Disusun Oleh :
Kelompok 4
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
bisa selesai pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Tim penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Keperawatan sebagai suatu profesi yang sampai saat ini masih dianggap profesi
yang \kurang eksis, kurang profesional, bahkan kurang menjanjikan dalam hal finansial.
Oleh karena itu keperawatan harus berusaha keras untuk menunjukkan pada dunia luar, di
luar dunia keperawatan bahwa keperawatan juga bisa sejajar dengan profesi – profesi
lain. Tugas ini akan terasa berat bila perawat-perawat Indonesia tidak menyadari bahwa
eksistensi keperawatan hanya akan dapat dicapai dengan kerja keras perawat itu sendiri
untuk menunjukkan profesionalismenya dalam memberikan pelayanan kesehatan
terutama pelayanan keperawatan baik kepada individu, keluarga maupun masyarakat.
Salah satu cara untuk menunjukkan eksistensi keperawatan adalah dengan
mengembangkan salah satu model pelayanan keperawatan yang sesuai dengan kondisi
masyarakat Indonesia. Model keperawatan Roy, dikenal dengan model adaptasi dimana
Roy memandang setiap manusia pasti mempunyai potensi untuk dapat beradaptasi
terhadap stimulus baik stimulus internal maupun eksternal dan kemampuan adaptasi ini
dapat dilihat dari berbagai tingkatan usia
Aplikasi proses keperawatan menurut konsep teori Roy di Rumah Sakit telah
banyak diterapkan namun sedikit sekali perawat yang mengetahui dan memahami bahwa
tindakan keperawatan tersebut telah sesuai. Bahkan perawat melaksanakan asuhan
keperawatan tanpa menyadari sebagian tindakan yang telah dilakukan pada klien adalah
penerapan konsep teori Roy.
Oleh karena itu, kelompok memandang perlu untuk mengetahui dan mengkaji
tentang penerapan model keperawatan yang sesuai dengan teori Sister Callista Roy di
lapangan atau rumah sakit, sehingga dapat diketahui apakah teori Roy dapat diaplikasikan
dengan baik dalam pelayanan keperawatan atau asuhan keperawatan.
B. Identifikasi masalah
Identifikasi masalah dalam NAPZA pada remaja menurut Calista Roy, sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep keperawatan Calista Roy?
2. Bagaimana konsep penyalahgunaan NAPZA?
3. Bagaimana faktor-faktor penyalahgunaan NAPZA
4. Bagaimana pelaksanaan penyalahgunaan NAPZA dalam komunitas?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui Konsep keperawatan Calista Roy
2. Untuk mengetahui Konsep penyalahgunaan NAPZA
3. Untuk memahami Faktor – factor penyalahgunaan NAPZA
4. Untuk mempelajari pelaksanaan penyalahgunaan NAPZA dalam komunitas
BAB II
LANDASAN TEORI
Model Konseptual Adaptasi roy, ada empat elemen penting yang termasuk dalam
model adaptasi keperawatan adalah manusia, Lingkungan; kesehatan; keperawatan.Unsur
keperawatan terdiri dari dua bagian yaitu tujuan keperawatan dan aktivitas keperawatan,
juga termasuk dalam elemen penting pada konsep adaptasi.
1. Manusia
Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem adaptif. Sebagai
sistem adaptif, manusia dapat digambarkan secara holistic sebagai satu kesatuan
yang mempunyai input, control, output, dan proses umpan balik. Proses control
adalah mekanisme koping yang dimanifestasikan dengan cara adaptasi. Lebih
spesifik manusia di definisikan sabagai sebuah sistem adaptif dengan aktivitas
kognator dan regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara adaptasi
yaitu : fungsi fisiologi, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi.
Dalam model adaptasi keperawatan, manusia dijelaskan sebagai suatu sistem
yang hidup, terbuka dan adaptif yang dapat mengalami kekuatan dan zat dengan
perubahan lingkungan. Sebagai sistem adaptif manusia dapat digambarkan dalam
istilah karakteristik sistem, Jadi manusia dilihat sebagai satu kesatuan yang saling
berhubungan antar unit fungsional secara keseluruhan atau beberapa unit fungsional
untuk beberapa tujuan. Sebagai suatu sistem manusia juga dapat digambarkan
dengan istilah input, proses control dan umpan balik serta output.
Input pada manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah dengan menerima
masukan dari lingkungan luar dan lingkungan dalam diri individu itu sendiri. Input
atau stimulus termasuk variable satandar yang berlawanan yang umpan baliknya
dapat dibandingkan. Variabel standar ini adalah stimulus internal yang mempunyai
tingkat adaptasi dan mewakili dari rentang stimulus manusia yang dapat ditoleransi
dengan usaha-usaha yang biasanya dilakukan.
Proses control manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah mekanisme koping
yang telah diidentifikasi yaitu : subsistem regulator dan subsistem kognator.
Regulator dan kognator adalah digambarkan sebagai aksi dalam hubunganya
terhadap empat efektor cara adaptasi yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi
peran dan interdependensi.
a.) Model Fungsi Fisiologi.
Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya. Roy
mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus dipenuhi
untuk mempertahankan integritas, yang dibagi menjadi dua bagian, model
fungsi fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi
fisiologis dengan proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu :
1) Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu
ventilasi, pertukaran gas dan transpor gas (Vairo,1984 dalam Roy 1991).
2) Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk
mempertahankan fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan mengganti
jaringan yang injuri. (Servonsky, 1984 dalam Roy 1991).
3) Eliminasi : Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan
ginjal. (Servonsky, 1984 dalam Roy 1991).
4) Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan
istirahat yang digunakan untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam
memperbaiki dan memulihkan semua komponen-komponen tubuh. (Cho,
1984 dalam Roy, 1991).
5) Proteksi/ perlindungan : Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses
imunitas dan struktur integumen ( kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini
penting sebagai fungsi proteksi dari infeksi, trauma dan perubahan suhu.
(Sato, 1984 dalam Roy 1991).
6) The sense / perasaan : Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan bau
memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan. Sensasi nyeri
penting dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan.( Driscoll, 1984,
dalam Roy, 1991).
7) Cairan dan elektrolit. : Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya
termasuk air, elektrolit, asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi
sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi sistem fisiologis dapat menyebabkan
ketidakseimbangan elektrolit. (Parly, 1984, dalam Roy 1991).
8) Fungsi syaraf / neurologis : Hubungan-hubungan neurologis merupakan
bagian integral dari regulator koping mekanisme seseorang. Mereka
mempunyai fungsi untuk mengendalikan dan mengkoordinasi pergerakan
tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif yang baik untuk mengatur
aktivitas organ-organ tubuh (Robertson, 1984 dalam Roy, 1991).
9) Fungsi endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai
dengan fungsi neurologis, untuk menyatukan dan mengkoordinasi fungsi
tubuh. Aktivitas endokrin mempunyai peran yang signifikan dalam respon
stress dan merupakan dari regulator koping mekanisme ( Howard &
Valentine dalam Roy,1991).
b.) Model Konsep Diri
Model konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan penekanan
spesifik pada aspek psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep
diri ini berhubungan dengan integritas psikis antara lain persepsi, aktivitas
mental dan ekspresi perasaan. Konsep diri menurut Roy terdiri dari dua
komponen yaitu the physical self dan the personal self.
The physical self, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya
berhubungan dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitan
pada area ini sering terlihat pada saat merasa kehilangan, seperti setelah
operasi, amputasi atau hilang kemampuan seksualitas.
The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral-
etik dan spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan
atau takut merupakan hal yang berat dalam area ini.
c.) Model Fungsi Peran
Mode fungsi peran mengenal pola – pola interaksi sosial seseorang
dalam hubungannya dengan orang lain, yang dicerminkan dalam peran primer,
sekunder dan tersier. Fokusnya pada bagaimana seseorang dapat memerankan
dirinya dimasyarakat sesuai kedudukannya
d.) Mode Interdependensi
Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang dijabarkan
oleh Roy. Fokusnya adalah interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta/
kasih sayang, perhatian dan saling menghargai. Interdependensi yaitu
keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam menerima sesuatu
untuk dirinya. Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk afiliasi
dengan orang lain. Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan berinisiatif
untuk melakukan tindakan bagi dirinya. Interdependensi dapat dilihat dari
keseimbangan antara dua nilai ekstrim, yaitu memberi dan menerima.
Output dari manusia sebagai suatu sistem adaptif adalah respon
inefektif. Respon-respon yang adaptif itu mempertahankan atau meningkatkan
integritas, sedangkan respon yang tidak efektif atau maladaptif itu mengganggu
integritas. Melalui proses umpan balik respon-respon memberikan lebih lanjut
masukan (input) pada manusia sebagai suatu sisem.
Subsistem regulator dan kognator adalah mekanisme adaptasi atau
koping dengan perubahan lingkungan, dan diperlihatkan melalui perubahan
biologis, psikologis, dan social. Subsistem regulator adalah gambaran respon
yang kaitannya dengan perubahan pada sistem saraf, kimia tubuh dan organ
endokrin serta subsistem kognator adalah gambaran respon yang kaitannya
dengan perubahan kognitif dan emosi, termasuk didalamnya persepsi, proses
informasi, pembelajaran, dan membuat alasan dan emosional, yang termasuk
didalamnya mempertahankan untuk mencari bantuan.
2. Lingkungan
Lingkungan digambarkan sebagai dunia di dalam dan di luar manusia.
Lingkungan merupakan masukan (input) bagi manusia sebagai sistem yang adaptif
sama halnya lingkungan sebagai stimulus eksternal dan internal. Lebih lanjut
stimulus itu dikoelompokkan menjadi tiga jenis stimulus yaitu : fokal, konstektual,
dan residual. Lebih luas lagi lingkungan didefinisikan sebagai segala kondisi,
keadaan disekitar dan mempengaruhi keadaan, perkembangan dan perilaku manusia
sebagai individu ata kelompok.
3. Kesehatan
Menurut Roy, kesehatan didefinisikan sebagai keadaan dan proses menjadi
manusia secara utuh dan terintegrasi secara keseluruhan. Integritas atau keutuhan
manusia menyatakan secara tidak langsung bahwa kkesehatan atau kondisi tidak
terganggu mengacu kelengkapan atau kesatuan dan kemungkinan tertinggi dari
pemenuhan potensi manusia. Jadi Integritas adalah sehat, sebaliknya kondisi yang
tidak ada integritas kurang sehat. Definisi kesehatan ini lebih dari tidak adanya sakit
tapi termasuk penekanan pada kondisi sehat sejahtera.
Dalam model adaptasi keperawatan, konsep sehat dihubungkan dengan
konsep adaptasi. Adaptasi yang bebas energi dari koping yang inefektif dan
mengizinkan manusia berespon terhadap stimulus yang lain. Pembebasan energi ini
dapat meningkatkan penyembuhan dan mempertinggi kesehatan. Hal ini adalah
pembebasan energi yang menghubungkan konsep adaptasi dan kesehatan.
Adaptasi adalah komponen pusat dalam model keperawatan. Didalamnya
menggambarkan manusia sebagai sistem adaptif. Adaptasi dipertimbangkan baik
proses koping terhadap stressor dan produk akhir dari koping. Proses adaptasi
termasuk fungsi holistic untuk mempengaruhi kesehatan secara positif dan itu
meningkatkan integritas. Proses adaptasi termasuk semua interaksi manusia dan
lingkungan terdiri dari dua proses. Bagian pertama dari proses ini dimulai dengan
pperubahan dalam lingkungan internal dan eksternal yan gmembutuhkan sebuah
respon. Perubahan – perubahan itu adalah stressor atau stimulus fokal dan ditengahi
oleh factor-faktor konstektual dan residual. Bagian-bagian stressor menghasilkan
interaksi yang biasanya disebut stress. Bagian kedua adalah mekanisme koping yang
merangsang untuk menghasilkan respon adaptif dan inefektif.
Produk adaptasi adalah hasil dari proses adaptasi dan digambarkan dalam
istilah kondisi yang meningkatkan tujuan-tujuan manusia yang meliputi :
kelangsungan hidup, pertumbuhan, reproduksi dan penguasaan yang disebut
integritas. Kondisi akhir ini adalah kondisi keseimbangan dinamik equilibrium yang
meliputi peningkatan dan penurunan respon-respon. Setiap kondisi adaptasi baru
dipengaruhi oleh adaptasi, sehingga dinamik equilibrium manusia berada pada
tingkat yang lebih tinggi. Jarak yang besar dari stimulus dapat disepakati dengan
suksesnya manusia sebagai sistem adaptif. Jadi peningkatan adaptasi mengarah pada
tingkat-tingkat yang lebih tinggi pada keadaan sejahtera atau sehat. Adaptasi
kemudian disebut sebagai suatu fungsi dari stimuli yang masuk dan tingkatan
adaptasi.
4. Keperawatan
Roy (1983) menggambarkan keperawatan sebagai disiplin ilmu dan praktek.
Sebagai ilmu, keperawatan mengobservasi, mengklasifikasikan dan
menghubungkan proses yang secara positif berpengaruh pada status kesehatan.
Sebagai disiplin, praktek, keperawatan menggunakan pendekatan pengetahuan
untukmenyediakan pelayanan pada orang-orang. Lebih spesifik dia mendefinisikan
keperawatan sebagai ilmu da praktek dari peningkatan adaptasi untuk meningkatkan
kesehatan sebagai tujuan untuk mempengaruhi kesehatan secara positif.
Keperawatan meningkatkan adaptasi individu dan kelompok dalam situasi yang
berkaitan dengan kesehatan, Jadi model adaptasi keperawatan menggambarkan
lebih spesifik perkembangan ilmu keperawatan dan praktek keperawatan yang
berdasarkan ilmu keperawatan tersebut. Dalam model tersebut, keperawatan terdiri
dari tujuan keperawatan dan aktivitas keperawatan.
Keperawatan adalah berhubungan dengan manusia sebagai satu kesatuan
yang berinteraksi dengan perubahan lingkungan dan tanggapan terhadap stimulus
internal dan eksternal yang mempengaruhi adaptasi. Ketika stressor yang tidak biasa
atau koping mekanisme yang lemah membuat upaya manusia yang biasa menjadi
koping yang tidak efektif, manusia memerlukan seorang perawat. Ini tidak harus,
bagaimanapun diinterpretasikan umtuk memberi arti bahwa aktivitas keperawatan
tidak hanya diberikan ketika manusia itu sakit. Roy menyetujui, pendekatan holistic
keperawatan dilihat sebagai proses untuk mempertahankan keadaan baik dan tingkat
fungsi yang lebih tinggi.
Keperawatan terdiri dari dua yaitu : tujuan keperawatan dan aktivitas
keperawatan. Tujuan keperawatan adalah mempertinggi interaksi manusia dengan
lingkungan. Jadi peningkatan adaptasi dalam tiap empat cara adaptasi yaitu : (1)
fungsi fisiologis; (2) konsep diri; (3) fungsi peran dan (4) interdependensi.
Dorongan terhadap peningkatan integritas adaptasi dan berkontribusi terhadap
kesehatan manusia, kualitas hidup dan kematian dengan damai. Tujuan keperawatan
diraih ketika stimulus fokal berada dalam suatu area dengan tingkatan adaptasi
manusia. Ketika stimulus fokal tersebut berada pada area tersebut dimana manusia
dapat membuat suatu penyesuaian diri atau respon efektif. Adaptasi membebaskan
energi dari upaya koping yang tidak efektif dan memnugkinkan individu untuk
merespon stimulus yang lain. Kondisi tersebut dapat mencapai peningkatan
penyembuhan dan kesehatan. Jadi peranan penting adaptasi sangat ditekankan pada
konsep ini.
Tujuan dari adaptasi adalah membantu perkembangan aktivitas keperawatan
yang digunakan pada proses keperawatan meliputi: pengkajian, diagnosa
keperawatan, tujuan, intervensi dan evaluasi. Adaptasi model keperawatan
menetapkan “data apa yang dikumpulkan, bagaimana mengidentifikasi masalah dan
tujuan utama. Pendekatan apa yang dipakai dan bagaiman mengevaluasi efektifitas
proses keperawatan”.
Unit analisis dari pengkajian keperawatan adalah interaksi manusia dengan
lingkungan. Proses pengkajian keperawatan adalah interaksi manusia dengan
lingkungan. Proses pengkajian termasuk dalam dua tingkat pengkajian Tingkat
pertama mengumpulkan data tentang perilaku manusia, dalam tiap empat cara
penyesuaian diri. Data-data tersebut dikumpulkan dari data observasi penilaian
respond an komuniokasi dengan individu. Dari data tersebut perawat membuat
keputusan sementara tentang apakah perilaku dapat menyesuaikan diri atau tidak
efektif. Tingkat kedua pengkajian adalah mengumpulkan data tentang fokal,
konstektual dan residual stimuli. Selama tingkat pengkajian ini perawat
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku yang diobservasi pada
pengkajian tingkat pertama. Keterlibatan ini penting untuk menetapkan faktor-faktor
utama yang mempengaruhi perilaku.
Roy merekomendasikan proses keperawatan sebagai berikut, yaitu:
1) Pengkajian
Pengkajian dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
Tahap I : Pengkajian Perilaku.
Ini merupakan tahap proses keperawatan yang bertujuan mengumpulkan
data dan memutuskan klien adptif dan maladaptive. Termasuk dalam model
ini adalah kebutuhan dasar manusia apakah dapat dipengaruhi oleh
kekurangan atau kelebihan. Misalnya terlalu sedikit oksigen, terlalu tinggi
gula darah atau terlalu banyak ketergantungan. Perawat menggunkan
wawancara, observsi dan pengukuran untuk mengkaji perilaku klien
sekarang dan setiap mode. Berdasarkan pengkajian ini perawat menganalisis
apakah perilaku ini adaptif, maladaptive atau potensial maladaptive.
Tahap II: Pengkajian faktor – faktor yang berpengaruh
Pada tahap ini termasuk pengkajan stimuli yang signifikan terhadap
perubahan perilaku seseorang yaitu stimuli focal, kontekstual dan residual.
a) Identifikasi stimuli focal.
Stimuli focal merupakan perubahan penilaku yang dapat
diobservasi. Perawat dapat melakukan pengkaian dengan menggunakan
pengkajian perilaku yaitu: Keterampilan melakukan observasi,
melakukan pengukuran dan interview.
b) Identifikasi stimuli kontekstual
Stimuli kontekstual ini berkontribusi terhadap penyebab
terjadinya perilaku atau presipitasi oleh stimulus focal. Sebagal contoh
anak yang di rawat dirumah sakit mempunyai peran perilaku yang
inefektif yaitu tidak belajar. Focal stimulus yang dapat dildentifikasi
adalah adanya fakta bahwa anak kehlangan skedul sekolah.
Stimulus kontekstual yang dapat diidentiflkasi adalah secara
internal faktor anak menderita sakit dan faktor eksternalnya adalah anak
terisolasi. Stimulasi kontekstual dapat diidentifikasi oleh perawat melalul
observasi, pengukuran, interview dan validasi.
Menurut Martinez, 1976 dalam Roy 1989, faktor kontekstual
yang mempengaruhi mode adaptif adalah genetic, sex, tahap
perkembangan, obat, alkohol, tembakau, konsep diri, peran fungsi,
interdependensi, pola interaksi sosial, koping mekanisme, stress emosi
dan fisik religi, dan lingkungan fisik.
c) Identifikasi stimuli residual.
Pada tahap ini yang mempengaruhi adalah pengalaman masa lalu.
Helson dalam Roy, 1989 menjelaskan bahwa beberapa faktor dari
pengalaman lalu relevan dalam menjelaskan bagaimana keadaan saat ini.
Sikap, budaya, karakter adalah faktor residual yang sulit diukur dan
memberikan efek pada situasi sekarang.
2) Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan menurut teori adaptasi Roy didefinisikan
sebagai suatu hasil dari proses pengambilan keputusan berhubungan dengan
kurang mampunya adaptasi. Diagnosa keperawatan dirumuskan dengan
mengobservasi tingkah laku kilen terhadap pengaruh lingkungan. Menurut
Roy (1991) ada 3 metode dalam membuat diagnosa keperawatan
Menggunakan 4 (empat) model adaptif, yaitu fisiologis, konsep diri, fungsi
peran dan interdependen.
3) Penentuan Tujuan
Roy (1984) menyampaikan bahwa secara urnum tujuan pada
intervensi keprawatan adalah untuk mempertahankan dan mempertinggi
perilaku adaptif dan mengubah perilaku inefektif menjadi adaptif. Penentuan
tujuan dibagi atas tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan
jangka panjang yang akan dicapai meliputi : Hidup, tumbuh, reproduksi dan
kekeuasaan. Tujuan jangka pendek meliputi tercapainya tingkah laku yang
diharapkan setelah dilakukan manipulasi terhadap stimulus focal, konteksual
dan residual.
4) Intervensi
Intervensi keperawatan dilakukan dengan tujuan , mengubah atau
memanipulasi stimulus fokal, kontekstual dan residual, juga difokuskan pada
koping individu atau zona adaptasi, sehingga seluruh rangsang sesuai
dengan kemampuan individu untuk beradaptasi.
Tindakan keperawatan berusaha membantu stimulus menuju perilaku
adaptif. Hal ini menekankan kembali pentingnya mengidentifikasi penyebab
selama pengkajian tahap II.
5) Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian efektifitas terhadap intervensi
keperawatan sehubungan dengan tingkah laku pasien. Perawat harus
mengkaji tingkah laku pasien setelah diimplementasi. Intervensi
keperawatan dinilai efektif jika tingkah laku pasien sesuai dengan tujuan
yang ditetapkan.
d. Coba-Coba
Dengan merasa tertarik melihat efek yang ditimbulkan oleh suatu zat yang
dilarang, seseorang dapat memiliki rasa ingin tahu yang kuat untuk mencicipi
nikmatnya zat terlarang tersebut. Jika iman tidak kuat dan dikalahkan oleh nafsu
bejad, maka seseorang dapat mencoba ingin mengetahui efek dari zat terlarang.
Tanpa disadari dan diinginkan orang yang sudah terkena zat terlarang itu akan
ketagihan dan akan melakukannya lagi berulang-ulang tanpa bisa berhenti.
e. Ikut-Ikutan
Orang yang sudah menjadi korban narkoba mungkin akan berusaha
mengajak orang lain yang belum terkontaminasi narkoba agar orang lain ikut
bersama merasakan penderitaan yang dirasakannya. Pengedar dan pemakai
mungkin akan membagi-bagi gratis obat terlarang sebagai perkenalan dan akan
meminta bayaran setelah korban ketagihan. Orang yang melihat orang lain asyik
pakai zat terlarang bisa jadi akan mencoba mengikuti gaya pemakai tersebut
termasuk menyalah gunakan tempat umum.
f. Melarikan diri dari masalah dengan memakai narkoba
Orang yang dirudung banyak masalah dan ingin lari dari masalah dapat
terjerumus dalam pangkuan narkotika, narkoba atau zat adiktif agar dapat tidur
nyenyak, mabok, atau jadi gembira ria.
Diagnosa keperawatan
Penetapan tujuan
Intervensi keperawatan
Evaluasi keperawatan
Perilaku
Roy mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus
dipenuhi untuk mempertahankan integritas, yang dibagi menjadi dua bagian, model
fungsi fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi fisiologis
dengan proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu :
a. Fungsi fisiologis
1. Oksigenasi : Pengkajian perilaku tentang kebutuhan oksigen hidung
tersumbat disebabkan karena NAPZA yang digunakan adalah heroin dan
morfin. Overdosis menyebabkan susah bernafas.
2. Nutrisi : Pengkajian perilaku tentang kebutuhan nutrisi mual muntah
menyebabkan nafsu makan menurun
3. Eliminasi : Pengkajian perilaku tentang kebutuhan eliminasi diare
4. Aktivitas dan istirahat : Pengkajian perilaku tentang kebutuhan aktivitas
dan istirahat pengguna menjadi lambat beraktifitas, tubuh terasa lelah, tidak
enak badan dan sulit tidur
5. Proteksi/ perlindungan : Pengkajian perilaku tentang kebutuhan proteksi
imun menurun
6. The sense / perasaan : Pengkajian perilaku tentang kebutuhan sensori
penglihatan kabur atau buram
7. Cairan dan elektrolit. : Pengkajian perilaku tentang kebutuhan cairan dan
elektrolit keringat berlebih
8. Fungsi syaraf / neurologis : Pengkajian perilaku tentang kebutuhan saraf
gelisah, kejang, sakit kepala, emosi, halusinasi dan kerusakan saraf
9. Fungsi endokrin : Pengkajian perilaku tentang kebutuhan endokrin
penurunan hormone
b. Konsep diri
Konsep diri pada pengguna napza biasanya akan mengalami gangguan.
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi adalah dampak penggunaan napza dan
efek putus zat
c. Model fungsi peran
Berkaitan dengan interaksi sesorang dalam hubungan nya dengan
masyarakat dan peran klien dalam keluarga. Bagaimana dampak penggunaan
napza terhadap peran klien termasuk bagaimana klien dalam masyarakat
d. Model interdependensi
Pengkajian pada mode ini memberikan gambaran tentang
ketergantungan atau hubungan klien dengan orang terdekat, siapakah orang
yang paling bermakna dalam kehidupannya, sikap member dan menerima
terhadap kebutuhan dan aktifitas kemasyarakatan. Kepuasan dan kasih sayang
untuk mencapai integritas suatu hubungan serta keseimbangan antara
ketergantungan dan kemandirian dalam menerima sesuatu untuk dirinya. Perlu
juga dikaji bagaimana pasien memenuhi kebutuhan interdependensi dalam
keterbatasan dan perubahan status kesehatan yang dialami.
2. Diagnosa keperawatan
Menurut Roy (1999), diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang
diperoleh dari suatu perumusan interpretasi data terhadap status adaptasi seseorang
yang dihubungkan antara perilaku dengan beberapa stimulus yang berkaitan.
3. Tujuan keperawatan
Definisi dari tujuan keperawatan adalah perilaku yang ingin dicapai oleh
seseorang setelah diberikan pelayanan keperawatan. Pernyataan tujuan terdiri dari 3
kesatuan, yaitu : a) perilaku yang diobservasi, b) perubahan yang diharapkan, dan c)
waktu yang disusun untuk mencapai tujuan. Tujuan keperawatan pada dikatakan
tercapai apabila klien dapat beradaptasi secara efektif terhadap empat mode
keperawatan
4. Implementasi
Melakukan pendidikan kesehatan tentang resiko penyalahgunaan zat dan
perawatan yang tersedia. Menjalankan perawatan berupa detoksifikasi, rawat inap, dan
rawat jalan. Memonitor isu kesehatan klien atau masalah kesehatan. Terapi komunitas
berupa mengumpulkan pengguna NAPZA. Membicarakan dampak dan pencegahan
penyalahgunaan NAPZA. Peningkatan motivasi. Latihan mengontrol, mengalihkan,
dan menolak. Mendengarkan keluhan klien. Mengubah perilaku seseorang agar bisa
terhindar dari bahaya NAPZA dengan cara: menunjukan anak hal-hal positif yang
dicerminkan melalui perilaku orangtua. Ajak anak berbicara, mengobrol, mempelajari
sesuatu, bersenda gurau, sajikan makanan kesukaannya, ceritakan masa lalu
menyenangkan pertama kali jatuh cinta dan lainnya.
Buatlah dirinya sadar bahwa kedua orangtua menganggap keberadaan anak
sangat berarti dan tidak mau kehilangannya. Selain itu, buatlah dirinya menyesal
melakukan hal tidak terpuji yang membuat kedua hati lembut ayah dan ibunya sakit.
Lebih baik buat anak merasa tak enak atau menyesal dibandingkan dendam atau takut.
5. Evaluasi
Tahap terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi, Evaluasi merupakan
penetapan keefektifan dari intervensi keperawatan. Evaluasi yang dilakukan adalah
membandingkan respon perilaku yang dihasilkan setelah dilakukan intervensi
keperawatan dengan perilaku yang dirumuskan pada rumusan tujuan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisa terhadap model adaptasi Roy, maka kelompok menganalisa
bahwa model keperawatan roy lebih menekankan pada manusia secara holistik yang
memiliki mekanisme koping untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Konsep
ini juga menekankan pentingnya individu untuk mempertahankan perilaku secara adaptif
dan mampu merubah perilaku yang maladaptif agar dapat meningkatkan kesehatannya.
Model konseptual Roy berisi 4 elemen yaitu manusia, lingkungan, kesehatan, dan
keperawatan. Manusia dipandang sebagai sitem adaptasi kehidupan yang perilakunya
dapat diklasifikasikan menjadi respon yang adaptif atau respon yang inefektif.
Lingkungan terdiri stimulus internal dan eksternal. Kesehatan adalah proses menjadi
terintegrasi dan dapat mencapai tujuan untuk hidup, pertumbuhan, reproduksi,
penguasaan. Tujuan keperawatan adalah meningkatkan respon adaptasi yang
berhubungan dengan adaptasi mode, menggunakan informasi tentang tingkat adaptasi
manusia dan stimulus fokal, kontekstual, dan residual.
B. Saran
Mahasiswa keperawatan perlu untuk mengetahui dan mengkaji lebih jauh tentang
penerapan model keperawatan yang lain selain penyalahgunaan NAPZA pada remaja
sesuai dengan teori Roy sehingga dapat diketahui apakah teori Roy dapat diaplikasikan
dengan baik dalam asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Tom, Kus, Tedi. (1999). Bahaya NAPZA bagi pelajar. Bandung :Yayasan Al-Ghifari
https://www.alodokter.com/penyalahgunaan-napza