Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pasien orthopedi adalah individu yang mengalami gangguan
muskuloskeletal yang diakibatkan oleh gangguan degenerative, traumatic,
inflamasi, kongenital, metabolic ataupun onkologi (CONA, 2000).
Dilaporkan bahwa satu dari empat orang Amerika mengalami gangguan
muskuloskeltal dan sekitar 40% gangguan muskuloskeletal ini penyebab
ketidakmampuan fisik.
Di Indonesia, sekitar 13.000 pasien dengan kasus orthopedi datang ke
Rumah Sakit Cipto mangunkusumo, dimana jumlah kunjungan setiap
tahunnya mencapai 168.000 pasien. Sekitar 80% diantara datang akibat
trauma kecelakaan dan 20% lainya adalah kasus non trauma (PERKI,
2001). Sedangkan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, terdapat
sebayak 1.155 pasien orthopedi yang dirawat sepanjang tahun 2011.
Berdasarkan data diatas pengaruh peran perawat sangat besar dalam
menentukan hasil asuhan keperawatan yang diharapkan. Kemandirian dan
adaptasi yang baik pada pasien adalah bentuk kontribusi besar perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan sehingga dapat membuat pasien
menjadi kooperatif pasien dalam program terapi atau pengobatan yang
sedang dijalani.
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dilaksanakan secara langsung
dengan memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan masalah
muskuloskletal. Salah satunya adalah pasien dengan dengan fraktur shaft
femur sinistra di ruang perawatan pasien orthopedi di RSUP Fatmawati
Jakarta. Asuhan keperawatan dilaksanakan mulai dari pengkajian awal
hingga pasien pulang.
Peran sebagai peneliti dijalankan dengan menerapkan praktik keperawatan
berdasarkan pembuktian dalam memberikan asuhan keperawatan. Praktek
yang dijalankan adalah dengan memberikan intervensi edukasi untuk

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 1


menurunkan nyeri dan kecemasan pada pasien pasca operasi akibat trauma
muskuloskeletal ektrimitas bawah (Wong, Chan, & Chair, 2010).
Dengan perkembangan ilmu dan teknologi di bidang kesehatan maka
pengetahuan masyarakat semakin meningkat di bidang kesehatan dan
banyaknya rumah sakit diluar negeri yang dapat memberikan pelayanan
yang bekualitas, sehingga menjadi tantangan bagi tenaga kesehatan
khususnya keperawatan untuk berbenah diri dalam rangka meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan sehingga perlu adanya terobosan-terobosan
baru dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan
dapat ditempuh dengan meningkatkan pengetahuan dan kompetensi yang
dimiliki perawat, sehingga perawat dituntut untuk semakin mempelajari
bidang ilmu yang terkait dengan pemberian asuhan keperawatan dan teori
keperawatan yang dapat diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan.
Salah satu teori yang dapat diterapkan dalam pemberian asuhan
keperawatan adalah Teori Adaptasi Roy. Teori Adaptasi Roy dikenal
tahun 1964. Tujuan keperawatan adalah untuk meningkatkan adaptasi bagi
individu dan kelompok dalam empat mode adaptif, sehingga memberikan
kontribusi untuk memulihkan, mempetahankan atau meningkatkan status
kesehatan pasien. Penerapan Teori Adaptasi Roy telah dilaksanakan baik
pada setting akut maupun kronik. Teori Adaptasi Roy juga dapat
digunakan pada pasien yang mengalami gangguan muskuloskeletal.

1.2 Tujuan
1. Memahami tinjauan teoritis pada model konsep keperawatan menurut
roy
2. Memahami cara pengaplikasian teori roy dalam asuhan keperawatan

1.3 Manfaat
1. Dapat dipakai acuan sebagai perawat untuk meningkatkan
pengetahuan terhadap teori adaptasi roy pada saat memberikan asuhan
keperawatan.

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 2


2. Memberikan gambaran dalam mengembangkan asuhan keperawatan
dengan penerapan model Teori Adaptasi Roy dan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam menyusun program-program pengembangan
dalam menyusun asuhan keperawatan

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 3


BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Riwayat Callista Roy


Suster Callista Roy adalah suster dari Saint Joseph of Carondet. Roy
dilahirkan pada tanggal 14 Oktober 1939 di Los Angeles California. Roy
menerima Bachelor of Art Nursing pada tahun 1963 dari Mount Saint
Marys College di Los Angeles dan Magister Saint in nurshing pada tahun
1966 di Universitas California Los Angeles. Setelah mendapat gelar
perawat Roy memulai pendidikannya di sosiologi dan menerima gelar
M.A tahun 1973 dan ph.D tahun 1977 di universitas California.
Pada saat bekerja ditingkat magister, dalam sebuah seminar dengan
Dorrothy E. Johnson, Roy tertantang untuk mengembangkan sebuah
model konsep keperawatan. Roy bekerja sebagai staf perawat pediatric dan
mengumumkan daya lenting dari anak-anak dan menambahkan respon ke
perubahan fisiologis-psikologis. Konsep adaptasi mempengaruhi Roy
dalam kerangka konsepnya yang sesuai dengan keperawatan. Konsep
pokok dan model ini dikembangkan saat Roy lulus dari universitas di
California Los Angeles dari tahun 1964 sampai tahun 1966. Roy mulai
mengoperasikan modelnya pada tahun 1968 ketika Mount Saint Marys
College menggunakan kerangka adaptasi yang didirikan oleh seorang
Pisipol dari kurikulum keperawatan. Roy menyesuaikan model pertama
yang di hadirkan dari literatur dalam artikel yang diterbitkan in nursing
outlook pada tahun 1970.
Roy mengasosiasikan ke professor dan ketua dari departemen or nurshing
di Mount Saint Marys College hingga 1982. dari tahun 1983-1985 Roy
sebagai Robert wood Johnson Post Doctoral Fellow di Universitas
California San Fransisco sebagai sarjana perawat di Neuroscience. Selama
ini Roy melakukan pencarian pada intervensi perawat bagian luka-luka
dan pengalamannya dari perawat model pada klinik. Pada tahun 1988 Roy
baru memulai menyusun lulusan teori perawat di Sekolah Boston College
of Nursing.

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 4


Roy menerbitkan banyak buku, artikel periodical dan menghadirkan
banyak kuliah dan workshops pada teori adaptasi perawatnya. Sebagian
tentang budi pekerti dan uraian yang baru dari Roy Adaption Model (
RAM ) yang diterbitkan di buku The Roy Adaptoin Model merupakan
ungkapan yang pasti.
Pada tahun 1981 Roy adalah seorang dari Sigma Theta Tau dan Roy pun
menerima hadiah National Founder selama bertahan di Fosterus
Proffesional Nurshing Standars. Prestasinya masuk pada tahun 1984
sebagai kehormatan dokter dari Humane Letters oleh Alverno College.
Pada tahun 1985 mendapat kehormatan dokter dari timur Michigan
University dan pada tahun 1986 A.J.N menghadiahi buku untuk model
adaptasi utama Roy. Roy diakui di dunia siapa wanita itu ? kepribadian
dari Amerika dan sebagai Follow of the American Academy of Nurshing.

2.2 Sumber Teori


Dimulai dengan pendekatan teori sistem Roy menambahkan kerja adaptasi
dari
Harry Helson ( 1964 ) seorang ahli fisiologis-psikologis. Untuk memulai
membangun pengertian konsepnya Harry Helson mengartikan respon
adaptif sebagai fungsi dari datangnya stimulus sampai tercapainya derajat
adaptasi yang dibutuhkan individu. Derajat adaptasi dibentuk oleh
dorongan tiga jenis stimulus yaitu :
a. Focal stimuli : Individu segera menghadap
b. Konsektual stimuli : semua kehadiran stimuli yang menyumbangkan
efek dari focal stimuli.
c. Residual stimuli : faktor lingkungan mengakibatkan tercemarnya
keadaan.

Teori Helson dikembangkan dari penyesuaian tingkat zona yang mana


menentukan stimulus akan mendatangkan respon hal yang positif maupun
negatif. Sesuai dengan teori Helson, adaptasi adalah proses yang
berdampak positif terhadap perubahan lingkungan.Roy
mengkombinasikan teori adaptasi Helson dengan definisi dan pandangan

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 5


terhadap manusia sebagai sistem yang adaptif. Dengan teori adaptif
Helson Roy mengembangkan dan memperluas model dengan konsep dan
teori dari Dohrenwed,R.S. Latarus, N.Malaznik, D.Mechanic dan H.Selye.
Roy memberi kredit spesial ke Driever penulis, Subdivisi garis besar dari
kejujuran sendiri dan Martinez serta Sarto, identitas keduanya umum dan
stimuli sangat mempengaruhi mode. Teman sekerja lain konsepnya juga
rumit yaitu M.Poush dan J.Van Landingham dalam keadaan saling
bergantung dan B. Randa untuk fungsi aturan mode.

Setelah mengembangkan teorinya Roy mengembangkan model sebagai


suatu kerangka kerja pendidikan keperawatan, praktek keperawatan dan
penelitian. Sejak itu lebih dari 1500 staf pengajar dan mahasiswa-
mahasiswa terbantu untuk mengklasifikasi, menyaring dan memperluas
model. Penggunaan model praktek juga memegang peranan penting untuk
penyaringan model.

Perkembangan model keperawatan dipengaruhi oleh latar belakang Roy


dan profesionalismenya. Roy mempercayai kemampuan bawaan, tujuan
dan nilai kemanusiaan. Pengalaman klinisnya membantu perkembangan
kepercayaan dari tubuh manusia dan spiritnya.

2.3 Konsep Dasar dan Model Keperawatan Callista Roy


Sebelum mengenal konsep dasar keperawatan Callista Roy akan lebih baik
jika mengetahui filosofi, falsafah keperawatan. Filsafah keperawatan
mengkaji penyebab dan hukum-hukum yang mendasari realitas serta
keingintahuan tentang gambaran sesuatu yang lebih berdasarkan pada
alasan logis dan metode empiris.
Contoh dari falsafah keperawatan menurut Roy ( Mc Quiston, 1995 ) :
Roy memiliki delapan falsafah yang kemudian dibagi menjadi dua yaitu
empat berdasarkan falsafah humanisme dan empat yang lainnya
berdasarkan falsafah veritivity.
Falsafah humanisme / kemanusiaan berarti bahwa manusia itu memiliki
rasa ingin tahu dan menghargai, jadi seorang individu akan memiliki rasa
saling berbagi dengan sesama dalam kemampuannya memecahkan suatu

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 6


persoalan atau untuk mencari solusi, bertingkah laku untuk mencapai
tujuan tertentu, memiliki holism intrinsik dan selalu berjuang untuk
mempertahankan integritas agar senantiasa bisa berhubungan dengan
orang lain.
Falsafah veritivity yaitu kebenaran , yang dimaksud adalah bahwa ada hal
yang bersifat absolut. Empat falsafah tersebut adalah :
a. tujuan eksistensi manusia
b. gabungan dari beberapa tujuan peradaban manusia
c. aktifitas dan kreatifitas untuk kebaikan umum.
d. nilai dan arti kehidupan.

Roy kemudian mengemukakan mengenai konsep mayor, berikut beberapa definisi


dari konsep mayor Callista Roy,

a. sistem adalah kesatuan dari beberapa komponen atau elemen yang saling
berhubungan sehingga membentuk suatu kesatuan yang meliputi adanya
input, control, proses, output dan umpan balik.
b. derajat adaptasi adalah perubahan tetap sebagai hasil dari stimulus fokal,
konsektual dan residual.
c. problem adaptasi adalah kejadian atau situasi yang tidak sesuai dengan
kebutuhan.
d. stimulus fokal adalah stimulus yang mengharuskan manusia berespon
adaptif.
e. stimulus konsektual adalah seluruh stimulus yang memberikan kontribusi
perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh stimulus fokal.
f. stimulus residual adalah seluruh faktor yang memberikan kontribusi
terhadap perubaha tingkah laku tetapi belum dapat di validasi.
g. regulator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon
otomatik melalui neural, cemikal dan proses endokrin.
h. kognator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon melalui
proses yang komplek dari persepsi informasi, mengambil keputusan dan
belajar.

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 7


i. model efektor adaptif adalah kognator yaitu fisiological, fungsi peran,
interdependensi dan konsep diri.
j. respon adaptif adalah respon yang meningkatkan integritas manusia dalam
mencapai tujuan manusia untuk mempertahankan kehidupan.
k. fisiologis adalah kebutuhan fisiologis termasuk kebutuhan dasar dan
bagaimana proses adaptasi dilakukan.
l. konsep diri adalah seluruh keyakinan dan perasaan
m. penampilan peran adalah penampilan fungsi peran dalam hubungannya di
dalam hubungannya di lingkungan sosial.
n. interdependensi adalah hubungan individu dengan orang lain sebagai
support sistem.

2.4 Model Konseptual Callista Roy


Model konseptual merupakan suatu kerangka kerja konseptual, sistem atau
skema yang menerangkan tentang serangkain ide global tentang
keterlibatan individu, kelompok, situasi atau kejadian terhadap suatu ilmu
dan pengembangannya. Roy dengan fokus adaptasinya pada manusia
terdapat 4 elemen esensial yaitu keperawatan, manusia, kesehatan dan
lingkungan.
Berikut akan kami jelaskan definisi dari keempat elemen esensial menurut
Roy :
1. Keperawatan
Menurut Roy keperawatan di definisikan sebagai disiplin ilmu dan
praktek. Keperawatan sebagai disiplin ilmu mengobservasi,
mengklasifikasikan, dan menghubungkan proses yang berpengaruh
terhadap kesehatan. Keperawatan menggunakan pendekatan
pengetahuan untuk menyediakan pelayanan bagi orang-orang.
Keperawatan meningkatkan adaptasi individu untuk meningkatkan
kesehatan, jadi model adaptasi keperawatan menggambarkan lebih
khusus perkembangan ilmu keperawatan dan praktek keperawatan.
Dalam model tersebut keperawatan terdiri dari tujuan perawat dan

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 8


aktifitas perawat. Tujuan keperawatan adalah mempertinggi
interaksi manusia dengan lingkungannya, peningkatan adaptasi
dilakukan melalui empat cara yaitu fungsi fisiologis, konsep diri,
fungsi peran dan interdependensi. Tujuan keperawatan diraih
ketika stimulus fokal berada dalam wilayah dengan tingkatan
adaptasi manusia. Adaptasi membebaskan energi dari upaya
koping yang tidak efektif dan memungkinkan individu untuk
merespon stimulus yang lain, kondisi seperti ini dapat
meningkatkan penyembuhan dan kesehatan.
2. Manusia.
Menurut Roy manusia adalah sebuah sistem adaptif, sebagai sistem
yang adaptif manusia digambarkan secara holistic sebagai satu
kesatuan yang memiliki input, control, output dan proses umpan
balik. Lebih khusus manusia didefinisikan sebagai sistem adaptif
dengan aktivitas kognator dan regulator untuk mempertahankan
adaptasi, empat cara adaptasinya yaitu fungsi fisiologis, konsep
diri, fungsi peran dan interdependensi. Sebagai sistem yang adaptif
mausia digambarkan dalam istilah karakteristik, jadi manusia
dilihat sebagai satu kesatuan yang saling berhubungan antar unit
secara keseluruhan atau beberapa unit untuk beberapa tujuan.
3. Kesehatan
Kesehatan didefinisikan sebagai keadaan dan proses menjadi
manusia secara utuh dan terintegrasi secara keseluruhan. Dalam
model keperawatan konsep sehat dihubungkan dengan konsep
adaptasi. Adaptasi adalah komponen pusat dalam model
keperawatan, dalam hal ini manusia digambarkan sebagai suatu
sistem yang adaptif. Proses adaptasi termasuk semua interaksi
manusia dengan lingkungan ysng terdiri dari dua proses, proses
yang pertama dimulai dengan perubahan dalam lingkungan internal
dan eksternal dan proses yang kedua adalah mekanisme koping
yang menghasilkan respon adaptif dan inefektif.

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 9


4. Lingkungan
Lingkungan digambarkan sebagai suatu keadaan yang ada di dalam
dan di luar manusia. Lingkungan merupakan input bagi manusia
sebagai suatu sistem yang adaptif.

2.5 Teori Penegasan


Dalam teorinya sister Callista Roy memiliki dua model mekanisme yaitu
1. Fungsi atau proses control yang terdiri dari kognator dan
regulator.
2. Efektor, mekanisme ini dibagi menjadi empat yaitu fisiologi,
konsep diri, fungsi peran dan Interpendensi. Regulator
digambarkan sebagai aksi dalam hubungannya terhadap empat
efektor cara adaptasi yaitu: fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi
peran, dan interdependensi. Berikut penjelasan dari empat
efektor yang telah disebutkan.

a. Mode Fungsi Fisiologi


Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan
fungsinya. Roy mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar
fisiologis yang harus dipenuhi untuk mempertahankan
integritas, yang dibagi menjadi dua bagian, mode fungsi
fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi
fisiologis dengan proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian
yaitu :
1) Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan
prosesnya, yaitu ventilasi, pertukaran gas dan transpor
gas (Vairo,1984 dalam Roy 1991).
2) Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi
makanan untuk mempertahankan fungsi, meningkatkan
pertumbuhan dan mengganti jaringan yang injuri.
(Servonsky, 1984 dalam Roy 1991).

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 10


3) Eliminasi : Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari
instestinal dan ginjal. ( Servonsky, 1984 dalam Roy
1991).
4) Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan
aktivitas fisik dan istirahat yang digunakan untuk
mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam memperbaiki
dan memulihkan semua komponen-komponen tubuh.
(Cho,1984 dalam Roy, 1991).
5) Proteksi/ perlindungan : Sebagai dasar defens tubuh
termasuk proses imunitas dan struktur integumen (
kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini penting sebagai
fungsi proteksi dari infeksi, trauma dan perubahan suhu.
(Sato, 1984 dalam Roy 1991).
6) The sense / perasaan : Penglihatan, pendengaran,
perkataan, rasa dan bau memungkinkan seseorang
berinteraksi dengan lingkungan . Sensasi nyeri penting
dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan.( Driscoll,
1984, dalam Roy, 1991).
7) Cairan dan elektrolit. : Keseimbangan cairan dan
elektrolit di dalamnya termasuk air, elektrolit, asam
basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi sistemik.
Sebaliknya inefektif fungsi sistem fisiologis dapat
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. (Parly,
1984, dalam Roy 1991).
8) Fungsi syaraf / neurologis : Hubungan-hubungan
neurologis merupakan bagian integral dari regulator
koping mekanisme seseorang. Mereka mempunyai
fungsi untuk mengendalikan dan mengkoordinasi
pergerakan tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif
yang baik untuk mengatur aktivitas organ-organ tubuh
(Robertson, 1984 dalam Roy, 1991).

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 11


9) Fungsi endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran
horman sesuai dengan fungsi neurologis, untuk
menyatukan dan mengkoordinasi fungsi tubuh.
Aktivitas endokrin mempunyai peran yang signifikan
dalam respon stress dan merupakan dari regulator
koping mekanisme ( Howard & Valentine dalam
Roy,1991)
b. Mode Konsep Diri
Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan
penekanan spesifik pada aspek psikososial dan spiritual
manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan
integritas psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan
ekspresi perasaan. Konsep diri menurut Roy terdiri dari dua
komponen yaitu the physical self dan the personal self.
1) The physical self, yaitu bagaimana seseorang
memandang dirinya berhubungan dengan sensasi
tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitan pada area
ini sering terlihat pada saat merasa kehilangan, seperti
setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan
seksualitas.
2) The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi
diri, ideal diri, moral- etik dan spiritual diri orang
tersebut. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau takut
merupakan hal yang berat dalam area ini.
c. Mode fungsi peran
Mode fungsi peran mengenal pola – pola interaksi sosial
seseorang dalam hubungannya dengan orang lain, yang
dicerminkan dalam peran primer, sekunder dan tersier.
Fokusnya pada bagaimana seseorang dapat memerankan
dirinya dimasyarakat sesuai kedudukannya .

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 12


d. Mode Interdependensi
Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang
dijabarkan oleh Roy. Fokusnya adalah interaksi untuk saling
memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan
saling menghargai.
Interdependensi yaitu keseimbangan antara ketergantungan dan
kemandirian dalam menerima sesuatu untuk dirinya.
Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk afiliasi
dengan orang lain. Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan
berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya.
Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua
nilai ekstrim, yaitu memberi dan menerima.
Output dari manusia sebagai suatu sistem adaptif adalah respon
inefektif. Respon-respon yang adaptif itu mempertahankan atau
meningkatkan integritas, sedangkan respon yang tidak efektif
atau maladaptif itu mengganggu integritas. Melalui proses
umpan balik respon-respon memberikan lebih lanjut masukan
(input) pada manusia sebagai suatu sisem.Subsistem regulator
dan kognator adalah mekanisme adaptasi atau koping dengan
perubahan lingkungan, dan diperlihatkan melalui perubahan
biologis, psikologis, dan social. Subsistem regulator adalah
gambaran respon yang kaitannya dengan perubahan pada
sistem saraf, kimia tubuh dan organ endokrin serta subsistem
kognator adalah gambaran respon yang kaitannya dengan
perubahan kognitif dan emosi, termasuk didalamnya persepsi,
proses informasi, pembelajaran, dan membuat alasan dan
emosional, yang termasuk didalamnya mempertahankan untuk
mencari bantuan.

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 13


2.6 Teori Callista Roy
Model konsep adaptasi pertama kali dikemukakan oleh Suster Callista Roy
(1969). Konsep ini dikembangkan dari konsep individu dan proses
adaptasi seperti diuraikan di bawah ini. Asumsi dasar model adaptasi Roy
adalah :
1. Manusia adalah keseluruhan dari biopsikologi dan sosial yang terus-
menerus berinteraksi dengan lingkungan.
2. Manusia menggunakan mekanisme pertahanan untuk mengatasi
perubahan-perubahan biopsikososial.
3. Setiap orang memahami bagaimana individu mempunyai batas
kemampuan untuk beradaptasi. Pada dasarnya manusia memberikan
respon terhadap semua rangsangan baik positif maupun negatif.
4. Kemampuan adaptasi manusia berbeda-beda antara satu dengan yang
lainnya, jika seseorang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan maka
ia mempunyai kemampuan untuk menghadapi rangsangan baik positif
maupun negatif.
5. Sehat dan sakit merupakan adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari dari
kehidupan manusia.

Dalam asuhan keperawatan, menurut Roy (1984) sebagai penerima asuhan


keperawatan adalah individu, keluarga, kelompok, masyarakat yang
dipandang sebagai “Holistic adaptif system”dalam segala aspek yang
merupakan satu kesatuan.

System adalah Suatu kesatuan yang di hubungkan karena fungsinya sebagai


kesatuan untuk beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap
bagian-bagiannya. System terdiri dari proses input, autput, kontrol dan umpan
balik ( Roy, 1991 ), dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Input
Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan
kesatuan informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang
dapat menimbulkan respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu
stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual.

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 14


a. Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan
seseorang, efeknya segera, misalnya infeksi .
b. Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami
seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi
situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara subyektif
dilaporkan. Rangsangan ini muncul secara bersamaan dimana
dapat menimbulkan respon negatif pada stimulus fokal seperti
anemia, isolasi sosial.
c. Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan
dengan situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi
kepercayan, sikap, sifat individu berkembang sesuai pengalaman
yang lalu, hal ini memberi proses belajar untuk toleransi. Misalnya
pengalaman nyeri pada pinggang ada yang toleransi tetapi ada
yang tidak.

2. Kontrol
Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme
koping yang di gunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator
dan kognator yang merupakan subsistem.
a. Subsistem regulator
Subsistem regulator mempunyai komponen-komponen : input-
proses dan output. Input stimulus berupa internal atau eksternal.
Transmiter regulator sistem adalah kimia, neural atau endokrin.
Refleks otonom adalah respon neural dan brain sistem dan spinal
cord yang diteruskan sebagai perilaku output dari regulator sistem.
Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku
regulator subsistem.
b. Subsistem kognator
Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun
internal. Perilaku output dari regulator subsistem dapat menjadi
stimulus umpan balik untuk kognator subsistem. Kognator kontrol

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 15


proses berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses
informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau proses informasi
berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi,
mencatat dan mengingat. Belajar berkorelasi dengan proses imitasi,
reinforcement (penguatan) dan insight (pengertian yang
mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan
adalah proses internal yang berhubungan dengan penilaian atau
analisa. Emosi adalah proses pertahanan untuk mencari
keringanan, mempergunakan penilaian dan kasih sayang.
3. Output
Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapt di amati, diukur
atau secara subyektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun
dari luar . Perilaku ini merupakan umpan balik untuk sistem. Roy
mengkategorikan output sistem sebagai respon yang adaptif atau
respon yang tidak mal-adaptif. Respon yang adaptif dapat
meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan dapat
terlihat bila seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang
berkenaan dengan kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi dan
keunggulan. Sedangkan respon yang mal adaptif perilaku yang tidak
mendukung tujuan ini.
Roy telah menggunakan bentuk mekanisme koping untuk menjelaskan
proses kontrol seseorang sebagai adaptif sistem. Beberapa mekanisme
koping diwariskan atau diturunkan secara genetik (misal sel darah
putih) sebagai sistem pertahanan terhadap bakteri yang menyerang
tubuh. Mekanisme yang lain yang dapat dipelajari seperti penggunaan
antiseptik untuk membersihkan luka. Roy memperkenalkan konsep
ilmu Keperawatan yang unik yaitu mekanisme kontrol yang disebut
Regulator dan Kognator dan mekanisme tersebut merupakan bagian
sub sistem adaptasi.
Dalam memahami konsep model ini, Callista Roy mengemukakan
konsep keperawatan dengan model adaptasi yang memiliki beberapa
pandangan atau keyakinan serta nilai yang dimilikinya diantaranya:

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 16


a. Manusia sebagai makhluk biologi, psikologi dan social yang selalu
berinteraksi dengan lingkungannya.
b. Untuk mencapai suatu homeostatis atau terintegrasi, seseorang
harus beradaptasi sesuai dengan perubahan yang terjadi.
c. Terdapat tiga tingkatan adaptasi pada manusia yang dikemukakan
oleh roy, diantaranya:
1) Focal stimulasi yaitu stimulus yang langsung beradaptasi
dengan seseorang dan akan mempunyai pengaruh kuat
terhadap seseorang individu.
2) Kontekstual stimulus, merupakan stimulus lain yang
dialami seseorang, dan baik stimulus internal maupun
eksternal, yang dapat mempengaruhi, kemudian dapat
dilakukan observasi, diukur secara subjektif.
3) Residual stimulus, merupakan stimulus lain yang
merupakan ciri tambahan yang ada atau sesuai dengan
situasi dalam proses penyesuaian dengan lingkungan yang
sukar dilakukan observasi.
d. System adaptasi memiliki empat mode adaptasi diantaranya:
1) Fungsi fisiologis, komponen system adaptasi ini yang adaptasi
fisiologis diantaranya oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas
dan istirahat, integritas kulit, indera, cairan dan elektrolit,
fungsi neurologis dan fungsi endokrin.
2) Konsep diri yang mempunyai pengertian bagaimana seseorang
mengenal pola-pola interaksi social dalam berhubungan dengan
orang lain.
3) Fungsi peran merupakan proses penyesuaian yang berhubungan
dengan bagaimana peran seseorang dalam mengenal pola-pola
interaksi social dalam berhubungan dengan orang lain.
4) Interdependent merupakan kemampuan seseorang mengenal
pola-pola tentang kasih sayang, cinta yang dilakukan melalui
hubungan secara interpersonal pada tingkat individu maupun
kelompok.

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 17


e. Dalam proses penyesuaian diri individu harus meningkatkan energi
agar mampu melaksanakan tujuan untuk kelangsungan kehidupan,
perkembangan, reproduksi dan keunggulan sehingga proses ini
memiliki tujuan meningkatkan respon adaptasi.
Teori adaptasi suster Callista Roy memeandang klien sebagai suatu
system adaptasi. Sesuai dengan model Roy, tujuan dari
keperawatan adalah membantu seseorang untuk beradaptasi
terhadap perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran,
dan hubungan interdependensi selama sehat dan sakit (Marriner-
Tomery,1994). Kebutuhan asuhan keperawatan muncul ketika
klien tidak dapat beradaptasi terhadap kebutuhan lingkungan
internal dan eksternal. Seluruh individu harus beradaptasi terhadap
kebutuhan berikut :
1) Pemenuhan kebutuhan fisiologis dasar
2) Pengembangan konsep diri positif
3) Penampilan peran sosial
4) Pencapaian keseimbangan antara kemandirian dan
ketergantungan

Perawat menetukan kebutuhan di atas menyebabkan timbulnya


masalah bagi klien dan mengkaji bagaimana klien beradaptasi
terhadap hal tersebut. Kemudian asuhan keperawatan diberikan
dengan tujuan untuk membantu klien beradaptasi. Menurut Roy
terdapat empat objek utama dalam ilmu keperawatan, yaitu :

1. Manusia (individu yang mendapatkan asuhan keperawatan)


Roy menyatakan bahwa penerima jasa asuhan keperawatan
individu, keluarga, kelompok, komunitas atau social. Masing-
masing dilakukan oleh perawat sebagai system adaptasi yang
holistic dan terbuka. System terbuka tersebut berdampak
terhadap perubahan yang konstan terhadap informasi, kejadian,
energi antara system dan lingkungan. Interaksi yang konstan
antara individu dan lingkungan dicirikan oleh perubahan

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 18


internal dan eksternal. Dengan perubahan tersebut individu
harus mempertahankan intergritas dirinya, dimana setiap
individu secara kontunyu beradaptasi.
Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem
adaptif. Sebagai sistem adaptif, manusia dapat digambarkan
secara holistik sebagai satu kesatuan yang mempunyai input,
kontrol, out put dan proses umpan balik. Proses kontrol adalah
mekanisme koping yang dimanifestasikan dengan cara- cara
adaptasi. Lebih spesifik manusia didefenisikan sebagai sebuah
sistem adaptif dengan aktivitas kognator dan regulator untuk
mempertahankan adaptasi dalam empat cara-cara adaptasi yaitu
: fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan
interdependensi. Dalam model adaptasi keperawatan, manusia
dijelaskan sebagai suatu sistem yang hidup, terbuka dan adaptif
yang dapat mengalami kekuatan dan zat dengan perubahan
lingkungan. Sebagai sistem adaptif manusia dapat digambarkan
dalam istilah karakteristik sistem, jadi manusia dilihat sebagai
satu-kesatuan yang saling berhubungan antara unit fungsional
secara keseluruhan atau beberapa unit fungsional untuk
beberapa tujuan. Input pada manusia sebagai suatu sistem
adaptasi adalah dengan menerima masukan dari lingkungan
luar dan lingkungan dalam diri individu itu sendiri. Input atau
stimulus termasuk variabel standar yang berlawanan yang
umpan baliknya dapat dibandingkan. Variabel standar ini
adalah stimulus internal yang mempunyai tingkat adaptasi dan
mewakili dari rentang stimulus manusia yang dapat ditoleransi
dengan usaha-usaha yang biasa dilakukan. Proses kontrol
manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah mekanisme
koping. Dua mekanisme koping yang telah diidentifikasi yaitu :
subsistem regulator dan subsistem kognator.
2. Keperawatan

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 19


Keperawatan adalah bentuk pelayanan professional berupa
pemenuhan kebutuhan dasar dan diberikan kepada individu
baik sehat maupun sakit yang mengalami gangguan fisik, psikis
dan social agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Roy mendefinisikan bahwa tujuan keperawatan adalah
meningkatkan respon adaptasi berhubungan dengan empat
mode respon adaptasi. Perubahan internal dan eksternal dan
stimulus input tergantung dari kondisi koping individu. Kondisi
koping seseorang atau keadaan koping seseorang merupakan
tingkat adaptasi seseorang. Tingkat adaptasi seseorang akan
ditentukan oleh stimulus fokal, kontekstual, dan residual. Fokal
adalah suatu respon yang diberikan secara langsung terhadap
ancaman/input yang masuk. Penggunaan fokal pada umumnya
tergantung tingkat perubahan yang berdampak terhadap
seseorang. Stimulus kontekstual adalah semua stimulus lain
seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi
situasi dan dapat diobservasi, diukur, dan secara subjektif
disampaikan oleh individu. Stimulus residual adalah
karakteristik/riwayat dari seseorang yang ada dan timbul releva
dengan situasi yang dihadapi tetapi sulit diukur secara objektif.
3. Konsep sehat
Roy mendefinisikan sehat sebagai suatu continuum dari
meninggal sampai tingkatan tertinggi sehat. Dia menekankan
bahwa sehat merupakan suatu keadaan dan proses dalam upaya
dan menjadikan dirinya secara terintegrasisecara keseluruhan,
fisik, mental dan social. Integritas adaptasi individu
dimanifestasikan oleh kemampuan individu untuk memenuhi
tujuan mempertahankan pertumbuhan dan reproduksi.
Sakit adalah suatu kondisi ketidakmampuan individu untuk
beradapatasi terhadap rangsangan yang berasal dari dalam dan
luar individu. Kondisi sehat dan sakit sangat individual
dipersepsikan oleh individu. Kemampuan seseorang dalam

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 20


beradaptasi (koping) tergantung dari latar belakang individu
tersebut dalam mengartikan dan mempersepsikan sehat-sakit,
misalnya tingkat pendidikan, pekerjaan, usia, budaya dan lain-
lain.
4. Konsep lingkungan
Roy mendefinisikan lingkungan sebagai semua kondisi yang
berasal dari internal dan eksternal,yang mempengaruhi dan
berakibat terhadap perkembangan dari perilaku seseorang dan
kelompok. Lingkunan eksternal dapat berupa fisik, kimiawi,
ataupun psikologis yang diterima individu dan dipersepsikan
sebagai suatu ancaman. Sedangkan lingkungan internal adalah
keadaan proses mental dalam tubuh individu (berupa
pengalaman, kemampuan emosioanal, kepribadian) dan proses
stressor biologis (sel maupun molekul) yang berasal dari dalam
tubuh individu.manifestasi yang tampak akan tercermin dari
perilaku individu sebagai suatu respons. Dengan pemahaman
yang baik tentang lingkungan akan membantu perawat dalam
meningkatkan adaptasi dalam merubah dan mengurangi resiko
akibat dari lingkungan sekitar.
Model adaptasi Roy memberikan petunjuk untuk perawat
dalam mengembangkan proses keperawatan. Elemen dalam
proses keperawatan menurut Roy meliputi pengkajian tahap
pertama dan kedua, diagnosa, tujuan, intervensi, dan evaluasi,
langkah-langkah tersebut sama dengan proses keperawatan
secara umum.
a. Pengkajian
Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua
bagian, yaitu pengkajian tahap I dan pengkajian tahap II.
Pengkajian pertama meliputi pengumpulan data tentang
perilaku klien sebagai suatu system adaptif berhubungan
dengan masing-masing mode adaptasi: fisiologis, konsep
diri, fungsi peran dan ketergantungan. Oleh karena itu

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 21


pengkajian pertama diartikan sebagai pengkajian
perilaku,yaitu pengkajian klien terhadap masing-masing
mode adaptasi secara sistematik dan holistic.
Setelah pengkajian pertama, perawat menganalisa pola
perubahan perilaku klien tentang ketidakefektifan respon
atau respon adaptif yang memerlukan dukungan perawat.
Jika ditemukan ketidakefektifan respon (mal-adaptif),
perawat melaksanakan pengkajian tahap kedua. Pada tahap
ini, perawat mengumpulkan data tentang stimulus fokal,
kontekstual dan residual yang berdampak terhadap klien.
Menurut Martinez, factor yang mempengaruhi respon
adaptif meliputi: genetic; jenis kelamin, tahap
perkembangan, obat-obatan, alcohol, merokok, konsep diri,
fungsi peran, ketergantungan, pola interaksi social;
mekanisme koping dan gaya, strea fisik dan emosi;
budaya;dan lingkungan fisik
b. Perumusan diagnosa keperawatan
Roy mendefinisikan 3 metode untuk menyusun diagnosa
keperawatan :
1) Menggunakan tipologi diagnosa yang dikembangkan
oleh Roy dan berhubungan dengan 4 mode adaptif .
dalam mengaplikasikan diagnosa ini, diagnosa pada
kasus Tn. Smith adalah “hypoxia”.
2) Menggunakan diagnosa dengan pernyataan
/mengobservasi dari perilaku yang tampak dan
berpengaruh tehadap stimulusnya. Dengan
menggunakan metode diagnosa ini maka diagnosanya
adalah “nyeri dada disebabkan oleh kekurangan oksigen
pada otot jantung berhubungan dengan cuaca
lingkungan yang panas”.
3) Menyimpulkan perilaku dari satu atau lebih adaptif
mode berhubungan dengan stimulus yang sama, yaitu

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 22


berhubungan Misalnya jika seorang petani mengalami
nyeri dada, dimana ia bekerja di luar pada cuaca yang
panas. Pada kasus ini, diagnosa yang sesuai adalah
“kegagalan peran berhubungan dengan keterbatasan
fisik (myocardial) untuk bekerja di cuaca yang panas”
c. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan adalah suatu perencanaan dengan
tujuan merubah atau memanipulasi stimulus fokal,
kontekstual, dan residual. Pelaksanaannya juga ditujukan
kepada kemampuan klien dalam koping secara luas, supaya
stimulus secara keseluruhan dapat terjadi pada klien,
sehinga total stimuli berkurang dan kemampuan adaptasi
meningkat.
Tujuan intervensi keperawatan adalah pencapaian kondisi
yang optimal, dengan menggunakan koping yang
konstruktif. Tujuan jangka panjang harus dapat
menggambarkan penyelesaian masalah adaptif dan
ketersediaan energi untuk memenuhi kebutuhan tersebut
(mempertahankan, pertumbuhan, reproduksi). Tujuan
jangka pendek mengidentifikasi harapan perilaku klien
setelah manipulasi stimulus fokal, kontekstual dan residual.
d. Implementasi
Implementasi keperawatan direncanakan dengan tujuan
merubah atau memanipulasi fokal, kontextual dan residual
stimuli dan juga memperluas kemampuan koping seseorang
pada zona adaptasi sehinga total stimuli berkurang dan
kemampuan adaptasi meningkat.
e. Evaluasi
Penilaian terakhir dari proses keperawatan berdasarkan
tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan
keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 23


perubahan perilaku dari kriteria hasil yang ditetapkan, yaitu
terjadinya adaptasi pada individu.

2.7 Kelebihan dan Kekurangan Teori Callista Roy


Roy mampu mengembangkan dan menggabungkan beberapa teori
sehingga dapat mengembangkan model perpaduannya. Yang hingga kini
masih menjadi pegangan bagi para perawat. Keeksistensiannya tentu
memiliki sifat kuat atau memiliki kelebihan dalam penerapan konsepnya
dibanding dengan konsep lainnya. Kelebihan dari teori dan model
konseptualnya adalah terletak pada teori praktek dan model adaptasi yang
dikemukakan oleh Roy perawat bisa mengkaji respon perilaku pasien
terhadap stimulus yaitu mode fungsi fisiologis, konsep diri, mode fungsi
peran dan mode interdependensi. selain itu perawat juga bisa mengkaji
stressor yang dihadapi oleh pasien yaitu stimulus fokal, kontekstual dan
residual, sehingga diagnosis yang dilakukan oleh perawat bisa lebih
lengkap dan akurat.
Dengan penerapan dari teory adaptasi Roy perawat sebagai pemberi
asuhan keperawatan dapat mengetahui dan lebih memahami individu,
tentang hal-hal yang menyebabkan stress pada individu, proses mekanisme
koping dan effektor sebagai upaya individu untuk mengatasi stress.
Sedangkan kelemahan dari model adaptasi Roy ini adalah terletak pada
sasarannya. Model adaptasi Roy ini hanya berfokus pada proses adaptasi
pasien dan bagaimana pemecahan masalah pasien dengan menggunakan
proses keperawatan dan tidak menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku
cara merawat ( caring ) pada pasien. Sehingga seorang perawat yang tidak
mempunyai perilaku caring ini akan menjadi sterssor bagi para pasiennya.

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 24


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN GANGGUAN


MUSKULOSKELETAL DENGAN MENGGUNAKAN PENERAPAN
TEORI ROY

3.1 Deskrisi Kasus Pengelolahan Utama


Tn. WA (laki-laki), usia 18 tahun 9 bulan dengan Neglected Closed
Fracture Proximal Shaft Femur, masuk rumah sakit tanggal 20 Maret 2012
dengan keluhan nyeri dan bengkak pada paha kiri. Sebelumnya pasien
mengalami kecelakaan terjatuh dari motor dan menabrak pohon 10 hari
yang lalu (10 Maret 2012) kemudian pasien berobat alternatif, akan tetapi
tidak ada perubahan pada kaki kiri dan malah semakin nyeri serta
bengkak. Akhirnya pada tanggal 20 Maret 2012, orang tua membawa
pasien ke rumah sakit. Pasien baru tamat SMK, belum bekerja. Kegiatan
sehari-hari sebelum sakit hanya di rumah dan membantu kedua orang
tuanya. Selama di rumah sakit pasien hanya berbaring di tempat tidur
dengan terpasang traksi (skin traksi) dengan beban 4 kg pada kaki kiri.
Skala nyeri 9, RR 18 x/menit, TD 110/80 mmHg, HR 68x/ menit. Hasil
laboratorium pada tanggal 20 Maret 2012 antara lain Hb 13.6g/dL, Hct 42
%, APTT 36,3 detik, kontrol APTT 31,7 detik, leukosit 10.4 ribu/uL,
trombosit 694 ribu/uL, GDS 90 mg/dL, SGOT 23, SGPT 23, Na 148, K
1.94, GDS 90 mg/dL.
Terapi yang sudah didapatkan yaitu operasi pemasangan ORIF broad plate
pada tanggal 28 Maret 2012 pukul 11.00 Wib-15.00 Wib. Tn. W juga
mendapatkan terapi Ketorolac 3x30 mg, Ceftriaxone 2x1 gr, Ranitidine
2x1 ampul.

3.2 Penerapan Model Adaptasi Roy pada Kasus Kelolahan Utama


Penerapan Model Adapatasi Roy pada Tn. W yang mengalami Neglected
Closed Fracture Proximal Shaft Femur dimulai dengan pengkajian saat pre

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 25


operasi sampai post operasi. Pengkajian pre operasi dengan menggunakan
teori adaptasi Roy dijabarkan sebagai berikut :
3.2.1 Pengkajian Perilaku dan Pengkajian Stimulus
1. Model Adaptasi Fisiologis
a. Oksigenasi dan Sirkulasi
1) Pengkajian Perilaku
Oksigenasi: bentuk dada simetris, gerakan dada
simetris, irama nafas reguler, retraksi interkosta (-), RR
18 x/menit, nyeri (-), krepitasi (-), emfisema subkutan (-
), bunyi perkusi redup, vesikuler. Sirkulasi: sianosis (-),
konjunktiva tidak anemis, thrill (-), akral hangat,
pembesaran jantung (-),CRT <2 detik, denyut arteri
dorsalis pedis (+), bunyi perkusi redup, TD 110/80
mmHg, HR 68x/ menit, bunyi jantung 1, 2 normal.
Hasil laboratorium (20 Maret 2012) : Hb 13.6 g/dl,
Hematokrit: 42 %, APTT : 36,3, kontrol APTT 31,7,
Trombosit: 694 ribu/μl. Hasil radiologi thorax : normal.
2) Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal tidak ada, stimulus kontekstual tidak
ada, stimuls residual tidak ada. Semua perilaku adaptif.
b. Nutrisi
1) Pengkajian Perilaku
BB 60 kg, TB 160 cm, massa (-), turgor kulit normal,
bunyi perkusi timpani, peristaltik (+) 8 x/menit, mukosa
lembab, diit TKTP 3 kali sehari habis ditambah buah-
buahan. Hasil laboratorium (20 Maret 2012) : GDS:90
mg/dL, SGOT:23, SGPT:23
2) Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal tidak ada, stimulus kontekstual tidak
ada, stimulus residual tidak ada. Semua perilaku
adaptif.

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 26


c. Eliminasi
1) Pengkajian Perilaku
Pasien mengalami konstipasi, BAB terakhir pada hari
Jumat 23 Maret 2011, konsistensi normal. BAK normal,
frekuensi normal, warna normal, pola teratur, jumlah
700 cc/ hari. Hasil laboratorium fungsi ginjal
(20.03.2011) : Ureum darah:36 Creatinin darah:0.7
2) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal: imobilisasi yang lama. Stimulus
kontekstual: pasien mengeluh nyeri pada kaki kirinya
apabila bergerak. Stimulus residual: perasaan takut dan
cemas yang dialami pasien menyebabkan dirinya tidak
mau mobilisasi.
d. Aktivitas dan Istirahat
1) Pengkajian Perilaku
Pasien hanya berbaring di tempat tidur dengan
terpasang traksi sebesar 4 kg pada kaki kiri. Pola tidur
teratur 8 jam/ hari, gangguan tidur (-), rentang gerak
terbatas. Pasien mengeluh lelah. Pada pemeriksaan
Look: deformitas (+), shifting (+) Feel: tenderness (+),
CRT < 2 detik, move: terbatas akibat nyeri. Kekuatan
otot: Pemenuhan ADL parsial, makan dibantu, minum,
dibantu, berdandan dibantu, berpakaian dibantu,
toileting dibantu.

5555 5555
5555 NA

2) Pengkajian Stimulus
Stimulus fokal: fraktur tidak dapat memenuhi ADL
secara mandiri karena mengalami keterbatasan gerak
dan nyeri. Stimulus kontekstual: terdapat traksi pada

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 27


kaki kiri sehingga bila pasien duduk akan
mempengaruhi kontratraksi.Stimulus residual : Perasan
takut untuk melakukan aktivitas.
e. Proteksi dan perlindungan
1) Pengkajian perilaku
Suhu tubuh 36,5 oC, akral hangat, terdapat bulae pada
tumit dan daerah poplitea. Hasil laboratorium (20 Maret
2012) : Leukosit:10.4 ribu/μl
2) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal: adanya tekanan dan tarikan disebabkan
oleh pemakaian traksi yang terlalu rapat. Stimulus
kontekstual: mengalami fraktur os. Femur sinistra serta
terpasang traksi 4 kg. Stimulus residual: menggunakan
elesatis verban adesif.
f. Sensori
1) Pengkajian Perilaku
Pasien mengeluh nyeri apabila paha kirinya digerakkan,
skala nyeri 6-7, fungsi penglihatan normal, fungsi
penciuman normal, fungsi pengecapan normal.
2) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal: pasien mengalami fraktur pada os.
Femur kiri. Stimulus kontekstual: pergerakan pada kaki
kiri menyebabkan kontraksi otot sehingga
mengakibatkan nyeri. Stimulus residual : kurang
pengetahuan karena baru pertama mengalami cedera.
g. Cairan dan Elektrolit
1) Pengkajian perilaku
Intake cairan ±700 cc, output ±800 cc, edema (-),
balance cairan (+) 100 cc, distensi vena jugularis (-).
Hasil laboratorium (20 Maret 2012): Na 148 mmol/l, K
1.94 mmol/l. Pada saat operasi tanggal 28 Maret 2012,
pasien dipuasakan 8 jam sebelum pembedahan, intake

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 28


cairan selama pembedahan melalui IVFD NS 0.9% 500
cc, PRC 500 cc. Output urine 500 cc dan perdarahan
intraoperasi 600 cc. Produksi drain 600 cc.
2) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal pembatasan pemasukan cairan, stimulus
kontekstual rencana pembedahan, stimuls residual usia,
kurang pengetahuan karena pertamakali dioperasi.
h. Fungsi Neurologi
1) Pengkajian perilaku
Kesadaran compos mentis, GCS:15, kaku kuduk (-).
2) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal tidak ada, stimulus kontekstual tidak
ada, stimuls residual tidak ada. Semua perilaku adaptif.
i. Fungsi Endokrin
1) Pengkajian perilaku
Tiroid normal, pankreas normal, adrenal normal.Hasil
pemeriksaan laboratorium (20.03.12): GDS: 90 mg/dL
2) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal tidak ada, stimulus kontekstual tidak
ada, stimuls residual tidak ada. Semua perilaku adaptif.
2. Model Adaptasi Konsep Diri
a. Pengkajian perilaku
Pasien berusia 18 tahun yang merupakan tahapan
perkembangan usia dewasa, merupakan anak pertama dari
tiga bersaudara dan pasien tinggal bersama orang tuanya.
Pasien yakin bisa sembuh. Pasien berharap supaya cepat
sembuh dan bisa berjalan kembali. Setelah pembedahan,
Tn. W direncanakan untuk ambulasi. Pasien menolak
karena takut patah lagi, menolak untuk ambulasi dini.
b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal ambulasi dini, stimulus kontekstual
aktivitas, stimuls residual kurang pengetahuan, cemas.

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 29


3. Model Adaptasi Fungsi Peran
a. Pengkajian perilaku
Pasien baru tamat SMK, belum mendapatkan pekerjaan.
Kegiatan sehari-hari sebelum sakit hanya di rumah dan
membantu kedua orang tuanya. Setelah sakit pasien harus
istirahat sehigga tidak bisa membantu orang tuanya lagi.
b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal tidak ada, stimulus kontekstual tidak ada,
stimuls residual tidak ada. Semua perilaku adaptif.

4. Model Adaptasi Interdependen


a. Pengkajian perilaku
Pasien tinggal bersama dengan orang tuanya. Orang yang
paling dekat dengan pasien adalah ibu dan adiknya.
b. Pengkajian stimulus
Stimulus fokal tidak ada, stimulus kontekstual tidak ada,
stimuls residual tidak ada. Semua perilaku adaptif.
3.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada Tn. W berdasarkan teori adaptasi Roy
adalah:
1. Model adaptasi fisiologis
Diagnosa keperawatan preoperasi adalah:
a. Gangguan mobilitas fisik berdasarkan kehilangan integritas
struktur tulang; nyeri.
b. Konstipasi berdasarkan ketidakcukupan aktivitas fisik, ditandai
dengan: pasien mengeluh tidak bisa BAB selama 4 hari.
c. Gangguan integritas kulit berdasarkan tekanan, ditandai dengan
pasien mengeluh nyeri pada area sekitar traksi, terdapat bulae
pada tumit dan daerah poplitea, nyeri (+).
d. Nyeri berdasarkan cedera, ditandai dengan: pasien mengeluh
nyeri bila kaki kirinya digerakkan,skala nyeri 6-7, gelisah (+).
Setelah menjalani pembedahan tanggal 28 Maret 2012,

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 30


berdasarkan catatan perkembangan maka diagnosa keperawatan
post operasi pada Tn. W berdasarkan Teori Adapatasi Roy
adalah:
a. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif;
perdarahan, pasien mengeluh haus dan pusing muntah >10
x (50 cc), intake cairan pd tgl 28.03.2012 ±500 cc, output
±500 cc, hasil pemeriksaan laboratorium (29.03.2012):
Hb:10.1 mg/dL.
b. Resiko infeksi b.d gangguan mobilitas fisik, kehilangan
integritas struktur tulang dan nyeri, ditandai dengan: pasien
mengeluh nyeri apabila kaki kirinya digerakkan, pasien
mengeluh lelah. skala nyeri 6-7, deformitas (+),
c. Nyeri b.d. cedera, ditandai dengan: pasien mengeluh nyeri
bila kaki kirinya digerakkan skala nyeri 6-7, gelisah (+)
2. Model Adaptasi Konsep diri
Diagnosa yang muncul berdasarkan teori adaptasi roy pada mode
konsep diri adalah sebagai berikut :
Ansietas b.d perubahan status kesehatan ditandai dengan: pasien
takut bergerak karena takut bila tulang kakinya patah lagi, pasien
menolak untuk mobilisasi dini.
3. Penetapan Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai terhadap masalah keperawatan yang
dialami oleh Tn. W adalah pasien dapat beradapatasi terhadap
gangguan mobilitas fisik, konstipasi, nyeri, difisit perawatan diri,
gangguan integeritas kulit dan cemas. Tujuan jangka panjang dan
jangka pendek yang ingin dicapai pada asuhan keperawatan pada
Tn. W dapat dilihat pada lampiran 2.
4. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan terhadapa masalah keperawatan yang
dialami Tn. W terdiri dari intervensi regulator dan kognator, hal ini
dapat dilihat pada rencana keperawatan di lampiran 2.

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 31


5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan untuk melihat perkembangan hasil asuhan
keperawatan pada Tn.W disusun pada di catatan perkembangan hal
ini dapat dilihat pada lampiran 3.
1) Pembahasan berdasarkan Teori Adaptasi Roy
Berdasarkan teori adaptasi roy, masalah keperawatan yang ditemukan
pada Tn.W dijelaskan sebagai berikut:
1. Model Adaptasi Fisiologis
a. Gangguan mobilitas fisik berdasarkan kehilangan
integritas struktur tulang, nyeri.
Respon perilaku yang tidak efektif yang ditemukan
pada Tn.W sebagai manifestasi gangguan mobilitas
fisik yaitu pasien mengeluh nyeri apabila kaki kirinya
digerakkan, skala nyeri 6 - 7, deformitas (+), shifting
(+), tenderness (+), kekuatan otot: Gejala yang sering
ditemukan pada pasien yang mengalami gangguan
muskuloskeletal yaitu nyeri, kelemahan deformitas,
keterbatasan pergerakan, kekakuan dan krepitasi
(Lewis, Heitkemper, Diikssen, O‟Brien & Bucher,
2007).
Gangguan mobilitas fisik dialami pasien pre operasi dan
post operasi, stimulus yang mempengaruhi gangguan
mobilitas sebelum operasi adalah penggunaan traksi
yang mengharuskan pasien immobilisasi sedangkan
stimulus gangguan mobilitas fisik setelah operasi adalah
perasaan takut menjalani rehabilitasi sehingga pasien
cenderung untuk tidak melakukan mobilisasi. Salah satu
aktivitas regulator untuk mengatasi gangguan mobilitas
fisik pada Tn. W adalah dengan melakukan latihan
range of motion. Latihan range of motion dilakukan
pada ektrimitas yang sehat maupun yang sakit. Latihan

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 32


ROM untuk ektrimitas yang mengalami fraktur dengan
dorso fleksi, plantar fleksi, inversi, eversi, fleksi dan
ekstensi jari-jari kaki. Pelaksanaan latihan ROM dapat
meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang,
meningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas
sendi, mencegah kontraktur, atropi, dan resorpsi
kalsium karena tidak digunakan (Doenges, Moorhouse
& Murr, 2010).
Pelaksanaan ROM pada Tn. W perlu memperhatikan
posisi dan mempertahankan body alignment tetap baik.
Area yang perlu mendapat perhatian adalah area fraktur
yang terpasang skeletal maupun skin traksi. Hal ini
dilakukan untuk membantu untuk membantu
penyatuan/ penyambungan tulang yang fraktur
(Ignatavicius & Workmann, 2006). Aktitifitas lain yang
digunakan untuk mengatasi gangguan mobilitas fisik
adalah mengkaji derajat imobilitas, mengajurkan pasien
untuk tetap melakukan rentang gerak pada ektrimitas
yang sakit maupun tidak sakit, mengajurkan latihan
isometrik, merubah posisi secara periodik dan
mengajarkan nafas dalam serta batuk efektif. Sebelum
operasi, Tn. W dapat melakukan aktifitas range of
motion (ROM), mendemontrasikan ROM yang
dilakukan sendiri sampai hari pembedahan. Setelah
menjalani pembedahan, Tn.W dapat mengikuti tahapan
mobilisasi mulai dari miring kiri dan kanan, duduk
dalam 24 jam pertama dan duduk dengan kaki
menjuntai (Non Weight Bering). selanjutnya pasien
berjalan dengan menggunakan kruk mulai jarak 2 meter
dan ditingkatkan 4 meter dan 6 meter sampai pasien
pulang.
b. Konstipasi berdasarkan ketidakcukupan aktivitas fisik.

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 33


Respon perilaku tidak efektif sebagai manifestasi
konstipasi pada Tn.W yaitu pasien mengeluh tidak bisa
buang air besar selama 4 hari. Stimulus fokal terjadinya
konstipasi pada TN W adalah kurangnya aktivitas.
Kurangnya aktifitas fisik dan pemenuhan akitifitas
ditempat tidur dapat mempenyaruhi fungsi gatro
intestinal seperti kehilangan nafsu makan, penurunan
peritaltik usus dan penurunan kemampuan makan dalam
posisi supine (Flatcher, 2005).
Aktivitas regulator terhadap masalah konstipasi pada
Tn. W adalah mengkaji pola eleminasi, mendengarkan
bising usus, kolaborasi pemberian obat supositoria
dengan aktifitas kognator menganjurkan diet tinggi
serat dan meningkatkan intake cairan. Diet tinggi serat
dapat meningkat konsistensi feces dan meningkatkan
pengeluaran feces (Doenges, Moorhouse & Murr,
2010).
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2 hari,
pasien dapat beradaptasi dengan masalah konstipasi.
Pasien buang air besar dengan konsistensi feses lunak,
bising usus 12 x per menit dan pasien melaporkan
perasaan nyaman setelah buang air besar. Konstipasi
pada Tn.W hanya dialami saat pre operasi.
c. Gangguan integritas kulit berdasarkan tekanan.
Respon perilaku tidak efektif sebagai manifestasi
gangguan integeritas kulit pada Tn.W yaitu pasien
mengeluh nyeri disekitar area traksi, terdapat bulae
pada tumit dan daerah poplitea. Stimulus fokal
gangguan integritas kulit adalah tekanan dan tarikan
akibat pemasangan traksi adhessive. Traksi kulit
biasanya menggunkan plester yang direkatkan
sepanjang ektrimitas kemudian dibalut dan ujung

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 34


plester dihubungkan dengan tali untuk ditarik dengan
beban tarikan tidak melebihi 5 kg, kulit yang lebih tipis
dibutuhkan tarikan beban yang lebih kecil
(Sjamsuhidajat & Win de Jong, 2004).
Intervensi yang dilakukan melakukan perawatan kulit
dan kemudian mengganti verban elastisnya dengan
noan adhessive, melakukan palpasi jaringan yang di
plaster sebelum dan setalah tindakan, melakukan
insfeksi dan perawatan kulit. Bila terdapat perasaan
nyeri tekan dibawa plester menunjukan/diduga adanya
iritasi. Infeksi dan perawatan kulit dilakukan untuk
mempertahankan intergeritas kulit (Doenges,
Moorhouse & Murr, 2010). Setelah dilakukan intervensi
selama 2 hari, kondisi kulit mulai kering, tidak ada
bulae, keluahan nyeri tidak ada, pasien dapat
beradaptasi terhadap gangguan integeritas kulit.
d. Nyeri berdasarkan cedera.
Respon perilaku tidak efektif sebagai manifestasi nyeri
Tn.W yaitu pasien mengeluh nyeri bila kaki kirinya
digerakkan, skala nyeri 6-7, gelisah (+). adanya keluhan
nyeri pada area fraktur. pada palpasi dan pergerakan
nyeri meningkat, edema (+) di regio femur sinistra.
Nyeri adalah fenomena universal, dimana hampir setiap
orang pernah mengalaminya (Davis, 2000). Pengalaman
nyeri merupakan proses yang komplek, melibatkan
berbagai kejadian baik biokimia (biochemical) maupun
elektrik (electrical) dimulai dengan: gangguan jaringan
(tissue damage), transduksi (transduction), transmisi
(transmission), persepsi (perception), dan modulasi
(modulation). Gangguan jaringan pada pasien ini terjadi
akibat suatu gaya/energi mengenai jaringan tubuh. Pada
proses ini jaringan tubuh yang cedera melepaskan zat

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 35


kimia inflamatori (excitatory neurotransmitters), seperti
histamine dan bradykinin (sebagai vasodilator yang
kuat) yang menyebabkan edema, kemerahan dan nyeri.
Selain itu bradykinin juga menstimulasi pelepasan
prostaglandins and substance P, suatu neurotransmitter
yang meningkatkan pergerakan impuls nyeri melewati
sinap saraf (Hamilton, 2007). Akitifitas regulator untuk
mengatasi nyeri pre operasi yaitu kaji skala nyeri,
melakukan skin traksi, mempertahankan efektifitas skin
traksi, kolaborasi pemberian anagetik. Aktivitas
kognator menjelaskan penanganan nyeri non
farmakologik dengan intervensi edukasi dan
menurunkan nyeri. Intervensi edukasi memgang peran
yang sangat baik dalam menontrol nyeri pasien pada 7
hari pertama setelah pembedahan pada fraktur
ektrimitas (Wong, Chan & Chair, 2010). Setelah
pembedahan dilakukan evaluasi dan motivasi pasien
untuk melakukan tehnik relaksasi nafas. Hasil yang
didapat pasien dapat beradaptasi terhadap nyeri selama
dalam perawatan.
e. Resiko kekurangan volume cairan. Berdasarkan
kehilangan cairan aktif; perdarahan.
Respon perilaku tidak efektif pada Tn.W sehingga
beresiko mengalami kekurangan volume cairan setelah
menjalani pembedahan yaitu pasien kehilangan darah
lebih dari 500cc selama pembedahan dan adanya
muntah 50 cc diikuti dengan intake dan output 500 cc,
pemeriksaan Hb 10.1 mg/dl. Stimulus fokal resiko
kekurangan volume cairan pada Tn.W adalah
pendarahan intra operasi, stimulus kontektual pasien
puasa saat mau operasi dan stimulus residual adalah
pengaruh anesthesi umum.

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 36


Penyebab tersering kekurangan volume cairan adalah
akibat perdarahan serta muntah atau diare yang
berkepanjangan. Kehilangan volume cairan
meyebabkan mekanisme kompensasi berupa fase
kontriksi dan peningkatan kardiak output. Mekanisme
konpensasi ini terjadi akibat stimulasi sistem saraf
simpatis, pelepasan renin angiotensin, aldesteron, anti
diuretic hormone untuk mempertahankan perfusi
jaringan (Black & Hawks, 2009).
Aktivitas regulator untuk mempertahankan adaptasi
pada Tn. W yaitu dengan mengkaji tanda-tanda
dehidrasi, monitor intake output, memberikan transfusi
PRC 500 cc, minum ±430 cc, memberikan infus ±
1000cc, dan monitor drainase. Cairan kristaloid berupa
normal salin atau RL merupakan terapi pengganti
pilihan pada pasien yang mengalami kekurangan
volume cairan, pasien yang mengalami kehilangan
darah yang aktual tidak diberikan 2-3 liter cairan
kristaloid sebagai pengganti tetapi langsung diberikan
darah (Black & Hawks, 2009). Hasil yang didapatkan
setelah dilakukan evaluasi, Tn W tidak mengalami
kukurangan cairan dan pasien dapat beradaptasi
terhadap resiko kekurangan volume cairan.
f. Resiko infeksi berdaskan gangguan mobilitas fisik
kehilangan integritas struktur tulang, nyeri.
Respon perilaku tidak efektif pada Tn.W sebagai
manifestasi resiko infeksi yaitu tidak adekuatnya
pertahanan primer karena adanya luka pembedahan,
adanya gangguan jaringan akibat dampak pembedahan,
dimana pembedahan meninggalkan luka dengan luas 18
cm di femur sinistra. Aktivitas regulator untuk
mencegah infeksi adalah melakukan insfeksi kulit,

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 37


merawat luka, pemberian obat antibiotik. Sedangkan
aktifitas kognator menganjurkan pasien untuk tidak
membasahi luka saat mandi dan tidak menyentuh luka
dengan tangan. Perawatan luka secara steril dapat
mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi.
Aktivitas kognator dengan menjurkan untuk tidak
membasahi dan tidak menyentuh luka bertujuan untuk
meminimalkan kontaminasi sedangkan pemberian
antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara
profilaksis atau dapat ditujukan pada mikroorganisme
khusus (Doenges, Moorhouse & Murr, 2010). Setelah
menjalani perawatan selama 7 hari luka mengalami
penyembuhan tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan
pasien dapat beradapatasi dengan masalah resiko
infeksi.
2. Model Adaptasi Konsep Diri
a. Kecemasan berdasarkan perubahan status kesehatan.
Respon perilaku tidak efektif sebagai manifesestasi
kecemasan pada Tn.W yaitu pasien takut bergerak
karena takut bila tulang kakinya patah lagi, pasien
menolak untuk mobilisasi dini. Stimulus fokal
kecemasan pada Tn.W yaitu Rehabilitasi post operasi,
stimulus kontekstual post operasi ORIF, stimulus
residual kurang pengetahuan. Kecemasan pasca operasi
merupakan konsekuensi yang sering dialami oleh pasien
yang dapat mempengaruhi tingkat nyeri dan
penyembuhan pasien. Kecemasan dapat berkaitan
dengan ketakutan terlibat dalam aktivitas yang memicu
nyeri, sehingga pasien cenderung menghindari aktivitas,
fisioterapi dan perawatan diri. Kondisi ini dapat
memperlambat proses rehabilitasi, penyusutan otot
(muscle wasting), kelemahan dengan penurunan daya

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 38


tahan fisik, kecemasan, depresi dan penurunan kualitas
hidup (Ponzer et al, 2000; Scaf-Klomp et al, 2003; Carr
et al, 2005).
Aktivitas regulator untuk mengatasi masalah kecemasan
pada Tn. W adalah mengakaji tingkat kecemasan
dengan STAI, sedangkan aktivitas kognator dengan
mengajarkan teknik relaksasi napas dalam dan memberi
kesempatan kepada klien untuk mendiskusikan
perasaan/kekuatirannya.
Eksplorasi perasaan/kehawatiran akan membuat pasien
merasa berbagi dengan yang lain. Selain itu melalui
eksplorasi perasaan akan dapat diketahui berbagai
miskonsepsi/misinterpretasi dan kemudian
meluruskannya, sehingga pasien akan lebih tenang dan
menurun kecemasaannya. Setelah intervensi selama 3
hari, pasien dapat beradaptasi dengan kecemasan.
Pasien mengungkapkan perasaan lebih rileks dan
mengikuti program rehabilitasi.

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 39


BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pelaksanaan asuhan keperawartan Model Adaptasi Roy pada pasien
dengan gangguan sistem muskuloskelatal menunjukan bahwa pada model
ini bertujuan memampukan pasien untuk merubah perilaku maladaptif ke
perilaku yang adaptif. Pada teori keperawatan dengan Model Adapatsi
Roy, pengkajian pasien dilakukan secara komperehensif, dikaji dan
dianalisa secara bersamaan. Pengkajian perilaku dan stimulus serta
pengkajian fisik digabung menjadi satu. Penegakan diagnosis, penetuan
tujuan, intervensi, implementasi dan evaluasi pada dasarnya dapat
dilakukan dengan baik.

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 40


DAFTAR PUSTAKA
http://dwinoviapritama.blogspot.co.id/2012/06/model-konsep-dan-teori-
keperawatan.html ( diaskses pada 10 desember 2017)
http://docplayer.info/53509873-Universitas-indonesia.html ( diakses 18
November 2017)

Penerapan Teori Roy di RSUP Fatmawati Jakarta 41

Anda mungkin juga menyukai