Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESAREA

A. Pengertian

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan

janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus

atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin

dari dalam rahim.

Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana

janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan

perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan

utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)

Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin

dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada

dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006)

Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan

janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim

(Mansjoer, 2002)

B. Anatomi Fisiologi

Alat reproduksi wanita berada di bagian pelvis (panggul).

Secara anatomi dibagi 2:

a. Genitalia Eksterna

1)Mons Pubis
Mons pubis atau mons veneris mengandung

jaringan lemak yang menutupi simpisis pubis, diliputi

oleh rambut

2) Labia Mayora

Pada bagian posterior dari mons pubis terdapat

labia mayora yang juga terdiri dari jaringan lemak yang

diliputi oleh rambut.

Labia mayora membentuk tepi lateral dari vulva

dan berukuran panjang ± 7-9 cm dan lebar ± 2-4 cm.

Permukaan superfisial dari labia mayora juga dipenuhi

oleh rambut.

3) Labia Minora

Labia minora merupakan struktur yang tidak

berambut dan berukuran panjang ± 5 cm dengan

ketebalan 0,5 – 1 cm.Struktur kutaneus dari labia

minora tidak terdiri dari jaringan lemak namun terdiri

dari jaringan penyambung yang memungkinkan

mobilisasi dari kulit selama proses sanggama. Labia

minora akan bersatu pada bagian anterior menjadi

klitoris, sedangkan pada bagian posterior bersatu pada

sisi bawah dari glandula vestibularis menjadi frenulum

4) Klitoris

Klitoris merupakan bagian erektil, terletak tepat di

bawah arkus pubis Ujung badan klitoris disebut glans


dan lebih sensitif dari badannya. Fungsi utama klitoris

adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan

seksual.

5) Vagina

Merupakan saluran kopulasi yang menghubungkan

vulva dan uterus. Jika dilakukan inspeksi vagina melalui

introitus vagina, maka dapat dilihat dinding anterior

dan posterior yang memiliki midline ridge yang disebut

sebagai kolum anterior dan posterior

6) Hymen / Selaput Dara

Lapisan/membran tipis yang menutupi sebagian

besar dari lubang senggama, ditengahnya berlubang

agar kotoran menstruasi dapat mengalir keluar

ter,erletak pd mulut vagina bentuknya berbeda-beda ada

yang seperti bulan sabit. Konsistensinya ada yang kaku,

dan ada yang lunak, lubangnya ada yang seujung jari,

ada yang dapat dilalui satu jari (Syaifudin,1997). Himen

mungkin tetap ada selama pubertas atau saat hubungan

seksual pertama kali.

7) Vestibulum

Vestibulum merupakan struktur yang menyerupai

biji almond atau perahu dan terletak di antara labia

minora, klitoris dan fourchette.


Pada vestibulum terdapat muara dari uretra,

vagina, 2 duktus kelenjar Bartholini dan 2 duktus

kelenjar parauretral yang disebut sebagai Skene ducts

and glands.

8) Fouechette

Lipatan jaringan transfersal yang pipih dan tipis,

terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan

minora di grais tengah di bawah orifisium vagina.

9) Perineum

Daerah muskular yang ditutupi kulit antara

introitus vagina dan anus, panjangnya lebih kurang 4

cm.

b. Genetalia Interna

1)Uterus

Uterus adalah sebuah organ muskuler dengan

bentuk, berat, dan dimensi yang sangat bervariasi,

tergantung pada stimulasi estrogen dan riwayat

persalinan. Uterus mempunyai ukuran panjang 7-8 cm,

lebar 4-5 cm serta tebal 3-4 cm dan tergantung pada

ligamen latum.

Uterus dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:

- Fundus uteri: letaknya di bagian kranial dan

mempunyai permukaan yang bundar.


- Korpus uteri: merupakan bagian yang utama,

terletak menghadap ke arah kaudal dan

dorsal.Fasies vesikalis uteri dipisahkan dari vesika

urinaria oleh spasium uterovesikalis. Fasies

intestinalis uteri dipisahkan dari kolon sigmoid di

bagian kranial dan dorsal oleh excavatio

rektouterina. Pada margo lateralis melekat lig.latum

uteri.

- Isthmus uteri: bagian ini mengecil, panjang kira-kira

1 cm. Pada masa gravid bagian ini menjadi bagian

dari korpus uteri dan dalam klinis disebut ”segmen

bawah rahim”

- Serviks uteri: letak mengarah ke kaudal dan dorsal.

Merupakan bagian yang terletak antara isthmus

uteri dan vagina.

2) Tuba Uterina/Tuba Fallopi

Tuba uterina berfungsi menghubungkan ovarium

dan uterus. Fertilisasi terjadi pada tuba uterine, Tuba

berukuran 7–14 cm panjang dan dapat dibagi menjadi

isthmus ampula dan infundibulum

3) Ovarium

Ovarium merupakan sepasang organ yang terletak

di setiap sisi uterus (rahim), di bawah dan di belakang


tuba falopi. Ovarium berfungsi memproduksi hormon

dan menyelenggarakan ovulasi.

C. Jenis – jenis operasi sectio caesarea

a. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)

 Sectio caesarea transperitonealis

 SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang

pada corpus uteri)

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang

pada korpus uteri kira-kira 10 cm.

Kelebihan :

 Mengeluarkan janin dengan cepat

 Tidak mengakibatkan komplikasi

kandung kemih tertarik

 Sayatan bias diperpanjang proksimal

atau distal

Kekurangan

 Infeksi mudah menyebar secara intra

abdominal karena tidak ada reperitonealis yang

baik

 Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering

terjadi rupture uteri spontan

 SC ismika atau profundal (low servical dengan

insisi pada segmen bawah rahim)


Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang

konkat pada segmen bawah rahim (low servical

transversal) kira-kira 10 cm

Kelebihan :

 Penjahitan luka lebih mudah

 Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang

baik

 Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali

untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga

peritoneum

 Perdarahan tidak begitu banyak

 Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang

atau lebih kecil

Kekurangan :

 Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah

sehingga dapat menyebabkan uteri uterine pecah

sehingga mengakibatkan perdarahan banyak

 Keluhan pada kandung kemih post operasi

tinggi
 SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka

peritoneum parietalis dengan demikian tidak

membuka cavum abdominal

b. Vagina (section caesarea vaginalis)

Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat

dilakukan sebagai berikut :

1. Sayatan memanjang ( longitudinal )

2. Sayatan melintang ( Transversal )

3. Sayatan huruf T ( T insicion )

D. Etiologi

Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea

adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban

pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres

dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor

sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab

sectio caesarea sebagai berikut:

a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )

Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran

lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar

kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat

melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul

merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk

rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui

oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul


yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga

dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan

alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan

patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul

menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul

menjadi abnormal.

b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)

Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan

penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab

terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan

infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab

kematian maternal dan perinatal paling penting dalam

ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting,

yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak

berlanjut menjadi eklamsi.

c. KPD (Ketuban Pecah Dini)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum

terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum

terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah

hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36

minggu.

d. Bayi Kembar

Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara

caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko


terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran

satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami

sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk

dilahirkan secara normal.

e. Faktor Hambatan Jalan Lahir

Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan

lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan,

adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali

pusat pendek dan ibu sulit bernafas.

f. Kelainan Letak Janin

 Kelainan pada letak kepala

1) Letak kepala tengadah

Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada

pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah.

Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya

bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar

panggul.

2) Presentasi muka

Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga

bagian kepala yang terletak paling rendah ialah

muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.


3) Presentasi dahi

Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi

berada pada posisi terendah dan tetap paling depan.

Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya

akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang

kepala.

 Letak Sungsang

Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin

terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan

bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal

beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,

presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong

kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin,

2002).

E. Manifestasi

1. Placenta levia sentralis dan lateralis (posterior)

2. Panggul sempit

3. Disporsi sefalopelvik: yaitu ketidakseimbangan

antara ukuran kepala dan ukuran panggul

4. Rupture Uteri mengancam

5. Partus lama

6. Partus tak maju

7. Distosia servik

8. Pre eklamsia dan hipertensi


9. Malpresentasi janin:

- Letak lintang

- Letak bokong

- Presentasi dahi dan muka

- Presentasi rangkap jika reposisi tidak berhasil

- gemeli

F. Patofisiologi

SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan

berat di atas 500 gr dengan sayatan pada dinding uterus

yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu

distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan

lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin

adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah

dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik

dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat

kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk

oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang

keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de

entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik

dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah

utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa

nyaman.

Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan

anestesi bisa bersifat regional dan umum. Namun anestesi


umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu

anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam

keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah.

Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi

bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia

uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh

terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat

sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang

menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran

pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.

Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk

lambung akan terjadi proses penghancuran dengan bantuan

peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme

sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas

yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang

ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk

batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap

aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain

itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan

pola eliminasi yaitu konstipasi (Saifuddin, Mansjoer &

Prawirohardjo, 2002).
G. Komplikasi

Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini

antara lain :

a. Infeksi puerperal ( Nifas )

- Ringan, dengan suhu meningkat

dalam beberapa hari

- Sedang, suhu meningkat lebih

tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit

kembung

- Berat, peritonealis, sepsis dan usus

paralitik

b. Perdarahan

- Banyak pembuluh darah yang

terputus dan terbuka

- Perdarahan pada plasenta bed

c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan

kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi

d. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada

kehamilan berikutnya

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji

perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek

kehilangan darah pada pembedahan.

2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi


3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu

pembekuan darah

4. Urinalisis / kultur urine

5. Pemeriksaan elektrolit

I. Penatalaksanaan

a. Pemberian cairan

Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi,

maka pemberian cairan perintavena harus cukup banyak

dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi,

dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya.

Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam

fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan

tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan

transfusi darah sesuai kebutuhan.

b. Diet

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan

setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian

minuman dan makanan peroral.Pemberian minuman

dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6

- 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

c. Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

1)Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam

setelah operasi
2)Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil

tidur telentang sedini mungkin setelah sadar

3)Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan

selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu

menghembuskannya.

4)Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi

posisi setengah duduk (semifowler)

5)Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari,

pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar

berjalan, dan kemudian berjalan sendiri, dan pada hari

ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan

d. Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri

dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi

uterus dan menyebabkan perdarahan.Kateter biasanya

terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis

operasi dan keadaan penderita.

e. Pemberian obat-obatan

1. Antibiotik Cara pemilihan dan pemberian antibiotic

sangat berbeda-beda setiap institusi.

2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja

saluran pencernaan

- Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam

- Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol


- Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam

bila perlu

- Obat-obatan lain

3. Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum

penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian

I vit. C.

4. Perawatan luka

Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post

operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan

diganti.

5. Perawatan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam

pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan

pernafasan.

A. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN


1. Menjaga kesehatan Ibu dan bayinya, baik fisik maupun
psikologiknya.
2. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi
masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi
komplikasi pada ibu maupun bayinya.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan
kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui,
pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan
bayi sehat.
4. Memberikan pelayanan keluarga berencana.
B. TANDA DAN GEJALA
1. Perubahan Fisik
a. Sistem Reproduksi
 Uterus
 Involusi : Kembalinya uterus ke kondisi normal
setelah hamil.

N Waktu TFU Konsiste After Kontra


o
nsi pain ksi
1. Segera Pertengahan Terjadi
setelah lahir simpisis dan
2. 1 jam umbilikus Lembut
setelah lahir Umbilikus
3. 12 jam
setelah lahir 1 cm di atas
4. setelah 2 pusat Berkura
hari ng
Turun 1 cm/hari

Proses ini dipercepat oleh rangsangan pada puting susu.


- Lochea
 Komposisi
Jaringan endometrial, darah dan limfe.
 Tahap
a. Rubra (merah) : 1-3 hari.
b. Serosa (pink kecoklatan)
c. Alba (kuning-putih) : 10-14 hari
Lochea terus keluar sampai 3 minggu.
 Bau normal seperti menstruasi, jumlah meningkat
saat berdiri.
Jumlah keluaran rata-rata 240-270 ml.
- Siklus Menstruasi
Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18
minggu, untuk itu tidak menyusui akan kembali ke
siklus normal.
- Ovulasi
Ada tidaknya tergantung tingkat proluktin. Ibu
menyusui mulai ovulasi pada bulan ke-3 atau lebih.
Ibu tidak menyusui mulai pada minggu ke-6 s/d minggu
ke-8. Ovulasi mungkin tidak terlambat, dibutuhkan
salah satu jenis kontrasepsi untuk mencegah
kehamilan.

- Serviks
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi
untuk beberapa hari, struktur internal kembali dalam 2
minggu, struktur eksternal melebar dan tampak
bercelah.
- Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali
mendekati ukuran seperti tidak hamil, dalam 6 sampai
8 minggu, bentuk ramping lebar, produksi mukus
normal dengan ovulasi.
- Perineum
 Episiotomi
Penyembuhan dalam 2 minggu.
 Laserasi
TK I : Kulit dan strukturnya dari permukaan s/d
otot
TK II : Meluas sampai dengan otot perineal
TK III: Meluas sampai dengan otot spinkter
TK IV : melibatkan dinding anterior rektal
b. Payudara
Payudara membesar karena vaskularisasi dan
engorgement (bengkak karena peningkatan
prolaktin pada hari I-III). Pada payudara yang tidak
disusui, engorgement akan berkurang dalam 2-3
hari, puting mudah erektil bila dirangsang. Pada ibu
yang tidak menyusui akan mengecil pada 1-2 hari.
c. Sistem Endokrin
- Hormon Plasenta
HCG (-) pada minggu ke-3 post partum,
progesteron plasma tidak terdeteksi dalam 72
jam post partum normal setelah siklus
menstruasi.
- Hormon pituitari
Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu
pertama, menurun sampai tidak ada pada ibu
tidak menyusui FSH, LH, tidak ditemukan pada
minggu I post partum.
d. Sistem Kardiovaskuler
- Tanda-tanda vital
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu
meningkat karena dehidrasi pada awal post
partum terjadi bradikardi.
- Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali
normal 3-4 minggu
Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 –
800 cc.
- Perubahan hematologik
Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil
meningkat.
- Jantung
Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan
normal 2-3 minggu.
e. Sistem Respirasi
Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit,
keseimbangan asam-basa kembali setelah 3 minggu
post partum.
f. Sistem Gastrointestinal
- Mobilitas lambung menurun sehingga timbul
konstipasi.
- Nafsu makan kembali normal.
- Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg.
g. Sistem Urinaria
- Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus
urinarius terjadi karena trauma.
- Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12
jam.
- Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.
h. Sistem Muskuloskeletal
Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi
tarikan saat hamil. Diastasis rekti 2-4 cm, kembali
normal 6-8 minggu post partum.
i. Sistem Integumen
Hiperpigmentasi perlahan berkurang.
j. Sistem Imun
Rhesus incompability, diberikan anti RHO
imunoglobin.
J. Pengkajian

a. Sirkulasi

Perhatikan riwayat masalah jantung, udema pulmonal,

penyakit vaskuler perifer atau stasis vaskuler

( peningkatan resiko pembentukan thrombus )

b. integritas ego

perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya factor-

faktor stress multiple seperti financial, hubungan, gaya

hidup. Dengan tanda-tanda tidak dapat beristirahat,

peningkatan ketegangan, stimulasi simpatis

c. Makanan / cairan

Malnutrisi, membrane mukosa yang kering

pembatasan puasa pra operasi insufisiensi Pancreas/

DM, predisposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis

d. Pernafasan

Adanya infeksi, kondisi yang kronik/ batuk, merokok

e. Keamanan

 Adanya alergi atau

sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan

 Adanya defisiensi imun

 Munculnya kanker/ adanya

terapi kanker

 Riwayat keluarga, tentang

hipertermia malignan/ reaksi anestesi


 Riwayat penyakit hepatic

 Riwayat tranfusi darah

 Tanda munculnya proses

infeksi

K. Diagnosa Keperawatan

 Ansietas b.d pengalaman pembedahan dan hasil

tidak dapat diperkirakan

 Resti infeksi b.d destruksi pertahanan terhadap

bakteri

 Nyeri akut b.d insisi, flatus dan mobilitas

 Resti perubahan nutrisi b.d peningkatan

kebutuhan untuk penyembuhan luka, penurunan

masukan ( sekunder akibat nyeri, mual, muntah )

L. Intervensi

DP Tujuan Intervensi Rasional


Ansietas Ansietas berkurang - -

b.d setelah diberikan Lakukan Rasa nyaman

pengalam perawatan dengan pendekatan akan

an kriteria hasil : diri pada menumbuh

pembeda - pasien supaya kan rasa

han dan Tidak menunjukkan pasien merasa tenang,

hasil traumatik pada nyaman tidak cemas

tidak saat - serta

dapat membicarakan Yakinkan bahwa kepercayaa


diperkira pembedahan pembedahan n pada

kan - merupakan perawat.

Tidak tampak jalan terbaik

gelisah yang harus

- ditempuh

Tidak merasa takut untuk

untuk dilakukan menyelamatka

pembedahan n bayi dan ibu

yang sama

- -

Pasien merasa Nutrisi yang

Resti tenang - adekuat

infeksi Berikan nutrisi akan

b.d Infeksi tidak terjadi yang adekuat menghasilk

destruksi setelah perawatan - an daua

pertahan selama 24 jam Berikan penkes tubuh yang

an pertama dengan untuk menjaga optimal

terhadap kriteria hasil : daya tahan -

bakteri - tubuh, Dengan

Menunjukkan kebersihan adanya

kondisi luka yang luka, serta partisipasi

jauh dari tanda-tanda dari pasien,

kategori infeksi infeksi dini maka

- pada luka kesembuha


Albumin dalam n luka

keadaan normal dapat lebih

- mudah

Nyeri Suhu tubuh pasien terwujud

akut b.d dalam keadaan

insisi, normal, tidak - -

flatus dan demam lakukan Setiap skala

mobilitas pengkajian nyeri

nyeri memiliki

Nyeri dapat - manageme

berkurang setelah lakukan n yang

perawatan 1x 24 managemen berbeda

jam dengan kriteria nyeri -

: - Antisipasi

- monitoring nyeri akibat

Pasien tidak keadaan insisi luka post

mengeluh nyeri / luka post operasi

mengatakan operasi -

bahwa nyeri - Antisipasi

sudah berkurang ajarkan nyeri akibat

mobilitas yang luka post

memungkinkan operasi

tiap jam sekali -

Mobilitas
Resti dapat

perubaha merangsan

n nutrisi g peristaltik

b.d usus

peningkat sehingga

an mempercep

kebutuha at flatus

n tubuh

untuk - -

penyemb Mendemontrasikan kaji status Memberi

uhan berat badan stabil nutrisi secara kesempatan

luka,penu atau penambahan continue untuk

runan berat badan selama mengobser

masukan progresif kearah perawatan tiap vasi

(sekunder tujuan dengan hari, penyimpan

akibat normalisasi nilai perhatikan gan dari

nyeri, laboratorium dan tingkat energi, norma/

mual, bebas dari tanda kondisi, kulit, dasar

muntah malnutrisi kuku, rambut, pasien dan

rongga mulut mempengar

- uhi pilihan

tekankan intervensi

pentingnya -

trasnsisi pada Trasnsisi


pemberian pemberian

makan per oral makan oral

dengan tepat lebih

- disukai

beri waktu -

mengunyah, Pasien perlu

menelan, beri bantuan

sosialisasi dan untuk

bantuan menghadap

makan sesuai i masalah

dengan anoreksia,

indikasi kelelahan,

kelemahan

otot
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito L. J. (2001). Diagnosa keperawatan. Jakarta : EGC.

Doengoes, M E. (2000). Rencana Askep pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien.
Jakarta : EGC
Sarwono Prawiroharjo. (2009). Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan

II. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Winkjosastro, Hanifa. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai