Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

POST SECTIO CAESAREA INDIKASI KETUBAN PECAH


DINI (KPD)

OLEH:

AINUL FITRI
21.300.0184

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
POST SECTIO CAESAREA INDIKASI KETUBAN PECAH
DINI (KPD)

OLEH:

AINUL FITRI
21.300.0184

Banjarmasin, 24 Desember 2021


Mengetahui,

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

Noormailida Astuti, S.Kep., Ns., M.Kep Nurdiana, S.Kep., Ners


1. Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini sebelum usia
kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan
premature. Dalam keadaan normal 8 – 10 % wanita hamil aterm akan
mengalami ketuban pecah dini (Prawirohardjo, 2017).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum
adanya tanda-tanda persalinan. Sebagian besar ketuban pecah dini
terjadi diatas 37 minggu kehamilan, sedangkan dibawah 36 minggu
tidak terlalu banyak (Manuaba, 2010).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu,
yaitu bila pembukaan pada primipara < 3 cm dan pada multipara <5
cm. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia
kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang
terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan (Manumba,
2010).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa ketuban
pecah dini adalahpecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan
atau sebelum inpartu pada pembukaan < 4 cm (fase laten) yang terjadi
setelah kehamilan berusia 22 minggu.
2. Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh kurangnya kekuatan
membrane atau meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua
faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan oleh
adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.
Penyebabnya juga disebabkan karena inkompetensi servik.
Polihidramnion / hidramnion, mal presentasi janin (seperti letak
lintang) dan juga infeksi vagina serviks (Prawirohardjo, 2017).
Adapun yang menjadi faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini
adalah : (Prawirohardjo, 2017)
a. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
Korioamnionitis adalah keadaan pada ibu hamil dimana
korion, amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri.
Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan
janin, bahkan dapat menjadi sepsis. Infeksi, yang terjadi secara
langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina
atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya
KPD.
b. Servik yang inkompeten
Serviks yang inkompeten, kanalis servikalis yang selalu
terbuka oleh karena kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan,
curettage). Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi
(inkompetensia), didasarkan pada adanya ketidakmampuan
serviks uteri untuk mempertahankan kehamilan. Inkompetensi
serviks sering menyebabkan kehilangan kehamilan pada trimester
kedua. Kelainan ini dapat berhubungan dengan kelainan uterus
yang lain seperti septum uterus dan bikornis. Sebagian besar
kasus merupakan akibat dari trauma bedah pada serviks pada
konisasi, produksi eksisi loop elektrosurgical, dilatasi berlebihan
serviks pada terminasi kehamilan atau laserasi obstetrik.
c. Trauma
Trauma juga diyakini berkaitan dengan terjadinya ketuban
pecah dini. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual saat
hamil baik dari frekuensi yang ≥4 kali seminggu, posisi koitus
yaitu suami diatas dan penetrasi penis yang sangat dalam sebesar
37,50% memicu terjadinya ketuban pecah dini, pemeriksaan
dalam, maupun amnosintesis dapat menyebabkan terjadinya
ketuban pecah dini karena biasanya disertai infeksi.
d. Ketegangan intra uterin
Perubahan volume cairan amnion diketahui berhubungan erat
dengan hasil akhir kehamilan yang kurang bagus. Ketegangan
intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
(overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gamelli.
e. Kelainan letak
Misalnya sungsang sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul serta dapat menghalangi tekanan
terhadap membran bagian bawah.
f. Paritas
Faktor paritas, terbagi menjadi primipara dan multipara.
Primipara adalah wanita yang pernah hamil sekali dengan janin
mencapai titik mampu bertahan hidup. Ibu primipara yang
mengalami ketuban pecah dini berkaitan dengan kondisi
psikologis, mencakup sakit saat hamil, gangguan fisiologis seperti
emosi dan termasuk kecemasan akan kehamilan. Selain itu, hal ini
berhubungan dengan aktifitas ibu saat hamil yaitu akhir triwulan
kedua dan awal triwulan ketiga kehamilan yang tidak terlalu
dibatasi dan didukung oleh faktor lain seperti keputihan atau
infeksi maternal. Sedangkan multipara adalah wanita yang telah
beberapa kali mengalami kehamilan dan melahirkan anak hidup.
Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan mengalami
ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya serta jarak
kelahiran yang terlampau dekat, diyakini lebih beresiko akan
mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan berikutnya.
g. Usia kehamilan
Persalinan preterm terjadi tanpa diketahui penyebab yang
jelas, infeksi diyakini merupakan salah satu penyebab terjadinya
KPD dan persalinan preterm (Prawirohardjo, 2010). Pada
kelahiran <37 minggu sering terjadi pelahiran preterm, sedangkan
bila ≥47 minggu lebih sering mengalami KPD (Manuaba, 2010).
Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum
usia kehamilan 37 minggu adalah sindroma distress pernapasan,
yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi
meningkat pada kejadian ketuban pecah dini, selain itu juga
terjadinya prolapsus tali pusat. Risiko kecacatan dan kematian
janin meningkat pada ketuban pecah dini preterm. Hipoplasia
paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada ketuban pecah
dini preterm. Kejadiannya mencapai 100% apabila ketuban pecah
dini preterm terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
h. Riwayat KPD sebelumnya
Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami KPD
kembali. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat
ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam
membrane sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan
ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien risiko tinggi.
Wanita yang mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan atau
menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya wanita
yang telah mengalami ketuban pecah dini akan lebih beresiko
mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang
tidak mengalami ketuban pecah dini sebelumnya, karena
komposisi membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan
kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya. 
3. Patofisiologi dan Pathway
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini menurut Manuaba (2010)
adalah :
a. Terjadinya pembukaan premature serviks
b. Membran terkait dengan pembukaan terjadi devaskularisasi serta 
nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin
berkurang
d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan infeksi yang
mengeluarkan enzim proteolotik dan enzim kolagenase.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Manuaba (2010), tanda dan gejala pada kehamilan yang
mengalami KPD adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui
vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak,
mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri
pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau
kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila
duduk/berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya
mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam,
bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin
bertambah cepat merupakan tanda infeksi yang terjadi.
5. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada KPD meliputi mudah terjadinya
infeksi intra uterin, partus prematur, dan prolaps bagian janin terutama
tali pusat (Manuaba, 2009). Terdapat tiga komplikasi utama yang
terjadi pada KPD yaitu peningkatan morbiditas neonatal oleh karena
prematuritas, komplikasi selama persalinan dan kelahiran, dan resiko
infeksi baik pada ibu maupun janin. Risiko infeksi karena ketuban
yang utuh merupakan penghalang penyebab infeksi (Prawirohardjo,
2017).
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka
dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal. Komplikasi akibat
KPD kepada bayi diantaranya adalah IUFD, asfiksia dan prematuritas.
Sedangkan pada ibu diantaranya adalah partus lama, infeksi
intrauterin, atonia uteri, infeksi nifas, dan perdarahan post partum
(Manumba,2010).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna,
konsentrasi, bau dan pH nya
2) Cairan yang keluar dari vagina ini ada kemungkinan air
ketuban, urine atau secret vagina
3) Secret ibu hamil pH: 4-5, dengan kertas nitrazin tidak
berubah warna tetap kuning.
4) Tes lakmus (nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah
menjadi biru menunjukan adanya air ketuban (alkalis). pH air
ketuban 7-7,5, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan
tes yang positif palsu.
5) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada
gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik
menunjukan daun pakis. (Manumba,2010)
b. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan
ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah
cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada
penderita oligohidramnion (Manumba,2010).
7. Penatalaksanaan Medis
Sebagai gambabaran umum untuk tatalaksana ketuban pecah dini
dapat dijabarkan sebagai berikut: (Manuaba, 2010)
a. Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur khususnya
maturitas paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan
perkembangan paru yang sehat.
b. Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi
peicu sepsis, meningitis janin, dan persalinan prematuritas.
c. Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan
diharapkan berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan
kortikosteroid, sehingga kematangan paru janin dapat terjamin.

Kehamilan ≥47 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal


seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25µg – 50µg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila skor pelvic < 5, lakukan
pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri
persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor pelvic > 5, induksi
persalinan (Prawirohardjo, 2010).
Berikut bagan penatalaksaan ketuban pecah dini menurut
Manuaba (2010) sebagai berikut :
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, alamat, identitas penanggung jawab, no RM.
b. Riwayat keperawatan
1) Keluhan utama: keluhan yang diungkapkan klien sehingga
mendatangi pelayanan kesehatan.
2) Keluhan saat dikaji: keluhan yang diungkapkan klien saat
dilakukan pengkajian.
c. Riwayat obstetric
1) Riwayat menstruasi
2) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
3) Genogram
4) Post partum sekarang
5) Kesanggupan dan pengetahuan dalam merawat bayi
6) Riwayat lingkungan meliputi kebersihan dan bahaya yang
terdapat di lingkungan tempat tinggal klien.
7) Aspek psikososial meliputi persepsi ibu setelah bersalin,
perubahan kehidupan sehari-hari, orang terpenting bagi ibu,
sikap anggota keluarga terhadap keadaan saat ini dan
kesiapan mental menjadi ibu.
d. Kebutuhan dasar khusus meliputi pola nutrisi, pola eliminasi, pola
personal hygiene, pola istirahat tidur, pola aktivitas dan latihan,
pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
e. Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum, kesadaran, tanda-
tanda vital, dan pengkajian head to toe meliputi:
1) Kepala dan rambut: kaji kebersihan,distribusi dan adanya lesi
2) Mata: kaji kelopakmata, gerakan, konjungtiva dan sclera
klien
3) Hidung: kaji kesulitan pernafasan, nafas cuping hidung dan
reaksi alergi
4) Mulut dan tenggorokan: kaji mukosa bibir, kebersihan gigi,
mulut dan tonsil
5) Telinga: kaji adanya lesi ataupun nyeri tekan
6) Leher: kaji ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
serta bendungan vena jugularis
7) Dada dan axila: kaji kesimetrisan, mammae membesar atau
tidak, papilla menonjol atau tidak, adanya hiperpigmentasi,
dan pengeluaran ASI
8) Pernafasan: kaji jalan nafas, suara nafas serta ada atau
tidaknya otot bantu pernafasan
9) Sirkulasi jantung: kaji irama dan kelainan bunyi jantung
10) Abdomen: kaji bentuk abdomen, adanya linea dan striae, luka
bekas operasi, tanda-tanda infeksi, ukur TFU, kontraksi
bagus atau tidak, turgor kulit, nyeritekan pada abdomen,
kebersihan, distensi kandung kemih.
11) Genito urinary: kaji adanya ruftur dan efisiotomy, edema,
keadaan genitalia, warna dan bau lochea
12) Ekstremitas: kaji adanya oedema, kelemahan otot, turgor
kulit dan adanya varises
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Rasa nyaman nyeri b/d Luka bekas operasi pada
abdomen
b. Gangguan mobilitas fisik b/d nyeri pada abdomen post op SC
c. Kurangnya perawatan diri b/d penurunan kekuatan tubuh
3. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa NOC NIC Rasional


o
1 Gangguan Rasa nyaman n Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat,skala,dan 1. Nyeri tidak selalu
yeri b/d Luka bekas opera keperawatan selama 3 x 24 intensitas nyeri. ada tetapi bila ada
si pada abdomen jam diharapkan 2. Atur posisi yang harus dibandingkan
Nyeri berkurang dan nyaman dan dengan gejala nyeri
terkontrol dengan Kriteria : menyengkan. pasien sebelumnya.
- Skala nyeri 0 3. Ciptakan lingkungan 2. Mungkin akan
- Klien tampak tenang dan yang nyaman dan mengurangi rasa
rileks tenang. sakit dan
4. Ajarkan tekhnik meningkatkan
relaksasi sirkulasi.
5. Kaji tanda-tanda vital 3. Dapat Membantu
pasien pasien dalam
6. Kolaborasi dengan memenuhi
dokter dalam kebutuhan istirahat
pemberian Analgetik. yang adekuat.
4. Mengurangi rasa
nyeri yang dialami
oleh pasien.
5. Supaya perawat bisa
mengetahui
seberapakah nyeri
yang dialami oleh
pasien.
6. Kenyamanan dan
kerjasama pasien
dalam pengobatan
prosedur
dipermudah oleh
pemberian analgetik.
2 Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat 1. Diharapkan dapat
b/d nyeri pada abdomen keperawatan selama 3 x 24 mobilitas dari pasien mempermudah
post op SC jam diharapkan hambatan 2. Motivasi pasien untuk pemberian tindakan
mobilitas fisik teratasi dengan melakukan mobilitas pengobatan
Kriteria : secara bertahap selanjutnya
- Pasien sudah bisa 3. Pertahankan posisi 2. Diharapkan dapat
melakukan aktifitas tubuh yang tepat meningkatkan
sendiri 4. Berikan dukungan dan   kenyamanan dan
- pasien mengatakan sudah bantuan keluarga / oran ambulasi.
bisa bergerak. g terdekat pada 3. Dapatkan
latihan gerak pasien. meningkatkan posisi
5. Dorongan partisipasi fungsional pada
pasien dalam semua tubuh pasien
aktivitas sesuai 4. Memampukan
kemampuan individual keluarga/orang
terdekat untuk aktifit
as dalam perawatan
pasien
5. perasaan senang dan
nyaman pada pasien
3 Kurangnya perawatan diri Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji 1. Untuk mengetahui
b/d penurunan kekuatan keperawatan 3 x 24 jam tingkat kemampuan diri kemampuan klien
tubuh diharapkan masalah dalam perawatan diri dalam personal
kurangnya perawatan diri 2. Motivasi klien untuk hygiene
dapat teratasi dengan kriteria melakukan aktivitas 2. Mengajarkan klien
hasil : secara bertahap untuk memenuhi
- Pasien bisa menjaga 3. Libatkan keluarga secara mandiri
personal hygiene dalam pemenuhan 3. Keluarga adalah
- Kekuatan tubuh pasien kebutuhan klien orang yang paling
bisa kembali normal 4. Kaji karakter dan penting tepat untuk
jumlah aliran lochea masalah ini dan
5. Ajarkan pasien latihan membuat klien lebih
bertahap di perhatikan
4. Aliran lochea
seharunya tidak
banyak
5. Dapat meningkatkan
kemampuan klien
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah di susun pada tahap perencanaan. Ukuran
intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan
dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi,
pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah
masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
5. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan persalinan normal
berdasarkan kriteria hasil pada tujuan keperawatan yaitu :
a. Nyeri pasien teratasi dan pasienterlihat rileks tanpa adanya nyeri
b. Pasien bisa melakukan mobilisasi secara mandiri tanpa dibantu
orang lain
c. Pasien terlihat bersih dan persola hygiene pasien baik.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. 2015. Obstetri Williams Edisi 21.
Jakarta : EGC.
Israr YA, Irwan M, Lestari, dkk. 2016. Arrest of Decent-Cephalopelvic
Disproportion (CPD). Jakarta : EGC
Manumba,RJ.2010.Ilmu Kebidanan dan Kandungan. Jakarta : EGC
Nurarif, A.H dan Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatn
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2016. Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia Definisi (SDKI) dan Indikator Diagnostik. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Prawirohardjo,S., 2017. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC.
Semarang, November 2019

Mahasiswa

Hadez Mahendra
NIM : P27220019272

Mengetahui

Clinical Instructure/CI Clinical Teacher/CT

NIP: NIP:

Anda mungkin juga menyukai