Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN POST SC DENGAN OLIGOHIDRAMNION

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Program Pendidikan Profesi Ners

Pada Stase Keperawatan Maternitas

Disusun Oleh:

Amelia Putryanti Sudiono

21.14901.031

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Cairan Amnion


Cairan amnion merupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi sekaligus
menunjang pertumbuhan. Osmolalitas, kadar natrium, ureum, kreatinin tidak berbeda
dengan kadar pada serum ibu, artinya kadar dicairan amnion merupakan hasil difusi dari
ibunya. Cairan amnion mengandung banyak sel janin (lanugo, vernik kaseosa). Fungsi
cairan amnion yang juga penting ialah menghambat bakteri karena mengandung zat
seperti fosfat dan seng (Miremberg et al., 2020; Poerwoko et al., 2018).
Cairan ketuban mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan
pertumbuhan janin. Kelainan jumlah cairan ketuban dapat terjadi, dan seringkali
merupakan pertanda yang paling awal terlihat pada janin yang mengalami gangguan. Di
pihak lain, kelainan jumlah cairan ketuban dapat menimbulkan gangguan pada janin,
seperti hipoplasia paru, deformitas janin, kompresi tali pusat, pertumbuhan janin
terhambat (PJT), prematuritas, kelainan letak dan kematian janin. Oleh sebab itu, kelainan
jumlah amnion yang terjadi oleh sebab apapun akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas (Hou et al., 2020)

B. Komposisi Cairan Amnion


Cairan amnion atau air ketuban merupakan ultrafiltrasi dari plasma maternal dan
dibentuk oleh sel amnionnya. Pada trimester II kehamilan, air ketuban dibentuk oleh
difusi ekstraseluler melalui kulit janin sehingga komposisinya mirip dengan plasma janin.
Selanjutnya, setelah trimester II, terjadi pembentukan zat tanduk kulit janin dan
menghalangi difusi plasma janin sehingga sebagian besar air ketubannya dibentuk oleh:
1. Sel amnionnya
2. Air kencing janin
Ginjal janin mulai mengeluarkan urin sejak 12 minggu dan setelah mencapai
usia 18 minggu sudah dapat mengeluarkan urin sebanyak 7-14 cc/hari. Janin aterm
mengeluarkan urin 27 cc/jam atau 650 cc dalam sehari (Hou et al., 2020).
Sementara komposisi yang membentuk air ketuban adalah:
1. Bertambahnya air ketuban bukan merupakan kenaikan linier tetapi bervariasi sebagai
berikut:
a. Bertambah 10 cc, sampai usia 8 minggu
b. Bertambah 60 cc, sampai usia 21 minggu
c. Terjadi penurunan produksi sampai usia hamil 33 minggu
d. Pertambahan tetap sampai usia aterm dan mencapai jumlah sekitar 800-1500 cc
e. Melewati usia kehamilan 42 minggu, terjadi penurunan sekitar 150 cc/minggu
sehingga terjadi oligohidramnion
2. Setelah usia kehamilan melebihi 12 minggu, yang ikut membentuk air ketuban yaitu
a. Ginjal janin sehingga dijumpai:
1) Urea
2) Kreatinin
3) Asam urat
b. Deskuamasi kulit janin
1) Rambut lanugo
2) Vernik kaseosa
c. Sekresi dari paru janin
d. Transudat dari permukaan amnion plasenta
Komposisinya mirip plasma maternal, komposisi umum air ketuban yaitu
1) Air sekitar 99%
2) Bahan sekitar organik 1%
3) Berat jenis 1007-1008 gram
e. Hormonal atau zat mirip hormon dalam air ketuban
1) Epidermal Growth Faktor (EGF) dan EGF Like Growth Faktor dalam bentuk
Transforming Growth Faktor alfa. Fungsi kedua hormon ini ikut serta
menumbuh-kembangkan paru janin dan sistem gastrointestinalnya.
2) Parathyroid Hormone-related Protein (PTH-rP) dan endothelin-1 berfungsi
untuk memberikan rangsangan pembentukan surfaktan yang sangat
bermanfaat saat bayi mulai bernapas diluar kandungan.
Air ketuban dapat digunakan untuk melakukan evaluasi tentang kelainan
kongenital janin, gangguan tumbuh kembang janin intrauteri, kematangan paru,
kemungkinan terjadi infeksi intrauteri, asfiksia janin intrauteri-bercampur mekonium,
cairan amnion diambil melalui amniosentesis (Hou et al., 2020).
3. Sirkulasi air ketuban janin
Sirkulasi air ketuban sangat penting artinya sehingga jumlahnya dapat
dipertahankan dengan tetap. Pengaturannya dilakukan oleh tiga komponen penting
sebagai berikut:
a. Produksi yang dihasilkan oleh sel amnion
b. Jumlah produksi air kencing
c. Jumlah air ketuban yang ditelan janin
Setelah trimester II sirkulasinya makin meningkat sesuai dengan tuanya
kehamilan sehingga mendekati aterm mencapai 500 cc/hari.

C. Definisi Oligohidramnion
Oligohidramnion adalah kondisi ibu hamil yang memiliki terlalu sedikit air ketuban,
indeks AF kurang dari 5cm. Diagnosis oligohidramnion sebagai tidak adanya kantong
cairan dengan kedalaman 2-3 cm, atau volume cairan kurang dari 500 mL. Kejadian
oligohidramnion adalah 60,0% pada primigravida. Cairan ketuban merupakan predictor
janin terhadap persalinan, dan apabila menurun berkaitan dengan peningkatan resiko dari
denyut jantung janin dan meconium serta menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan
pada dinding Rahim (Madendag et al., 2019).

D. Etiologi Oligohidramnion
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui. Beberapa keadaan
berhubungan dengan oligohidramnion hampir selalu berhubungan dengan obsrtuksi
saluran traktus urinarius janin atau renal agenesis (Madendag et al., 2019).
Oligohidramnion harus dicurigai jika tinggi fundus uteri lebih rendah secara
bermakna dibandingan yang diharapkan pada usia gestasi tersebut. Penyebab
oligohidramnion adalah absorpsi atau kehilangan cairan yang meningkat ketuban pecah
dini menyebabkan 50 % kasus oligohidramnion, penurunan produksi cairan amnion yakni
kelainan ginjal kongenital akan menurunkan keluaran ginjal janin obstruksi pintu keluar
kandung kemih atau uretra akan menurunkan keluaran urin dengan cara sama. Sebab
oligohidramnion secara primer karena pertumbuhan amnion yang kurang baik, sedangkan
secara sekunder yaitu ketuban pecah dini (Madendag et al., 2019; Poerwoko et al., 2018).
E. Patofiologi
Pecahnya membran adalah penyebab paling umum dari oligohidramnion. Namun,
tidak adanya produksi urine janin atau penyumbatan pada saluran kemih janin dapat juga
menyebabkan oligohidramnion. Janin yang menelan cairan amnion, yang terjadi secara
fisiologis, juga mengurangi jumlah cairan (Madendag et al., 2019; Poerwoko et al., 2018).
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion adalah kelainan
kongenital, Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), ketuban pecah, kehamilan postterm,
insufiensi plasenta dan obat-obatan (misalnya dari golongan antiprostaglandin). Kelainan
kongenital yang paling sering menimbulkan oligohidramnion adalah kelainan sistem
saluran kemih dan kelainan kromosom (Poerwoko et al., 2018).
Pada insufisiensi plasenta oleh sebab apapun akan menyebabkan hipoksia janin.
Hipoksia janin yang berlangsung kronik akan memicu mekanisme redistribusi darah.
Salah satu dampaknya adalah terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, produksi urin
berkurang dan terjadi oligohidramnion (Poerwoko et al., 2018).

F. Sectio Caesarea
Sectio Caesarea (SC) adalah suatu cara untuk melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. Pembedahan pada Sectio
Caesarea merupakan suatu tindakan yang dapat menimbulkan nyeri akibat terlepasnya
senyawa mediator nyeri seperti asetilkolin, bradikinin dan sebagainya yang meningkatkan
sensitivitas saraf reseptor nyeri (Nurarif & Kusuma, 2015)

G. Indikasi Dilakukan Sectio Caesarea


Persalinan Sectio Caesarea dilakukan berdasarkan indikasi terdiri dari dua faktor yang
mempengaruhi yaitu faktor ibu dan faktor janin. Faktor ibu yaitu usia, kesempitan tulang
panggul, persalinan sebelumnya dengan Sectio Caesarea, faktor hambatan jalan lahir,
kelainan kontraksi rahim, ketuban pecah dini, dan rasa takut kesakitan. Sedangkan faktor
janin yaitu janin yang terlalu besar, kelainan letak, ancaman gawat janin, janin abnormal,
faktor plasenta, kelainan tali pusat, dan bayi kembar. Selain faktor ibu dan janin, adanya
indikasi waktu misalnya setelah tiga jam dibimbing melahirkan normal ternyata hasilnya
nihil, sementara bantuan dengan vakum atau forceps juga tidak memungkinkan, maka
alternatif terakhir adalah Cesarea (Sugiarti, 2020).
Malpresentasi adalah kondisi di mana bagian anatomi janin yang masuk terlebih
dahulu ke pelvic inlet adalah bagian lain selain vertex. Malpresentasi lebih banyak terjadi
pada multigravida dengan kehamilan aterm. Hal ini berkaitan dengan longgarnya uterus
pada kehamilan kedua dan selanjutnya, sehingga terjadi malpresentasi pada bayi. Dari
kelima jenis malpresentasi tersebut, presentasi bokong adalah yang paling sering ditemui.
Penyebab malpresentasi janin adalah faktor-faktor yang meningkatkan atau menurunkan
pergerakan janin, serta faktor-faktor yang mempengaruhi polaritas vertikal rongga uterus.
Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari sisi maternal seperti adanya plasenta previa atau
fibroid, dan bisa juga berasal dari janin seperti adanya hidrosefalus atau anensefalus
(Juliathi et al., 2020). Malpresentasi atau malposisi, dimana letak bayi dalam rahim tidak
menguntungkan untuk melahirkan lewat vagina. Contoh malpresentasi adalah posisi
transversal, presentasi sungsang. Malposisi mencakup posisi oksiput posterior yang
persisten atau asinklitisme (Leniwita & Anggraini, 2019).
Gawat janin merupakan suatu kondisi dimana bayi mengalami gangguan sirkulasi di
dalam rahim yang di tandai dengan bradicardia atau tachycardia. Penanganan yang cepat
diperlukan pada kasus ini untuk menyelamatkan nyawa bayi. Gawat janin dapat terjadi
pada persalinan yang sulit, persalinan dengan tindakan atau pengaruh obat anaestesi saat
Sectio Caesarea berlangsung. Gawat janin dapat terjadi pada ibu yang mengalami
Preeklampsia, Plasenta Previa dan Ketuban Pecah Dini (Juliathi et al., 2020).
Oligohiramnion juga merupakan salah satu pertimbangan dilakukannya section pada
ibu. Hal ini berkaiatan dengan bahwa di dalam uterus janin memerlukaan cairan ketuban
untuk dapat bergerak dan meratakan tekanan intra uteri, jika jumlah air ketuban
berkurang, maka bagian bagian janin akan lebih menempel ke dinding prut ibu, hal ini
sering memicu nyeri, bahkan bisa timbul kontraksi sebelum waktunya. Akibat adanya
kompresi langsung uterus terhadap janin, dapat menimbulkan asfiksia intra uteri atau
gawat janin. Pada saat proses persalinan, oligohidramnion dapat menjadi penyulit, karena
kurangnya daya dorong terhadap janin (Juliathi et al., 2020)
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.
Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit
kelahiran prematur dan terjadinya infeksi khorioamnitis sampai sepsis yang
meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal, dan menyebabkan infeksi ibu.
Penanganan ketuban pecah dini saat kehamilan aterm adalah dengan induksi persalinan
dengan memperhatikan syarat syarat persalinan pervaginam dan kondisi bayi. Jika
induksi gagal, atau ada penyulit yang membahayakan ibu dan janin, persalinan diakhiri
dengan Sectio Caesarea (Juliathi et al., 2020).
Persalinan berkepanjangan dimana kontraksi dengan kualitas rendah, pembukaan
yang tidak berkembang, bayi yang tidak turun meskipun sudah dilakukan usaha untuk
mengistirahatkan rahim atau merangsang kontraksi lebih kuat. Disproporsi sefalo-pelvis,
dimana kepala bayi terlalu besar, struktur panggul ibu terlalu kecil atau kombinasi
keduanya. Prolaps tali pusat, dimana jika tali pusat turun melalui leher rahim sebelum si
bayi, kepala atau tubuh bayi dapat menjepit tali pusat tersebut dan secara drastis
mengurangi pasokan oksigen sehingga mengharuskan dilakukannya melahirkan secara
bedah sesar segera (Leniwita & Anggraini, 2019).
Pandemi Covid 19 ternyata bmerupakan salah satu faktor penyumbang tingginya
angka persalinan dengan Sectio Caesarea di tahun 2020. Pasien yang terkonfirmasi Covid
19 dan suspect covid 19 (IgG reaktif) menjadi salah satu pertimbangan medis untuk
dilakukannya Sectio Caesarea. Kondisi ini, sesuai dengan arahan dari Kementrian
Kesehatan, yaitu penanganan persalinan pada ibu yang terinfeksi COVID – 19, dilakukan
sesuai indikasi obstetrik, indikasi medis, atau indikasi kondisi ibu atau janin (Juliathi et
al., 2020).

H. Jenis-Jenis Sectio Caesarea


Menurut Wiknjosastro (2007) dalam (Putri, 2019) sectio caesarea dapat
diklasifikasikan menajdi 3 jenis, yaitu
1. Sectio caesarea transperitonealis profunda
Jenis pembedahan yang paling banyak dilakukan dengan cara menginsisi di
segmen bagian bawah uterus. Beberapa keuntungan menggunakan jenis pembedahan
ini, yaitu perdarahan luka insisi yang tidak banyak, bahaya peritonitis yang tidak
besar, parut pada uterus umumnya kuat sehingga bahaya rupture uteri di kemudian
hari tidak besar karena dalam masa nifas ibu pada segmen bagian bawah uterus tidak
banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih
sempurna.
2. Sectio caesarea klasik atau sectio caesarea corporal
Tindakan pembedahan dengan pembuatan insisi pada bagian tengah dari
korpus uteri sepanjang 10-12 cm dengan ujung bawah di atas batas plika vasio
uterine. Tujuan insisi ini dibuat hanya jika ada halangan untuk melakukan proses
sectio caesarea Transperitonealis profunda, misal karena uterus melekat dengan kuat
pada dinding perut karena riwayat persalinan sectio caesarea sebelumnya, insisi di
segmen bawah uterus mengandung bahaya dari perdarahan banyak yang berhubungan
dengan letaknya plasenta pada kondisi plasenta previa. Kerugian dari jenis
pembedahan ini adalah lebih besarnya resiko peritonitis dan 4 kali lebih bahaya ruptur
uteri pada kehamilan selanjutnya.
3. Sectio caesarea ekstraperitoneal
Insisi pada dinding dan fasia abdomen dan musculus rectus dipisahkan secara
tumpul. Vesika urinaria diretraksi ke bawah sedangkan lipatan peritoneum dipotong
ke arah kepala untuk memaparkan segmen bawah uterus. Jenis pembedahan ini
dilakukan untuk mengurangi bahaya dari infeksi puerpureal, namun dengan adanya
kemajuan pengobatan terhadap infeksi, pembedahan sectio caesarea ini tidak banyak
lagi dilakukan karena sulit dalam melakukan pembedahannya.

I. Komplikasi Sectio Caesarea


Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain: (Khaibibah,
2020)
1. Infeksi Puerperal (Nifas)
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit
kembung
c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan
a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b. Perdarahan pada plasenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi
terlalu tinggi
J. Pathway
K. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
 Nama: dikaji untuk mengenal dan mengetahui nama pasien agar tidak keliru
dalam memberikan penanganan.
 Umur: untuk mengetahui umur pasien, pada ibu yang sangat rentan terjadi
malpresentasi janin yaitu usia 35 tahun keatas
 Agama: sebagai keyakinan individu untuk proses kesembuhannya.
 Suku/bangsa: mengetahui kebiasaan-kebiasaan atau adat istiadat yang
mempengaruhi kesehatan
 Pendidikan: dikaji untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien, semakin
tinggi tingkatan pendidikan pasien semakin mudah pasien menerima informasi
dari petugas kesehatan.
 Pekerjaan: semakin berat pekerjaannya, resiko pada janin semakin besar.
b. Keluhan Utama
Biasanya pasien mengeluh nyeri pada perut bekas jahitan atau tindakan Sectio
Caesarea.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Hal yang perlu dikaji adalah kehilangan darah selama prosedur pembedahan
antara 600-800 cc, integritas ego yaitu mengenai latihan emosional dari
kegembiraan sampai ketakutan, marah atau menarik diri, eliminasi alvi, perlu
dikaji adanya bising usus, terdengar ada/samar, ada juga mengenai nyeri atau
ketidaknyamanan dari sumber, misalnya trauma bedah atau insisi nyeri
d. Riwayat kesehatan lalu
Riwayat kesehatan lalu perlu ditanyakan mengenai kondisi setelah melahirkan.
Misalnya: perdarahan, hipertensi, preferm, partus dan tindakan kelainan letak,
infeksi uterus, infeksi saluran kencing, dan lain-lain. Jumlah kehamilan dan
persalinan serta jarak kelahirannya, tempat melahirkan, dan cara melahirkan.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Yang perlu ditanyakan adalah penyakit yang sifatnya menurun (DNA, jantung)
dan penyakit menahun (Hipertensi, ginjal) serta penyakit menular (TBC,
hepatitis).
f. Riwayat Haid
Untuk mengetahui tentang pertama kali pasien mendapatkan menstruasi, siklus,
lama menstruasi, banyak menstruasi, bentuk darah apakah cair atau menggumpal
hari pertama menstruasi serta tanggal kelahiran dari persalinan
g. Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan, jika menikah apakah ini pernikahan yang
pertama sah atau tidak, lamanya pernikahan, umur saat menikah, dan jumlah anak.
h. Riwayat obstetric
Berapa kali dilakukan pemerikasaan ANC, hasil USG, hasil laboratorium : darah,
urine, keluhan selama kehamilan termasuk situasi emosional dan impresi, upaya
mengatasi keluhan, tindakan dan pengobatan yang diperoleh. Adanya pembesaran
payudara, adanya hiperpigmentasi areola mamae dan papilla mamae, putting susu
kanan dan kiri menonjol.
2. Diagnosa Keperawatan:
Beberapa diagnosa keperawatan yang dapat muncul yaitu:
a. Risiko Ketidakseimbangan Cairan
Intervensi: Pemantauan Cairan
Observasi:
 Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
 Monitor frekuensi napas
 Monitor tekanan darah
 Monitor berat badan
 Monitor CRT
 Monitor elastisitas turgor kulit
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor tanda-tanda hypovolemia
 Identifikasi tanda-tanda hypovolemia
Terapeutik:
 Atur interval wkatu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
Edukasi:
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b. Risiko cedera pada janin
Intervensi: Pemantauan Denyut Jantung Janin
Observasi
 Identifikasi status obstetric
 Identifikasi adanya penggunaan obat, diet, merokok
 Periksa DJJ selama 1 menit
 Monitor DJJ
 Monitor TTV ibu
Terapeutik:
 Lakukan manuver Leopold untuk menentukan posisi janin
Edukasi:
 Informasikan hasil pemantauan
c. Ansietas
Intervensi: Terapi Relaksasi
Observasi:
 Identifikasi teknik relaksasi yang efektif digunakan
 Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah dan suhu sebelum dan
sesudah Latihan
 Monitor respons terhadap terapi relaksasi
Terapeutik:
 Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dah
suhu
 Gunakan suara lembut dengan irama lambat dan berirama
Edukasi:
 Jelaskan tujuan, manfaat, Batasan dan jenis relaksasi yang tersedia
 Anjurkan mengambil posisi nyaman
 Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
d. Nyeri Akut
Intervensi: Manajemen nyeri
Observasi:
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, frekuensi, kualitas,
intentitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Monitor efek samping penggunaan analgesic
Terapeutik:
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat tidur
Edukasi:
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian analgesic
DAFTAR PUSTAKA

Hou, L., Wang, X., Hellerstein, S., Zou, L., Ruan, Y., & Zhang, W. (2020). Delivery mode
and perinatal outcomes after diagnosis of oligohydramnios at term in China. The
Journal of Maternal-Fetal & Neonatal Medicine, 33(14), 2408-2414.

Juliathi, N. L. P., Marhaeni, G. A., & Mahayati, N. M. D. (2021). GAMBARAN


PERSALINAN DENGAN SECTIO CAESAREA DI INSTALASI GAWAT
DARURAT KEBIDANAN RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH
DENPASAR TAHUN 2020. Jurnal Ilmiah Kebidanan (The Journal Of Midwifery),
9(1), 19-27.

Leniwita, H., & Aritonang, Y. A. (2019). Modul Keperawatan Maternitas.

Madendag, Y., Madendag, I. C., Sahin, E., Aydin, E., Sahin, M. E., & Acmaz, G. (2019).
How Well Do the Popular Ultrasonic Techniques Estimate Amniotic Fluid Volume
and Diagnose Oligohydramnios, in Fact?. Ultrasound Quarterly, 35(1), 35-38.

Miremberg, H., Grinstein, E., Herman, H. G., Marelly, C., Barber, E., Schreiber, L., ... &
Weiner, E. (2020). The association between isolated oligohydramnios at term and
placental pathology in correlation with pregnancy outcomes. Placenta, 90, 37-41.

Noer Khabibah, J., Sulistyowati, A., Putra, K. W. R., & Riesmiyatiningdyah, R. (2020).
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. P DENGAN DIAGNOSA MEDIS POST
SECTIO CAESAREA DENGAN INDIKASI LETAK LINTANG DI RUANG NIFAS
RSUD BANGIL PASURUAN (Doctoral dissertation, Akademi Keperawatan Kerta
Cendekia Sidoarjo).

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis & NANDA.

Poerwoko, F. K., Dewantiningrum, J., Mochtar, A. A., Cahyanti, R. D., Puspasari, D., &
Arkhaesi, N. (2018). Pengaruh Derajat Oligohidramnion terhadap Kejadian
Korioamnionitis pada Ketuban Pecah Dini. Medica Hospitalia: Journal of Clinical
Medicine, 5(2).

Putri, E. M. (2019). PENGARUH PEMBERIAN TERAPI RELAKSASI ABDOMINAL


BREATHING TERHADAP NYERI POST SECTIO CAESAREA DENGAN SPINAL
ANESTESI DI PKU MUHAMMADIYAH GAMPING (Doctoral dissertation, Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta).

Sugiarti, S. (2020). BEBERAPA FAKTOR TERJADINYA PERSALINAN SECTIO


CAESAREA. Midwifery Journal of Akbid Griya Husada Surabaya, 5(1), 46.

Anda mungkin juga menyukai