekanisme
koping yang telah diidentifikasi yaitu : subsistem regulator dan subsistem
kognator. Regulator dan kognator adalah digambarkan sebagai aksi dalam
hubunganya terhadap empat efektor cara adaptasi yaitu : fungsi fisiologis,
konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.
a.      Model Fungsi Fisiologi. 
Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya.
Roy mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus
dipenuhi untuk mempertahankan integritas, yang dibagi menjadi dua
bagian, Yaitu : 
1.      Model fungsi fisiologis Tingkat Dasar yang terdiri dari 5
kebutuhan. 
2.      Model Fungsi fisiologis dengan Proses yang Kompleks
terdiri dari 4 bagian. 
Model Fungsi Fisiologis dengan Tingkat dasar, diantaranya :  

1.      Oksigenasi.
Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu ventilasi,
pertukaran gas dan transpor gas (Vairo,1984 dalam Roy 1991).
2.      Nutrisi.
Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk
mempertahankan fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan
mengganti jaringan yang injuri. (Servonsky, 1984 dalam Roy
1991).
3.      Eliminasi.
Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan ginjal.
(Servonsky, 1984 dalam Roy 1991).
4.      Aktivitas dan Istirahat. 
Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat yang
digunakan untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam
memperbaiki dan memulihkan semua komponen-komponen tubuh.
(Cho,1984 dalam Roy, 1991).
5.      Proteksi / Perlindungan. 
Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses imunitas dan struktur
integumen (kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini penting sebagai
fungsi proteksi dari infeksi, trauma dan perubahan suhu. (Sato,
1984 dalam Roy 1991). 
Sedangkan Model Fungsi Fisiologis dengan Proses Kompleks,
diantaranya : 
1.      The Sense / Perasaan. 
Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan bau memungkinkan
seseorang berinteraksi dengan lingkungan . Sensasi nyeri penting
dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan.(Driscoll, 1984, dalam
Roy, 1991). 
2.      Cairan dan Elektrolit. 
Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya termasuk air,
elektrolit, asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi sistemik.
Sebaliknya inefektif fungsi sistem fisiologis dapat menyebabkan
ketidakseimbangan elektrolit. (Parly, 1984, dalam Roy 1991).
3.      Fungsi Syaraf / Neurologis. 
Hubungan-hubungan neurologis merupakan bagian integral dari
regulator koping mekanisme seseorang. Mereka mempunyai fungsi
untuk mengendalikan dan mengkoordinasi pergerakan tubuh,
kesadaran dan proses emosi kognitif yang baik untuk mengatur
aktivitas organ-organ tubuh (Robertson, 1984 dalam Roy, 1991).
4.      Fungsi Endokrin. 
Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai dengan fungsi
neurologis, untuk menyatukan dan mengkoordinasi fungsi tubuh.
Aktivitas endokrin mempunyai peran yang signifikan dalam respon
stress dan merupakan dari regulator koping mekanisme ( Howard
& Valentine dalam Roy,1991).
b.      Model Konsep Diri. 
Model konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan penekanan
spesifik pada aspek psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari
konsep diri ini berhubungan dengan integritas psikis antara lain
persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan. 
Konsep diri menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu the physical
self dan the personal self.
1.      The Physical Self. 
Yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan
dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitan pada
area ini sering terlihat pada saat merasa kehilangan, seperti setelah
operasi, amputasi atau hilang kemampuan seksualitas. 
2.      The Personal Self. 
Yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral- etik dan
spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan
atau takut merupakan hal yang berat dalam area ini.
c.       Mode fungsi peran. 
Model fungsi peran mengenal pola – pola interaksi sosial seseorang
dalam hubungannya dengan orang lain, yang dicerminkan dalam peran
primer, sekunder dan tersier. Fokusnya pada bagaimana seseorang
dapat memerankan dirinya dimasyarakat sesuai kedudukannya.
d.      Mode Interdependensi. 
Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang dijabarkan
oleh Roy. Fokusnya adalah interaksi untuk saling memberi dan
menerima cinta / kasih sayang, perhatian dan saling menghargai.
Interdependensi yaitu keseimbangan antara ketergantungan dan
kemandirian dalam menerima sesuatu untuk dirinya. 
Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk afiliasi dengan
orang lain. Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan berinisiatif
untuk melakukan tindakan bagi dirinya. Interdependensi dapat dilihat
dari keseimbangan antara dua nilai ekstrim, yaitu memberi dan
menerima.
Output dari manusia sebagai suatu sistem adaptif adalah respon
inefektif.  Respon-respon yang adaptif itu mempertahankan atau
meningkatkan integritas, sedangkan respon yang tidak efektif atau
maladaptif itu mengganggu integritas. Melalui proses umpan balik respon -
respon memberikan lebih lanjut masukan (input) pada manusia sebagai
suatu sisem. Subsistem regulator dan kognator adalah mekanisme adaptasi
atau koping dengan perubahan lingkungan, dan diperlihatkan melalui
perubahan biologis, psikologis, dan social. 
Subsistem regulator adalah gambaran respon yang kaitannya dengan
perubahan pada sistem saraf, kimia tubuh dan organ endokrin serta
subsistem kognator adalah gambaran respon yang kaitannya dengan
perubahan kognitif dan emosi, termasuk didalamnya persepsi, proses
informasi, pembelajaran, dan membuat alasan dan emosional, yang
termasuk didalamnya mempertahankan untuk mencari bantuan. 
2.      Lingkungan.
Lingkungan digambarkan sebagai dunia di dalam dan di luar manusia.
Lingkungan merupakan masukan (input) bagi manusia sebagai sistem yang
adaptif sama halnya lingkungan sebagai stimulus eksternal dan internal. 
Lebih lanjut stimulus itu dikelompokkan menjadi tiga jenis stimulus yaitu :
fokal, konstektual, dan residual. 
Lebih luas lagi lingkungan didefinisikan sebagai segala kondisi, keadaan
disekitar dan mempengaruhi keadaan, perkembangan dan perilaku manusia
sebagai individu ata kelompok. 
3.      Kesehatan.
Menurut Roy, kesehatan didefinisikan sebagai keadaan dan proses menjadi
manusia secara utuh dan terintegrasi secara keseluruhan. Integritas atau
keutuhan manusia menyatakan secara tidak langsung bahwa kesehatan
atau kondisi tidak terganggu mengacu kelengkapan atau kesatuan dan
kemungkinan tertinggi dari pemenuhan potensi manusia. Jadi Integritas
adalah sehat, sebaliknya kondisi yang tidak ada integritas kurang sehat. 
Definisi kesehatan ini lebih dari tidak adanya sakit tapi termasuk
penekanan pada kondisi sehat sejahtera. Dalam model adaptasi
keperawatan, konsep sehat dihubungkan dengan konsep adaptasi. Adaptasi
yang bebas energi dari koping yang inefektif dan mengizinkan manusia
berespon terhadap stimulus yang lain. Pembebasan energi ini dapat
meningkatkan penyembuhan dan mempertinggi kesehatan. 
Hal ini adalah pembebasan energi yang menghubungkan konsep adaptasi
dan kesehatan. Adaptasi adalah komponen pusat dalm model keperawatan.
Didalamnya menggambarkan manusia sebagai sistem adaptif. Adaptasi
dipertimbangkan baik proses koping terhadap stressor dan produk akhir
dari koping. Proses adaptasi termasuk fungsi holistic untuk mempengaruhi
kesehatan secara positif dan itu meningkatkan integritas.
Proses adaptasi termasuk semua interaksi manusia dan lingkungan terdiri dari
dua proses, yaitu :
1.      Bagian pertama dari proses ini dimulai dengan perubahan dalam
lingkungan internal dan eksternal yan gmembutuhkan sebuah respon.
Perubahan – perubahan itu adalah stressor atau stimulus fokal dan
ditengahi oleh factor - faktor konstektual dan residual. Bagian - bagian
stressor menghasilkan interaksi yang biasanya disebut stress. 
2.      Bagian kedua adalah mekanisme koping yang merangsang untuk
menghasilkan respon adaptif dan inefektif. 
Produk adaptasi adalah hasil dari proses adaptasi dan digambarkan dalam
istilah kondisi yang meningkatkan tujuan - tujuan manusia yang meliputi :
kelangsungan hidup, pertumbuhan, reproduksi dan penguasaan yang
disebut integritas. Kondisi akhir ini adalah kondisi keseimbangan dinamik
equilibrium yang meliputi peningkatan dan penurunan respon - respon. 
Setiap kondisi adaptasi baru dipengaruhi oleh adaptasi, sehingga dinamik
equilibrium manusia berada pada tingkat yang lebih tinggi. Jarak yang
besar dari stimulus dapat disepakati dengan suksesnya manusia sebagai
sistem adaptif. Jadi peningkatan adaptasi mengarah pada tingkat - tingkat
yang lebih tinggi pada keadaan sejahtera atau sehat. Adaptasi kemudian
disebut sebagai suatu fungsi dari stimuli yang masuk dan tingkatan
adaptasi. 
4.      Keperawatan.
Roy (1983) menggambarkan keperawatan sebagai disiplin ilmu dan
praktek. Sebagai ilmu, keperawatan mengobservasi, mengklasifikasikan
dan menghubungkan proses yang secara positif berpengaruh pada status
kesehatan. Sebagai disiplin, praktek, keperawatan menggunakan
pendekatan pengetahuan untuk menyediakan pelayanan pada orang -
orang. Lebih spesifik dia mendefinisikan keperawatan sebagai ilmu dan
praktek dari peningkatan adaptasi untuk meningkatkan kesehatan sebagai
tujuan untuk mempengaruhi kesehatan secara positif. 
Keperawatan meningkatkan adaptasi individu dan kelompok dalam situasi
yang berkaitan dengan kesehatan, Jadi model adaptasi keperawatan
menggambarkan lebih spesifik perkembangan ilmu keperawatan dan
praktek keperawatan yang berdasarkan ilmu keperawatan tersebut. Dalam
model tersebut, keperawatan terdiri dari tujuan keperawatan dan aktivitas
keperawatan. 
Keperawatan adalah berhubungan dengan manusia sebagai satu kesatuan
yang berinteraksi dengan perubahan lingkungan dan tanggapan terhadap
stimulus internal dan eksternal yang mempengaruhi adaptasi. Ketika
stressor yang tidak biasa atau koping mekanisme yang lemah membuat
upaya manusia yang biasa menjadi koping yang tidak efektif, manusia
memerlukan seorang perawat. Ini tidak harus, bagaimanapun
diinterpretasikan umtuk memberi arti bahwa aktivitas keperawatan tidak
hanya diberikan ketika manusia itu sakit. Roy menyetujui, pendekatan
holistic keperawatan dilihat sebagai proses untuk mempertahankan
keadaan baik dan tingkat fungsi yang lebih tinggi. 
Keperawatan terdiri dari dua yaitu :tujuan keperawatan dan aktivitas
keperawatan. Tujuan keperawatan adalah mempertinggi interaksi manusia
dengan lingkungan. 
Jadi peningkatan adaptasi dalam tiap empat cara adaptasi yaitu : 
1.      Fungsi fisiologis.
2.      Konsep diri.
3.      Fungsi peran.
4.      Interdependensi.
Dorongan terhadap peningkatan integritas adaptasi dan berkontribusi
terhadap kesehatan manusia, kualitas hidup dan kematian dengan damai.
Tujuan keperawatan diraih ketika stimulus fokal berada dalam suatu area
dengan tingkatan adaptasi manusia. Ketika stimulus fokal tersebut berada
pada area tersebut dimana manusia dapat membuat suatu penyesuaian diri
atau respon efektif. 
Adaptasi membebaskan energi dari upaya koping yang tidak efektif dan
memnugkinkan individu untuk merespon stimulus yang lain. Kondisi
tersebut dapat mencapai peningkatan penyembuhan dan kesehatan. Jadi
peranan penting adaptasi sangat ditekankan pada konsep ini. 
D.    Proses Keperawatan. 
Tujuan dari adaptasi adalah membantu perkembangan aktivitas keperawatan
yang digunakan pada proses keperawatan meliputi : pengkajian, diagnosa
keperawatan , tujuan, intervensi dan evaluasi. Adaptasi model keperawatan
menetapkan “data apa yang dikumpulkan, bagaimana mengidentifikasi masalah dan
tujuan utama. 
a.      Pengkajian.
Pendekatan apa yang dipakai dan bagaimana mengevaluasi efektifitas
proses keperawatan”. Unit analisis dari pengkajian keperawatan adalah
interaksi manusia dengan lingkungan. Proses pengkajian keperawatan
adalah interaksi manusia dengan lingkungan. Proses pengkajian termasuk
dalam dua tingkat pengkajian. 
1.      Tingkat pertama mengumpulkan data tentang perilaku manusia,
dalam tiap empat cara penyesuaian diri. Data - data tersebut
dikumpulkan dari data observasi penilaian respond dan komunikasi
dengan individu. Dari data tersebut perawat membuat keputusan
sementara tentang apakah perilaku dapat menyesuaikan diri atau tidak
efektif. 
2.      Tingkat kedua pengkajian adalah mengumpulkan data tentang
fokal, konstektual dan residual stimuli. Selama tingkat pengkajian ini
perawat mengidentifikasi faktor - faktor yang mempengaruhi perilaku
yang diobservasi pada pengkajian tingkat pertama. Keterlibatan ini
penting untuk menetapkan faktor-faktor utama yang mempengaruhi
perilaku. 
Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua bagian,
yaitu : 
a.      Tahap I : Pengkajian Perilaku. 
Ini merupakan tahap proses keperawatan yang bertujuan
mengumpulkan data dan memutuskan klien adptif dan maladaptive.
Termasuk dalam model ini adalah kebutuhan dasar manusia apakah
dapat dipengaruhi oleh kekurangan atau kelebihan. 
Misalnya terlalu sedikit oksigen, terlalu tinggi gula darah atau terlalu
banyak ketergantungan. Perawat menggunakan wawancara, observsi
dan pengukuran untuk mengkaji perilaku klien sekarang dan setiap
mode. Berdasarkan pengkajian ini perawat menganalisis apakah
perilaku ini adaptif, maladaptive atau potensial maladaptive.
b.      Tahap II: Pengkajian faktor – faktor yang berpengaruh. 
Pada tahap ini termasuk pengkajan stimuli yang signifikan terhadap
perubahan perilaku seseorang yaitu stimuli focal, kontekstual dan
residual. 
1.      Identifikasi stimuh focal. 
Stimuli tocal merupakan perubahan penilaku yang dapat diobserasi.
Perawat dapat melakukan pengkaian dengan menggunakan
pengkajian perilaku yaltu : Keterampilan melakukan observasi,
melakukan pengukuran dan interview. 
2.      Identifikasi stimuli kontekstual.
Stimuli kontekstual ini berkontribusi terhadap penyebab terjadinya
perilaku atau presipitasi oleh stimulus focal. Sebagal contoh anak
yang di rawat dirumah sakit mempunyai peran perilaku yang
inefektif yaitu tidak belajar. 
Focal stimulus yang dapat dildentifikasi adalah adanya fakta bahwa
anak kehlangan skedul sekolah. Stimulus kontekstual yang dapat
diidentiflkasi adalah secara internal faktor anak menderita sakit dan
faktor eksternalnya adalah anak terisolasi. Stimulasi kontekstual
dapat diidentifikasi oleh perawat melalul observasi, pengukuran,
interview dan validasi. 
Menurut Martinez, 1976 dalam Roy 1989, faktor kontekstual yang
mempengaruhi mode adaptif adalah 
a.       Genetic.
b.      Sex.
c.       Tahap perkembangan.
d.      Obat.
e.       Alkohol.
f.       Tembakau.
g.      Konsep diri.
h.      Peran fungsi.
i.        Interdependensi.
j.        Pola interaksi sosial.
k.      Koping mekanisme.
l.        Stress emosi dan fisik religi,
m.    Lingkungan fisik. 
3.      Identifikasi stimuli residual. 
Pada tahap ini yang mempengaruhi adalah pengalaman masa lalu.
Helson dalam Roy, 1989 menjelaskan bahwa beberapa faktor dari
pengalaman lalu relevan dalam menjelaskan bagaimana keadaan
saat ini. Sikap, budaya, karakter adalah faktor residual yang sulit
diukur dan memberikan efek pada situasi sekarang. 
b.      Diagnosa keperawatan. 
Diagnosa keperawatan menurut teori adaptasi Roy didefinisikan sebagai
suatu hasil dari proses pengambilan keputusan berhubungan dengan
kurang mampunya adaptasi. Diagnosa keperawatan dirumuskan dengan
mengobservasi tingkah laku kilen terhadap pengaruh lingkungan. 
Menurut Roy (1991) ada 3 metode dalam membuat diagnosa keperawatan
menggunakan 4 (empat) model adaptif, yaitu fisiologis, konsep diri, fungsi
peran dan interdependen. 
Roy mendefinisikan 3 metode untuk menyusun diagnosa keperawatan

1.      Menggunakan tipologi diagnosa yang dikembangkan oleh Roy dan
berhubungan dengan 4 mode adaptif . dalam mengaplikasikan
diagnosa ini, diagnosa pada kasus Tn. Smith adalah “hypoxia”.  
2.      Menggunakan diagnosa dengan pernyataan/mengobservasi dari
perilaku yang tampak dan berpengaruh tehadap stimulusnya. Dengan
menggunakan metode diagnosa ini maka diagnosanya adalah “nyeri
dada disebabkan oleh kekurangan oksigen pada otot jantung
berhubungan dengan cuaca lingkungan yang panas”.
3.      Menyimpulkan perilaku dari satu atau lebih adaptif mode
berhubungan dengan stimulus yang sama, yaitu berhubungan Misalnya
jika seorang petani mengalami nyeri dada, dimana ia bekerja di luar
pada cuaca yang panas. Pada kasus ini, diagnosa yang sesuai adalah
“kegagalan peran berhubungan dengan keterbatasan fisik (myocardial)
untuk bekerja di cuaca yang panas”.
c.       Penentuan Tujuan. 
Roy (1984) menyampaikan bahwa secara umum tujuan pada intervensi
keprawatan adalah untuk mempertahankan dan mempertinggi perilaku
adaptif dan mengubah perilaku inefektif menjadi adaptif. Penentuan tujuan
dibagi atas tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. 
1.      Tujuan jangka panjang yang akan dicapai meliputi : Hidup,
tumbuh, reproduksi dan kekuasaan.
2.      Tujuan jangka pendek meliputi tercapainya tingkah laku yang
diharapkan setelah dilakukan manipulasi terhadap stimulus focal,
konteksual dan residual.
d.      Intervensi. 
Intervensi keperawatan adalah suatu perencanaan dengan tujuan merubah
atau memanipulasi stimulus fokal, kontekstual, dan residual.
Pelaksanaannya juga ditujukan kepada kemampuan klien dalam koping
secara luas, supaya stimulus secara keseluruhan dapat terjadi pada klien,
sehinga total stimuli berkurang dan kemampuan adaptasi meningkat. 
Tujuan intervensi keperawatan adalah pencapaian kondisi yang optimal,
dengan menggunakan koping yang konstruktif. 
1.      Tujuan jangka panjang harus dapat menggambarkan penyelesaian
masalah adaptif dan ketersediaan energi untuk memenuhi kebutuhan
tersebut (mempertahankan, pertumbuhan, reproduksi). 
2.      Tujuan jangka pendek mengidentifikasi harapan perilaku klien
setelah manipulasi stimulus fokal, kontekstual dan residual. 
Intervensi keperawatan dilakukan dengan tujuan , mengubah atau
memanipulasi stimulus fokal, kontekstual dan residual, juga difokuskan
pada koping individu atau zona adaptasi, sehingga seluruh rangsang sesuai
dengan kemampuan individu untuk beradaptasi. Tindakan keperawatan
berusaha membantu stimulus menuju perilaku adaptif. Hal ini menekankan
kembali pentingnya mengidentifikasi penyebab selama pengkajian tahap
II.   
e.       Evaluasi (Penilaian).
Evaluasi merupakan penilaian efektifitas terhadap intervensi keperawatan
sehubungan dengan tingkah laku pasien. Perawat harus mengkaji tingkah
laku pasien setelah diimplementasi. Intervensi keperawatan dinilai efektif
jika tingkah laku pasien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. 
Penilaian terakhir dari proses keperawatan berdasarkan tujuan
keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan
keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dari kriteria hasil yang
ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu. Jadi, kebutuhan asuhan
keperawatan muncul ketika klien tidak dapat beradaptasi terhadap
lingkungan internal maupun eksternal. 
Seluruh individu harus beradaptasi
terhadap :                                                           
1.      Pemenuhan kebutuhan fisiologi dasar.
2.      Perkembangan konsep diri positif.
3.      Penampilan peran sosial.
4.      Pencapaian keseimbangan antara kemandirian dan
ketergantungan. 
Dari keempat kebutuhan itu, perawat harus menentukan apakah kebutuhan
diatas menyebabkan timbulnya masalah bagi klien atau tidak dan mengkaji
bagimana klien beradaptasi terhadap hal tersebut. Jadi, kebutuhan asuhan
keperawatan muncul bertujuan untuk membantu klien beradaptasi.

Anda mungkin juga menyukai