Anda di halaman 1dari 35

Menganalisis Teori Keperawatan Orem dan Roy

MAKALAH FILSAFAH KEPERAWATAN

DISUSUN OLEH:

Alnanda Ghea Putri Nst : 172312001


Nia Octavia Sinaga : 172312014
Putri Denanda Tami : 172312003
Rizqi Dwiyola : 172312005
Sudirman : 172312006

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NON REGULER


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang mana atas berkat, rahmat,
dan karunia-Nya penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “Ketepatan menganalisis
teori keperawatan Orem dan Roy”. untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Falsafah dan
Teori Keperawatan.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak lepas dari hambatan yang kami hadapi, namun
kelompok menyadari kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat dorongan,
bantuan, dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala-kendala yang kelompok hadapi dapat
teratasi. Oleh karena itu kami mengucapkanterima kasih kepada :

1. Liza wati, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku dosen mata kuliah falsafah dan teori keperawatan.
2. Rekan kelompok yang telah bekerjasama dalam penyusunan makalah ini

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan,
mengingat akan keterbatasan kemampuan yang kami miliki.Untuk itu kritik dan saran sangat
harapkan untuk kesempurnaan penyusunan makalah yang akan datang.

Batam, 16 September 2023

Kelompok III
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keperawatan merupakan salah satu profesi yang memiliki peran penting dalam pelayanan
kesehatan disamping keperawatan sedang mengalami perkembangan yang begitu pesat, baik
dibidang praktik, penelitian, maupun pendidikan keperawatan. Ilmu keperawatan sebagai salah satu
cabang ilmu pengetahuan, memiliki teori-teori yang terbentuk dari filosofi dan paradigma yang
berbeda dari para pencetus teori keperawatan. Tidak semua teori dapat diaplikasikan secara
langsung pada praktik keperawatan sehari-hari, tergantung pada kondisi pasien dan situasi
lingkungan yang dialami pasien (Fawcett, 2005). Sehingga, perawat sebagai profesi yang
menjalankan praktik berdasarkan batang tubuh ilmu keperawatannya, harus dapat mengenali dan
memahami teori-teori yang berkembang dalam dunia keperawatan.

Keperawatan sebagai suatu profesi yang sampai saat ini masih dianggap profesi yang
kurang eksis, kurang profesional, bahkan kurang menjanjikan dalam hal finansial. Oleh
karena itu keperawatan harus berusaha keras untuk menunjukkan pada dunia luar, di luar
dunia keperawatan bahwa keperawatan juga bisa sejajar dengan profesi – profesi lain. Tugas
ini akan terasa berat bila perawat-perawat Indonesia tidak menyadari bahwa eksistensi
keperawatan hanya akan dapat dicapai dengan kerja keras perawat itu sendiri untuk
menunjukkan profesionalismenya dalam memberikan pelayanan kesehatan terutama
pelayanan keperawatan baik kepada individu, keluarga maupun masyarakat Salah satu cara
untuk menunjukkan eksistensi keperawatan adalah dengan mengembangkan salah satu model
pelayanan keperawatan yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia.

Model keperawatan Roy, dikenal dengan model “adaptasi” dimana Roy memandang
setiap manusia pasti mempunyai potensi untuk dapat beradaptasi terhadap stimulus baik
stimulus internal maupun eksternal dan kemampuan adaptasi ini dapat dilihat dari berbagai
tingkatan usia. Aplikasi proses keperawatan menurut konsep teori Roy di Rumah Sakit telah
banyak diterapkan namun sedikit sekali perawat yang mengetahui dan memahami bahwa
tindakan keperawatan tersebut telah sesuai. Bahkan perawat melaksanakan asuhan
keperawatan tanpa menyadari sebagian tindakan yang telah dilakukan pada klien adalah
penerapan konsep teori Roy. Oleh karena itu, kami memandang perlu untuk mengetahui dan
mengkaji lebih jauh tentang penerapan model keperawatan yang sesuai dengan teori Sister
Callista Roy di lapangan atau rumah sakit, sehingga dapat diketahui apakah teori Roy dapat
diaplikasikan dengan baik dalam pelayanan keperawatan/ asuhan keperawatan. Sedangkan
Dorothea Orem adalah ahli teori perawat yang memelopori Teori Keperawatan Defisit
Perawatan Diri . Mengenal biografi dan karya Orem, termasuk pembahasan tentang konsep
besar, subkonsep, metaparadigma keperawatan, dan penerapan Self-Care Deficit Theory.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukankan, maka rumusan masalah
dalam materi ini adalah bagaimana ketepatan menganalisis teori keperawatan Orem dan Roy.

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mampu memahami konsep model keperawatan menurut Orem dalam manajemen asuhan
keperawatan.

2. Mampu memahami konsep model keperawatan menurut Roy dalam manajemen asuhan
keperawatan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Riwayat Sister Calista Roy

Suster Calista Roy adalah seorang suster dari Saint Joseph of Carondelet.Roy
dilahirkan pada tanggal 14 oktober 1939 di Los Angeles California. Roy menerima Bachelor
of Art Nursing pada tahun 1963 dari Mount Saint Marys College dan Magister Saint in
Pediatric Nursing pada tahun 1966 di University of California LosAngeles. Roy memulai
pekerjaan dengan teori adaptasi keperawatan pada tahun 1964 ketika dia lulus dari University
of California Los Angeles. Dalam Sebuah seminar dengan Dorrothy E. Johnson, Roy
tertantang untuk mengembangkan sebuah model konsep keperawatan.

Konsep adaptasi mempengaruhi Roy dalam kerangka konsepnya yang sesuai dengan
keperawatan. Dimulai dengan pendekatan teori sistem. Roy menambahkan kerja adaptasi dari
Helsen tahun 1964, seorang ahli fisiologis – psikologis. Untuk memulai membangun
pengertian konsepnya. Helsen mengartikan respon adaptif sebagai fungsi dari datangnya
stimulus sampai tercapainya derajat adaptasi yang di butuhkan individu. Derajat adaptasi
dibentuk oleh dorongan tiga jenis stimulus yaitu : focal stimuli, konsektual stimuli dan
residual stimuli. Roy mengkombinasikan teori adaptasi Helson dengan definisi dan
pandangan terhadap manusia sebagai sistem yang adaptif.

Selain konsepkonsep tersebut, Roy juga mengadaptasi nilai “ Humanisme” dalam


model konseptualnya berasal dari konsep A.H. Maslow untuk menggali keyakinan dan nilai
dari manusia. Menurut Roy humanisme dalam keperawatan adalah keyakinan, terhadap
kemampuan koping manusia dapat meningkatkan derajat kesehatan. Sebagai model yang
berkembang, Roy menggambarkan kerja dari ahli-ahli lain di area adaptasi seperti
Dohrenwend (1961), Lazarus (1966), Mechanic (1970) dan Selye (1978).

Setelah beberapa tahun, model ini berkembang menjadi sebagai suatu kerangka kerja
pendidikan keperawatan, praktek keperawatan dan penelitian. Tahun 1970, model adaptasi
keperawatan diimplementasikan sebagai dasar kurikulum sarjana muda keperawatan di
Mount Saint Mary’s College. Sejak saat itu lebih dari 1500 staf pengajar dan mahasiswa-
mahasiswa terbantu untuk mengklarifikasi, menyaring, dan memperluas model. Penggunaan
model praktek juga memegang peranan penting untuk klarifikasi lebih lanjut dan penyaringan
model.
Sebuah studi penelitian pada tahun 1971 dan survey penelitian pada tahun 1976-1977
menunjukkan beberapa penegasan sementara dari model adaptasi. Perkembangan model
adaptasi keperawatan dipengaruhi oleh latar belakang Roy dan profesionalismenya. Secara
filosofi Roy mempercayai kemampuan bawaan, tujuan, dan nilai kemanusiaan, pengalaman
klinisnya telah membantu perkembangan kepercayaannya itu dalam keselarasan dari tubuh
manausia dan spirit. Keyakinan filosofi Roy lebih jelas dalam kerjanya yang baru pada model
adaptasi keperawatan.

2.2 Filosofi

Filosofi tidak didasarkan terhadap hal yang bersifat empiris, tetapi merupakan suatu
keyakinan dan penyataan yang terkait terhadap praktek keperawatan dan mempengaruhi
munculnya model konseptual. Asumsi Humanism dan Veritivity yang diturunkan dari teori
Spiritual oleh Swimme dan Berry tahun 1992 menjadikan Philosifical dari teori ini. Humanis
menegaskan bahwa seseorang atau pengalaman manusia sangat essensial untuk
pengetahuannya dan bernilai. Hal itu dapat menjadi kekuatan untuk berkreatif. Veritivity
menegaskan tentang kepercayaan, nilai dan arti pada semua kehidupan manusia. Selain itu
Asumsi dari Teori System dan Teori level adaptasi digabungkan menjadi kesatuan asusmsi
yang scientific.

Dari teori System, sistim adaptasi manusia dipandang sebagai sesuatu yang
berinteraksi yang bekerja sebagai kesatuan untuk mencapai tujuan. Sistem adaptasi manusia
adalah sesuatu yang kompleks, memiliki banyak factor dan juga merupakan respon terhadap
stimulus lingkungan untuk mencapai adaptasi. Dalam beradaptasi dengan stimulus
lingkungan, manusia mempunyai kapasitas untuk mengadakan perubahan-perubahan pada
lingkungan.

2.3 Pola Pengembangan Model Konseptual Calista Roy

Sister Calista Roy mengembangkan model adaptasi dalam keperawatan pada tahun
1964. Model ini banyak di gunakan sebagai falsafah dasar dan model konsep dalam
pendidikan keperawatan. Model adaptasi Roy adalah system model yang esensial dalam
keperawatan. Roy menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk bio psikososial sebagai satu
kesatuan yang utuh. Dalam memenuhi kebutuhan manusia selalu di hadapkan berbagai
persoalan yang kompleks. Dalam menghadapi persoalan tersebut Roy mengemukakan teori
adaptasi.
Penggunaan koping atau mekanisme pertahanan diri, berespon melakukan peran dan
fungsi secara optimal untuk memelihara integritas diri keadaan lingkungan sekitarnya dalam
suatu rentang kontinu sehat – sakit. Sumber- sumber yang mendukung perkembangan teori
ini : Didasari dari teori adaptasi Helson, yang mengatakan bahwa respon adaptive adalah
fungsi yang muncul ketika ada stimulus dan level adaptasi. Stimulus adalah setiap factor yang
mengakibatkan sebuah respon. Stimulus dapat muncul dari lingkungan internal maupun
eksternal. Setelah mengembangkan teorinya, Roy mempresentasikan teori tersebut pada
praktek keperawatan, riset dan pendidikan keperawatan.

Selain itu pengembangan model konseptual C.Roy di kontribusi oleh Lebih dari 1500
mahasiswa di fakultas di mana C.Roy bekerja. Pemerintah Amerika saat itupun sangat
mendukung perkembangan teori ini, diantaranya dengan menyediakkan 100. 000 perawat di
USA disiapkan untuk praktek menggunakan teori ini.

2.4 Paradigma Keperawatan Menurut Sister Calista Roy

Menurut Sister Calista Roy Empat Elemen utama dari teori Roy adalah : Manusia
sebagai penerima asuhan keperawatan, Konsep lingkungan, Konsep sehat dan Keperawatan.
Dimana antara keempat elemen tersebut saling mempengaruhi satu sama lain karena
merupakan suatu sistem.

1. Manusia

Manusia merupakan fokus utama yang perlu diperhatikan karena manusialah yang
menjadi penerima asuhan keperawatan, baik itu individu, keluarga, kelompok maupun
masyarakat, yang dipandang sebagai “Holistic Adaptif System”. Dimana “Holistic
Adaptif System “ ini merupakan perpaduan antara konsep sistem dan konsep adaptasi.

a. Konsep Sistem

Roy memandang manusia sebagai mahluk holistik yang dalam sistem kehidupannya
akan selalu berinteraksi dengan lingkungannya, dimana diantara keduanya akan
terjadi pertukaran informasi, “matter” dan energi. Adapun karakteristik sistem
menurut Roy adalah input, output, control dan feed back.

b. Konsep Adaptasi
Output dalam sistem adaptasi ini berupa respon perilaku individu yang dapat dikaji
oleh perawat baik secara objektif maupun subjektif. Respon perilaku ini dapat
menjadi umpan balik bagi individu maupun lingkungannya. Roy mengkategorikan
output dari sistem adaptasi ini berupa respon adaptif dan respon inefektif. Respon
adaptif dapat meningkatkan integritas individu sedangkan respon inefektif tidak dapat
mendukung untuk pencapaian tujuan perawatan individu.

Roy menggunakan istilah mekanisme koping untuk menggambarkan proses kontrol


individu dalam sistem adaptasi ini. Beberapa koping ada yang bersifat genetik
seperti : WBC (sel darah putih) sebagai benteng pertahanan tubuh terhadap adanya
kuman, sedangkan beberapa koping lainnya ada yang merupakan hasil belajar seperti :
menggunakan antiseptik untuk membersihkan luka. Dalam mekanisme kontrol ini,
Roy menyebutnya dengan istilah “Regulator” dan “Cognator”. Transmitter dari sistem
regulator berupa kimia, neural atau sistem saraf dan endokrin, yang dapat berespon
secara otomatis terhadap adanya perubahan pada diri individu. Respon dari sistem
regulator ini dapat memberikan umpan balik terhadap sistem cognator. Proses kontrol
cognator ini sangat berhubungan dengan fungsi otak dalam hal fungsi persepsi atau
memproses informasi, pengambilan keputusan dan emosi.

2. Lingkungan

Stimulus yang berasal dari individu dan sekitar individu merupakan elemen dari
lingkungan, menurut Roy. Lingkungan didefinisikan oleh Roy adalah “ Semua
kondisi, keadaan dan pengaruh-pengaruh disekitar individu yang dapat mempengaruhi
perkembangan dan perilaku individu dan kelompok “(Roy and Adrews, 1991 dalam
Nursing Theory : 260) . Dalam hal ini Roy menekankan agar lingkungan dapat
didesign untuk meningkatkan kemampuan adaptasi individu atau meminimalkan
resiko yang akan terjadi pada individu terhadap adanya perubahan.

3. Sehat

Roy mendefinisikan sehat adalah “A State and a process of being and becoming
an integrated and whole person”. Integritas individu dapat ditunjukkan dengan
kemampuan untuk mempertahankan diri, tumbuh, reproduksi dan “mastery”. Asuhan
keperawatan berdasarkan model Roy bertujuan untuk meningkatkan kesehatan
individu dengan cara meningkatkan respon adaptifnya.

4. Keperawatan

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa tujuan keperawatan menurut Roy
adalah meningkatkan respon adaptif individu dan menurunkan respon inefektif
individu, dalam kondisi sakit maupun sehat. Selain meningkatkan kesehatan di semua
proses kehidupan, keperawatan juga bertujuan untuk mengantarkan individu
meninggal dengan damai. Untuk mencapai tujuan tersebut, perawat harus dapat
mengatur stimulus fokal, kontekstual dan residual yang ada pada individu, dengan
lebih menitikberatkan pada stimulus fokal, yang merupakan stimulus tertinggi.

2.5 TEORI ADAPTASI SISTER CALISTA ROY

Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan


informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan respon,
dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu input, proses dan output.

1. Input

Input atau masukan terdiri dari stimulus dan level adaptasi. Stimulus terdiri dari :

a. Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan seseorang,


efeknya segera, misalnya infeksi.

b. Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang baik
internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi,
diukur dan secara subyektif dilaporkan. Rangsangan ini muncul secara bersamaan
dimana dapat menimbulkan respon negatif pada stimulus fokal seperti anemia,
isolasi sosial.

c. Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan situasi
yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi kepercayan, sikap, sifat individu
berkembang sesuai pengalaman yang lalu, hal ini memberi proses belajar untuk
toleransi. Misalnya pengalaman nyeri pada pinggang ada yang toleransi tetapi ada
yang tidak. Level adaptasi dapat menjadi data masukan yang akan mempengaruhi
respon adaptasi seseorang. Menurut Roy level adaptasi seseorang dibagi menjadi
3,yaitu : integrated , compensatory, compromised.

2. Proses

Mekanisme kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping


yang di gunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator dan kognator yang
merupakan subsistem.

a. Subsistem regulator.
Input stimulus berupa internal atau eksternal. Transmiter regulator sistem
adalah kimia, neural atau endokrin. Refleks otonom adalah respon neural
dan brain sistem dan spinal cord yang diteruskan sebagai perilaku output
dari regulator sistem. Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai
perilaku regulator subsistem.
b. Subsistem kognator.
Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun internal.
Perilaku output dari regulator subsistem dapat menjadi stimulus umpan
balik untuk kognator subsistem. Kognator kontrol proses berhubungan
dengan fungsi otak dalam memproses informasi, penilaian dan emosi.
Persepsi atau proses informasi berhubungan dengan proses internal dalam
memilih atensi, mencatat dan mengingat. Belajar berkorelasi dengan
proses imitasi, reinforcement (penguatan) dan insight (pengertian yang
mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan adalah
proses internal yang berhubungan dengan penilaian atau analisa. Emosi
adalah proses pertahanan untuk mencari keringanan, mempergunakan
penilaian dan kasih sayang.

Dalam memelihara integritas, kognator dan regulator saling bekerjasama dan


menguatkan. Selanjutnya Roy mengembangkan proses internal seseorang sebagai sistem
adaptasi dengan menetapkan sistem efektor, yaitu 4 mode adaptasi meliputi fisiologis, konsep
diri, fungsi peran dan interdependensi.

A. Mode Fungsi Fisiologi


Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya. Roy
mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus dipenuhi untuk
mempertahankan integritas, yang dibagi menjadi dua bagian, mode fungsi fisiologis tingkat
dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi fisiologis dengan proses yang kompleks terdiri
dari 4 bagian yaitu :

1) Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu ventilasi,


pertukaran gas dan transpor gas.

2) Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk mempertahankan
fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan mengganti jaringan yang injuri.

3) Eliminasi : Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan ginjal.

4) Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat yang
digunakan untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam memperbaiki dan memulihkan
semua komponen-komponen tubuh.

5) Proteksi/ perlindungan : Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses imunitas dan
struktur integumen (kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini penting sebagai fungsi proteksi
dari infeksi, trauma dan perubahan suhu.

6) The sense/perasaan : Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan bau


memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan Sensasi nyeri penting
dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan.

7) Cairan dan elektrolit. : Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya termasuk


air, elektrolit, asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi sistemik. Sebaliknya inefektif
fungsi sistem fisiologis dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.

8) Fungsi syaraf / neurologis : Hubungan-hubungan neurologis merupakan bagian


integral dari regulator koping mekanisme seseorang. Mereka mempunyai fungsi untuk
mengendalikan dan mengkoordinasi pergerakan tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif
yang baik untuk mengatur aktivitas organ-organ tubuh

9) Fungsi endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai dengan fungsi
neurologis, untuk menyatukan dan mengkoordinasi fungsi tubuh. Aktivitas endokrin
mempunyai peran yang signifikan dalam respon stress dan merupakan dari regulator koping
mekanisme.
B. Mode Konsep Diri

Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan penekanan spesifik pada
aspek psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan
integritas psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan. Konsep diri
menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu the physical self dan the personal self.

1). The physical self,

yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan dengan sensasi


tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitan pada area ini sering terlihat pada saat merasa
kehilangan, seperti setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan seksualitas.

2). The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral- etik
dan spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau takut merupakan
hal yang berat dalam area ini.

C. Mode Fungsi Peran

Mode fungsi peran mengenal pola–pola interaksi sosial seseorang dalam


hubungannya dengan orang lain, yang dicerminkan dalam peran primer, sekunder dan tersier.
Fokusnya pada bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya dimasyarakat sesuai
kedudukannya.

D. Mode Interdependensi

Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang dijabarkan oleh Roy. Fokusnya
adalah interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan
saling menghargai. Interdependensi yaitu keseimbangan antara ketergantungan dan
kemandirian dalam menerima sesuatu untuk dirinya. Ketergantungan ditunjukkan dengan
kemampuan untuk afiliasi dengan orang lain. Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan
berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya. Interdependensi dapat dilihat dari
keseimbangan antara dua nilai ekstrim, yaitu memberi dan menerima.

3. Output

Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapt di amati, diukur atau secara subyektif
dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar. Perilaku ini merupakan umpan
balik untuk sistem. Roy mengkategorikan output sistem sebagai respon yang adaptif atau
respon yang tidak efektif/maladaptif. Respon yang adaptif dapat meningkatkan integritas
seseorang yang secara keseluruhan dapat terlihat bila seseorang tersebut mampu
melaksanakan tujuan yang berkenaan dengan kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi
dan keunggulan. Sedangkan respon yang mal adaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan
ini. Tingkat adaptasi seseorang sebagai sistem adaptasi dipengaruhi oleh perkembangan
individu itu sendiri, dan penggunaan mekanisme koping. Penggunaan mekanisme koping
yang maksimal mengembangkan tingkat adaptasi seseorang dan meningkatkan rentang
stimulus agar dapat berespon secara positif.

E. Kelebihan dan Kelemahan Teori Callista Roy


Roy mampu mengembangkan dan menggabungkan beberapa teori sehingga dapat
mengembangkan model perpaduannya. Hingga kini masih menjadi pegangan bagi para
perawat. Keeksistensiannya tentu memiliki sifat kuat atau memiliki kelebihan dalam
penerapan konsepnya disbanding dengan konsep lainnya. Kelebihan dari teori dan
model konseptulnya adalah terletak pada teori praktek dan dengan model adaptasi yang
dikemukakan oleh Roy bisa menkaji respon perilaku pasien terhadap stimulus yaitu
fungsi fisiologis, konsep diri, mode fungsi peran dan mode interdependensi. Selain itu
perawat juga bisa mengkaji stressor yang dihadapi oleh pasien yaitu stimulus fokal,
konektual dan residual, sehingga diagnosis yang dilakukan oleh perawat bisa lebih
lengkap dan akurat.

Dengan penerapan dari teori adaptasi Roy perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan dapat mengetahui dan lebih memahami individu, tentang hal hal yang
menyebabkan stress pada individu, proses mekanisme oping dan effektor sebagai upaya
individu untuk mengatasi stress. Sedangkan kelemahan dari model adaptasi Roy ini
adalah terletak pada sasarannya. Model adaptasi Roy ini hanya berfokus pada proses
adaptasi pasien dan bagaimana pemecahan masalah pasien dengan
menggunakan proses keperawatan dan tidak menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku
cara merawat (caring) pada pasien. Sehingga seorang perawat yang tidak mempunyai
perilaku caring ini akan menjadi stressor bagi para pasiennya.

2.6 PROSES KEPERAWATAN

Sebagai dasar dalam melaksanakan proses keperawatan, Roy berpendapat bahwa pasien
harus di pandang sebagai manusia yang utuh (pandangan menyeluruh) baik dari aspek
biologis, psikologis dan spiritual. Di samping itu pasien pun harus di pandang sebagai suatu
system yang dapat hidup melalui interaksi yang konstan dengan lingkungannya. Model
adaptasi Roy menawarkan standar untuk mengembangkan atau melaksanakan proses
keperawatan melalui elemen –elemen Roy meliputi :

A. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian perilaku Ini merupakan tahap proses keperawatan yang bertujuan


mengumpulkan data dan memutuskan klien adaptif atau maladaptif. Termasuk dalam
model ini adalah kebutuhan dasar manusia apakah dapat dipengaruhi oleh kekurangan
atau kelebihan, misalnya terlalu sedikit oksigen , terlalu tinggi gula darah atau terlalu
banyak ketergantungan. Perawat menggunakan wawancara, observasi dan pengukuran
untuk mengkaji perilaku klien sekarang pada setiap mode. Berdasarkan pengkajian ini
perawat menganalisis apakah perilaku ini adaptif, maladaptif atau potensial maladaptif.

2. Pengkajian faktor – faktor yang berpengaruh Pada tahap ini termasuk pengkajian
stimuli yang signifikan terhadap perubahan perilaku seseorang yaitu stimuli focal,
kontekstual dan residual.

a. Identifikasi stimuli focal

Stimuli focal merupakan perubahan perilaku yang dapat diobservasi. Perawat dapat
melakukan pengkajian dengan menggunakan pengkajian perilaku yaitu: keterampilan
melakukan observasi, melakukan pengukuran dan interview.

b. Identifikasi stimuli kontekstual

Stimuli kontekstual ini berkontribusi terhadap penyebab terjadinya perilaku atau


presipitasi oleh stimulus focal. Sebagai contoh anak yang di rawat dirumah sakit
mempunyai peran perilaku yang inefektif yaitu tidak belajar. Focal stimulus yang
dapat diidentifikasi adalah adanya fakta bahwa anak kehilangan skedul sekolah.
Stimulus kontekstual yang dapat diidentifikasi adalah secara internal faktor anak
menderita sakit dan faktor eksternalnya adalah anak terisolasi. Stimulasi kontekstual
dapat diidentifikasi oleh perawat melalui observasi, pengukuran, interview dan
validasi. Menurut Martinez, 1976 dalam Roy 1989, faktor kontekstual yang
mempengaruhi mode adaptif adalah genetic, sex, tahap perkembangan, obat, alkohol,
tembakau, konsep diri, peran fungsi, interdependensi, pola interaksi sosial, koping
mekanisme, stress emosi dan fisik religi, dan lingkungan fisik.
c. Identifikasi stimuli residual

Pada tahap ini yang mempengaruhi adalah pengalaman masa lalu. Helson dalam Roy,
1989 menjelaskan bahwa beberapa faktor dari pengalaman lalu relevan dalam
menjelaskan bagaimana keadaan saat ini. Sikap, budaya, karakter adalah faktor
residual yang sulit diukur dan memberikan efek pada situasi sekarang.

B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan menurut teori adaptasi Roy didefinisikan sebagai suatu hasil
dari proses pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang mampunya adaptasi.
Diagnosa keperawatan dirumuskan dengan mengobservasi tingkah laku klien terhadap
pengaruh lingkungan. Menurut Roy (1991) ada 3 metode dalam membuat diagnosa
keperawatan : Menggunakan 4 (empat) model adaptif, yaitu fisiologis, konsep diri,
fungsi peran dan interdependen

1) Physiological model

a. Oksigenasi: Hipoksia/shock, Kerusakan ventilasi, Ketidakadequat pertukaran gas,


Perubahan perfusi jaringan, Ketidakmampuan dlm proses kompensasi pada perubahan
dan kebutuhan oksigen

b. Nutrisi: Nutrisi kurang / lebih dari kebutuhan tubuh, Anoreksia, Nausea/Vomiting,


Ketidak efektifan strategi koping thd penurunan dan ingestik

c. Eliminasi: diare, Inkontinensia, Konstipasi, Retensi urine dan Ketidakefektifan


strategi koping thp penurunan fungsi eliminasi.

d. Aktifitas dan istirahat: Ketidak adequate aktifitas & istirahat, Keterbatasan


mobilitas & Koordinasi, Intoleransi aktifitas, Immobilisasi, Sleep deprivation, Resiko
gangguan pola tidur dan Kelelahan (Fatigue) e. Proteksi f. Sense g. Cairan dan
elektrolit h. Fungsi neurologi i. Fungsi endokrin.

2) Self consep Mode

a. Physical Self : Gangguan body image, Disfungsi seksual, Kehilangan dan Rape
Trauma syndrome
b. Personal self: Ansietas, Ketidakberdayaan, Perasaan bersalah, Harga diri rendah

3) Role Function Mode

a. Transisi Peran

b. Konflik Peran

c. Gangguan / Kehilangan Peran

C. Mengobservasi respon klien yang paling menonjol pada satu mode adaptif,
misalnya ; mode fisisiologis sub kebutuhan cairan. Contoh kasus untuk diare intake :
1200 ml, out put : 3500 ml, keluhan haus (+), turgor tidak elastis, kelopak mata
tampak cekung. Dari respon pasien tersebut dapat disimpulkan bahwa diagosa
keperawatan pasien menurut Roy adalah defisit volume cairan.

Menyimpulkan respon klien dari satu atau lebih dari mode adaptif yang
terkait dengan stimulus yang sama. Misalnya mode yang terganggu adalah mode
fisiologis, konsep diri dan interdependensi. Contoh kasus ; klien mengeluh tidak mau
makan, makan hanya habis ¼ porsi, BB turun 2 Kg dari normal. Dari data tersebut
klien mengalami gangguan kebutuhan nutrisi : nutrisi kurang dari kebutuhan (mode
fisiologis). Karena klien kekurangan nutrisi mengakibatkan posturnya tampak kurus,
hal ini membuat klien mengalami gangguan Body Image (Mode Konsep diri), kondisi
ini juga mengakibatkan klien tidak dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari (Mode
Interdependensi).

D. Penentuan Tujuan Roy (1984) menyampaikan bahwa secara umum tujuan pada
intervensi keperawatan adalah untuk mempertahankan dan mempertinggi perilaku
adaptif dan mengubah perilaku inefektif menjadi adaptif. Penentuan tujuan dibagi atas
tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang yang akan
dicapai meliputi : Hidup, tumbuh, reproduksi dan kekuasaan. Tujuan jangka pendek
meliputi tercapainya tingkah laku yang diharapkan setelah dilakukan manipulasi
terhadap stimulus focal, konteksual dan residual.

E. Intervensi Intervensi keperawatan dilakukan dengan tujuan , mengubah atau


memanipulasi stimulus fokal, kontekstual dan residual, juga difokuskanpada koping
individu atau zona adaptasi, sehingga seluruh rangsang sesuai dengan kemampuan
individu untuk beradaptasi. Tindakan keperawatan berusaha membantu stimulus
menuju perilaku adaptif. Hal ini menekankan kembali pentingnya mengidentifikasi
penyebab selama pengkajian tahap II.

F. Evaluasi Evaluasi merupakan penilaian efektifitas terhadap intervensi keperawatan


sehubungan dengan tingkah laku pasien. Perawat harus mengkaji tingkah laku pasien
setelah diimplementasi. Intervensi keperawatan dinilai efektif jika tingkah laku pasien
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan

3.1 Konseptual Model Dorothea Orem: Defisit Perawatan Diri

Biografi Dorothea Orem Orem adalah Direktur School of Nursing and Nursing
Service di Detroit's Providence Hospital sampai tahun 1949, kemudian pindah ke Indiana
dan bertugas di Dewan Kesehatan sampai tahun 1957. Dia sebagai anggota fakultas dari
Universitas Katolik pada tahun 1959, kemudian menjabat Dekan (Taylor, dalam
(McEwen & Wills, 2011)). Dia menerbitkan buku pertama tentang teorinya pada tahun
1971. Dia memiliki gelar doktor kehormatan dan penghargaan lainnya. Orem meninggal
pada tahun (McEwen & Wills, 2011). Fokus unik dari teori Orem adalah tindakan yang
disengaja oleh perawat meliputi proses pengkajian, diagnosa, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi dalam proses terapeutik kepada individu dan kelompok yang
memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan mandirinya atau memenuhi
kebutuhan sesama. Pemenuhan keterbatasan kemampuan ini yang diberikan secara
paripurna dan efektif kepada individu maupun kelompok, dimana unsur tersebut
memiliki keterkaitan dalam mengembalikan ke kondisi yang normal (Fawcett, 2005).

Orem (1995, dalam Fawcett, 2005) menekankan bahwa alasan mengapa manusia
membutuhkan pertolongan perawat, ini juga menegaskan kepada khalayak umum bahwa
perawat sebagai bentuk lembaga pelayanan masyarakat, dimana bidang keahlian perawat
ada pada manusia sebagai individu dan manusia sebagai kelompok yang memiliki
keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan mandiri. Orem meyakini bahwa semua
manusia itu mempunyai kebutuhan – kebutuhan self-care dan mereka mempunyai hak
untuk mendapatkan kebutuhan itu sendiri, kecuali bila tidak mampu.

Para ahli juga memiliki pandangan tersendiri mengenai konsep self-care diantaranya
Meleis (1997) yang menyatakan self-care sebagai contoh dari kategori kebutuhan dan dia
menerapkannya dalam kategori keperawatan terapeutik dalam teorinya sendiri. Marriner-
tomey (1989) menempatkan self-care pada kategori humanistic. Riehl-Sisca (1989)
mengubahnya menjadi kategori interaksi. Teori Self-Care Pemahaman teori perawatan
diri, perlu dipahami terlebih dahulu mengenai konsep dasar perawatan diri (self-care),
kemampuan perawatan diri (self-care agency), faktor yang mempengaruhi perawatan diri
(basic conditioning factors), dan terapi kebutuhan perawatan diri (therapeutic self-care
demand) (Orem et al., 2001).

Perawatan diri (self-care) adalah pelaksanan aktivitas individu yang berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan dalam mempertahankan hidup, kesehatan dan kesejahteraan. Jika
perawatan diri dapat dilakukan dengan efektif, maka dapat membantu individu dalam
mengembangkan potensi dirinya (Orem et al., 2001). Kemampuan perawatan diri (self-
care agency) adalah kemampuan individu untuk terlibat dalam proses perawatan diri.
Kemampuan ini berkaitan dengan faktor pengkondisian perawatan diri (basic
conditioning factor) yang terdiri dari faktor usia, jenis kelamin, status kesehatan,
orientasi sosial budaya, sistem perawatan kesehatan, kebiasaan keluarga, pola hidup,
faktor lingkungan dan keadaan ekonomi (Orem et al., 2001).

Terapi kebutuhan perawatan diri (therapeutic self-care demand), yaitu tindakan yang
dilakukan sebagai bantuan untuk memenuhi syarat perawatan diri. Teori self-care tidak
terlepas dari syarat perawatan diri (self-care requisites), yaitu aspek yang menentukan
tingkat pemenuhan perawatan diri. Self-care requisites terdiri dari tiga kategori (Orem et
al., 2001);

1. Universal self-care requisites Aspek universal ini berhubungan dengan proses


hidup atau kebutuhan dasar manusia, yaitu:

a. Pemeliharaan kebutuhan udara/oksigen

b. Pemeliharaan kebutuhan air

c. Pemeliharaan kebutuhan makanan

d. Perawatan proses eliminasi dan ekskresi

e. Pemeliharaan keseimbangan aktivitas dan istirahat

f. Pemeliharaan keseimbangan privasi dan interaksi sosial

g. Pencegahan resiko yang mengancam kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan


h. Peningkatan kesehatan dan pengembangan potensi dalam hubungan sosial.

2. Developmental self-care requisites Berbeda dengan universal self-care requisites,


developmental selfcare requisites terbentuk oleh adanya: Perbekalan kondisi yang
meningkatkan pengembangan; keterlibatan dalam pengembangan diri; dan
pengembangan pencegahan dari efek yang mengancam kehidupan. Pengembangan aspek
perawatan diri berhubungan dengan pola hidup individu yang dipengaruhi oleh
lingkungan tempat tinggalnya (Renpenning & Taylor, 2003).

3. Health deviation self-care Perawatan diri berkaitan dengan penyimpangan


kesehatan. Timbul akibat adanya gangguan kesehatan dan penyakit. Hal ini
menyebabkan perubahan kemampuan individu dalam proses perawatan diri. Teori Self-
Care Deficit Teori ini merupakan inti dari teori keperawatan Orem. Teori ini
mengambarkan kapan keperawatan dibutuhkan. Keperawatan diperlukan ketika individu
tidak mampu atau mengalami keterbatasan dalam memenuhi syarat perawatan diri yang
efektif. Keperawatan diberikan jika tingkat kemampuan perawatan diri lebih rendah
dibandingkan dengan kebutuhan perawatan diri atau kemampuan perawatan diri
seimbang dengan kebutuhan namun hubungan deficit dapat terjadi selanjutnya akibat
penurunan kemampuan, peningkatan kualitas dan kuantitas kebutuhan atau keduanya
(Orem et al., 2001).

Teori Nursing System Nursing system adalah bagian dari pertimbangan praktek
keperawatan yang dilakukan oleh perawat berdasarkan koordinasi untuk mencapai
kebutuhan perawatan diri (self-care demand) pasiennya dan untuk melindungi dan
mengontrol latihan /pengembangan dari kemampuan perawatan diri pasien (self-care
agency) (Orem et al., 2001). Orem mengidentifikasi tiga klasifikasi dari sistem
keperawatan berdasarkan kemampuan pasien dalam mencapai syarat pemenuhan
perawatan diri (Orem et al., 2001).

1. Wholly Compensatory System Merupakan suatu tindakan keperawatan dengan


memberikan kompensasi penuh kepada pasien disebabkan karena ketidakmampuan
pasien dalam memenuhi tindakan keperawatan secara mandiri.

2. Partly Compensatory System Yaitu sistem keperawatan dalam memberikan


perawatan diri kepada pasien secara sebagian saja dan ditujukan pada pasien yang
memerlukan bantuan secara minimal.
3. Supportive-Educative System Yaitu tindakan keperawatan yang bertujuan untuk
memberikan dukungan dan pendidikan agar pasien mampu melakukan perawatan
mandiri.

3.2. Filosofi Orem

Orem (2001, dalam Alligood, 2014) menyatakan bahwa keperawatan merupakan bagian
dari pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada orang yang benear-benar membutuhkan
pelayanan perawatan kesehatan karena memiliki gangguan

kesehatan. Menurutnya keperawatan memiliki karakteristik sosial dan interpersonal yang


mencirikan hubungan saling membutuhkan kepada pelayanan keperawatan. Awal mulanya,
Orem mengakui bahwa keperawatan adalah bidang keilmuan yang terdepan dalam praktik
sehingga membutuhkan tubuh pengetahuan keperawatan yang terstruktur. Sumber utama
munculnya ide-ide Orem adalah pengalamannya selama di dunia keperawatan.

Orem mampu merefleksi dan mengidentifikasi situasi dan objek keperawatan dengan tepat.
Orem menemukan kondisi dimana manusia membutuhkan perawat untuk memenuhi
kebutuhan sehari-harinya, dan ini menjadi objek dan focus Orem dalam menentukan domain
dan batas-batas keperawatan dalam bidang pengetahuan maupun praktik keperawatan. Orem
fasih dalam literature dan pemikiran keperawatan kontemporer sehingga ini mempengaruhi
pengembangan karyanya Self-care Deficit Nursing Theory (SCDNT) Orem adalah system
filsafat realisme moderat dimana mengungkapkan konsistensi antara pandangan orem
mengenai sifat realitas, manusia, lingkungan, dan keperawatan sebagai ilmu yang terkait.
Orem tidak membahas secara khusus sifat realitas, namun pernyataan yang diungkapkan
mencerminkan sebuah pandangan realis moderat. Orem (2001, dalam Alligood, 2014) ada
empat kategori entitas yang membangun ontology dari SCDNT. Keempat kategori tersebut
adalah orang dibatasi oleh ruang dan waktu, atribut dan karakter dari manusia, gerakan atau
perubahan, dan produk yang dihasilkan.

Hal ini sejalan seperti pendapat Marriner (2001), yang menyatakan bahwa di tahun 1958,
Orem memiliki pandangan spontan mengenai mengapa individu-individu yang memerlukan
dan dapat dibantu melalui perawatan yang memudahkannya merumuskan dan
mengekspresikan konsep keperawatannya, sehingga Orem melakukan strategi dalam
menyusun pengembangan teorinya. Strateginya dilihat dari pandangan spontan Orem
membawanya untuk memformalkan dan kemudian mengekspresikan suatu konsep umum
ilmu keperawatan. Generalisasi hal itu memungkinkan membuat cara berpikir deduktif
mengenai keperawatan (Mariner, 2001). Pendapat lain menyatakan wawasan Orem menuntun
pada formalisasi awal dan ekspresi berikutnya dari konsep umum keperawatan. Generalisasi
ini kemudian memungkinkan pemikiran induktif dan deduktif tentang keperawatan (Alligood,
2014)

3.3 Pandangan Orem tentang Metaparadigma Keperawatan filosofi

Orem menjelaskan masing-masing dari komponen paradigma keperawatan yaitu


manusia, kesehatan, lingkungan dan keperawatan.

1. Manusia

Manusia merupakan makhluk yang berbeda dari makhluk hidup lainnya, hal ini
disebabkan oleh kapasitasnya dalam:

1) Mencerminkan keadaan diri dan lingkungannya,

2) Menandakan pengalaman mereka,

3) Memakai simbol yang mereka ciptakan (ide dan kata-kata) dalam berfikir,
komunikasi dan dalam memperjuangkan sesuatu yang menguntungkan diri mereka
dan orang lain (Orem et al., 2001).

Gabungan dari fisiologi tubuh manusia termasuk aspek fisik, mental, hubungan
antarmanusia dan aspek social. Orem mempercayai bahwa individu memiliki
kecenderungan untuk belajar dan berkembang. Faktor yang mempengaruhi
kecenderungan belajar termasuk umur, kapasitas mental, budaya, social dan status
emosional dari individu. Jika seseorang tidak dapat mempelajari langkah perawatan diri,
yang lainnya harus dapat merawat dan membuktikannya (Orem et al., 2001).

2. Kesehatan

Orem mendefinisikan tentang kesehatan sebagai status fisik, mental dan kehidupan
sosial, tidak hanya mengenai kelemahan fisik atau penyakit. Dia menyatakan bahwa
fisik, mental, hubungan interpersonal dan hubungan sosial merupakan aspek dari
kesehatan yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari individu. Orem juga
mempersembahkan dasar kesehatan pada konsep perawatan diri preventif. Perawatan
kesehatan termasuk peningkatan dan pemeliharaan dari kesehatan (primary prevention),
perawatan dari penyakit/luka (secondary prevention), dan komplikasi dari pencegahan
(tertiary prevention) (Orem et al., 2001).
3. Lingkungan

Kondisi lingkungan dibagi dua, yaitu lingkungan eksternal fisik dan lingkungan
psikososial. Pengembangan lingkungan dilakukan dengan meningkatkan
pengembangan individu melalui motivasi untuk membangun tujuan yang tepat dan
mengatur perilaku untuk meraih tujuan tersebut. Lingkungan dapat berpengaruh
positif maupun negative terhadap kemampuan seseorang untuk melakukan self care
(Orem et al., 2001).

4. Keperawatan

Menurut Orem, keperawatan adalah jenis pelayanan kesehatan spesifik yang


berdasarkan pada nilai. Pada komunitas, orang menganggap keperawatan sebagai
pelayanan yang penting dan diperlukan. Orem menyebutkan bahwa ada beberapa
faktor yang berhubungan dengan konsep keperawatan antara lain, seni dan
kebijaksanaan keperawatan, keperawatan sebagai layanan, fungsi teori keperawatan
dan teknologi keperawatan (Orem et al., 2001).

3.4 Teori Orem dan Proses Keperawatan

Menurut Orem, proses keperawatan adalah istilah yang digunakan oleh perawat untuk
menunjukkan proses profesionalteknologi dari tindakan keperawatan beserta proses
perencanaan dan evaluasi. Perbandingan antara proses keperawatan Orem dengan proses
keperawatan adalah sebagai berikut (Hartweg, 2013):

Proses keperawatan Proses keperawatan Orem


1. Pengkajian 1. Diagnosa dan resep dokter
2. Diagnosa keperawatan 2. Merancang system keperawatan dan
3. Perencanaan perencanaan untuk melaksanakan self
4. Implementasi care.
5. Evaluasi 3. Produksi dan manajemen system
keperawatan

Orem menjelaskan tiga tahap proses keperawatan yaitu (Hartweg, 2013):

1. Diagnosa dan resep keperawatan Tahap ini menjelaskan mengapa keperawatan


diperlukan. Analisa dan interprestasi membuat keputusan tentang perawatan dini, juga
memberikan manajemen kasus. Diagnosa keperawatan penting untuk pemeriksaan dan
pengumpulan data tentang kemampuan pasien dalam perawatan diri dan kebutuhan akan
terapi perawatan diri serta hubungan antara keduanya (Hartweg, 2013).

2. Merancang system keperawatan dan merencanakan pelaksanaan perawatan diri


Merancang system keperawatan yang efektif dan efisien menghasilkan data yang valid
tentang kondisi pasien. Rancangan ini termasuk peran dari perawat dan pasien dalam
hubungan melakukan self care, mengatur kebutuhan terapi perawatan diri , melindungi
pengembangan kemampuan perawatan diri (Hartweg, 2013).

3. Produksi dan manajemen sistem keperawatan (Planning and Controlling)


Pengaturan system keperawatan dihasilkan ketika berinteraksi dengan pasien secara terus
menerus untuk mencapai kemampuan terapi perawatan diri yang telah ditentukan dan
mengatur kemampuan untuk mengembangkan perawatan diri. Di tahap ini, tindakan perawat
adalah menghasilkan dan mengatur system keperawatan (Hartweg, 2013).

3.5 Kelebihan dan Kelemahan Teori Dorothea Orem


Teori Orem menyediakan dasar yang komperhensif untuk tindakan keperawatan. Teori ini
dapat digunakan dalam keperawatan professional pada area pendidikan, tindakan klinis ,
administrasi, riset, dan system informasi keperawatan. Kekuatan umum yang dimiliki
teori ini adalah aplikasinya untuk pelaksanaan praktek keperawatan sebagai pekerja
klinik baru. Konsep self-care, nursing system, dan self-care deficit mudah dipahamai
oelh mahasiswa keperawatan dan dapat dikembangkan dengan ilmu pengetahuan
dan penelitian. Kelemahan dari model Orem adalah ia berpendapat bahwa kesehatan
bersifat statis, namun dalam kenyataannya kesehatan itu bersifat dinamis dan selalu berubah.
Kesan lain dari model konsep ini adalah untuk penempatan pasien dalam system mencangkup
kapasitas individu.

BAB III

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
5 .  Supportive
educative system: Pada
sistem ini orang dapat
membentuk atau dapat
6. belajar membentuk
internal atau eksternal
self care tetapi tidak
dapat
7. melakukannya tanpa
bantuan.
8. BAB III
9. PENUTUP
10. A. Kesimpulan
11. Teori Dorothea Orem
berfokus pada teori selfi
care defisit. Fokus utama
dari model
12. konseptual ini adalah
kemampuan seseorang
untuk merawat dirinya
sendiri secara mandiri
13. sehingga tercapai
kemampuan untuk
mempertahankan
kesehatan dan
kesejahteraanya.
14. Model konsep atau
teori keperawatan self care
mempunyai makna bahwa
semuamanusia
15. mempunyai kebutuhan-
kebutuhan self care dan
mereka mempunyai hak
untuk memperolehya
16. sendiri kecuali jika
tidak mampu. Dengan
demikian perawat
mengakui potensi pasien
untuk
17. berpartisipasi
merawat dirinya sendiri
pada tingkat
kemampuannya dan
perawat dapat
18. menentukan tingkat
bantuan yang akan
diberikan. Untuk dapat
menerapkan model konsep
19. atau teori keperawatan
ini diperlukan suatu
pengetahuan dan
ketrampilan yang
mendalam
20. terhadap teori
keperawatan sehingga
diperoleh kemampuan
tehnikal dan sikap yang
21. therapeutik
2 2 .  Supportive
educative system: Pada
sistem ini orang dapat
membentuk atau dapat
23. belajar membentuk
internal atau eksternal
self care tetapi tidak
dapat
24. melakukannya tanpa
bantuan.
25. BAB III
26. PENUTUP
27. A. Kesimpulan
28. Teori Dorothea Orem
berfokus pada teori selfi
care defisit. Fokus utama
dari model
29. konseptual ini adalah
kemampuan seseorang
untuk merawat dirinya
sendiri secara mandiri
30. sehingga tercapai
kemampuan untuk
mempertahankan
kesehatan dan
kesejahteraanya.
31. Model konsep atau
teori keperawatan self care
mempunyai makna bahwa
semuamanusia
32. mempunyai kebutuhan-
kebutuhan self care dan
mereka mempunyai hak
untuk memperolehya
33. sendiri kecuali jika
tidak mampu. Dengan
demikian perawat
mengakui potensi pasien
untuk
34. berpartisipasi
merawat dirinya sendiri
pada tingkat
kemampuannya dan
perawat dapat
35. menentukan tingkat
bantuan yang akan
diberikan. Untuk dapat
menerapkan model konsep
36. atau teori keperawatan
ini diperlukan suatu
pengetahuan dan
ketrampilan yang
mendalam
37. terhadap teori
keperawatan sehingga
diperoleh kemampuan
tehnikal dan sikap yang
38. therapeutik
39. Teori Dorothea Orem
berfokus pada teori selfi
care defisit. Fokus utama
dari model
40. konseptual ini adalah
kemampuan seseorang
untuk merawat dirinya
sendiri secara mandiri
41. sehingga tercapai
kemampuan untuk
mempertahankan
kesehatan dan
kesejahteraanya.
42. Model konsep atau
teori keperawatan self care
mempunyai makna bahwa
semuamanusia
43. mempunyai kebutuhan-
kebutuhan self care dan
mereka mempunyai hak
untuk memperolehya
44. sendiri kecuali jika
tidak mampu. Dengan
demikian perawat
mengakui potensi pasien
untuk
45. berpartisipasi
merawat dirinya sendiri
pada tingkat
kemampuannya dan
perawat dapat
46. menentukan tingkat
bantuan yang akan
diberikan. Untuk dapat
menerapkan model konsep
47. atau teori keperawatan
ini diperlukan suatu
pengetahuan dan
ketrampilan yang
mendalam
48. terhadap teori
keperawatan sehingga
diperoleh kemampuan
tehnikal dan sikap yang
49. therapeutik.
Model konsep atau teori keperawatan orem dan roy sebagaimana disampaikan
maka dapat disimpulkan bahwa perawat harus memahami apa yang harus dilakukan
secara tepat dan akurat sehingga klien dapat memperoleh haknya secara tepat dan
benar.Asuhan keperawatan dengan pemilihan model konsep atau teori keperawatan
yang sesuaidengan karakteristik klien dapat memberikan asuhan keperawatan yang
relevan . Model konsep atau teori keperawatan self care mempunyai makna bahwa
semua manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan self care dan mereka mempunyai
hak untuk memperolehnya sendiri kecuali jika tidak mampu.

4.2 Saran

Mahasiswa diharapkan lebih menambah pengetahuan tentang sejarah-sejarah


keperawatan agar dapat mengetahui secara Luas tentang Keperawatan sehingga dapat
membantu dalam proses pembelajaran dan tindakan-tindakan yang akan kita lakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Alligood MR. Nursing theorists and their work-e-book. Elsevier Health Sciences;

2017 Jul 20.

Alligood M. The nature of knowledge needed for nursing practice. Nursing

theory. 2006:3-15.

Fitzpatrick JJ, Whall AL. Conceptual models of nursing analysis and application.

1996

Roy C. Generating middle range theory: From evidence to practice. Springer

publishing company; 2013 Aug 28.

Roy C. The Roy adaptation model: The definitive statement. McGraw

Hill/Appleton & Lange; California. 1991.

Roy C. Key issues in nursing theory: Developments, challenges, and

future directions.Nursing research. 2018 Mar 1;67(2):81-92.

Anda mungkin juga menyukai