Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny W DENGAN MASALAH

POST DATE OLIGO HIDROAMNION DI RUANG KHOTIDJAH III


BANGSAL KEBIDANAN RS PKU AISYIYAH BOYOLALI

DISUSUN OLEH

RICY FATMALA SARY


J230205013

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
TAHUN 2021
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny W DENGAN MASALAH
POST DATE OLIGO HIDROAMNION DI RUANG KHOTIDJAH III
BANGSAL KEBIDANAN RS PKU AISYIYAH BOYOLALI

A. Latar belakang
Persalinan postterm merupakan salah satu penyebab faktor penyebab dari
angka kematian bayi di Indonesia pada usia 0-6 tahun sebesar 2,80%. (Kemenkes
RI, 2013a). Angka prevalensi kejadian persalinan postterm di negara berkembang
adalah 0,40-11% (Ayyavoo, Derraik, Hofman, & Cutfield, 2014). Penelitian lain
yang dilakukan oleh Diflayzer, Syahredi, & Nofita (2014) menunjukkan bahwa
sebagian besar kasus gawat obstetri di RSUD Dr. Rasidin Padang adalah
kehamilan serotinus atau kehamilan lewat bulan yang berlanjut pada persalinan
postterm.
Persalinan postterm dikaitkan dengan peningkatan risiko mortalitas dan
morbiditas perinatal termasuk ketuban yang mengandung mekonium, sindrom
aspirasi mekonium, oligohidramnion, makrosomia, cedera lahir janin atau
gangguan janin intrapartum. Angka morbiditas di wilayah Asia lebih rendah
daripada wilayah Ethiopia, yaitu 9,10% (Mengesha, Lerebo, Kidanemariam,
Gebrezgiabher, & Berhane, 2016). Penelitian yang dilakukan di Karnataka
Institute of Medical Sciences, Hubli menunjukkan dari total kasus persalinan
postterm, 41,80% diantaranya dilakukan dengan operasi sesar. Indikator operasi
tersebut yaitu fetal distress, oligohidramnion, sungsang, Cephalo Pelvic
Dispropotion (CPD), dan tidak adanya kontraksi (Hemalatha & Shankar, 2017).
Persalinan postterm ini cukup berisiko karena dapat menimbulkan
komplikasi baik pada ibu maupun pada bayi. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa persalinan postterm dapat meningkatkan risiko kejadian endometritis,
perdarahan postpartum, dan thromboembolic disease pada ibu bersalin (Vitale,
Marilli, & Cianci, 2015).
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa persalinan postterm dapat
meningkatkan risiko Postdate terjadi dalam jangka waktu >40 minggu sampai
dengan 42 minggu (Berkowitz, 2008).

B. Masalah
“Bagaimana gambaran asuhan keperawatan pada pasien dengan post date oligo
hidroamnion yang menjalani prosedur operasi caesar di bangsal kebidanan RS
PKU Aisyiyah Boyolali?”

C. Cara mengambil data


Data diperoleh dari pasien, keluarga, dan rekam medis pasien. Metode
pengambilan data dilakukan dengan cara anamnesa atau wawancara, observasi,
dan pemeriksaan fisik ke pasien.

D. Materi
1) Kehamilan postdate merupakan salah satu kehamilan yang beresiko tinggi,
dimana dapat terjadi komplikasi pada ibu dan janin. Pada kasus ini dapat
menyebabkan kematian dikarenakan aksi uterus yang tidak terkoordinir.
Plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2 sehingga
mempunyai resiko asfiksia sampai kematian janin dalam rahim. Makin
menurunnya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan
pertumbuhan janin makin berkurang, air ketuban berkurang dan makin
kental, sebagian janin bertambah berat sehingga memerlukan tindakan
persalinan, berkurangnya nutrisi dan O2 menimbulkan asfiksia setiap saat
dan dapat meninggal dalam rahim (Widjanarko, 2009).

kehamilan

aterm (normal) Postterm (patologis)

progesteron turun, progesteron tidak


oksitosin naik turun, oksitosin tidak
naik
terjadi tidak ada kontraksi
kontraksi uterus
uterus

penipisan
dan tidak ada penipisan
pembukaan dan pembukaan
serviks
persalinan tidak ada tanda-tanda
persalinan
pervaginam

Gambar 2.1 Bagan Patofisiologi Kehamilan Postdate

Sumber: Varney (2007)

2) Oligohidramnion adalah kondisi ibu hamil yang memiliki terlalu sedikit air
ketuban, indeks AF kurang dari 5cm. Diagnosis oligohidramnion sebagai
tidak adanya kantong cairan dengan kedalaman 2-3 cm, atau volume cairan
kurang dari 500 mL. Kejadian oligohidramnion adalah 60,0% pada
primigravida (Mohamed, 2015). Cairan ketuban merupakan predictor janin
terhadap persalinan, dan apabila menurun berkaitan dengan peningkatan
resiko dari denyut jantung janin dan meconium serta menyebabkan bayi tidak
memiliki bantalan pada dinding rahim (Lumentut, 2015). Oleh karena
meningkatnya komplikasi intrapartum maka angka kejadian seksio sesarea
juga ikut meningkat.
3) Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan
37 disebut ketuban pecah dini pada kehamilan premature. Selaput ketuban
pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang
menyebakan selaput ketuban inferior rapuh, bukan seluruh selaput ketuban
rapuh (Prawirohardjo, 2011). Hal ini merupakan masalah yang memerlukan
perhatian khusus, karena risiko ketuban pecah dini dapat menimbulkan
beberapa masalah bagi ibu maupun bagi janin. Bagi ibu dapat menyebabkan
infeksi intrapartal (dalam pesalinan), infeksi masa nifas, partus lama,
perdarahan postpartum, morbiditas, mortalitas maternal. Sedangkan bagi bayi
dapat menyebabkan prematuritas, prolaps tali pusat, morbiditas dan
mortalitas perinatal (Fadlun dan Feryanto, 2012).
4) Cairan amnion
Cairan amnion merupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi
sekaligus menunjang pertumbuhan. Osmolalitas, kadar natrium, ureum,
kreatinin tidak berbeda dengan kadar pada serum ibu, artinya kadar dicairan
amnion merupakan hasil difusi dari ibunya. Cairan amnion mengandung
banyak sel janin (lanugo, vernik kaseosa). Fungsi cairan amnion yang juga
penting ialah menghambat bakteri karena mengandung zat seperti fosfat dan
seng (Prawirohardjo, 2010:155).
Cairan ketuban mempunyai peranan yang sangat penting bagi
perkembangan dan pertumbuhan janin. Kelainan jumlah cairan ketuban dapat
terjadi, dan seringkali merupakan pertanda yang paling awal terlihat pada
janin yang mengalami gangguan. Di pihak lain, kelainan jumlah cairan
ketuban dapat menimbulkan gangguan pada janin, seperti hipoplasia paru,
deformitas janin, kompresi tali pusat, pertumbuhan janin terhambat (PJT),
prematuritas, kelainan letak dan kematian janin. Oleh sebab itu, kelainan
jumlah amnion yang terjadi oleh sebab apapun akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas (Wiknosastro, 2009:267).
a) Komposisi air ketuban
Air ketuban merupakan ultrafiltrasi dari plasma maternal dan dibentuk
oleh sel amnionnya. Pada trimester II kehamilan, air ketuban dibentuk
oleh difusi ekstraseluler melalui kulit janin sehingga komposisinya
mirip dengan plasma janin. Selanjutnya, setelah trimester II, terjadi
pembentukan zat tanduk kulit janin dan menghalangi difusi plasma
janin sehingga sebagian besar air ketubannya dibentuk oleh:
 Sel amnionnya
 Air kencing janin
Ginjal janin mulai mengeluarkan urin sejak 12 minggu dan setelah
mencapai usia 18 minggu sudah dapat mengeluarkan urin sebanyak 7-14
cc/hari. Janin aterm mengeluarkan urin 27 cc/jam atau 650 cc dalam
sehari (Manuaba, dkk, 2007:500)
Menurut Manuaba, dkk (2007:500) komposisi yang membentuk air
ketuban adalah: Bertambahnya air ketuban bukan merupakan kenaikan
linier tetapi bervariasi sebagai berikut:
 Bertambah 10 cc, sampai usia 8 minggu
 Bertambah 60 cc, sampai usia 21 minggu
 Terjadi penurunan produksi sampai usia hamil 33 minggu
 Pertambahan tetap sampai usia aterm dan mencapai jumlah
sekitar 800-1500 cc
 Melewati usia kehamilan 42 minggu, terjadi penurunan sekitar
150 cc/minggu sehingga terjadi oligohidramnion
Setelah usia kehamilan melebihi 12 minggu,yang ikut
membentuk air ketuban yaitu:
a) Ginjal janin sehingga dijumpai:
 Urea
 Kreatinin
 Asam urat
b) Deskuamasi kulit janin
 Rambut lanugo
 Vernik kaseosa
 Sekresi dari paru janin
 Transudat dari permukaan amnion plasenta
Komposisinya mirip plasma maternal, komposisi umum air ketuban
yaitu:
 Air sekitar 99%
 Bahan sekitar organik 1%
 Berat jenis 1007-1008 gram
a) Hormonal atau zat mirip hormon dalam air ketuban
Epidermal Growth Faktor (EGF) dan EGF Like Growth Faktor
dalam bentuk Transforming Growth Faktor alfa. Fungsi kedua
hormon ini ikut serta menumbuh- kembangkan paru janin dan
sistem gastrointestinalnya
b) Parathyroid Hormone-related Protein (PTH-rP) dan endothelin-1
berfungsi untuk memberikan rangsangan pembentukan surfaktan
yang sangat bermanfaat saat bayi mulai bernapas diluar
kandungan. Air ketuban dapat digunakan untuk melakukan
evaluasi tentang kelainan kongenital janin, gangguan tumbuh
kembang janin intrauteri, kematangan paru, kemungkinan terjadi
infeksi intrauteri, asfiksia janin intrauteri-bercampur mekonium,
cairan amnion diambil melalui amniosentesis.
c) Sirkulasi air ketuban janin
Sirkulasi air ketuban sangat penting artinya sehingga jumlahnya
dapat dipertahankan dengan tetap. Pengaturannya dilakukan oleh
tiga komponen penting sebagai berikut:
 Produksi yang dihasilkan oleh sel amnion
 Jumlah produksi air kencing
 Jumlah air ketuban yang ditelan janin
Setelah trimester II sirkulasinya makin meningkat sesuai
dengan tuanya kehamilan sehingga mendekati aterm
mencapai 500 cc/hari. (Manuaba, dkk, 2007:500)
5) Seksio sesarea
a. Pengertian
Seksio sesarea merupakan suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram
(Wiknjosastro, dkk 2005:133).
b. Jenis
1) Seksio sesarea klasik: pembedahan secara sanger
2) Seksio sesarea transperitoneal profunda (supra
servikalis = lower segmen caesarean section)
3) Seksio sesarea diikuti dengan histerektomi
(caerarean hysterectomy = seksio histerektomi)
4) Seksio sesarea ekstraperitoneal
5) Seksio sesarea vaginal (Wiknjosastro, dkk 2005:133)

c. Indikasi
Menurut Wiknjosastro, dkk (2005:133-134) indikasi yaitu:
1) Indikasi ibu
a) Panggul sempit
b) Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
c) Stenosis serviks/vagina
d) Plasenta previa
e) Disproporsi sefalopelvik
f) Ruptura uteri
2) Indikasi janin
a) Kelainan letak
b) Gawat janin
Pada umumnya seksio sesarea tidak dilakukan pada:
a) Janin mati
b) Syok, anemia berat sebelum diatasi
c) Kelainan kongenital berat (monster)
3) Prosedur
Menurut Wiknjosastro, dkk (2005:134) tehnik seksio sesarea klasik
:
a) Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan
lapangan operasi dipersempit dengan kain steril
b) Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis
± 12 cm sampai di bawah umbilikus lais demi lapis hingga
kavum peritoneal terbuka
c) Dalam rongga perut disekitar rahim dilingkari dengan kasa
laparatomi
d) Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas rahim
(SAR), kemudian diperlebar secara sagital dengan gunting
e) Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan.
f) Janin dilahirkan dengan kepala dahulu dan mendorong fundus
uteri. Setelah janin lahir seluruhnya, tali pusat dijepit dan
dipotong diantara kedua jepitan
g) Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntik 10 IU oksitosin
secara Intra muscular
h) Luka insisi SAR dijahit kembali
Lapisan I : endometrium bersama miometrium dijahit secara
jelujur dengan benang catgut chromik
Lapisan II : hanya miometrium saja dijahit secara simpul
(berhubung otot SAR sangat tebal) dengan catgut
chromik
Lapisan III: perimetrium saja, dijahit secara simpul dengan
benang catgut biasa
i) Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya
luka dinding perut dijahit

5) Oligohidramnion
a) Pengertian
Oligohidramnion adalah air ketuban kurang dari 500 cc.
Oligohidramnion kurang baik untuk pertumbuhan janin karena
pertumbuhan dapat terganggu oleh perlekatan antara janin dan amnion
atau karena janin mengalami tekanan dinding rahim (Sastrawinata, dkk,
2004:40).
Jika produksinya semakin berkurang, disebabkan beberapa hal
diantaranya: insufisiensi plasenta, kehamilan post term, gangguan organ
perkemihan-ginjal, janin terlalau banyak minum sehingga dapat
menimbulkan makin berkurangnya jumlah air ketuban intrauteri
“oligohidramnion” dengan kriteria :
 Jumlah kurang dari 500 cc
 Kental
 Bercampur mekonium (Manuaba, dkk, 2007:500)
b) Etiologi
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum
diketahui. Beberapa keadaan berhubungan dengan oligohidramnion
hampir selalu berhubungan dengan obsrtuksi saluran traktus urinarius
janin atau renal agenesis (Khumaira, 2012:188).
Oligohidramnion harus dicurigai jika tinggi fundus uteri lebih
rendah secara bermakna dibandingan yang diharapkan pada usia
gestasi tersebut. Penyebab oligohidramnion adalah absorpsi atau
kehilangan cairan yang meningkat ketuban pecah dini menyebabkan
50 % kasus oligohidramnion, penurunan produksi cairan amnion yakni
kelainan ginjal kongenital akan menurunkan keluaran ginjal janin
obstruksi pintu keluar kandung kemih atau uretra akan menurunkan
keluaran urin dengan cara sama (Rukiyah dan Yulianti, 2010:232).
Sebab oligohidramnion secara primer karena pertumbuhan amnion yang
kurang baik, sedangkan secara sekunder yaitu ketuban pecah dini (Marmi, ddk,
2011:111)
c) Patofisiologis
Pecahnya membran adalah penyebab paling umum dari
oligohidramnion.Namun, tidak adanya produksi urine janin atau
penyumbatan pada saluran kemih janin dapat juga menyebabkan
oligohidramnion. Janin yang menelan cairan amnion, yang terjadi secara
fisiologis, juga mengurangi jumlah cairan.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion
adalah kelainan kongenital, Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT),
ketuban pecah, kehamilan postterm, insufiensi plasenta dan obat- obatan
(misalnya dari golongan antiprostaglandin). Kelainan kongenital yang
paling sering menimbulkan oligohidramnion adalah kelainan sistem
saluran kemih dan kelainan kromosom (Prawirohardjo, 2010:155).
Pada insufisiensi plasenta oleh sebab apapun akan menyebabkan
hipoksia janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronik akan memicu
mekanisme redistribusi darah. Salah satu dampaknya adalah terjadi
penurunan aliran darah ke ginjal, produksi urin berkurang dan terjadi
oligohidramnion (Prawirohardjo, 2010:269).
Penyebab

Penyumbat pada saluran kemih Membran ketuban


janin
Janin menelan cairan amnion

Pecah

Oligohidramnion

Bayi Ibu

Kelainan Hipoksia Janin Insufisiensi KPD


kongenital plasenta
PJT

Terjadi penurunan
aliran darah ke
ginjal
Produksi urin
berkurang

Oligohidramnion

Bagan 2.1 Patofisiologis


Prawirohardjo, 2010:269
d) Komplikasi oligohidramnion
Menurut Manuaba, dkk. (2007:500) Komplikasi oligohidramnion
dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Dari sudut maternal
Komplikasi oligohidramnion pada maternal tidak ada kecuali akibat
persalinannya oleh karena:
 Sebagian persalinannya dilakukannya dengan induksi
 Persalinan dilakukan dengan tindakan secsio sesaria
Dengan demikian komplikasi maternal adalah trias komplikasi
persalinan dengan tindakan perdarahan, infeksi, dan perlukaan jalan
lahir.
b. Komplikasi terhadap janinya
Oligohidramnionnya menyebabkan tekanan langsung
terhadapat janinnya:
 Deformitas janin adalah leher terlalu menekuk-miring
 Bentuk tulang kepala janin tidak bulat
 Deformitas ekstermitas
 Talipes kaki terpelintir keluar
Kompresi tali pusat langsung sehingga
dapat menimbulkan fetal distress
 Fetal distress menyebabkan makin terangsangnya nervus vagus
dengan dikeluarkannya mekonium semakin mengentalkan air
ketuban
 Oligohidramnion makin menekan dada sehingga saat lahir
terjadi kesulitan bernapas karena paru-paru mengalami
hipoplasia sampai atelektase paru
 Sirkulus yang sulit diatasinya ini akhirnya menyebabkan
kematian janin intrauterine
 Amniotic bandm Karena sedikitnya air ketuban, dapat
menyebabkan terjadinya hubungan langsung antara membran
dengan janin sehingga dapat menimbulkan gangguan tumbuh
kembang janin intrauterin. Dapat dijumpai ektermitas terputus
oleh karena hubungan atau ikatan dengan membrannya.
e) Diagnosis oligohidramnion
Untuk mengetahui oligohidramnion dengan jelas dapat dilakukan
tindakan “Amnioskopi” dengan alat khusus amnioskop. Indikasi
amnioskopi adalah:
 Usia kehamilan sudah diatas 37 minggu
 Terdapat preeklamsia-berat atau eklampsia
 Bad Obstetrics History
 Terdapat kemungkinan IUGR
 Kelainan ginjal
 Kehamilan post date
Komplikasi tindakan amnioskopi adalah:
 Terjadi persalinan premature
 Ketuban pecah-menimbulkan persalinan premature
 Terjadi perdarahan-perlukaan kanalis servikalis
 Terjadi infeksi asendens
Tehnik diagnosis oligohidramnion dapat mempergunakan
Ultrasonografi yang dapat menentukan:
 Amniotic Fluid Index (AFI) kurang dari 5 cm
 AFI kurang dari 3 cm disebut Moderate Oligohidramnion
 AFI kurang dari 2-1 cm disebut Severe Oligohidramnion (Manuaba,
dkk, 2007:501)
f) Gambaran klinis
Pada ibu yang mengalami oligohidramnion biasanya uterusnya
akan tampak lebih kecil dari usia kehamilan, ibu merasa nyeri di perut
pada setiap pergerakan anak, sering berakhir dengan partus prematurus,
bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar
lebih jelas, persalinan lebih lama biasanya, sewaktu ada his akan sakit
sekali, bila ketuban pecah air ketubannya sedikit sekali bahkan tidak
ada yang keluar dan dari hasil USG jumlah air ketuban kurang dari
500 ml (Rukiyah dan Yulianti, 2010:232-233).
g) Prognosis
Prognosis oligohidramnion tidak baik terutama untuk janin. Bila
terjadi kehamilan muda akan mengakibatkan gangguan bagi
pertumbuhan janin, bahkan bisa terjadi foetus papyreceous, yaitu picak
seperti kertas karena tekanan-tekanan. Bila terjadi pada kehamilan lanjut
akan terjadi cacat bawaan, cacat karena tekanan atau kulit menjadi tebal
dan kering. Selain itu, dapat mengakibatkan kelainan musculoskeletal
(Sistem otot) (Khumaira, 2012:189).
Oligohidramnion yang berkaitan dengan PPROM pada janin
kurang dari 24 minggu dapat mengakibatkan terjadinya hipoplasia paru-
paru. Ada tiga kemungkinan yang akan terjadi, yaitu:
 Kompresi toraks, mengakibatkan pengembangan dinding dada dan
paru-paru terhambat
 Terbatasnya pernapasan janin menurunkan pengembangan paru-
paru
 Terganggunya produksi serta aliran cairan paru-paru berakibat pada
pertumbuhan dan perkembangan paru-paru
(Khumaira, 2012:189).
h) Penatalaksanaan
Penanganan oligohidramnion bergantung pada situasi klinik dan
dilakukan pada fasilitas kesehatan yang lebih lengkap mengingat
prognosis janin yang tidak baik. Kompresi tali pusat selama proses
persalinan biasa terjadi pada oligohidramnion, oleh karena itu persalinan
dengan sectio caesarea merupakan pilihan terbaik pada kasus
oligohidramnion (Khumaira, 2012:189).
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2010:233) Penatalaksanaan pada
ibu dengan oligohidramnion yaitu :
 Tirah baring
 Hidrasi dengan kecukupan cairan
 Perbaikan nutrisi
 Pemantauan kesejahteraan janin (hitung pergerakan janin)
 Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion
Pathway oligohidramnion

Gambaran klinis: Etiologi:

Uterusnya akan tampak lebih Oligohidramnion Insufisiensi plasenta


kecil dari usia kehamilan Kehamilan post term
Ibu merasa nyeri di perut pada Kelainan kongenital
setiap pergerakan janin
DJJ sudah terdengar pada bulan
ke lima dan lebih jelas

Umur kehamilan

Belum aterm Aterm

a. Tirah baring
b. Hidrasi dengan Induksi persalinan Operatif dengan SC
kecukupan cairan
c. Perbaikan nutrisi
d. Pemantauan
kesejahteraan a. Kesejahteraa
Berhasil
janin n janin buruk
b. Fetal distres
Spontan VE, c. Induksi gagal
Forsep
Bagan 2.1Pathway
Bagan 2.1 Pathway Oligohidramnion
Oligohidramnion
Sumber. Khumaira, 2012:188, Rukiyah, 2010: 232-233 dan
Manuaba, dkk, 2007:500-501

E. Hasil yang didapatkan dilapangan


1. Kasus
Pada hari Selasa tanggal 27 April 2021 Ny. W (15.40.56) usia 31
tahun datang ke poli obsgyn RS PKU Aisyiyah Boyolali untuk periksa ke
dokter spesialis kandungan. Pasien melakukan pemeriksaan kehamilan
+4
G2P1A0 usia kehamilan 38 minggu. Dengan keluhan pembukaan 1 dan
tidak maju-maju , dilakukan USG janin masuk PAP,posisi panggul ibu
sempit, ibu mengatakan sejak pagi cairan merembes keluar. Pasien
disarankan untuk dilakukan operasi.
2. Pengkajian
Hari, tanggal : Selasa, 27 April 2021
Pukul : 10.00 WIB
Sumber data : Pasien, keluarga pasien dan status pasien
Metode : Anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik
a. Identitas pasien
a) Nama : Ny. W
b) Nomor RM : 15.40.56
c) Tanggal lahir : 26 Januari 1990
d) Usia : 31 tahun
e) Alamat : Boyolali
f) Pendidikan : SMA
g) Pekerjaan : Ibu rumah tangga
h) Agama : Islam
i) Jaminan : Umum
b. Identitas penanggung jawab
a) Nama : Tn. J
b) Usia : 36 tahun
c) Alamat : Musuk, Boyolali
d) Pendidikan : SMA
e) Pekerjaan : swasta
f) Hubungan dg pasien : suami
c. Status kesehatan saat ini
a) Alasan dirawat
Pasien direncanakan untuk menjalani operasi saecar.
b) Keluhan utama
Keluar cairan merembes, pembukaan 1 sejak pagi tidak bertambah
dan usia kehamilan yang sudah post date.
c) Lama keluhan
Keluhan sudah dirasakan sejak pagi.
d) Riwayat reproduksi
1) Riwayat menstruasi
2) Riwayat pernikahan
Pasien menikah 1 kali pada tahun 1994
3) Riwayat persalinan sebelumnya
Pasien pernah hamil satu kali dan melahirkan secara spontan
bayi laki-laki dengan berat 2800 gram.
4) Riwayat KB: Pasien menggunakan KB suntik 3 bulan.
5) Riwayat gangguan reproduksi: tidak ada gangguan pada
system reproduksi.
e) Diagnosis medis
Post date oligohidroamnion
d. Riwayat Kesehatan dahulu
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, DM,
maupun jantung. Pasien mengatakan keluarga tidak ada yang menderita
penyakit keganasan. Pasien juga mengatakan tidak memiliki riwayat
alergi obat maupun makanan.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit keluarga dan keturunan ibu mengatakan tidak pernah
menderita penyakit keluarga dan keturunan seperti penyakit jantung,
hipertensi, diabetes mellitus dan gemelli.
f. Riwayat kehamilan sekarang
Hari pertama haid terakhir 05-07-2020, Taksiran persalinan 27-04-
2021, ANC 4x di poli kebidanan dan USG 2x. Keluhan Trimester I
mual, muntah, Trimester II pusing, Trimester III sering
kencing,Pergerakan janin pertama kali dirasakan oleh ibu pada usia
kehamilan 5 bulan (20 minggu), Pergerakan janin dalam 24 jam
terakhir :dirasakan kuat oleh ibu (>20x dalam sehari), Aktivitas sehari-
hari Istirahat siang tidur siang pukul 13.00-14.00 (± 1 jam),malam tidur
malam pukul 21.00 (± 8-9 jam),
g. Riwayat kesehatan reproduksi
Pekerjaan ibu rutin mengerjakan pekerjaan rumah tangga, pola
Seksualitas 3x seminggu (umur kehamilan dibawah 4 bulan), Pola
Nutrisi makan dan minum terakhir pukul 10.00 wib, nasi, ikan, sayur,
porsi sedang dihabiskan dan minum air putih. Pola eliminasi (BAK)
sering BAK sedikit-sedikit. BAB 1x Pagi Pukul 00.30 wib.
h. Riwayat sosial
menurut ibu kehamilan ini sangat di inginkan. Jenis kelamin yang
diharapkan Laki-laki. Status perkawinan Sah, menikah 1 kali, lamanya
1 tahun, ibu menikah umur 24 tahun dan suami umur 28 tahun.
Pengambil keputusan suami dan istri, jumlah keluarga yang tinggal
serumah 3 orang (ibu, kakak, dan keponakan). Psikologi ibu merasa
gelisah dan cemas menanti proses persalinannya.
i. Pemeriksaan fisik (pre operasi histerektomi)
a) Keadaan umum : baik
b) Kesadaran : compos mentis
c) Tanda vital
 TD: 129/90 mmHg
 N: 90 x/menit
 RR: 18 x/menit
 S: 36,4 0C
d) Pemeriksaan head to toe
 Kepala : bentuk kepala bulat, simetris, distribusi rambut
merata, warna rambut hitam, tidak rontok, tidak tampak jejas
maupun luka pada area sekitar wajah, tidak ada deformitas
bentuk wajah, wajah kemerahan dan berkeringat.
 Mata : bentuk normal, posisi mata simetris kanan kiri,
konjungtiva anemis, sklera putih tidak ikhterik, reflek cahaya
+/+, besar pupil kanan 3cm, kiri 3cm, tidak ada katarak, warna
mata hitam.
 Hidung : bentuk mancung, simetris, tidak ada deformitas, tidak
ada cairan yang keluar dari hidung, tidak ada sekret, tidak ada
sinus dan tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa.
 Mulut : bentuk normal, bibir kering, bentuk simetris, warna
pink kemerahan, tidak ada stomatitis, tidak ada lesi, mukosa
mulut lembab, tidak ada perdarahan gusi, gigi jumlah lengkap,
tidak ada caries, lidah warna pink, tidak ada lesi.
 Telinga : bentuk normal, posisi simetris kanan kiri, tidak ada
cairan keluar dari telinga, bersih, tidak ada nyeri tekan,
pendengaran baik, tidak ada pembesaran kelenjar limfa di
belakang telinga.
 Leher : bentuk normal, simetris, tidak ada benjolan,
pembekakan maupun massa pada area leher, tidak ada kaku
kuduk, tidak ada peningkatan JVP.
1) Dada/thorax :
(1) Paru-paru
 Inspeksi : bentuk dada normal, simetris, tidak ada jejas,
tidak ada lesi, laju napas teratur, tidak tampak
peningkatan WOB maupun retraksi dada, RR 20
x/menit.
 Palpasi : gerakan napas teratur, pergerakan dada
simetris, taktil fremitus teraba normal di seluruh lapang
paru, tidak ada krepitasi, tidak ada nyeri tekan, tidak
ada massa.
 Perkusi : suara sonor pada area lapang paru.
 Auskultasi : suara paru vesikuler kanan kiri.
2) Perut/abdomen :
 Dilakukan pemeriksan leopold .posisi kepala
dibawah sudah masuk pap, panggul sempit
 Dilakukan USG cairan ketuban sudah sedikit,
bentuk panggul ibu sempit.
3) Genetalia : tidak terpasang DC
4) Kulit : warna kulit sawo matang, kulit teraba hangat, tekstur
kenyal, lembab, tidak ada piting edema, turgor kulit baik.
5) Kuku : CRT < 2 detik, tidak ada clubbing finger, tidak ada
sianosis
j. Hasil pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Hasil
Hb 11,2 g/Dl
Leukosit 9,4 ribu
Trombosit 283 ribu
Hematokrit 26 %
Golongan darah B
HbsAg Negatif
Anti HIV Non-reaktif
CT 5 menit
BT 2 menit
Antigen SARS COV2 Negatif
a. Pengkajian tingkat nyeri ( PQRST) post operasi SC
a) Provokes and Palliates (P)
Pasien mengeluh nyeri terutama saat bergerak pada daerah jahitan
operasi.
b) Quality (Q)
Pasien mengatakan nyeri terasa berdenyut.
c) Region and Radiation (R)
Pasien mengatakan lokasi nyeri pada area luka operasi
d) Severity and Scale (S)
Skala nyeri 6
e) Time (T)
Intensitas nyeri dirasakan sejak setelah hilang pengaruh anastesi.
b. Terapi medis :
Pre SC
a) Infus Aserin 1 kolf
b) Ambacim 2 mg dimasukan ke NaCl 100 ml
c) Inj. Esome /8 jam
d) Granisentron /8 jam
Post SC
e) Ringer laktat
f) Santagesik/antalgin
g) Asam tranexsamat 500mg/8jam
h) Ranitidine / 8 jam
i) dexketoprofen) 50mg/8jam
j) astrex 500 mg / 8 jam
pulang
k) bionemi
l) sefa/clanexsi 2x1
m) antalgin 3x1
n) nanomi 2x1
b. Data fokus
Data Subjektif Data Objektif
1. Pasien mengatakan lemas 1. KU lemah, kesadaran CM
Pasien mengatakan nyeri pada 2. TTV : TD : 128/77 mmHg; N : 87
area operasi; (P) nyeri x/mnt; R : 22 x/mnt; S : 35 0C
dirasakan terutama saat 3. Konjungtiva anemis
bergerak; (Q) terasa seperti 4. Wajah tampak pucat
berdenyut; (R) pada area 5. Terpasang infus RL 20 tpm
operasi; (S) skala nyeri 6; (T) 6. Terpasang DC no. 16
Intensitas nyeri dirasakan 7. Terdapat luka post operasi di
sejak setelah hilang pengaruh abdomen, tertutup kassa, tidak rembes
anastesi. 8. Hb : 11,2 g/dl
9. Leukosit : 14,7 ribu

c. Analisis data
No Data Etiologi Problem
1. DS : Pasien mengatakan nyeri Agen pencedera D.0077 Nyeri
pada area operasi; (P) nyeri fisik (prosedur akut
dirasakan terutama saat operasi)
bergerak; (Q) terasa seperti
berdenyut; (R) pada area
operasi; (S) skala nyeri 4; (T)
Intensitas nyeri dirasakan
sejak setelah hilang pengaruh
anastesi.

DO :
- KU lemah
- Terdapat luka post
operasi di abdomen,
tertutup kassa, tidak
rembes

2. DS : Pasien mengatakan Tindakan D.0012 Risiko


lemas pembedahan perdarahan
DO :
- KU lemah
- Konjungtiva anemis
- Wajah tampak pucat
- Terdapat luka post
operasi di abdomen,
tertutup kassa, tidak
rembes
- Hb : 11,2 g/dl
Diagnosis keperawatan berdasarkan prioritas :
a) D.0077 Nyeri akut b.d. agen pencedera fisik (prosedur operasi)
dibuktikan dengan pasien mengatakan nyeri pada area operasi; (P)
nyeri dirasakan terutama saat bergerak; (Q) terasa seperti berdenyut;
(R) pada area operasi; (S) skala nyeri 4; (T) nyeri dirasakan sejak
hilang pengaruh anastesi; terdapat luka post operasi di abdomen,
tertutup kassa, tidak rembes
b) D.0012 Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan
dibuktikan dengan konjungtiva anemis; wajah tampak pucat; terdapat
luka post operasi di abdomen, tertutup kassa, tidak rembes; Hb : 11,2
g/dl
d. Rencana keperawatan
DIAGNOSIS
NO. KRITERIA HASIL (LUARAN) INTERVENSI
KEPERAWATAN

1. D.0077 Nyeri akut L.08066 Tingkat nyeri 1. I.08238 Manajemen nyeri


b.d. agen pencedera Setelah dilakukan intervensi a. Lakukan pemeriksaan fisik head to toe
fisik (prosedur keperawatan selama 2x24 jam, b. Identifikasi lokasi, karakeristik, durasi, frekuensi, kualitas,
operasi) diharapkan tingkat nyeri menurun intensitas nyeri
dengan kriteria hasil : c. Identifikasi skala nyeri
a. Keluhan nyeri menurun d. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
b. Meringis menurun e. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
c. Sikap protektif menurun f. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
d. Gelisah menurun g. Fasilitasi istirahat dan tidur
e. Kesulitan tidur menurun h. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
f. Frekuensi nadi menurun i. Kolaborasi pemberian analgetik kalau perlu
g. Perasaan takut mengalami
cedera berulang menurun 2. I.08243 Pemberian analgesik
a. Identifikasi riwayat alergi obat
b. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
analgesik
c. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
d. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik sesuai indikasi
2. D.0012 Risiko L.02017 Tingkat perdarahan 1. I.02067 Pencegahan perdarahan
perdarahan Setelah dilakukan intervensi a. Monitor tanda dan gejala perdarahan
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam, b. Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah
tindakan diharapkan tingkat perdarahan kehilangan darah
pembedahan menurun dengan kriteria hasil : c. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
a. Membran mukosa lembab d. Monitor koagulasi
meningkat e. Pertahankan bedrest selama perdarahan
b. Kelembapan kulit membaik f. Batasi tindakan invasif
c. Hemoglobin meningkat g. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
d. Hematokrit meningkat h. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan
i. Kolaborasi pemberian produk darah
e. Implementasi dan evaluasi keperawatan
Hari,
No
Tanggal, Implementasi Evaluasi
Dx
Jam
Selasa, 1, 2, -Mengobservasi S:
27 April 3 KU dan keluhan - Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi, skala
2021 pasien nyeri 6
15.00 -Melakukan O:
pengukuran TTV - KU baik
- - Pasien kooperatif
- TTV : TD 123/76 mmHg; N 87 x/mnt; R 22 x/mnt; S
36,5 0C
- Terpasang infus RL kolf ke II 30 tpm di tangan kiri
- Terpasang DC no. 16
- Terdapat luka post operasi di abdomen, tertutup kassa,
tidak rembes
A:
- D.0077 Nyeri akut b.d. agen pencedera fisik (prosedur
operasi)
- D.0012 Risiko perdarahan b.d. tindakan pembedahan
teratasi sebagian
P:
- Monitor tingkat nyeri
- Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
- Kolaborasi terapi analgetik
16.00 2 - Memberikan S:
injeksi - Pasien mengatakan bersedia diberikan obat
ranitidine 50mg O:
dan injeksi - Terpasang infus RL 20 tpm di tangan kiri
asam - Terpasang DC no. 16
traneksamat - Terdapat luka post operasi di abdomen, tertutup kassa,
500mg IV tidak rembes
(sediaan injeksi A :
tofedex - D.0012 Risiko perdarahan b.d. tindakan pembedahan
(dexketoprofen) teratasi sebagian
50mg di P :
kosong) Observasi tanda-tanda vital
- Mengganti infus
NaCl 0,9%
dengan RL 20
tpm

B. Pembahasan
post date oligohidroamnion adalah kondisi dimana usia kehamilan sudah
melewati tanggal kelahiran dan air air ketuban merembes pada kasus pasien diatas
diamana pembukaan 1 dan tidak maju-maju dengan kondisi cairan ketuban yang
sedikit harus segera ditangani jika tidak maka dapat menyebabkan masalah pada
persalinan.
Adapun pada kasus diatas dilihat pada umur kehamilan yang sudah aterm
maka dapat dilakukan 2 metode yaitu dengan induksi persalinan dan dengan SC
walaupun semua memiliki keuntungan dan kerugian. Adapun jika dilakukan
persalinan secara normal harus melihat beberapa hal yaitu:
a. tenaga yang mendorong anak (Power)
Kekuatan yang mendorong janin keluar (power) terdiri dari :
1) His (kontraksi otot uterus)
His adalah kontraksi otot –otot rahim pada persalinan yang terdiri dari
kontraksi otot dinding perut, kontraksi diagfragma felvis atau kekuatan
yang mengejan dan kontraksi ligamentum rotundum (Indrayani, 2013).His
adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka
dan mendorong janin kebawah. Pada presentasi kepala, dila his sudah
cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk kedalam rongga panggul
(Prawirohardjo, 2014).
2) Tenaga mengejan
Power atau tenaga yang mendorong anak keluar. Uterus berkontraksi
karena otot-otot polos rahim bekerja dengan baik dan sempurna dengan
sifat–sifat: Kontraksi simetris, fundus dominan, relaksasi, involunter
(terjadi diluar kehendak), intermitten (terjadi secara berkala), terasa sakit,
terkordinasi, kadang dapat dipengaruhi dari luar secara fisik, Kimia, dan
psikisis.
b. Jalan lahir (passage way)
Passage way merupakan jalan lahir dalam persalinan keadaan
segmen atas dan segmen bawah rahim pada persalinan memegang peran
yang aktif karena kontraksi dan dindingnya bertambah tebal dengan majunya
persalinan. Sebaliknya segmen bawah rahim memegang peran dan makin tipis
dengan majunya persalinan karena peregangan. Jalan lahir terdiri dari pelvis dan
jaringan lunak serviks, dasar panggul, vagina dan introitus (bagian luar/lubang
vagina).
c. Janin (Passanger)
Janin atau passanger bergerak sepanjang jalan lahir akibat interaksi beberapa
faktor, diantaranya: ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap dan posisi janin
karena plasenta dan air ketuban yang harus melewati jalan lahir, maka dianggap
sebagai bagian dari passanger yang menyertai janin. Namun plasenta dan air
ketuban jarang menghambat persalinan pada kehamilan normal (Indrayani,
2013).
d. Posisi (position)
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan perslinan anatomi dan fisiologi
persalinan. Posisi tegak member sejumlah keuntungan. Mengubah posisi
membuat rasa letih hilang member rasa nyaman dan melancarkan sirkulasi darah.
Posisi tegak meliputi posisi berdiri, berjalan, duduk, dan jongkok. Posisi tegak
memungkinkan gaya gravitasi untuk penurunan bagian terendah janin. Kontraksi
uterus lebih kuat dan lebih efisien untuk membantu penipisan dan dilatasi serviks
sehingga persalinan lebih cepat.posisi tegak dapat mengurangi insidensi
penekanan tali pusat (Indrayani,2013)
e. Psikologi (Psycology)
Tingkat kecemasan wanita selama bersalin akan meningkat jika wanita
tersebut tidak memahami apa yang terjadi dengan dirinya, ibu akan
mengutarakan kekhawatirannya jika ditanya. Perilaku dan penampilan
wanita serta pasangannya merupakan petunjuk berharga jenis dukungan
yang akan diperlukannya. Membantu wanita dalam berpartisipasi sejauh
yang diinginkan dalam melahirkan, memenuhi harapan wanita akan hasil
akhir persalinan. Dukungan psikologis dari orang-orang terdekat yang
membantu melancarkan proses persalinan yang sedang berlansung.
Tindakan mengupayakan rasa nyaman dengan menciptakan suasana
nyaman, dan memberikan sentuhan (Indrayani, 2013).
Adapun jika dilakukan induksi persalinan tidak selamanya berhasil
mengeluarkan onset persalinan secara pervaginam. Menurut Ryan, Mc Carthy
, Mc Dermott et al, induksi persalinan kadang kala dapat pula berakhir dengan
kegagalan sehingga resiko terjadi persalinan operatif meningkat secara positif
dibandingkan dengan persalinan spontan (Ryan, Mc Carthy; 2016, Mc Dermott
et al, 2005). Resiko lainya dapat terjadi kelelahan otot miometrium (atonia
uteri), hiperstimulasi uterus, infeksi, ruptur uteri, solusio plasenta, prolaps tali
pusat, kelelahan ibu, solusio plasenta, hiponatremia, hemoragik post partum dan
cenderung emosional (Grobman et al, 2018; Prawirohardjo, Saifuddin, 2014;
Cunningham et al, 2001; WHO, 2011). Sedangkan resiko untuk bayinya adalah
terjadinya gawat janin dan meningkatnya bayi masuk NICU (Neonatus Intensif
Care Unit) (Gommers et al, 2017).
Kesuksesan induksi persalinan dapat dipengaruhi beberapa hal yaitu tingkat
kematangan serviks, paritas, BMI, usia ibu, perkiraan berat janin, dan diabetes
(WHO, 2014). Skor bishop dikembangkan pada tahun 1964 sebagai prediktor
untuk keberhasilan induksi. Sistem penilaian awal kematangan serviks
menggunakan 5 determinan (dilatasi, penipisan, penurunan, posisi, dan
konsistensi) yang mengaitkan nilai masing-masing determinan 0 hingga 2 atau 3
point (skor maksimal 13) (WHO, 2011). Bila terdapat seviks yang tidak matang,
maka persalinan pervaginam memiliki kemungkinan yang kecil untuk berhasil
(Lasmini et al, 2017).

C. Kesimpulan

D. Daftar Pustaka
Bujold, E., Blackwell, S. C., Hendler, I., Berman, S., Sorokin, Y. & Gauthier, R. J.
(2004). Modified Bishop's Score and Induction of Labor in Patients with a
Previous Cesarean Delivery. American Journal of Obstetrics and
Gynecology, 191, 1644-1648
Cunningham, G., Leveno, G., Hauth & Wenstrom. (2001). Obstetri
Williams,vol 2.Jakarta: EGC
Dania, H., Wahyono, D., & Retnowati, S. (2014). Perbandingan Efektivitas
Misoprostol Dosis 50 µG dan 100 µG terhadap Keberhasilan Kelahiran
Induksi di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pharmaciana, 4
Dinarti, R., Aryani, H., Nurhaeni, Chairani, & Tutiany. (2013). Dokumentasi
Keperawatan. Jakarta: CV Trans Info Media.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2010). Fundamental
Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik (7th ed). Jakarta: EGC.
Mubarak, W. I., Indrawati, L., & Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan.
Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.
Nanda Internasional. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC.
Ratih, L. M. D. (2019). Karya Tulis Ilmiah. 1–66. https://doi.org/.1037//0033-
2909.I26.1.78
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai