DISUSUN OLEH
A. Latar belakang
Persalinan postterm merupakan salah satu penyebab faktor penyebab dari
angka kematian bayi di Indonesia pada usia 0-6 tahun sebesar 2,80%. (Kemenkes
RI, 2013a). Angka prevalensi kejadian persalinan postterm di negara berkembang
adalah 0,40-11% (Ayyavoo, Derraik, Hofman, & Cutfield, 2014). Penelitian lain
yang dilakukan oleh Diflayzer, Syahredi, & Nofita (2014) menunjukkan bahwa
sebagian besar kasus gawat obstetri di RSUD Dr. Rasidin Padang adalah
kehamilan serotinus atau kehamilan lewat bulan yang berlanjut pada persalinan
postterm.
Persalinan postterm dikaitkan dengan peningkatan risiko mortalitas dan
morbiditas perinatal termasuk ketuban yang mengandung mekonium, sindrom
aspirasi mekonium, oligohidramnion, makrosomia, cedera lahir janin atau
gangguan janin intrapartum. Angka morbiditas di wilayah Asia lebih rendah
daripada wilayah Ethiopia, yaitu 9,10% (Mengesha, Lerebo, Kidanemariam,
Gebrezgiabher, & Berhane, 2016). Penelitian yang dilakukan di Karnataka
Institute of Medical Sciences, Hubli menunjukkan dari total kasus persalinan
postterm, 41,80% diantaranya dilakukan dengan operasi sesar. Indikator operasi
tersebut yaitu fetal distress, oligohidramnion, sungsang, Cephalo Pelvic
Dispropotion (CPD), dan tidak adanya kontraksi (Hemalatha & Shankar, 2017).
Persalinan postterm ini cukup berisiko karena dapat menimbulkan
komplikasi baik pada ibu maupun pada bayi. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa persalinan postterm dapat meningkatkan risiko kejadian endometritis,
perdarahan postpartum, dan thromboembolic disease pada ibu bersalin (Vitale,
Marilli, & Cianci, 2015).
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa persalinan postterm dapat
meningkatkan risiko Postdate terjadi dalam jangka waktu >40 minggu sampai
dengan 42 minggu (Berkowitz, 2008).
B. Masalah
“Bagaimana gambaran asuhan keperawatan pada pasien dengan post date oligo
hidroamnion yang menjalani prosedur operasi caesar di bangsal kebidanan RS
PKU Aisyiyah Boyolali?”
D. Materi
1) Kehamilan postdate merupakan salah satu kehamilan yang beresiko tinggi,
dimana dapat terjadi komplikasi pada ibu dan janin. Pada kasus ini dapat
menyebabkan kematian dikarenakan aksi uterus yang tidak terkoordinir.
Plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2 sehingga
mempunyai resiko asfiksia sampai kematian janin dalam rahim. Makin
menurunnya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan
pertumbuhan janin makin berkurang, air ketuban berkurang dan makin
kental, sebagian janin bertambah berat sehingga memerlukan tindakan
persalinan, berkurangnya nutrisi dan O2 menimbulkan asfiksia setiap saat
dan dapat meninggal dalam rahim (Widjanarko, 2009).
kehamilan
penipisan
dan tidak ada penipisan
pembukaan dan pembukaan
serviks
persalinan tidak ada tanda-tanda
persalinan
pervaginam
2) Oligohidramnion adalah kondisi ibu hamil yang memiliki terlalu sedikit air
ketuban, indeks AF kurang dari 5cm. Diagnosis oligohidramnion sebagai
tidak adanya kantong cairan dengan kedalaman 2-3 cm, atau volume cairan
kurang dari 500 mL. Kejadian oligohidramnion adalah 60,0% pada
primigravida (Mohamed, 2015). Cairan ketuban merupakan predictor janin
terhadap persalinan, dan apabila menurun berkaitan dengan peningkatan
resiko dari denyut jantung janin dan meconium serta menyebabkan bayi tidak
memiliki bantalan pada dinding rahim (Lumentut, 2015). Oleh karena
meningkatnya komplikasi intrapartum maka angka kejadian seksio sesarea
juga ikut meningkat.
3) Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan
37 disebut ketuban pecah dini pada kehamilan premature. Selaput ketuban
pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang
menyebakan selaput ketuban inferior rapuh, bukan seluruh selaput ketuban
rapuh (Prawirohardjo, 2011). Hal ini merupakan masalah yang memerlukan
perhatian khusus, karena risiko ketuban pecah dini dapat menimbulkan
beberapa masalah bagi ibu maupun bagi janin. Bagi ibu dapat menyebabkan
infeksi intrapartal (dalam pesalinan), infeksi masa nifas, partus lama,
perdarahan postpartum, morbiditas, mortalitas maternal. Sedangkan bagi bayi
dapat menyebabkan prematuritas, prolaps tali pusat, morbiditas dan
mortalitas perinatal (Fadlun dan Feryanto, 2012).
4) Cairan amnion
Cairan amnion merupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi
sekaligus menunjang pertumbuhan. Osmolalitas, kadar natrium, ureum,
kreatinin tidak berbeda dengan kadar pada serum ibu, artinya kadar dicairan
amnion merupakan hasil difusi dari ibunya. Cairan amnion mengandung
banyak sel janin (lanugo, vernik kaseosa). Fungsi cairan amnion yang juga
penting ialah menghambat bakteri karena mengandung zat seperti fosfat dan
seng (Prawirohardjo, 2010:155).
Cairan ketuban mempunyai peranan yang sangat penting bagi
perkembangan dan pertumbuhan janin. Kelainan jumlah cairan ketuban dapat
terjadi, dan seringkali merupakan pertanda yang paling awal terlihat pada
janin yang mengalami gangguan. Di pihak lain, kelainan jumlah cairan
ketuban dapat menimbulkan gangguan pada janin, seperti hipoplasia paru,
deformitas janin, kompresi tali pusat, pertumbuhan janin terhambat (PJT),
prematuritas, kelainan letak dan kematian janin. Oleh sebab itu, kelainan
jumlah amnion yang terjadi oleh sebab apapun akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas (Wiknosastro, 2009:267).
a) Komposisi air ketuban
Air ketuban merupakan ultrafiltrasi dari plasma maternal dan dibentuk
oleh sel amnionnya. Pada trimester II kehamilan, air ketuban dibentuk
oleh difusi ekstraseluler melalui kulit janin sehingga komposisinya
mirip dengan plasma janin. Selanjutnya, setelah trimester II, terjadi
pembentukan zat tanduk kulit janin dan menghalangi difusi plasma
janin sehingga sebagian besar air ketubannya dibentuk oleh:
Sel amnionnya
Air kencing janin
Ginjal janin mulai mengeluarkan urin sejak 12 minggu dan setelah
mencapai usia 18 minggu sudah dapat mengeluarkan urin sebanyak 7-14
cc/hari. Janin aterm mengeluarkan urin 27 cc/jam atau 650 cc dalam
sehari (Manuaba, dkk, 2007:500)
Menurut Manuaba, dkk (2007:500) komposisi yang membentuk air
ketuban adalah: Bertambahnya air ketuban bukan merupakan kenaikan
linier tetapi bervariasi sebagai berikut:
Bertambah 10 cc, sampai usia 8 minggu
Bertambah 60 cc, sampai usia 21 minggu
Terjadi penurunan produksi sampai usia hamil 33 minggu
Pertambahan tetap sampai usia aterm dan mencapai jumlah
sekitar 800-1500 cc
Melewati usia kehamilan 42 minggu, terjadi penurunan sekitar
150 cc/minggu sehingga terjadi oligohidramnion
Setelah usia kehamilan melebihi 12 minggu,yang ikut
membentuk air ketuban yaitu:
a) Ginjal janin sehingga dijumpai:
Urea
Kreatinin
Asam urat
b) Deskuamasi kulit janin
Rambut lanugo
Vernik kaseosa
Sekresi dari paru janin
Transudat dari permukaan amnion plasenta
Komposisinya mirip plasma maternal, komposisi umum air ketuban
yaitu:
Air sekitar 99%
Bahan sekitar organik 1%
Berat jenis 1007-1008 gram
a) Hormonal atau zat mirip hormon dalam air ketuban
Epidermal Growth Faktor (EGF) dan EGF Like Growth Faktor
dalam bentuk Transforming Growth Faktor alfa. Fungsi kedua
hormon ini ikut serta menumbuh- kembangkan paru janin dan
sistem gastrointestinalnya
b) Parathyroid Hormone-related Protein (PTH-rP) dan endothelin-1
berfungsi untuk memberikan rangsangan pembentukan surfaktan
yang sangat bermanfaat saat bayi mulai bernapas diluar
kandungan. Air ketuban dapat digunakan untuk melakukan
evaluasi tentang kelainan kongenital janin, gangguan tumbuh
kembang janin intrauteri, kematangan paru, kemungkinan terjadi
infeksi intrauteri, asfiksia janin intrauteri-bercampur mekonium,
cairan amnion diambil melalui amniosentesis.
c) Sirkulasi air ketuban janin
Sirkulasi air ketuban sangat penting artinya sehingga jumlahnya
dapat dipertahankan dengan tetap. Pengaturannya dilakukan oleh
tiga komponen penting sebagai berikut:
Produksi yang dihasilkan oleh sel amnion
Jumlah produksi air kencing
Jumlah air ketuban yang ditelan janin
Setelah trimester II sirkulasinya makin meningkat sesuai
dengan tuanya kehamilan sehingga mendekati aterm
mencapai 500 cc/hari. (Manuaba, dkk, 2007:500)
5) Seksio sesarea
a. Pengertian
Seksio sesarea merupakan suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram
(Wiknjosastro, dkk 2005:133).
b. Jenis
1) Seksio sesarea klasik: pembedahan secara sanger
2) Seksio sesarea transperitoneal profunda (supra
servikalis = lower segmen caesarean section)
3) Seksio sesarea diikuti dengan histerektomi
(caerarean hysterectomy = seksio histerektomi)
4) Seksio sesarea ekstraperitoneal
5) Seksio sesarea vaginal (Wiknjosastro, dkk 2005:133)
c. Indikasi
Menurut Wiknjosastro, dkk (2005:133-134) indikasi yaitu:
1) Indikasi ibu
a) Panggul sempit
b) Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
c) Stenosis serviks/vagina
d) Plasenta previa
e) Disproporsi sefalopelvik
f) Ruptura uteri
2) Indikasi janin
a) Kelainan letak
b) Gawat janin
Pada umumnya seksio sesarea tidak dilakukan pada:
a) Janin mati
b) Syok, anemia berat sebelum diatasi
c) Kelainan kongenital berat (monster)
3) Prosedur
Menurut Wiknjosastro, dkk (2005:134) tehnik seksio sesarea klasik
:
a) Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan
lapangan operasi dipersempit dengan kain steril
b) Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis
± 12 cm sampai di bawah umbilikus lais demi lapis hingga
kavum peritoneal terbuka
c) Dalam rongga perut disekitar rahim dilingkari dengan kasa
laparatomi
d) Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas rahim
(SAR), kemudian diperlebar secara sagital dengan gunting
e) Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan.
f) Janin dilahirkan dengan kepala dahulu dan mendorong fundus
uteri. Setelah janin lahir seluruhnya, tali pusat dijepit dan
dipotong diantara kedua jepitan
g) Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntik 10 IU oksitosin
secara Intra muscular
h) Luka insisi SAR dijahit kembali
Lapisan I : endometrium bersama miometrium dijahit secara
jelujur dengan benang catgut chromik
Lapisan II : hanya miometrium saja dijahit secara simpul
(berhubung otot SAR sangat tebal) dengan catgut
chromik
Lapisan III: perimetrium saja, dijahit secara simpul dengan
benang catgut biasa
i) Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya
luka dinding perut dijahit
5) Oligohidramnion
a) Pengertian
Oligohidramnion adalah air ketuban kurang dari 500 cc.
Oligohidramnion kurang baik untuk pertumbuhan janin karena
pertumbuhan dapat terganggu oleh perlekatan antara janin dan amnion
atau karena janin mengalami tekanan dinding rahim (Sastrawinata, dkk,
2004:40).
Jika produksinya semakin berkurang, disebabkan beberapa hal
diantaranya: insufisiensi plasenta, kehamilan post term, gangguan organ
perkemihan-ginjal, janin terlalau banyak minum sehingga dapat
menimbulkan makin berkurangnya jumlah air ketuban intrauteri
“oligohidramnion” dengan kriteria :
Jumlah kurang dari 500 cc
Kental
Bercampur mekonium (Manuaba, dkk, 2007:500)
b) Etiologi
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum
diketahui. Beberapa keadaan berhubungan dengan oligohidramnion
hampir selalu berhubungan dengan obsrtuksi saluran traktus urinarius
janin atau renal agenesis (Khumaira, 2012:188).
Oligohidramnion harus dicurigai jika tinggi fundus uteri lebih
rendah secara bermakna dibandingan yang diharapkan pada usia
gestasi tersebut. Penyebab oligohidramnion adalah absorpsi atau
kehilangan cairan yang meningkat ketuban pecah dini menyebabkan
50 % kasus oligohidramnion, penurunan produksi cairan amnion yakni
kelainan ginjal kongenital akan menurunkan keluaran ginjal janin
obstruksi pintu keluar kandung kemih atau uretra akan menurunkan
keluaran urin dengan cara sama (Rukiyah dan Yulianti, 2010:232).
Sebab oligohidramnion secara primer karena pertumbuhan amnion yang
kurang baik, sedangkan secara sekunder yaitu ketuban pecah dini (Marmi, ddk,
2011:111)
c) Patofisiologis
Pecahnya membran adalah penyebab paling umum dari
oligohidramnion.Namun, tidak adanya produksi urine janin atau
penyumbatan pada saluran kemih janin dapat juga menyebabkan
oligohidramnion. Janin yang menelan cairan amnion, yang terjadi secara
fisiologis, juga mengurangi jumlah cairan.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion
adalah kelainan kongenital, Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT),
ketuban pecah, kehamilan postterm, insufiensi plasenta dan obat- obatan
(misalnya dari golongan antiprostaglandin). Kelainan kongenital yang
paling sering menimbulkan oligohidramnion adalah kelainan sistem
saluran kemih dan kelainan kromosom (Prawirohardjo, 2010:155).
Pada insufisiensi plasenta oleh sebab apapun akan menyebabkan
hipoksia janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronik akan memicu
mekanisme redistribusi darah. Salah satu dampaknya adalah terjadi
penurunan aliran darah ke ginjal, produksi urin berkurang dan terjadi
oligohidramnion (Prawirohardjo, 2010:269).
Penyebab
Pecah
Oligohidramnion
Bayi Ibu
Terjadi penurunan
aliran darah ke
ginjal
Produksi urin
berkurang
Oligohidramnion
Umur kehamilan
a. Tirah baring
b. Hidrasi dengan Induksi persalinan Operatif dengan SC
kecukupan cairan
c. Perbaikan nutrisi
d. Pemantauan
kesejahteraan a. Kesejahteraa
Berhasil
janin n janin buruk
b. Fetal distres
Spontan VE, c. Induksi gagal
Forsep
Bagan 2.1Pathway
Bagan 2.1 Pathway Oligohidramnion
Oligohidramnion
Sumber. Khumaira, 2012:188, Rukiyah, 2010: 232-233 dan
Manuaba, dkk, 2007:500-501
c. Analisis data
No Data Etiologi Problem
1. DS : Pasien mengatakan nyeri Agen pencedera D.0077 Nyeri
pada area operasi; (P) nyeri fisik (prosedur akut
dirasakan terutama saat operasi)
bergerak; (Q) terasa seperti
berdenyut; (R) pada area
operasi; (S) skala nyeri 4; (T)
Intensitas nyeri dirasakan
sejak setelah hilang pengaruh
anastesi.
DO :
- KU lemah
- Terdapat luka post
operasi di abdomen,
tertutup kassa, tidak
rembes
B. Pembahasan
post date oligohidroamnion adalah kondisi dimana usia kehamilan sudah
melewati tanggal kelahiran dan air air ketuban merembes pada kasus pasien diatas
diamana pembukaan 1 dan tidak maju-maju dengan kondisi cairan ketuban yang
sedikit harus segera ditangani jika tidak maka dapat menyebabkan masalah pada
persalinan.
Adapun pada kasus diatas dilihat pada umur kehamilan yang sudah aterm
maka dapat dilakukan 2 metode yaitu dengan induksi persalinan dan dengan SC
walaupun semua memiliki keuntungan dan kerugian. Adapun jika dilakukan
persalinan secara normal harus melihat beberapa hal yaitu:
a. tenaga yang mendorong anak (Power)
Kekuatan yang mendorong janin keluar (power) terdiri dari :
1) His (kontraksi otot uterus)
His adalah kontraksi otot –otot rahim pada persalinan yang terdiri dari
kontraksi otot dinding perut, kontraksi diagfragma felvis atau kekuatan
yang mengejan dan kontraksi ligamentum rotundum (Indrayani, 2013).His
adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka
dan mendorong janin kebawah. Pada presentasi kepala, dila his sudah
cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk kedalam rongga panggul
(Prawirohardjo, 2014).
2) Tenaga mengejan
Power atau tenaga yang mendorong anak keluar. Uterus berkontraksi
karena otot-otot polos rahim bekerja dengan baik dan sempurna dengan
sifat–sifat: Kontraksi simetris, fundus dominan, relaksasi, involunter
(terjadi diluar kehendak), intermitten (terjadi secara berkala), terasa sakit,
terkordinasi, kadang dapat dipengaruhi dari luar secara fisik, Kimia, dan
psikisis.
b. Jalan lahir (passage way)
Passage way merupakan jalan lahir dalam persalinan keadaan
segmen atas dan segmen bawah rahim pada persalinan memegang peran
yang aktif karena kontraksi dan dindingnya bertambah tebal dengan majunya
persalinan. Sebaliknya segmen bawah rahim memegang peran dan makin tipis
dengan majunya persalinan karena peregangan. Jalan lahir terdiri dari pelvis dan
jaringan lunak serviks, dasar panggul, vagina dan introitus (bagian luar/lubang
vagina).
c. Janin (Passanger)
Janin atau passanger bergerak sepanjang jalan lahir akibat interaksi beberapa
faktor, diantaranya: ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap dan posisi janin
karena plasenta dan air ketuban yang harus melewati jalan lahir, maka dianggap
sebagai bagian dari passanger yang menyertai janin. Namun plasenta dan air
ketuban jarang menghambat persalinan pada kehamilan normal (Indrayani,
2013).
d. Posisi (position)
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan perslinan anatomi dan fisiologi
persalinan. Posisi tegak member sejumlah keuntungan. Mengubah posisi
membuat rasa letih hilang member rasa nyaman dan melancarkan sirkulasi darah.
Posisi tegak meliputi posisi berdiri, berjalan, duduk, dan jongkok. Posisi tegak
memungkinkan gaya gravitasi untuk penurunan bagian terendah janin. Kontraksi
uterus lebih kuat dan lebih efisien untuk membantu penipisan dan dilatasi serviks
sehingga persalinan lebih cepat.posisi tegak dapat mengurangi insidensi
penekanan tali pusat (Indrayani,2013)
e. Psikologi (Psycology)
Tingkat kecemasan wanita selama bersalin akan meningkat jika wanita
tersebut tidak memahami apa yang terjadi dengan dirinya, ibu akan
mengutarakan kekhawatirannya jika ditanya. Perilaku dan penampilan
wanita serta pasangannya merupakan petunjuk berharga jenis dukungan
yang akan diperlukannya. Membantu wanita dalam berpartisipasi sejauh
yang diinginkan dalam melahirkan, memenuhi harapan wanita akan hasil
akhir persalinan. Dukungan psikologis dari orang-orang terdekat yang
membantu melancarkan proses persalinan yang sedang berlansung.
Tindakan mengupayakan rasa nyaman dengan menciptakan suasana
nyaman, dan memberikan sentuhan (Indrayani, 2013).
Adapun jika dilakukan induksi persalinan tidak selamanya berhasil
mengeluarkan onset persalinan secara pervaginam. Menurut Ryan, Mc Carthy
, Mc Dermott et al, induksi persalinan kadang kala dapat pula berakhir dengan
kegagalan sehingga resiko terjadi persalinan operatif meningkat secara positif
dibandingkan dengan persalinan spontan (Ryan, Mc Carthy; 2016, Mc Dermott
et al, 2005). Resiko lainya dapat terjadi kelelahan otot miometrium (atonia
uteri), hiperstimulasi uterus, infeksi, ruptur uteri, solusio plasenta, prolaps tali
pusat, kelelahan ibu, solusio plasenta, hiponatremia, hemoragik post partum dan
cenderung emosional (Grobman et al, 2018; Prawirohardjo, Saifuddin, 2014;
Cunningham et al, 2001; WHO, 2011). Sedangkan resiko untuk bayinya adalah
terjadinya gawat janin dan meningkatnya bayi masuk NICU (Neonatus Intensif
Care Unit) (Gommers et al, 2017).
Kesuksesan induksi persalinan dapat dipengaruhi beberapa hal yaitu tingkat
kematangan serviks, paritas, BMI, usia ibu, perkiraan berat janin, dan diabetes
(WHO, 2014). Skor bishop dikembangkan pada tahun 1964 sebagai prediktor
untuk keberhasilan induksi. Sistem penilaian awal kematangan serviks
menggunakan 5 determinan (dilatasi, penipisan, penurunan, posisi, dan
konsistensi) yang mengaitkan nilai masing-masing determinan 0 hingga 2 atau 3
point (skor maksimal 13) (WHO, 2011). Bila terdapat seviks yang tidak matang,
maka persalinan pervaginam memiliki kemungkinan yang kecil untuk berhasil
(Lasmini et al, 2017).
C. Kesimpulan
D. Daftar Pustaka
Bujold, E., Blackwell, S. C., Hendler, I., Berman, S., Sorokin, Y. & Gauthier, R. J.
(2004). Modified Bishop's Score and Induction of Labor in Patients with a
Previous Cesarean Delivery. American Journal of Obstetrics and
Gynecology, 191, 1644-1648
Cunningham, G., Leveno, G., Hauth & Wenstrom. (2001). Obstetri
Williams,vol 2.Jakarta: EGC
Dania, H., Wahyono, D., & Retnowati, S. (2014). Perbandingan Efektivitas
Misoprostol Dosis 50 µG dan 100 µG terhadap Keberhasilan Kelahiran
Induksi di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pharmaciana, 4
Dinarti, R., Aryani, H., Nurhaeni, Chairani, & Tutiany. (2013). Dokumentasi
Keperawatan. Jakarta: CV Trans Info Media.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2010). Fundamental
Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik (7th ed). Jakarta: EGC.
Mubarak, W. I., Indrawati, L., & Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan.
Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.
Nanda Internasional. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC.
Ratih, L. M. D. (2019). Karya Tulis Ilmiah. 1–66. https://doi.org/.1037//0033-
2909.I26.1.78
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.