Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

POST SC ATAS INDIKASI KETUBAN PECAH DINI


NH0 P1A0
DI RUANG ANGGREK RSUD BANYUMAS

DISUSUN OLEH :

IKA RIZKY AGUSTIN YODYANTI

1811040073

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2018/2019
A. Sectio Caesarea

1. Pengertian Sectio Caesarea

Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak


pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn, 2010).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Amru
sofian, 2012).
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.
2. Jenis – jenis Sectio Caesarea

a. Sectio Caesarea klasik / korporal yaitu dengan melakukan sayatan


vertikal sehingga meungkinkan ruangan yang lebih baik untuk jalan
keluar bayi.
b. Sectio Caesarea Ismika / Profundal(low servical dengan insisi bawah
rahim). Dilakukan dengan sayatan melintang konkat pada segmen
bawah rahim
c. Sectio Caesarea ekstraperitonealis yaitu tanpa membuka peritoneum
parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal.
d. Sectio Caesarea vaginal

e. Histerektomi Caesarian

8
9

3. Indikasi Sectio Caesarea

Indikasi Sectio Caesarea dibedakan menjadi 3 macam (Rasyidi,


2009) yaitu indikasi mutlak, indikasi relatif dan indikasi sosial :
a. Indikasi mutlak

a. Indikasi Ibu

a) Panggul sempit absolut

b) Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang


adekuatnya stimulasi
c) Tumor – tumor jalan lahir yang menyebabkan obstruksi

d) Stenosis servik atau vagina

e) Plasenta previa

f) Disproporsi sefalopelfik

g) Rupture uteri membakar

b. Indikasi Janin

a) Kelainan letak

b) Gawat janin

c) Propapsus plasenta

d) Perkembangan bayi yang terhambat


10

e) Mencegah hipoksia janin misalnya karena preeklamsia

f) Bayi besar (Berat Badan Lahir lebih dari 4,2 kg)

b. Indiasi Relatif

1) Riwayat seksio sesarea sebelumnya

2) Presentasi bohong
11

3) Distosia

4) Fetal distress

5) Preeklamsia berat, penyakit kardoavaskuler dan diabetes

6) Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu

c. Indikasi Sosial

1) Wanita yang takut melahirkanberdasarkan pengalaman


sebelumnya.
2) Wanita yang ingin seksio sesarea eletif karena takut bayinya
mengalami cidera atau asfiksia selama persalinan atau mengurangi
kerusakan berdasarkan panggul.
3) Wanita yang takut terjadi perubahan pada tubuhnya atau sexuality
image setelah melahirkan.
4. Keuntungan Sectio Caesarea

Operasi Caesarea lebih aman dipilih dalam menjalani proses


persalinan karena telah menyelamatkan jiwa ibu yang mengalami kesulitan
melahirkan jalan lahir tidak teruji dengan dilakukannya sectio caesarea,
yaitu bilamana didiagnosa panggul sempit / fetal distress, didukung
dengan pelvimetri. Bagi ibu yang paranoid terhadap sakit, maka sectia
caesarea pilihan yang tepat dalam menjalani proses persalinan, karena
diberi anastesi / penghilang rasa sakit. (Fauzi, 2007)
5. Kerugian Sectio Caesarea

Operasi Sectio Caesarea merupakan prosedur medis yang mahal


dan mempunyai resiko, antara lain :
12

a. Bagi janin

Resiko Sectio Caesarea bagi janin menurut Dimas (2010) antara lain,
yaitu ;
1) gangguan pernafasan

2) rendahnya sistem kekebalan tubuh

3) rentan alergi

4) terpengaruh anastesi

5) minim peluang imsiasi menyusui dini

b. Resiko pada ibu

1) Resiko jangka pendek

a) Infeksi pada bekas jahitan

b) Infeksi rahim

c) Keloid

d) Cedera pembuluh darah

e) Cedera pada kandung kemih

f) Perdarahan

2) Resiko Jangka Panjang


13

a) pelekatan organ bagian dalam

b) Pembatasan kehamilan

3) Resiko Persalinan selanjutnya

a) Sobeknya jahitan rahim

b) Pengerasan plasenta
14

6. Penatalaksanaan Medis post op sectio caesarea secara singkat :

a. Awasi Tanda –Tanda Vital sampai pasien sadar

b. Mobilisasi decara dini dan bertahap

c. Atasi nyeri yang ada

d. Pemberian cairan dan diit

e. Jaga kebersihan luka operasi

f. Berikan obat antibiotik dan analgetik (Mochtar, 2002)

7. Discharge Planning

1. Dianjurkan jangan hamil selama kurang lebih satu tahun

2. Kehamilan selanjutnya hendaknya diawasi dengan pemeriksaan


antenatal yang baik
3. Dianjurkan untuk bersalin dirumah sakit yang benar

4. Lakukan perawatan post operasi sesuai arahan tenaga medis selama di


rumah
5. Jaga kebersihan diri

6. Konsumsi makanan yang bergizi dan istirahat yang cukup

8. Komplikasi

Komplikasi menurut (Mochtar, 2002)


15

a. Infeksi puerporeal (nifas)

1) Ringan, dengan kenaikan suhu beberapa hari saja

2) Sedang, dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehirasi


dan perut sedikit kembung
16

3) Berat, dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering
kita jumpai pada partus terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi
infeksi intrapartal karena ketuban telah pecah terlalu lama.
b. Perdarahan disebabkan karena :

1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka

2) Atonia uteri

3) Perdarahan pada plancental bled

c. Luka kandung kemih, emboli baru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonealisasi terlalu tinggi.
d. Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang

9. Etiologi

Tindakan operasi Sectio Caesare dilakukan apabila tidak


memungkinkan dilakukan persalinan pervagina karena mempunyai resiko
pada ibu dan janin. Dengan pertimbangan hal – hal yang perlu tindakan
sectio caesarea seperti proses persalinan lama / kegagalan proses
persalinan normal. (Saifudin, 2002).
17

10. Anatomi dan Fisiologi

Secara umum alat reproduksi wanita terbagi atas dua bagian

yaitu terdiri dari alat kelamin bagian dalam dan alat kelamin bagian
luar. (Manuaba, 2012).
1) Alat kelamin bagian dalam

a) Vagina (saluran senggama)

Vagina merupakan saluran muskula membranase yang


menghubungkan rahim dengan dunia luar, bagian ototnya
berasal dari otot levatorani dan otot sfingterani sehingga dapat
dikendalikan dan dilatih.
18

b) Rahim (Uterus)

Bentuk uterus seperti buah pir dengan berat sekitar 30


gram terletak dipanggul kecil diantara rektum (bagian usus
sebelum dubur) dan di depannya terletak kandung kemih.
c) Tuba Fallopi

Adalah saluran spermatozoa dan ovum, tempat


terjadinya pembuahan, menjadi saluran dan tempat
pertumbuhan hasil pembuahan sebelum mampu menanamkan
dari pada lapisan rahim.
d) Indung Telur (Ovarium)

Merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama


sehingga mempunyai dampak kewanitaan dalam pengaturan
proses menstruasi.
e) Parametrium

Merupakan lipatan peritonium dengan berbagai


penebalan yang menghubungkan rahim dengan tulang panggul.
19

f) Mons Veneris

Mons veneris disebut juga gunung venus,merupakan


bagian yang menonjol dibagian depan simfisis, terdiri dari
jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat. Setelah dewasa
tertutup oleh rambut yang bentuknya segitiga.
g) Bibir besar (labia mayora)

Labia mayora kelanjutan dari mons veneris, bentuknya


lonjong. Kedua bibir ini dibagian bawah bertemu membentuk
perineum. Permukaan terdiri dari :
(1) Bagian luar : tertutup rambut, yang merupakan kelanjutan
dari rambut pada mons veneris.
(2) Bagian dalam : tanpa rambut, merupakan selaput yang
mengandung kelenjar sebasea (lemak)
h) Bibir kecil (labia minora)

Merupakan lipatan di bagian dalam bibir besar, tanpa


rambut.
c) Klitoris

Merupakan bagian yang erektil, seperti penis pada pria,


mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf, sehingga
sangat sensitif saat berhubungan seks.
d) Vestibulum

Bagian kelamin ini dibatasi oleh kedua labia kanan –


kiri dan bagian atas oleh klitoris serta bagian belakang
pertemuan labia minora.
20

e) Himen

Himen merupakan selaput tipis yang menutupi sebagian


lubang vagina luar. Pada saat hubungan seks pertama himen
akan robek dan mengeuarkan darah. Setelah melahirkan himen
merupakan tojolan kecil yang disebut karunkule mirtiformis.
2) Konsep Nifas

a) Pengertian Nifas

Nifas adalah pemulihan kembali kondisi fisik dan


psiologis setelah kelahiran bayi dan pengeluaran plasenta. (Ball
1994,Hytten 1995). Yang diharapkan pada periode 6 minggu
setelah melahirkan adalah semua sistem dalam tubuh ibu akan
pulih dari berbagai pengaruh kehamilan dan kembali pada
keadaan sebelum hamil (Beischer dan Mackay 1986,
Curningham, et.,al, 1933).
Menurut Saifudin (2006) masa nifas adalah dimulai
setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat – alat kandungan
kembali seperti sebelum hamil. Masa yang berlangsung kira –
kira 6 minggu.
Pada kesimpulannya masa nifas adalah masa pulih
kembali organ –organ reproduksi seperti sebelum hamil,
dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir kira – kira setelah 6
minggu. Akan tetapi seluruh alat genetalia baru pulih setelah 3
bulan.
21

b) Tujuan Perawatan Masa Nifas

Asuhan masa nifas bertujuan menjaga kesehatan ibu


dan bayi baik fisik maupun psikis, melaksanakan skrining yang
komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau berujuk
jika terjadi komplikasi pada ibu dan bayi, memberikan
pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi,
keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi pada bayi,
perawatan bayi agar tetap sehat, dan memberikan pelayanan
keluarga berencana (KB) (Juraida dkk, 2013)
c) Perubahan fisiologis masa nifas

Menurut Prawirohardjo (2006) selama masa nifas ibu


akan mengalami beberapa perubahan pada tubuhnya, antara
lain :
(1) Retrogresif

Yaitu perubahan sistem reproduksi (involui/


pulihnya kembali kembali alat kandungan ke keadaan
sebelum hamil) dan sistemik.
(2) Uterus

Pada kala tiga TFU setinggu umbilikus dan beratnya


1000 gram. Selama 7 – 10 hari pertama mengalami involusi
dengan cepat. Post natal 12 hari sudah tidak dapat diraba
melalui abdomen, selama 6 minggu ukuran seperti sebelum
hamil setinggi 8 cm dengan berat 50 gram. Involusi
disebabkan oleh :
22

(a) Kontraki dan retaksi serabut otot uterus yang terus –


menerus sehingga terjadi kompresi pembuluh darah
yang menyebabkan anemia setempat dan akhirnya
menjadi iskemia,
(b) Otolisis

Sitoplasma yang berlebihan akan dicerna sendiri


sehingga tinggal jaringan fibro-elastik.
(c) Atrofi

Jaringan yang berproliferasi dengan adanya estrogen


kemudian mengalami atrofi akibat penghentian
produksi estrogen.
(3) Lochea

Yaitu darah dan jaringan desidua yang keluarnya


dari dalam uterus. Adapun jenis – jenis dari Lochea :
(a) Rubra (hari 1-4) jumlahnya sedang, berwarna merah,
terutama lendir dan darah.
(b) Sanguinolenta berwarna coklat, terdiri dari cairan
campur darah.
(c) Serosa (hari 4-8) jumlah berkurang dan berwarna merah
muda.
(d) Alba (8-14) jumlahnya sedikit, berwarna putih atau
hampir tidak berwarna.
23

(4) Servik

Setelah persalinan ostrium eksterna dapat dimasuki


2-3 jari tangan, setelah 6 minggu serviks menutup.
(5) Vulva dan Vagina

Beberapa hari setelah persalinan vulva dan vagina


dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu akan kembali
dlam keadaan tidak hamil.
(6) Perineum

Setelah melahirkan perineum menjadi kendor


karena terenggang oleh tekanan kepada tekanan bayi yang
bergerak maju. Pada post natal hari ke-6, sudah kembali
sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendor dari
pada keadaan sebelum melahirkan.
(7) Payudara

Menjadi lebih besar, lebih kencang, nyeri tekan


sebagai reaksi terhadap perubahan status hormonal serta
dimulainya laktasi.
(8) Traktus Urinarius

Buang air kecil sulit selama 24 jam pertama. Urin


dalam jumlah banyak dihasilkan dalam waktu 12-36 jam
post partum. Ureter akan kembali normal dalam waktu 6
minggu.
24

(9) Sistem Gastrointestinal

Konstipasi umumnya umumnya terjadi selama


periode pasca partum awal karena penurunan tonus otot,
rasa tidak nyaman pada perineum atau luka bekas jahitan,
dan kecemasan. Pada ibu yang habis melahirkan cepat
merasa lapar dan mentolenransi dengan diit yang ringan.
Kebanyakan ibu –ibu merasa lapar setelah pulih penuh dari
analgetik, anastesi dan kelelahan meminta makanan dengan
porsi dobel dan mengemil adalah umum.
(10) Sistem Kardiovaskuler

(a) Volume darah

Perubahan volume darah tergantung pada


beberapa fakta variable untuk contoh, kehilangan darah
secara persalinan.
(11) Hormonal

(a) Prolaktin : diproduksi hipofise anterior untuk


memproduksi ASI, meningkat saat putting dirangsang
oleh penghisapan bayi, menyebabkan amenorea.
(b) Oksitosin : merangsang kontraksi myoepitel sehingga
terjadi ejeksi dan ASI keluar, menyebabkan kontraksi
uterus yang membantu involusi dan mencegah
perdarahan post partum.
25

(12) Laktasi

Laktasi dapat diartikan pembentukan dan


pengeuaran air susu ibu. Laktasi terjadi pada organ
payudara yang terdiri dari15-24 lobus, dimana masing –
masing lobus terdiri dari sel – sel acini yang mampu
menghasilkan air susu ibu. Saluran pada masing – masing
lobus disebut duktur laktoferoton.
Keuntungan bayi dengan minum air susu ibu, air
susu ibu sesuai dengan kebutuhannya dan daya alat
pencernaan :
(a) Bebas dari kumsn penyakit

(b) Berisi zat – zat makanan, protein, mineral dan vitamin

– vitamin sesuai dengan kebutuhan anak untuk


pertumbuhannya.
(c) Bayi akan merasa aman dan tentram, merasa
mendapatkan perhatian dan kasih sayang.
Faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan
dan pengeluaran air susu ibu :
(a) Faktor anatomis dan buah dada

(b) Faktor fisiologis (hormon endokrin) makanan yang


dimakan ibu yang sedang menyusui tidak secara
langsung mempengaruhi kualitas air susu ibu.
(c) Faktor istirahat
26

(d) Faktor isapan anak

(e) Faktor obat – obatan

d) Perubahan Psikologis

Menurut Reva Rubin dan Stright (2004) ada 3 tahap transisi ke


peran menjadi orang tua selama periode pascapartum, yaitu :
1) Periode taking in

Selama 1-2 hari persalinan, sikap ibu pasif dan bergantung.


Keehatan ibu bergantung pada tanggung jawab orang lain untuk
kebutuhan akan rasa nyaman, istirahat, makan, dan kedekatan
hubungan keluarga.
2) Periode taking Hold

Periode ini berlangsung 2-4 hari setelah melahirkan. Ibu


menaruh perhatian pada kemampuannya untuk menjadi orang tua
yang berhasil dan menerima peningkatan tanggung jawab terhadap
bayinya.
3) Periode letting Go

Setelah kembali kerumah, ibu menerima tanggung jawab


unutk perawatan bayinya, ia harus berdaptasi terhadap kebutuhan
ketergantungan bayinya, dan beradaptasi terhadap penurunan
otonomi, kemandirian dan interaksi sosial.
27

A. DEFINISI
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban
sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah usia
gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes
(PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau preterm premature
rupture of membranes (PPROM) (Perkumpulan Obsterti dan Ginekologi Indonesia,
2016).
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai kebocoran spontan cairan dari
kantung amnion sebelum adanya tanda-tanda inpartu. Kejadian KPD dapat terjadi
sebelum atau sesudah masa kehamilan 40 minggu. Berdasarkan waktunya, KPD dapat
terjadi pada kehamilan preterm atau kehamilan kurang bulan terjadi sebelum minggu ke-
37 usia kehamilan, sedangkan pada kehamilan aterm atau kehamilan cukup bulan terjadi
setelah minggu ke-37 dari usia kehamilan (NL Rif’ati, 2018).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ketuban pecah dini adalah
pecahnya selaput ketuban sebelum muncul tanda-tanda persalinan. Berdasarkan
waktunya KPD dibagi menjadi preterm atau yang terjadi sebelum usia kehamilan 37
minggu, dan aterm yaitu KPD yang terjadi setelah usia kehamilan 37 minggu.

B. ETIOLOGI
Sebab-sebab terjadinya ketuban pecah dini antara lain :

1. Faktor maternal
a. Infeksi dari rahim, leher rahim, dan vagina seperti chlamydia, gonorrhea
b. Stress maternal
c. Malnutrisi (gizi buruk, kekurangan vitamin C)
d. Merokok
e. Telah menjalani operasi biopsi serviks
f. Memiliki riwayat KPD
g. Belum menikah
h. Status ekonomi rendah
i. Anemia
j. Trauma abdomen
28

k. Mengonsumsi narkoba
l. Genetik
2. Faktor uteroplasental
a. Uterus abnormal (misalnya septum uteri)
b. Plasenta abruption (cacat placenta)
c. Serviks insufisiensi
d. Peregangan uterus (hidramnion, kehamilan kembar)
e. Chorioamnionitis ( infeksi intra ketuban)
f. Infeksi karena transvaginal USG
g. Trombosis dan perdarahan desidua
3. Faktor fetal
a. Kehamilan kembar

C. FAKTOR RESIKO
Menurut Perkumpulan Obsterti dan Ginekologi Indonesia (2016), berbagai faktor resiko
yang berhubungan dengan kejadian KPD, khususnya pada kehamilan preterm antara lain:

1. Pasien dengan ras kulit hitam memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pasien yang memiliki ras kulit putih.
2. Status sosioekonomi rendah
3. Perokok
4. Mempunyai riwayat infeksi menular seksual
5. Memiliki riwayat persalinan prematur
6. Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya
7. Perdarahan pervaginam atau distensi uterus
8. Prosedur sirklase dan amniosintesis
9. Infeksi atau inflamasi koriodesidua
10. Penurunan jumlah kolagen dari membran amnion

Sedangkan prosedur yang dapat berakibat terjadinya KPD aterm antara lain sirklase
dan amniosentesis. Penurunan jumlah kolagen dari membran amnion juga diduga
merupakan faktor predisposisi KPD aterm.
29

D. TANDA DAN GEJALA


Menurut Sujiyatini, Muflidah dan Hidayat (2009) tanda yang terjadi pada KPD
adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Ketuban yang pecah ditandai
dengan adanya air yang mengalir dari vagina yang tidak bisa dibendung lagi.
Untuk membedakan antara air ketuban dengan air seni dapat diketahui dari bentuk
dan warnanya. Biasanya, air seni berwarna kekuning-kuningan dan bening, sedangkan air
ketuban keruh dan bercampur dengan lanugo (rambut halus dari janin) dan mengandung
fernik kaseosa (lemak pada kulit janin). Sebagai informasi cairan ketuban adalah cairan
putih jernih agak keruh kadang-kadang mengandung gumpalan halus lemak dan berbau
amis dan akan berubah warna jika diperiksa dengan kertas lakmus.

E. PATOFISIOLOGI
Menurut Manuaba (2009) mekanisme terjadinya KPD dimulai dengan terjadi
pembukaan premature serviks, lalu kulit ketuban mengalami devaskularisasi. Setelah
kulit ketuban mengalami devaskularisasi selanjutnya kulit ketuban mengalami nekrosis
sehingga jaringan ikat yang menyangga ketuban makin berkurang. Melemahnya daya
tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi yang mengeluarkan enzim yaitu enzim
proteolotik dan kolagenase yang diikuti oleh ketuban pecah spontan.
KPD biasanya terjadi karena berkurangnya kekuatan membran dan peningkatan
tekanan intra unterine ataupun karena sebab keduanya. Kemungkinan tekanan intauterine
yang kuat adalah penyebab dari KPD dan selaput ketuban yang tidak kuat dikarenakan
kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi akan mudah pecah dengan mengeluarkan air
ketuban. Hubungan serviks inkompeten dengan kejadian KPD adalah bahwa serviks yang
inkompeten adalah leher rahim yang tidak mempunyai kelenturan, sehingga tidak kuat
menahan kehamilan.
Selain infeksi dan tekanan intra uterin yang kuat, hubungan seksual pada
kehamilan tua berpengaruh terhadap terjadinya KPD karena pengaruh prostaglandin yang
terdapat dalam sperma dapat menimbulkan kontraksi, tetapi bisa juga karena faktor
trauma saat hubungan seksual. Pada kehamilan ganda dapat menyebabkan KPD karena
uterus meregang berlebihan yang disebabkan oleh besarnya janin, dua plasenta dan
jumlah air ketuban yang lebih banyak.
30

F. PATHWAY
TERLAMPIR

G. KOMPLIKASI

a. Komplikasi pada janin


Komplikasi yang sering terjadi pada janin karena KPD adalah sindrom distress
pernapasan dan prematuritas. Sindrom distress pernapasan terjadi karena pada ibu
dengan KPD mengalami oligohidramnion. Selain itu, komplikasi lain yang bisa
terjadi pada janin adalah prolap tali pusat dan kecacatan terutama pada KPD preterm.
b. Komplikasi pada ibu
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu karena KPD yang pertama adalah infeksi
sampai dengan sepsis. Yang kedua adalah peritonotis khususnya jika dilakukan
pembedahan dan juga bisa terjadi ruptur uteri karena air ketuban habis, sehingga tidak
ada pelindung antara janin dan uterus jika ada kontraksi sehingga uterus mudah
mengalami kerusakan (dalam Etik, 2010).

H. PENATALAKSANAAN
Berikut ini adalah tatalaksana yang dilakukan pada KPD berdasarkan masing-masing
kelompok usia kehamilan:

a. Ketuban Pecah Dini usia kehamilan <24 minggu


Pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu dengan KPD preterm didapatkan bahwa
morbiditas minor neonatus seperti hiperbilirubinemia dan takipnea transien lebih
besar apabila ibu melahirkan pada usia tersebut dibanding pada kelompok usia lahir
36 minggu. Morbiditas mayor seperti sindroma distress pernapasan dan perdarahan
intraventrikular tidak secara signifikan berbeda ( level of evidence III ). Pada saat ini,
penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan adalah pilihan yang lebih
baik. (Lieman JM 2005) Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 24 - 34 minggu. Pada
usia kehamilan antara 30-34 minggu, persalinan lebih baik daripada mempertahankan
kehamilan dalam menurunkan insiden korioamnionitis secara signifikan (p<0.05,
level of evidence Ib). Tetapi tidak ada perbedaan signifikan berdasarkan morbiditas
31

neonatus. Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa persalinan lebih baik
dibanding mempertahankan kehamilan.
b. Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 34-38 minggu
Pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, mempertahankan kehamilan akan
meningkatkan resiko korioamnionitis dan sepsis (level of evidence Ib). Tidak ada
perbedaan signifikan terhadap kejadian respiratory distress syndrome. Pada saat ini,
penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan lebih buruk dibanding
melakukan persalinan.
c. KPD memanjang
Antibiotik profilaksis disarankan pada kejadian KPD preterm. Pemberian co-
amoxiclav pada prenatal dapat menyebabkan neonatal necrotizing enterocolitis
sehingga antibiotik ini tidak disarankan. Pemberian eritromisin atau penisilin adalah
pilihan terbaik setiap 4 jam IV (1.2 gram). Pemberian antibiotik dapat
dipertimbangkan digunakan bila KPD memanjang (> 24 jam). Jika pasien sensitif
terhadap penisilin, bisa digunakan klindamisin 600 mg IV setiap 8 jam.
d. Manajemen Aktif
1. Konseling pada pasien dengan usia gestasi 22-25 minggu menggunakan Neonatal
Research Extremely Preterm Birth Outcome Data.
2. Jika dipertimbangkan untuk induksi persalinan sebelum janin viable, tatalaksana
merujuk kepada Intermountain’s Pregnancy Termination Procedure.
3. Medikamentosa yang digunakan magnesium sulfat IV, Betamethasone, dan
antibiotik sepereti ampicilin, erythromycin, amoxilin, cefazolin, cephalexin,
vancomycin, clindamycin (Perkumpulan Obsterti dan Ginekologi Indonesia,
2016).

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Perkumpulan Obsterti dan Ginekologi Indonesia (2016), penilaian awal
dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPD aterm harus meliputi 3 hal, yaitu
konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan presentasi janin, dan penilaian
kesejahteraan maternal dan fetal. Tidak semua pemeriksaan penunjang terbukti signifikan
sebagai penanda yang baik dan dapat memperbaiki luaran. Oleh karena itu, akan dibahas
32

mana pemeriksaan yang perlu dilakukan dan mana yang tidak cukup bukti untuk perlu
dilakukan:

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik (termasuk pemeriksaan spekulum)


2. Ultrasonografi (USG). Berguna untuk melengkapi diagnosis untuk menilai indeks
cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau indeks cairan amnion
yang berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tidak adanya pertumbuhan
janin terhambat (PJT) maka kecurigaan akan ketuban pecah sangatlah besar,
walaupun normalnya volume cairan ketuban tidak menyingkirkan diagnosis. Selain
itu USG dapat digunakan untuk menilai taksiran berat janin, usia gestasi dan
presentasi janin, dan kelainan kongenital janin.
3. Pemeriksaan laboratorium. Pada beberapa kasus, diperlukan tes laboratorium untuk
menyingkirkan kemungkinan lain keluarnya cairan/ duh dari vagina/ perineum. Jika
diagnosis KPD aterm masih belum jelas setelah menjalani pemeriksaan fisik, tes
nitrazin dan tes fern, dapat dipertimbangkan. Pemeriksaan seperti insulin-like growth
factor binding protein 1(IGFBP-1) sebagai penanda dari persalinan preterm,
kebocoran cairan amnion, atau infeksi vagina terbukti memiliki sensitivitas yang
rendah. Penanda tersebut juga dapat dipengaruhi dengan konsumsi alkohol. Selain itu,
pemeriksaan lain seperti pemeriksaan darah ibu dan CRP pada cairan vagina tidak
memprediksi infeksi neonatus pada KPD preterm.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko infeksi b.d ketuban pecah dini.


2. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d ketegangan otot rahim.
3. Defisit / kurang pengetahuan b.d pengakuan persalinan premature.
4. Kecemasan / ansietas b.d persalinan premature dan neonates berpotensi lahir
premature.
K. Tujuan dan Intervensi
 Diagnosa 1 : Resiko infeksi b.d ketuban pecah dini.
Tujuan : pasien tidak menunjukan tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
 Kaji tanda-tanda infeksi
33

 Pantau keadaan umum pasien


 Bina hubungan saling percaya melalui komunikasi therapeutic
 Berikan lingkungan yang nyaman untuk pasien
 Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan obat antiseptik sesuai
terapi.

 Diagnosa 2 : Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d ketegangan otot rahim.


Tujuan : nyeri berkurang / nyeri hilang.
Intervensi :
 Kaji tingkat intensitas nyeri (PQRST)
 Lakukan manajemen nyeri keperawatan
 Kolaborasi pemberian obat analgetik

 Diagnosa 3 : Defisit / kurang pengetahuan b.d pengakuan persalinan premature.


Tujuan : pasien memahami pengetahuan tentang penyakitnya

Intervensi :
 Kaji apa pasien tahu tentang tanda-tanda dan gejala normal selama
kehamilan
 Ajarkan tentang apa yang harus dilakukan jika tanda KPD muncul
kembali
 Libatkan keluarga agar memantau kondisi pasien

- Diagnosa 4 : Kecemasan / ansietas b.d persalinan premature dan neonates berpotensi


lahir premature
Tujuan : ansietas pasien teratasi
Intervensi :
 Kaji tingkat kecemasan pasien
 Dorong pasien untuk istirahat total
 Berikan suasana yang tenang dan ajarkan keluarga untuk memberikan
dukungan emosional pasien.
34

DAFTAR PUSTAKA

Oxorn, Harry dan William R. Forte. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi & Fisiologi
Persalinan.Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica.
Sofian, Amru. 2012. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
Rasjidi, Imam. 2009. Manual Seksio Sesarea & Laparotomi Kelainan Adneksa. Jakarta :
CV Sagung Seto.
Saifudin, dkk. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : Bina Pustaka
Etik, Wiji P. (2010). Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin Pada Ny. T G1P0A0 Umur 23 Tahun
Hamil 35 Minggu Dengan Ketuban Pecah Dini di BPS Titi S Wonosobo. Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
Manuaba, I B. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita (ed. 2). Jakarta: EGC
NL, Rif’ati (2018). Hubungan Korioamnionitis dengan Asfiksia Neonatus Pada Kehamilan
dengan Ketuban Pecah Dini. Universitas Diponegoro.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. (2016). Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Ketuban Pecah Dini. Himpunan Kedokteran Feto Maternal: Jakarta.
Sujiyatini. (2009). Asuhan Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Pustaka Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai