Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Departemen Stase Keperawatan Maternitas Program
Profesi
Dosen Pembimbing :
TIM
Disusun Oleh:
DIAN TRI UTAMI
JNR0200102
A. Konsep Penyakit
I. Definisi Penyakit
Ketuban pecah dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan.
Bila ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada
kehamilan premature. Dalam keadaan normal 8 – 10 % wanita hamil aterm akan mengalami
ketuban pecah dini (Prawirohardjo, 2017)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda-tanda
persalinan. Sebagian besar ketuban pecah dini terjadi diatas 37 minggu kehamilan, sedangkan
dibawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2010).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan pada
primipara < 3 cm dan pada multipara <5 cm. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia
kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam
sebelum waktunya melahirkan (Manumba, 2010).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa ketuban pecah dini
adalahpecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan atau sebelum inpartu pada pembukaan
< 4 cm (fase laten) yang terjadi setelah kehamilan berusia 22 minggu
II. Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh kurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya
tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane
disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Penyebabnya juga
disebabkan karena inkompetensi servik. Polihidramnion / hidramnion, mal presentasi janin
(seperti letak lintang) dan juga infeksi vagina serviks (Prawirohardjo, 2017).
Adapun yang menjadi faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini adalah : (Prawirohardjo,
2017)
a. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
Korioamnionitis adalah keadaan pada ibu hamil dimana korion, amnion dan cairan
ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius bagi
ibu dan janin, bahkan dapat menjadi sepsis. Infeksi, yang terjadi secara langsung pada
selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa
menyebabkan terjadinya KPD.
b. Servik yang inkompeten
Serviks yang inkompeten, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan
pada serviks uteri (akibat persalinan, curettage). Serviks yang tidak lagi mengalami
kontraksi (inkompetensia), didasarkan pada adanya ketidakmampuan serviks uteri untuk
mempertahankan kehamilan. Inkompetensi serviks sering menyebabkan kehilangan
kehamilan pada trimester kedua. Kelainan ini dapat berhubungan dengan kelainan uterus
yang lain seperti septum uterus dan bikornis. Sebagian besar kasus merupakan akibat dari
trauma bedah pada serviks pada konisasi, produksi eksisi loop elektrosurgical, dilatasi
berlebihan serviks pada terminasi kehamilan atau laserasi obstetrik.
c. Trauma
Trauma juga diyakini berkaitan dengan terjadinya ketuban pecah dini. Trauma yang
didapat misalnya hubungan seksual saat hamil baik dari frekuensi yang ≥4 kali seminggu,
posisi koitus yaitu suami diatas dan penetrasi penis yang sangat dalam sebesar 37,50%
memicu terjadinya ketuban pecah dini, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini karena biasanya disertai infeksi.
d. Ketegangan intra uterin
Perubahan volume cairan amnion diketahui berhubungan erat dengan hasil akhir
kehamilan yang kurang bagus. Ketegangan intra uterin yang meninggi atau meningkat
secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gamelli.
e. Kelainan letak
Misalnya sungsang sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas
panggul serta dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
f. Paritas
Faktor paritas, terbagi menjadi primipara dan multipara. Primipara adalah wanita yang
pernah hamil sekali dengan janin mencapai titik mampu bertahan hidup. Ibu primipara
yang mengalami ketuban pecah dini berkaitan dengan kondisi psikologis, mencakup sakit
saat hamil, gangguan fisiologis seperti emosi dan termasuk kecemasan akan kehamilan.
Selain itu, hal ini berhubungan dengan aktifitas ibu saat hamil yaitu akhir triwulan kedua
dan awal triwulan ketiga kehamilan yang tidak terlalu dibatasi dan didukung oleh faktor
lain seperti keputihan atau infeksi maternal. Sedangkan multipara adalah wanita yang
telah beberapa kali mengalami kehamilan dan melahirkan anak hidup. Wanita yang telah
melahirkan beberapa kali dan mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya
serta jarak kelahiran yang terlampau dekat, diyakini lebih beresiko akan mengalami
ketuban pecah dini pada kehamilan berikutnya.
g. Usia kehamilan
Persalinan preterm terjadi tanpa diketahui penyebab yang jelas, infeksi diyakini
merupakan salah satu penyebab terjadinya KPD dan persalinan preterm (Prawirohardjo,
2010). Pada kelahiran <37 minggu sering terjadi pelahiran preterm, sedangkan bila ≥47
minggu lebih sering mengalami KPD (Manuaba,2010).
Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37
minggu adalah sindroma distress pernapasan, yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir.
Risiko infeksi meningkat pada kejadian ketuban pecah dini, selain itu juga terjadinya
prolapsus tali pusat. Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada ketuban pecah
dini preterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada ketuban
pecah dini preterm. Kejadiannya mencapai 100% apabila ketuban pecah dini preterm
terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
h. Riwayat KPD sebelumnya
Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami KPD kembali. Patogenesis
terjadinya ketuban pecah dini secara singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan
kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban
pecah dini preterm terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita yang mengalami ketuban
pecah dini pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya
wanita yang telah mengalami ketuban pecah dini akan lebih beresiko mengalaminya
kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak mengalami ketuban pecah dini
sebelumnya, karena komposisi membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan
kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya.
V. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada KPD meliputi mudah terjadinya infeksi intra uterin, partus
prematur, dan prolaps bagian janin terutama tali pusat (Manuaba, 2009). Terdapat tiga
komplikasi utama yang terjadi pada KPD yaitu peningkatan morbiditas neonatal oleh karena
prematuritas, komplikasi selama persalinan dan kelahiran, dan resiko infeksi baik pada ibu
maupun janin. Risiko infeksi karena ketuban yang utuh merupakan penghalang penyebab
infeksi (Prawirohardjo, 2017).
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat,
kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal.
Komplikasi akibat KPD kepada bayi diantaranya adalah IUFD, asfiksia dan prematuritas.
Sedangkan pada ibu diantaranya adalah partus lama, infeksi intrauterin, atonia uteri, infeksi
nifas, dan perdarahan post partum (Manumba,2010).
A. Pengkajian
1. Wawancara
a. Identitas klien meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat,
identitas penanggung jawab, no RM.
b. Riwayat keperawatan
1) Keluhan utama: keluhan yang diungkapkan klien sehingga mendatangi pelayanan
kesehatan.
2) Keluhan saat dikaji: keluhan yang diungkapkan klien saat dilakukan pengkajian.
c. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan dahulu : Penyakit kronis atau menular dan
menurun seperti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit
kelamin atau abortus.
2. Riwayat kesehatan sekarang : Riwayat pada saat sebelun inpartus
didapatkan cairan ketuban yang keluar pervagina secara spontan
kemudian tidak diikuti tanda-tanda persalinan.
3. Riwayat kesehatan keluarga : Adakah penyakit keturunan dalam
keluarga keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin,
abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien
4. Riwayat psikososial : Riwayat klien nifas biasanya cemas bagaimana
cara merawat bayinya, berat badan yang semakin meningkat dan
membuat harga diri rendah.
d. Riwayat obstetric
1) Riwayat menstruasi
2) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
3) Genogram
4) Post partum sekarang
5) Kesanggupan dan pengetahuan dalam merawat bayi
6) Riwayat lingkungan meliputi kebersihan dan bahaya yang terdapat di lingkungan
tempat tinggal klien.
7) Aspek psikososial meliputi persepsi ibu setelah bersalin, perubahan kehidupan sehari-
hari, orang terpenting bagi ibu, sikap anggota keluarga terhadap keadaan saat ini dan
kesiapan mental menjadi ibu.
e. Kebutuhan dasar khusus meliputi pola nutrisi, pola eliminasi, pola personal hygiene, pola
istirahat tidur, pola aktivitas dan latihan, pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
f. Pola-pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara
pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan
tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan
untuk menyusui bayinya.
3. Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas
pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas
didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4. Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama
masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang
menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita
takut untuk melakukan buang air besar (BAB).
5. Pola istirahat dan tidur
Pada klien intra partum terjadi perubahan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kontraksi uterus yang menyebabkan nyeri sebelum persalinan.
6. Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain.
7. Pola penagulangan stres
Biasanya klien sering merasa cemas dengan kehadiran anak.
8. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada perut akibat kontraksi uterus pada pola
kognitif klien intrapartum G1 biasanya akan mengalami kesulitan dalam hal
melahirkan, karena belum pernah melahirkan sebelumnya.
9. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang
persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan
body image dan ideal diri
10. Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau atau fungsi
dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan. Biasanya pada saat menjelang persalinan dan
sesudah persalinan klien akan terganggu dalam hal ibadahnya karena harus bedres
total setelah partus sehingga aktifitas klien dibantu oleh keluarga (Asrining, 2011)
II. Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan umum
1) Inspeksi
2) Palpasi
3) Auskultasi
4) Perkusi
5) menghitungan TBBJ
6) Pemeriksaan Dalam
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau
dan pH nya
2) Cairan yang keluar dari vagina ini ada kemungkinan air ketuban, urine
atau secret vagina
3) Secret ibu hamil pH: 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna
tetap kuning.
4) Tes lakmus (nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7-7,5, darah
dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.
5) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukan daun
pakis. (Manumba,2010)
- Skala nyeri 4
- TD : 110/80 mmHg
R : 22 x/menit
N : 80 x/menit
S : 36,0 celcius
DO :
R : pasien mengatakan
nyeri pada daerah luka
post op sc
S : nyeri skala 4
T : pasien mengatakan
nyeri pada saat bergerak
- Pasien mengatakan
verban luka berdarah
- Pasien mengatakan
nyeri muncul ketika
bergerak
- Pasien tampak sesekali
memengangi luka post
op Sectio Caesarea
menggunakan
tangannya
DO :
- Verban luka post op
Sactio Caesarea
tampak kotor karena
bekas darah
- Luka tampak bersih
dan mulai kering
- Tampak luka post op
Sectio Caesarea mulai
kering
DS : Mobilitas Intoleransi aktivitas
- Pernafasan : 20
x/menit
- Pasien mengatakan
payudara terasa nyeri
DO :
B. Diagnosa Keperawatan
1. (D.0077) Nyeri b.d agen cedera fisik dibuktikan d.d tampak meringis (luka
post op)
2. (D.0142) Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit (Post of)
3. (D.0056) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas dibuktikan
dengan klien merasa lemah (post op)
4. (D.0029) Ketidakefektifan pemberian ASI b.d Produksi ASI tidak adekuat d.d
payudara terasa nyeri
C. Rencana Asuhan Keperawatan
1 Nyeri b.d agen cedera fisik Setelah diberikan intervensi selama 3x24 Manajemen nyeri
dibuktikan d.d tampak meringis (luka jam diharapkan tingkat nyeri dapat
Observasi :
post op) berkurang dengan criteria hasil :
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
- Kemampuan menuntaskan aktivitas
frekuensi, kualitas dan intensitias nyei
meningkat
- Identifikasi skala nyeri
- Keluhan nyeri menurun
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Meringis menurun
- Identifikasi faktor yang memperberat
- Diaporesis menurun
dan memperingan nyeri
- Perasaan takut mengalami cedera
- Identifikasi pengaruh nyeri pada
berulang menurun
kualitas hidup
- Abdomen terasa ditusuk dan
- Monitor keberhasilan terapi
diremas menurun
komplementer yang sudah diberikan
- Tekanan darah membaik
Terapeutik:
- Frekuensi nadi membaik - Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (misalnya:
Kode SLKI : L.08066 TENS, hipnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat, aroma
terapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin dan terapi
bermain).
- Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (misalnya: suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan).
- Fasilitasi istirahat dan tidur.
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri.
Edukasi:
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri.
- Jelaskan strategi meredakan nyeri.
- Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri.
- Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat.
- Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.
Terapeutik :
Edukasi :
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian IV jika
diperlukan
- Kolaborasi pemberian transfuse darah
jika perlu
- Kolaborasi pe,berian antiinflamasi
Edukasi :
Kolaborasi :
4 Ketidakefektifan pemberian ASI b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Edukasi menyusui
Produksi ASI tidak adekuat d.d dalam 3x24 jam diharapkan produksi ASI
Observasi :
payudara terasa nyeri dapat meningkat dengan criteria hasil :
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan
- Perlekatan bayi pada payudara ibu
menerima informasi
meningkat
- Identifikasi tujuan atau keinginan
- Kemampuan ibu memposisikan
menyusui
bayi dengan benar meingkat
- Tetesan/pancaran ASI meningkat Terapeutik :
- Suplai ASI adekuat meningkat
- Dukung ibu meningkatkan kepercayaan
- Putting tidak lecet setelah 2 minggu
diri dalam menyusui
melahirkan menurun
- Libatkan sistem dukungan : suami,
- Kepercayaan diri ibu meningkat
keluarga, tenaga kesehatan dan
- Lecet pada putting menurun masyarakat
- Bayi rewel menurun
Edukasi :
- Bayi menangis setelah menyusui
menurun - Berikan konseling menyusui
- Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu
Kode SLKI : L.03029
dan bayi
- Anjurka 4 (empat) posiis menyusui dan
perlekatan (latch on) dengan benar
- Anjurkan perawatan payudara
antepereum dengan mengkompres
dengan kapas yang telah diberikan
minyak kelapa
- Anjurkan perawatan payudara
postpartum (mis. Memerah ASI, pijat
payudara, pijat oksitosin)
Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. 2015. Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta : EGC.
Israr YA, Irwan M, Lestari, dkk. 2016. Arrest of Decent-Cephalopelvic Disproportion (CPD).
Jakarta : EGC
Manumba,RJ.2010.Ilmu Kebidanan dan Kandungan. Jakarta : EGC
Martaadisoebrata D. 2013. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi 3.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Nurarif, A.H dan Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatn Berdasarkan
Diagnosa Medis Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2016. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia Definisi (SDKI) dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
PPNI
Prawirohardjo,S., 2017. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC.
Saifuddin, Abdul Bari. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta : P.T Bina Pustaka.
Saminem. 2010. Dokumentasi Asuhan Kebidanan Konsep dan Praktik. EGC. Jakarta