Anda di halaman 1dari 33

NURSING CONCEPTUAL MODEL : SISTER CALISTA ROY

MODEL ADAPTASI

Dosen Pengampu : Yuliani Budiarti, Ns.,M.Kep.,Sp.Kep Mat

MK : SCIENCE IN NURSING

Oleh:

Evimira Sukanti Nim. 2014101110002

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

BANJARMASIN

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat, serta izinNya kami

dapat menyelesaikan tugas Take Home pada mata kuliah Science In Nursing

dengan topik “Nursing Konseptual Model : Sister Calista Roy (Model Adaptasi)”,

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Yuliani Budiarti,

Ns.,M.Kep.,Sp.Kep Mat, selaku dosen pembimbing yang telah memfasilitasi

kami dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Kami menyadari makalah ini belum

sempurna, maka saran yang sifatnya membangun akan sangat berarti bagi kami.

Meskipun demikian, kami sangat berharap semoga dengan adanya makalah ini

akan menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat membawa manfaat bagi

siapapun yang membacanya.

Banjarmasin, Juli 2021

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teori keperawatan adalah kumpulan pengetahuan yang terorganisir untuk

mendefinisikan apa itu keperawatan, apa yang perawat lakukan dan mengapa

perawat melakukannya. Teori keperawatan mendefinisikan keperawatan

sebagai profesi yang terpisah dari disliplin ilmu lainnya. Keperawatan sebagai

profesi, memiliki batang tubuh ilmu pengetahuan sendiri yang penting untuk

praktik keperawatan. Untuk itu perawat perlu mengidentifikasi

mengembangkan, memahami konsep dan teori yang sejalan dengan

keperawatan. Menurut Steven (1984) Teori Keperawatan merupakan suatu

usaha untuk menguraikan dan menjelaskan berbagai fenomena dalam

keperawatan.

Pandangan para ahli tentang model konsep dan teori keperawatan salah

satunya dikemukakan oleh Model keperawatan Roy, dikenal dengan model

“adaptasi” dimana Roy memandang setiap manusia pasti mempunyai potensi

untuk dapat beradaptasi terhadap stimulus baik stimulus internal maupun

eksternal dan kemampuan adaptasi ini dapat dilihat dari berbagai tingkatan

usia.

Sebagai perawat khususnya mahasiswa keperawatan harus bisa memahami,

serta mengaplikasikan, Model konseptual dalam keperawatan dapat

memungkinkan perawat untuk menerapkan cara perawat bekerja dalam batas

kewenangan sebagai seorang perawat. Salah satu cara untuk menunjukkan


eksistensi keperawatan adalah dengan mengembangkan salah satu model

pelayanan keperawatan.

Berdasarkan uraian diatas, maka kelompok dalam makalah ini membahas

tentang latar belakang dari tokoh Sister Calista Roy dan Model Konseptual

Sister Calista Roy.

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Memahami konsep dari model konseptual Sister Calista Roy (Model

Adaptasi)

1.2.2 Tujuan Khusus

1.2.2.1 Menjelaskan latar belakang dari tokoh keperawatan khususnya

Sister Calista Roy

1.2.2.2 Menjelaskan tentang konsep dan definisi konsep dari model

konseptual Sister Calista Roy (Model Adaptasi).

1.2.2.3 Mampu menjelaskan komponen –komponen model

konsep keperawatan sister Calista Roy

1.2.2.4 Mampu menjelaskan karakteristik model konsep keperawatan sister

Calista Roy

1.2.2.5 Contoh penelitian penerapan teori Calista Roy


1.3 Manfaat Penulisan

Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak, sebagai

berikut :

1.3.1 Bagi Profesi Keperawatan

Makalah ini sebagai bahan kajian ilmu untuk dasar pengetahuan tentang

landasan konsep dari model konseptual Sister Calista Roy (Model

Adaptasi)

1.3.2 Bagi Mahasiswa Keperawatan

Makalah ini diharapkan sebagai bahan rujukan dalam memahami konsep

landasan konsep dari model konseptual Sister Calista Roy (Model

Adaptasi) dan pendekatan aplikatifnya kaidah etik keperawatan


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Riwayat Sister Calista Roy

Suster Calista Roy adalah seorang suster dari Saint Joseph of Carondelet.Roy

dilahirkan pada tanggal 14 oktober 1939 di Los Angeles California. Roy

menerima Bachelor of Art Nursing pada tahun 1963 dari Mount Saint Marys

College dan Magister Saint in Pediatric Nursing pada tahun 1966 di

University of California LosAngeles.

Roy memulai pekerjaan dengan teori adaptasi keperawatan pada tahun 1964

ketika dia lulus dari University of California Los Angeles. Dalam Sebuah

seminar dengan Dorrothy E. Johnson, Roy tertantang untuk mengembangkan

sebuah model konsep keperawatan. Konsep adaptasi mempengaruhi Roy

dalam kerangka konsepnya yang sesuai dengan keperawatan. Dimulai dengan

pendekatan teori sistem. Roy menambahkan kerja adaptasi dari Helsen tahun

1964, seorang ahli fisiologis – psikologis. Untuk memulai membangun

pengertian konsepnya. Helsen mengartikan respon adaptif sebagai fungsi dari

datangnya stimulus sampai tercapainya derajat adaptasi yang di butuhkan

individu. Derajat adaptasi dibentuk oleh dorongan tiga jenis stimulus yaitu :

focal stimuli, konsektual stimuli dan residual stimuli.

Roy mengkombinasikan teori adaptasi Helson dengan definisi dan pandangan

terhadap manusia sebagai sistem yang adaptif. Selain konsep- konsep tersebut,
Roy juga mengadaptasi nilai “ Humanisme” dalam model konseptualnya

berasal dari konsep A.H. Maslow untuk menggali keyakinan dan nilai dari

manusia. Menurut Roy humanisme dalam keperawatan adalah keyakinan,

terhadap kemampuan koping manusia dapat meningkatkan derajat kesehatan.

Sebagai model yang berkembang, Roy menggambarkan kerja dari ahli-ahli

lain di area adaptasi seperti Dohrenwend (1961), Lazarus (1966), Mechanic

(1970) dan Selye (1978). Setelah beberapa tahun, model ini berkembang

menjadi sebagai suatu kerangka kerja pendidikan keperawatan, praktek

keperawatan dan penelitian. Tahun 1970, model adaptasi keperawatan

diimplementasikan sebagai dasar kurikulum sarjana muda keperawatan di

Mount Saint Mary’s College. Sejak saat itu lebih dari 1500 staf pengajar dan

mahasiswa-mahasiswa terbantu untuk mengklarifikasi, menyaring, danN

memperluas model. Penggunaan model praktek juga memegang peranan

penting untuk klarifikasi lebih lanjut dan penyaringan model.

Sebuah studi penelitian pada tahun 1971 dan survey penelitian pada tahun

1976-1977 menunjukkan beberapa penegasan sementara dari model adaptasi.

Perkembangan model adaptasi keperawatan dipengaruhi oleh latar belakang

Roy dan profesionalismenya. Secara filosofi Roy mempercayai kemampuan

bawaan, tujuan,, dan nilai kemanusiaan, pengalaman klinisnya telah

membantu perkembangan kepercayaannya itu dalam keselarasan dari tubuh

manausia dan spirit. Keyakinan filosofi Roy lebih jelas dalam kerjanya yang

baru pada model adaptasi keperawatan.

2.1 Filosofi
Filosofi tidak didasarkan terhadap hal yang bersifat empiris, tetapi merupakan

suatu keyakinan dan penyataan yang terkait terhadap praktek keperawatan dan

mempengaruhi munculnya model konseptual. Asumsi Humanism dan

Veritivity yang diturunkan dari teori Spiritual oleh Swimme dan Berry tahun

1992 menjadikan Philosifical dari teori ini.

Humanism menegaskan bahwa seseorang atau pengalaman manusia sangat

essensial untuk pengetahuannya dan bernilai. Hal itu dapat menjadi kekuatan

untuk berkreatif. Veritivity menegaskan tentang kepercayaan, nilai dan arti

pada semua kehidupan manusia. Selain itu Asumsi dari Teori System dan

Teori level adaptasi digabungkan menjadi kesatuan asusmsi yang scientific.

Dari teori System, sistim adaptasi manusia dipandang sebagai sesuatu yang

berinteraksi yang bekerja sebagai kesatuan untuk mencapai tujuan. Sistem

adaptasi manusia adalah sesuatu yang kompleks, memiliki banyak factor dan

juga merupakan respon terhadap stimulus lingkungan untuk mencapai

adaptasi. Dalam beradaptasi dengan stimulus lingkungan, manusia

mempunyai kapasitas untuk mengadakan perubahan-perubahan pada

lingkungan.

2.2 Pola Pengembangan Model Konseptual Calista Roy

Sister Calista Roy mengembangkan model adaptasi dalam keperawatan pada

tahun 1964. Model ini banyak di gunakan sebagai falsafah dasar dan model

konsep dalam pendidikan keperawatan. Model adaptasi Roy adalah system

model yang esensial dalam keperawatan. Roy menjelaskan bahwa manusia

adalah makhluk biopsikososial sebagai satu kesatuan yang utuh. Dalam


memenuhi kebutuhan manusia selalu di hadapkan berbagai persoalan yang

kompleks. Dalam menghadapi persoalan tersebut Roy mengemukakan teori

adaptasi. Penggunaan koping atau mekanisme pertahanan diri, berespon

melakukan peran dan fungsi secara optimal untuk memelihara integritas diri

keadaan lingkungan sekitarnya dalam suatu rentang kontinu sehat – sakit.

Sumber- sumber yang mendukung perkembangan teori ini : Didasari dari teori

adaptasi Helson, yang mengatakan bahwa respon adaptive adalah fungsi yang

muncul ketika ada stimulus dan level adaptasi. Stimulus adalah setiap factor

yang mengakibatkan sebuah respon. Stimulus dapat muncul dari lingkungan

internal maupun eksternal. Setelah mengembangkan teorinya, Roy

mempresentasikan teori tersebut pada praktek keperawatan, riset dan

pendidikan keperawatan.

Selain itu pengembangan model konseptual C.Roy di kontribusi oleh Lebih

dari 1500 mahasiswa di fakultas di mana C.Roy bekerja. Pemerintah Amerika

saat itupun sangat mendukung perkembangan teori ini, diantaranya dengan

menyediakkan 100. 000 perawat di USA disiapkan untuk praktek

menggunakan teori ini. 1 Pardede, Jek Amidos

2.3 Paradigma Keperawatan Menurut Sister Calista Roy

Empat Elemen utama dari teori Roy adalah : Manusia sebagai penerima

asuhan keperawatan, Konsep lingkungan, Konsep sehat dan Keperawatan.

Dimana antara keempat elemen tersebut saling mempengaruhi satu sama lain

karena merupakan suatu sistem.

1
Jek Amidos Pardede, “Teori Dan Model Adaptasi Sister Calista Roy : Pendekatan
Keperawatan,” Jurnal Ilmiah Kesehatan 10, no. 1 (2018): 96–105.
2.3.1 Manusia

Manusia merupakan fokus utama yang perlu diperhatikan karena

manusialah yang menjadi penerima asuhan keperawatan, baik itu individu,

keluarga, kelompok maupun masyarakat, yang dipandang sebagai

“Holistic Adaptif System”. Dimana “Holistic Adaptif System “ ini

merupakan perpaduan antara konsep sistem dan konsep adaptasi.

Menurut Roy, manusia itu holistik, sistem adaptif. “Sebagai sistem adaptif,

sistem manusia adalah digambarkan secara utuh dengan bagian-bagian

yang berfungsi sebagai kesatuan untuk beberapa tujuan. Sistem manusia

termasuk orang sebagai individu atau kelompok, termasuk keluarga,

organisasi, komunitas, dan masyarakat secara keseluruhan ”(Roy &

Andrews, 1999, hal. 31). Meskipun mereka sangat beragam, semua orang

bersatu dalam takdir yang sama (Roy & Andrews, 1999). “Sistem manusia

memiliki pemikiran dan kapasitas perasaan, yang berakar pada kesadaran

dan makna, yang dengannya mereka menyesuaikan secara efektif dengan

perubahan di lingkungan dan, pada gilirannya, mempengaruhi lingkungan

" (Roy & Andrews, 1999, hlm.36). Manusia dan bumi memiliki kesamaan

pola dan hubungan mutualitas dan arti (Roy & Andrews, 1999). Roy (Roy

& Andrews, 1999) mendefinisikan orang sebagai fokus utama

keperawatan, penerima asuhan keperawatan, mata pencaharian, kompleks,

sistem adaptif dengan proses internal (kognator dan regulator) bertindak

untuk mempertahankan adaptasi dalam empat mode adaptif (fisiologis,

konsep diri, fungsi peran, dan saling tergantungan).

2.3.1.1 Konsep Sistem


Roy memandang manusia sebagai mahluk holistik yang dalam sistem

kehidupannya akan selalu berinteraksi dengan lingkungannya, dimana

diantara keduanya akan terjadi pertukaran informasi, “matter” dan energi.

Adapun karakteristik sistem menurut Roy adalah input, output, control

dan feed back.

Sebuah sistem adalah “sekumpulan bagian yang terhubung untuk

berfungsi sebagai utuh untuk beberapa tujuan dan itu dilakukan

berdasarkan saling ketergantungan satu sama lainnya ”(Roy & Andrews,

1999, hal. 32). Selain memiliki keutuhan dan bagian terkait, “sistem juga

memiliki masukan, keluaran, dan kontrol dan proses umpan balik

”(Andrews & Roy, 1991, hal. 7).

2.3.1.2 Konsep Adaptasi

Roy lebih jauh mendefinisikan adaptasi untuk digunakan dalam abad

kedua puluh satu (Roy & Andrews, 1999). Menurut Bagi Roy, adaptasi

mengacu pada “proses dan hasil dimana manusia berpikir dan merasakan,

sebagai individu atau dalam kelompok, menggunakan kesadaran dan

pilihan untuk menciptakan integrasi manusia dan lingkungan ”(Roy &

Andrews, 1999, hal. 30). Daripada menjadi sistem manusia yang hanya

berusaha menanggapi lingkungan rangsangan untuk memelihara

integritas, setiap kehidupan manusia memiliki tujuan di alam semesta

yang bersifat kreatif, dan orang-orang tidak dapat dipisahkan dari

lingkungannya.

Output dalam sistem adaptasi ini berupa respon perilaku individu yang

dapat dikaji oleh perawat baik secara objektif maupun subjektif. Respon
perilaku ini dapat menjadi umpan balik bagi individu maupun

lingkungannya. Roy mengkategorikan output dari sistem adaptasi ini

berupa respon adaptif dan respon inefektif. Respon adaptif dapat

meningkatkan integritas individu sedangkan respon inefektif tidak dapat

mendukung untuk pencapaian tujuan perawatan individu.

Respon adaptif adalah “yang meningkatkan integritas dalam hal tujuan

sistem manusia ”(Roy & Andrews, 1999, hal. 31). Tanggapan yang tidak

efektif adalah tanggapan “yang tidak berkontribusi integritas dalam

mencapai tujuan sistem manusia " (Roy & Andrews, 1999, hlm. 31).

Roy menggunakan istilah mekanisme koping untuk menggambarkan

proses kontrol individu dalam sistem adaptasi ini. Proses Mengatasi

Proses koping “adalah cara bawaan atau diperoleh berinteraksi dengan

lingkungan yang berubah ”(Roy & Andrews, 1999, hal. 31). Mekanisme

koping bawaan “ditentukan secara genetik atau umum bagi spesies dan

umumnya dipandang sebagai proses otomatis; manusia tidak perlu untuk

memikirkannya menggunakan cara- cara tersebut ”(Roy & Andrews,

1999, hlm. 46). Mekanisme koping yang didapat “dikembangkan melalui

strategi seperti belajar. Pengalaman yang ditemui sepanjang hidup

berkontribusi pada pembentukan respon untuk rangsangan tertentu ”(Roy

& Andrews, 1999, hlm. 46).

Beberapa koping ada yang bersifat genetik seperti : WBC (sel darah

putih) sebagai benteng pertahanan tubuh terhadap adanya kuman,

sedangkan beberapa koping lainnya ada yang merupakan hasil belajar

seperti : menggunakan antiseptik untuk membersihkan luka. Dalam


mekanisme kontrol ini, Roy menyebutnya dengan istilah “Regulator” dan

“Cognator”. Transmitter dari sistem regulator berupa kimia, neural atau

sistem saraf dan endokrin, yang dapat berespon secara otomatis terhadap

adanya perubahan pada diri individu. Respon dari sistem regulator ini

dapat memberikan umpan balik terhadap sistem cognator. Proses kontrol

cognator ini sangat berhubungan dengan fungsi otak dalam hal fungsi

persepsi atau memproses informasi, pengambilan keputusan dan emosi.

2.3.2 Lingkungan

Stimulus yang berasal dari individu dan sekitar individu merupakan

elemen dari lingkungan, menurut Roy. Lingkungan didefinisikan oleh Roy

adalah “ Semua kondisi, keadaan dan pengaruh-pengaruh disekitar

individu yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu

dan kelompok “(Roy and Adrews, 1991 dalam Nursing Theory : 260) .

Dalam hal ini Roy menekankan agar lingkungan dapat didesign untuk

meningkatkan kemampuan adaptasi individu atau meminimalkan resiko

yang akan terjadi pada individu terhadap adanya perubahan.

Menurut Roy, lingkungan adalah “semua kondisi, keadaan, dan pengaruh

di sekitar dan mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau

kelompok, dengan pertimbangan khusus tentang mutualitas orang dan

sumber daya bumi yang mencakup fokus, kontekstual, dan rangsangan sisa

”(Roy & Andrews, 1999, hlm. 81). "Ini adalah lingkungan yang berubah

[yang] merangsang orang tersebut untuk membuat tanggapan adaptif

”(Andrews & Roy, 1991, hal. 18). Lingkungan adalah masukan ke dalam
diri seseorang sebagai adaptif sistem yang melibatkan faktor internal dan

eksternal. Faktor-faktor ini mungkin kecil atau besar, negatif atau positif.

Namun, setiap perubahan lingkungan menuntut meningkatkan energi

untuk beradaptasi dengan situasi. Faktor dalam lingkungan yang

mempengaruhi orang tersebut dikategorikan sebagai rangsangan fokal,

kontekstual, dan residual

2.3.3 Kesehatan

Roy mendefinisikan sehat adalah “A State and a process of being and

becoming an integrated and whole person”. Integritas individu dapat

ditunjukkan dengan kemampuan untuk mempertahankan diri, tumbuh,

reproduksi dan “mastery”. Asuhan keperawatan berdasarkan model Roy

bertujuan untuk meningkatkan kesehatan individu dengan cara

meningkatkan respon adaptifnya.

“Kesehatan adalah keadaan dan proses menjadi dan menjadi terintegrasi

dan pribadi yang utuh. Itu adalah cerminan dari adaptasi, yaitu interaksi

orang dan lingkungan ”(Andrews & Roy, 1991, hal. 21). Roy (1984)

mendapatkan definisi ini dari pemikiran bahwa adaptasi adalah proses

mempromosikan fisiologis, psikologis, dan integritas sosial, dan integritas

itu menyiratkan kondisi yang tidak terganggu yang mengarah pada

kelengkapan atau kesatuan. Dalam pekerjaan sebelumnya, Roy melihat

kesehatan di sepanjang kontinum yang mengalir dari kematian dan

kesehatan yang sangat buruk hingga kesehatan tingkat tinggi dan puncak

(Brower & Baker, 1976). Selama akhir 1990-an, Roy's tulisan lebih fokus
pada kesehatan sebagai proses di mana kesehatan dan penyakit dapat

hidup berdampingan (Roy & Andrews, 1999). Menggambar di atas tulisan

Illich (1974, 1976), Roy menulis, “kesehatan bukanlah kebebasan dari

keniscayaan kematian, penyakit, ketidakbahagiaan, dan stres, tetapi

kemampuan untuk mengatasinya dengan cara yang kompeten ”(Roy &

Andrews, 1999, hal. 52).

Kesehatan dan penyakit adalah satu hal yang tak terhindarkan, hidup

berdampingan dimensi pengalaman hidup total seseorang (Riehl & Roy,

1980). Perawatan berkaitan dengan dimensi ini. Ketika mekanisme untuk

mengatasi tidak efektif, penyakit adalah akibatnya. Kesehatan terjadi

ketika manusia terus beradaptasi. Saat orang beradaptasi dengan

rangsangan, mereka memang begitu bebas untuk menanggapi rangsangan

lain. Pembebasan energi dari upaya mengatasi yang tidak efektif dapat

meningkatkan penyembuhan dan meningkatkan kesehatan (Roy, 1984).

2.3.4 Keperawatan

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa tujuan keperawatan menurut

Roy adalah meningkatkan respon adaptif individu dan menurunkan respon

inefektif individu, dalam kondisi sakit maupun sehat. Selain meningkatkan

kesehatan di semua proses kehidupan, keperawatan juga bertujuan untuk

mengantarkan individu meninggal dengan damai. Untuk mencapai tujuan

tersebut, perawat harus dapat mengatur stimulus fokal, kontekstual dan

residual yang ada pada individu, dengan lebih menitikberatkan pada

stimulus fokal, yang merupakan stimulus tertinggi.


Roy mendefinisikan keperawatan secara luas sebagai “profesi perawatan

kesehatan yang berfokus pada proses dan pola kehidupan manusia dan

menekankan promosi kesehatan untuk individu, keluarga, kelompok, dan

masyarakat secara keseluruhan ”(Roy & Andrews, 1999, hal. 4). Secara

khusus, Roy mendefinisikan keperawatan menurut modelnya sebagai ilmu

dan praktik yang berkembang kemampuan adaptif dan meningkatkan

transformasi orang dan lingkungan. Dia mengidentifikasi aktivitas

keperawatan sebagai penilaian tingkah laku dan stimuli yang

mempengaruhi adaptasi. Penilaian keperawatan didasarkan pada ini

penilaian, dan intervensi direncanakan untuk dikelola rangsangan (Roy &

Andrews, 1999). Roy membedakan keperawatan sebagai ilmu dari

keperawatan sebagai disiplin praktik. Ilmu keperawatan adalah… “sistem

yang berkembang pengetahuan tentang orang-orang yang mengamati,

mengklasifikasikan, dan menghubungkan proses yang mempengaruhi

orang secara positif status kesehatan mereka ”(Roy, 1984, hlm. 3–4).

Keperawatan sebagai disiplin praktik adalah "tubuh ilmiah keperawatan

pengetahuan yang digunakan untuk tujuan menyediakan layanan penting

kepada orang-orang, yaitu mempromosikan kemampuan untuk

mempengaruhi kesehatan secara positif ”(Roy, 1984, hlm. 3-4).

"Perawatan bertindak untuk meningkatkan interaksi orang dengan

lingkungan — untuk mendorong adaptasi ”(Andrews & Roy, 1991, hal.

20).

Tujuan keperawatan Roy adalah "promosi adaptasi untuk individu dan

kelompok di masing-masing empat mode adaptif, sehingga berkontribusi


pada kesehatan, kualitas hidup, dan mati dengan bermartabat ”(Roy &

Andrews, 1999, p. 19). Keperawatan mengisi peran unik sebagai fasilitator

adaptasi dengan menilai perilaku di masing-masing dari empat ini mode

dan faktor adaptif yang mempengaruhi adaptasi dan dengan campur tangan

untuk meningkatkan kemampuan adaptif dan untuk meningkatkan

interaksi lingkungan (Roy & Andrews, 1999).

2.4 TEORI ADAPTASI SISTER CALISTA ROY

Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan

informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan

respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu input, proses dan output.

2.4.1 Input

Input atau masukan terdiri dari stimulus dan level adaptasi. Stimulus

terdiri dari :

2.4.1.1 Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan

seseorang, efeknya segera, misalnya infeksi.

Stimulus fokal adalah “stimulus internal atau eksternal paling cepat

menghadapi sistem manusia " (Roy & Andrews, 1999, hlm. 31).

2.4.1.2 Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang

baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat

diobservasi, diukur dan secara subyektif dilaporkan. Rangsangan ini

muncul secara bersamaan dimana dapat menimbulkan respon negatif pada

stimulus fokal seperti anemia, isolasi sosial.

Rangsangan kontekstual “adalah rangsangan lain yang ada di dalamnya


situasi yang berkontribusi pada efek fokus stimulus ”(Roy & Andrews,

1999, hlm. 31), yaitu, “Rangsangan kontekstual adalah semua faktor

lingkungan yang hadir untuk orang tersebut dari dalam atau luar tetapi

yang bukan pusat perhatian orang tersebut dan / atau energi ”(Andrews &

Roy, 1991, hal. 9).

2.4.1.3 Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan

situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi kepercayan, sikap,

sifat individu berkembang sesuai pengalaman yang lalu, hal ini memberi

proses belajar untuk toleransi. Misalnya pengalaman nyeri pada pinggang

ada yang toleransi tetapi ada yang tidak. Level adaptasi dapat menjadi data

masukan yang akan mempengaruhi respon adaptasi seseorang. Menurut

Roy level adaptasi seseorang dibagi menjadi 3,yaitu : integrated ,

compensatory, compromised.

Rangsangan sisa “adalah faktor lingkungan di dalam atau tanpa sistem

manusia dengan efek dalam situasi saat ini yang tidak jelas ”(Roy &

Andrews, 1999, hal. 32).

2.4.2 Proses

Mekanisme kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme

koping yang di gunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator dan

kognator yang merupakan subsistem.

2.4.2.1 Subsistem regulator. Input stimulus berupa internal atau eksternal.

Transmiter regulator sistem adalah kimia, neural atau endokrin. Refleks

otonom adalah respon neural dan brain sistem dan spinal cord yang
diteruskan sebagai perilaku output dari regulator sistem. Banyak proses

fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku regulator subsistem.

Regulator adalah “proses koping utama yang melibatkan sistem saraf,

kimia, dan endokrin "(Roy & Andrews, 1999, hal. 32).

2.4.2.2 Subsistem kognator. Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal

maupun internal. Perilaku output dari regulator subsistem dapat menjadi

stimulus umpan balik untuk kognator subsistem. Kognator kontrol proses

berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses informasi, penilaian

dan emosi. Persepsi atau proses informasi berhubungan dengan proses

internal dalam memilih atensi, mencatat dan mengingat. Belajar

berkorelasi dengan proses imitasi, reinforcement (penguatan) dan insight

(pengertian yang mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan

keputusan adalah proses internal yang berhubungan dengan penilaian atau

analisa. Emosi adalah proses pertahanan untuk mencari keringanan,

mempergunakan penilaian dan kasih sayang.

Kognator adalah "proses koping utama yang melibatkan empat orang

saluran kognitif-emosi: pemerosesan persepsi dan informasi,

pembelajaran, penilaian, dan emosi " (Roy & Andrews, 1999, hlm. 31).

Dalam memelihara integritas, kognator dan regulator saling bekerjasama

dan menguatkan. Selanjutnya Roy mengembangkan proses internal

seseorang sebagai sistem adaptasi dengan menetapkan sistem efektor,

yaitu 4 mode adaptasi meliputi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan

interdependensi.

a. Mode Fungsi Fisiologi


Modus fisiologis “dikaitkan dengan proses fisik dan kimiawi yang terlibat

dalam fungsi tersebut dan aktivitas organisme hidup ”(Roy & Andrews,

1999, hal. 102). Lima kebutuhan diidentifikasi dalam mode fisiologis-fisik

relatif terhadap kebutuhan dasar integritas fisiologis sebagai berikut: (1)

oksigenasi, (2) nutrisi, (3) eliminasi, (4) aktivitas dan istirahat, dan (5)

proteksi. Proses kompleks yang meliputi indra; keseimbangan cairan,

elektrolit, dan asam basa; fungsi neurologis; dan fungsi endokrin

berkontribusi pada adaptasi fisiologis. Kebutuhan dasar mode fisiologis

adalah integritas fisiologis (Roy & Andrews, 1999). Modus fisiknya

adalah "Cara di mana sistem adaptasi manusia kolektif mewujudkan

adaptasi relatif terhadap operasi dasar sumber daya, peserta, fasilitas fisik,

dan fiskal sumber daya ”(Roy & Andrews, 1999, hlm. 104). Dasar

kebutuhan mode fisik adalah integritas operasional.

Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya. Roy

mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus dipenuhi

untuk mempertahankan integritas, yang dibagi menjadi dua bagian, mode

fungsi fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi

fisiologis dengan proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu :

 Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu

ventilasi, pertukaran gas dan transpor gas.

 Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk

mempertahankan fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan mengganti

jaringan yang injuri.

 Eliminasi : Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan


ginjal.

 Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan

istirahat yang digunakan untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis

dalam memperbaiki dan memulihkan semua komponen-komponen

tubuh.

 Proteksi/ perlindungan : Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses

imunitas dan struktur integumen (kulit, rambut dan kuku) dimana hal

ini penting sebagai fungsi proteksi dari infeksi, trauma dan perubahan

suhu.

 The sense/perasaan : Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan bau

memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan Sensasi

nyeri penting dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan.

 Cairan dan elektrolit. : Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya

termasuk air, elektrolit, asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi

sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi sistem fisiologis dapat

menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.

 Fungsi syaraf / neurologis : Hubungan-hubungan neurologis merupakan

bagian integral dari regulator koping mekanisme seseorang. Mereka

mempunyai fungsi untuk mengendalikan dan mengkoordinasi

pergerakan tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif yang baik

untuk mengatur aktivitas organ-organ tubuh

 Fungsi endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai

dengan fungsi neurologis, untuk menyatukan dan mengkoordinasi

fungsi tubuh. Aktivitas endokrin mempunyai peran yang signifikan


dalam respon stress dan merupakan dari regulator koping mekanisme.

b. Mode Konsep Diri

“Konsep diri didefinisikan sebagai gabungan dari keyakinan dan perasaan

tentang diri sendiri pada waktu tertentu dan terbentuk dari persepsi internal

dan persepsi reaksi orang lain” (Roy & Andrews, 1999, hal. 107).

Komponennya meliputi berikut ini: (1) diri fisik, yang melibatkan sensasi

dan citra tubuh, dan (2) diri pribadi, yang terdiri dari konsistensi diri, ideal

diri atau harapan, dan moral-etika-spiritual diri.

Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan penekanan

spesifik pada aspek psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari

konsep diri ini berhubungan dengan integritas psikis antara lain persepsi,

aktivitas mental dan ekspresi perasaan. Konsep diri menurut Roy terdiri

dari dua komponen yaitu the physical self dan the personal self.

 The physical self, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya

berhubungan dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya.

Kesulitan pada area ini sering terlihat pada saat merasa kehilangan,

seperti setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan seksualitas.

 The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri,

moral- etik dan spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya

kekuatan atau takut merupakan hal yang berat dalam area ini.

c. Mode Fungsi Peran

Mode fungsi peran mengenal pola–pola interaksi sosial seseorang dalam

hubungannya dengan orang lain, yang dicerminkan dalam peran primer,

sekunder dan tersier. Fokusnya pada bagaimana seseorang dapat


memerankan dirinya dimasyarakat sesuai kedudukannya.

Mode fungsi peran “adalah salah satu dari dua mode sosial dan berfokus

pada peran yang ditempati orang tersebut masyarakat. Peran, sebagai unit

masyarakat yang berfungsi, adalah didefinisikan sebagai sekumpulan

harapan tentang bagaimana seseorang menempati satu posisi berperilaku

terhadap seseorang menempati posisi lain. Kebutuhan dasar yang

mendasari mode fungsi peran telah diidentifikasi sebagai integritas sosial -

kebutuhan untuk mengetahui siapa seseorang dalam hubungannya dengan

orang lain sehingga seseorang dapat bertindak ”(Hill & Roberts, 1981,

hlm. 109–110).

d. Mode Interdependensi

Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang dijabarkan oleh

Roy. Fokusnya adalah interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta/

kasih sayang, perhatian dan saling menghargai. Interdependensi yaitu

keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam menerima

sesuatu untuk dirinya. Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan

untuk afiliasi dengan orang lain. Kemandirian ditunjukkan oleh

kemampuan berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya.

Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai ekstrim,

yaitu memberi dan menerima.

Mode Interdependensi "Mode saling ketergantungan berfokus pada

hubungan dekat orang-orang (secara individu dan kolektif) dan tujuan,

struktur, dan perkembangannya. Hubungan interdependen melibatkan

kemauan dan kemampuan untuk memberi kepada orang lain dan menerima
dari mereka aspek dari semua yang ditawarkan seperti itu sebagai cinta,

rasa hormat, nilai, pengasuhan, pengetahuan, keterampilan, komitmen,

harta benda, waktu, dan bakat ”(Roy & Andrews, 1999, hlm. 111).

Kebutuhan dasar mode ini disebut integritas relasional (Roy & Andrews,

1999). Dua hubungan spesifik adalah fokus dari mode saling

ketergantungan seperti yang berlaku untuk individu. Yang pertama adalah

dengan orang penting lainnya siapa yang paling penting bagi individu.

Yang kedua adalah dengan sistem pendukung, yaitu, yang lain

berkontribusi untuk memenuhi saling ketergantungan kebutuhan (Roy &

Andrews, 1999, p. 112). Ada dua area utama perilaku saling

ketergantungan telah diidentifikasi: perilaku reseptif dan kontributif

tingkah laku. Perilaku ini berlaku masing-masing untuk file “Menerima

dan memberi cinta, hormat dan nilai hubungan yang saling bergantung

”(Roy & Andrews, 1999, hal. 112).

2.4.3 Output

Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapt di amati, diukur atau

secara subyektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari

luar. Perilaku ini merupakan umpan balik untuk sistem. Roy

mengkategorikan output sistem sebagai respon yang adaptif, Respon

adaptif adalah “yang mempromosikan integritas dalam hal tujuan sistem

manusia ”(Roy & Andrews, 1999, hal. 31). atau respon yang tidak

efektif/maladaptif. Respon yang adaptif dapat meningkatkan integritas

seseorang yang secara keseluruhan dapat terlihat bila seseorang tersebut


mampu melaksanakan tujuan yang berkenaan dengan kelangsungan hidup,

perkembangan, reproduksi dan keunggulan. Sedangkan respon yang mal

adaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan ini.

Tingkat adaptasi seseorang sebagai sistem adaptasi dipengaruhi oleh

perkembangan individu itu sendiri, dan penggunaan mekanisme koping.

Penggunaan mekanisme koping yang maksimal mengembangkan tingkat

adaptasi seseorang dan meningkatkan rentang stimulus agar dapat

berespon secara positif.

“Tingkat adaptasi merepresentasikan kondisi proses kehidupan yang

dijelaskan pada tiga tingkatan sebagai terintegrasi, kompensasi, dan

dikompromikan ”(Roy & Andrews, 1999, hal. 30). Tingkat adaptasi

seseorang adalah "titik yang terus berubah, terdiri dari fokus, kontekstual,

dan rangsangan sisa, yang mewakili orang tersebutstandar sendiri dari

ragam rangsangan yang mana dapat menanggapi dengan tanggapan adaptif

biasa " (Roy, 1984, hlm. 27–28).

Masalah adaptasi adalah “area perhatian yang luas terkait dengan adaptasi.

Ini menggambarkan kesulitan-kesulitannya terkait dengan indikator

adaptasi positif ” (Roy & Andrews, 1999, hlm.65). Roy (1984)

menyatakan berikut: Dapat dicatat pada titik ini perbedaannya dibuat

antara masalah adaptasi dan diagnosis keperawatan didasarkan pada

perkembangan bekerja di kedua bidang ini. Pada titik ini, masalah adaptasi

dilihat bukan sebagai diagnosis keperawatan, tetapi sebagai bidang yang

menjadi perhatian perawat terkait mengadaptasi orang atau kelompok

(dalam setiap adaptif mode) (hlm. 89–90)


2.5 Asumsi Utama

Asumsi dari teori dan asumsi sistem dari teori tingkat adaptasi telah

digabungkan menjadi satu set asumsi ilmiah. Dari teori sistem, sistem adaptif

manusia dipandang sebagai bagian interaktif yang bertindak dalam kesatuan

untuk beberapa tujuan. Sistem adaptif manusia itu kompleks dan multifaset

dan menanggapi berbagai rangsangan lingkungan untuk mencapai adaptasi.

Dengan milik mereka kemampuan untuk beradaptasi dengan rangsangan

lingkungan, manusia memiliki kapasitas untuk menciptakan perubahan

lingkungan (Roy & Andrews, 1999). Menggambar pada karakteristik

spiritualitas penciptaan oleh Swimme dan Berry (1992), Roy menggabungkan

asumsi humanisme dan veritivitas menjadi satu set asumsi filosofis.

Humanisme menegaskan bahwa pengalaman pribadi dan manusia sangat

penting untuk mengetahui dan menghargai, dan bahwa mereka berbagi secara

kreatif kekuasaan. Verifikasi menegaskan keyakinan pada tujuan, nilai, dan

makna dari semua kehidupan manusia. Ini ilmiah dan asumsi filosofis telah

disempurnakan untuk penggunaan model di abad kedua puluh satu.

2.6 Penerimaan oleh Komunitas Keperawatan

2.6.1 Praktek

Model Adaptasi Roy berakar kuat pada keperawatan latihan, dan ini,

sebagian, berkontribusi pada kelanjutannya sukses (Fawcett, 2002). Ini

tetap menjadi salah satu kerangka kerja konseptual yang paling sering

digunakan untuk memandu keperawatan praktek, dan digunakan secara


nasional dan internasional (Roy & Andrews, 1999; Fawcett, 2005). Model

Roy berguna untuk praktik keperawatan, karena itu menguraikan ciri-ciri

disiplin dan menyediakan arahan praktik, pendidikan, dan penelitian. Itu

model mempertimbangkan tujuan, nilai, pasien, dan intervensi praktisi.

Proses keperawatan Roy baik-baik saja dikembangkan. Penilaian dua

tingkat membantu dalam mengidentifikasi tujuan dan diagnosis

keperawatan (Brower & Baker, 1976). Awalnya, itu diakui sebagai teori

yang berharga untuk praktik keperawatan karena tujuan yang ditentukan

tujuannya untuk aktivitas dan resep untuk aktivitas untuk mewujudkan

tujuan (Dickoff, James, & Wiedenbach, 1968a, 1968b). Tujuan

keperawatan dan model adalah adaptasi dalam empat mode adaptif dalam

diri seseorang kesehatan dan penyakit. Intervensi preskriptifnya adalah

ketika perawat mengelola rangsangan dengan melepaskan, meningkatkan,

menurunkan, atau mengubahnya. Resep ini dapat ditemukan dalam daftar

praktik terkait hipotesis yang dihasilkan oleh model (Roy, 1984). Saat

menggunakan proses keperawatan enam langkah Roy, perawat melakukan

enam fungsi berikut:

a. Menilai perilaku yang dimanifestasikan dari empat mode adaptif

b. Menilai rangsangan untuk perilaku tersebut dan mengkategorikannya

sebagai rangsangan fokal, kontekstual, atau sisa

c. Membuat pernyataan atau diagnosis keperawatan dari keadaan adaptif

seseorang

d. Menetapkan tujuan untuk mendorong adaptasi

e. Menerapkan intervensi yang bertujuan untuk mengelola rangsangan


untuk mendorong adaptasi

f. Mengevaluasi apakah tujuan adaptif telah terpenuhi

Model Adaptasi Roy berguna dalam memandu praktik keperawatan dalam

pengaturan kelembagaan. Telah dilaksanakan di unit perawatan intensif

neonatal, sebuah mbangsal bedah akut, unit rehabilitasi, dua jenderal unit

rumah sakit, rumah sakit ortopedi, bedah saraf unit, dan rumah sakit

dengan 145 tempat tidur, antara lain (Roy & Andrews, 1999). Weiland

(2010) menjelaskan penggunaan Model Adaptasi Roy dalam pengaturan

perawatan kritis oleh lanjut melatih perawat untuk memasukkan perawatan

spiritual ke dalam asuhan keperawatan pasien dan keluarga. Perawatan

spiritual adalah sebuah penting, tetapi sering diabaikan, aspek keperawatan

merawat pasien dalam pengaturan perawatan kritis.

Kan (2009) menggunakan Roy Adaptation Model untuk mempelajari

persepsi pemulihan setelah koroner operasi bypass arteri bagi pasien yang

telah menjalani operasi ini untuk pertama kalinya. Temuan terungkap

hubungan positif antara persepsi pemulihan dan fungsi peran. Pengetahuan

tentang respons adaptif mengikuti operasi jantung memiliki implikasi

penting untuk perencanaan pulang dan pengajaran pulang.

2.6.2 Pendidikan

Model Adaptasi Roy mendefinisikan tujuan khusus keperawatan bagi

siswa, yaitu untuk mempromosikan adaptasi orang di masing-masing

mode adaptif dalam situasi kesehatan dan penyakit. Model ini

membedakan ilmu keperawatan dari ilmu kedokteran berdasarkan


memiliki konten dari bidang-bidang ini yang diajarkan secara terpisah

kursus. Dia menekankan kolaborasi tetapi menggambarkan tujuan terpisah

untuk perawat dan dokter. Menurut menurut Roy (1971), itu adalah tujuan

perawat untuk membantu pasien menaruh energinya untuk sembuh,

sedangkan mahasiswa kedokteran berfokus pada posisi pasien pada

kontinum kesehatan-penyakit dengan tujuan menyebabkan gerakan di

sepanjang kontinum. Dia melihat modelnya sebagai alat yang berharga

untuk menganalisis perbedaan antara dua profesi keperawatan dan

kedokteran. Roy (1979) percaya bahwa kurikulum didasarkan pada ini

model mendukung pemahaman siswa tentang teori pengembangan saat

mereka belajar tentang teori pengujian dan mengalami wawasan teoretis.

Roy (1971, 1979) dicatat sejak awal bahwa model tersebut memperjelas

tujuan, konten yang teridentifikasi, dan pola khusus untuk mengajar dan

belajar.

Model Adaptasi Roy telah digunakan di pengaturan pendidikan dan telah

membimbing pendidikan keperawatan di Mount Saint Mary's College

Department of Nursing di Los Angeles sejak 1970. Sejak tahun 1987,

lebih lebih dari 100.000 siswa perawat telah dididik dalam program

keperawatan berdasarkan Adaptasi Roy Model di Amerika Serikat dan

luar negeri. Roy Model Adaptasi menyediakan pendidik dengan cara yang

sistematis mengajar siswa untuk menilai dan merawat pasien dalam

konteks kehidupan mereka, bukan sama seperti korban penyakit.

2.6.3 Penelitian
Jika penelitian akan mempengaruhi perilaku praktisi, itu harus diarahkan

ke pengujian dan pengujian ulang teori berasal dari model konseptual

untuk praktik keperawatan. Roy (1984) mengemukakan bahwa teori

berkembang dan pengujian teori yang dikembangkan adalah yang tertinggi

prioritas keperawatan. Data untuk memvalidasi atau mendukung model

dibuat pengujian hipotesis tersebut; model terus berlanjut menghasilkan

lebih banyak jenis penelitian ini. Model Adaptasi Roy telah digunakan

secara ekstensif untuk memandu pengembangan pengetahuan melalui

penelitian keperawatan (Frederickson, 2000).

Penelitian Berbasis Praktik

DiMattio dan Tulman (2003) menjelaskan perubahan dalam status

fungsional dan berkorelasi dengan status fungsional dari 61 wanita selama

periode 6 minggu pasca operasi mengikuti cangkok bypass arteri koroner.

Fungsional status diukur pada 2, 4, dan 6 minggu setelah operasi,

menggunakan Inventaris Status Fungsional di Lansia dan Profil Dampak

Penyakit. Peningkatan yang signifikan ditemukan di semua dimensi status

fungsional kecuali pribadi di tiga titik pengukuran. Terbesar peningkatan

status fungsional terjadi antara 2 dan 4 minggu setelah operasi. Namun,

tak satupun dari dimensinya status fungsional telah kembali ke nilai dasar

pada titik 6 minggu. Informasi ini akan membantu wanita yang telah

menjalani operasi cangkok bypass arteri koroner untuk lebih memahami

masa pemulihan dan mengaturnya tujuan yang lebih realistis.2


2
Martha Raile Alligood, Nursing Theorists and Aaatheir Aworlk, Nursing Research, vol. 40,
2014.
Manusia sebagai System Adaptif

INPUT PROSES EFEKTOR OUTPUT

KONTROL

Tingkat adaptasi Mekanisme koping, Fungsi fisiologis Respon adaptif dan

stimulus Regulator, Kognator Konsep diri inefektif

Fungsi peran

Interdependensi

Umpan Balik

2.6.4 CONTOH PENERAPAN TEORI ROY

RAM mengklasifikasikan respons perilaku dalam empat mode (fisiologis,

konsep diri, fungsi peran dan domain saling ketergantungan) adaptasi sebagai

adaptif atau non-adaptif. Diagnosa keperawatan ditetapkan setelah non-

perilaku adaptif ditentukan dan kemudian intervensi direncanakan sesuai.

Intervensi keperawatan adalah pendidikan asalkan yang membahas non-

adaptif perilaku dalam empat domain adaptasi. Non-adaptif perilaku merespon

tidak positif terhadap lingkungan perubahan. Perawat kemudian membuat

penilaian lain untuk dilacak efek dari intervensi. Jika individu

mengembangkan perilaku adaptif, intervensi keperawatan diambil sebagai

efektif; jika perilaku non-adaptif telah berkembang, intervensi dianggap tidak

efektif.

Menurut RAM, perawat fokus pada manusia dan interaksi lingkungan yang

mendorong manusia secara maksimal pembangunan dan kesejahteraan. Orang

didefinisikan sebagai sistem adaptif mampu beradaptasi dengan lingkungan.

Oleh karena itu, perawat mengevaluasi status adaptasi manusia dan

merencanakan intervensi yang diarahkan mengubah rangsangan negatif


menjadi tanggapan positif. Itu Tujuan utama keperawatan adalah untuk

mempromosikan adaptasi.

Kesimpulan, Edukasi berbasis RAM pada ibu hamil efektif, dalam menjaga

hipertensi di bawah kontrol dan dalam meningkatkan tingkat adaptasi terhadap

kehamilan. Itu tidak efektif pada beberapa hasil neonatal dan sebagian efektif

pada orang lain. 3

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Model Roy meliputi konsep keperawatan, manusia, sehat sakit, lingkungan,

adaptasi, dan aktivitas keperawatan. Model ini juga mencakup dua subkonsep

(regulator dan kognator) serta empat mode (fisiologis, konsep diri, fungsi peran,

dan interdependensi)

3.2 Saran

Model ini memiliki beberapa konsep dan subkonsep utama, sehingga pernyataan

hubungannya bersifat kompleks sampai model ini betul- betul dipelajari.

3
Keziban Amanak, Ümran Sevil, and Zekiye Karacam, “The Impact of Prenatal Education
Based on the Roy Adaptation Model on Gestational Hypertension, Adaptation to Pregnancy
and Pregnancy Outcomes,” Journal of the Pakistan Medical Association 69, no. 1 (2019): 11–
17.
Daftar Pustaka

Alligood, Martha Raile. Nursing Theorists and Aaatheir Aworlk. Nursing

Research. Vol. 40, 2014.

Amanak, Keziban, Ümran Sevil, and Zekiye Karacam. “The Impact of Prenatal

Education Based on the Roy Adaptation Model on Gestational Hypertension,

Adaptation to Pregnancy and Pregnancy Outcomes.” Journal of the Pakistan

Medical Association 69, no. 1 (2019): 11–17.

Pardede, Jek Amidos. “Teori Dan Model Adaptasi Sister Calista Roy : Pendekatan

Keperawatan.” Jurnal Ilmiah Kesehatan 10, no. 1 (2018): 96–105.

Prof Achir Yani, Kusman Ibrhaim.“ Pakar Teori Keperawatan dan Karya mereka”

Edisi 8. Elsevier Singapore Pte Ltd (2017)

Anda mungkin juga menyukai