Penyusun :
3C Akuntansi
FAKULTAS EKONOMI
PRODI AKUNTANSI
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
DESEMBER 2018
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas petunjuk, rahmat,
dan hidayah-Nya. kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisis biaya
volume laba” tanpa ada halangan apapun sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu syarat guna
menyelesaikan tugas mata kuliah Akuntansi Manajemen. Dalam kesempatan ini kami
ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ibu Tika Septiani, SE.,M.Ak.,CA. selaku Dosen mata kuliah Akuntansi
Manajemen yang telah memberikan tugas mengenai makalah ini sehingga
pengetahuan Penulis dalam penulisan makalah makin bertambah dan hal itu
sangat bermanfaat bagi penyusunan skripsi kami di kemudian hari.
2. Pihak-pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah turut
membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dalam waktu
yang tepat. kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, namun demikian telah memberikan manfaat bagi kami. Akhir
kata kami berharap makalah ini dapat bermanfaat.
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................
1.1 Latar Belakang..........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................
1.3 Tujuan.......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................
2.1 Pengertian Analisis Biaya-Volume-Laba..................................................
2.2 Titik Impas Dalam Unit............................................................................
2.3 Titik Impas Dalam Rupiah Penjualan.......................................................
2.4 Analisis Multiproduk................................................................................
2.5 Penyajian Hubungan BVL Dalam Bentuk Grafik.....................................
2.6 Perubahan Dalam Variabel BVL..............................................................
2.7 Risiko dan Ketidakpastian........................................................................
2.8 Analisis BVL dan Perhitungan Biaya Berbasis Aktivitas
BAB III PENUTUP....................................................................................................
3.1 Simpulan...................................................................................................
3.2 Saran..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB I
PEMBAHASAN
Analisis biaya-volume-laba (analisis BVL) yang sering kali disebut sebagai cost-
volume-profit analysis (CVP analysis) merupakan alat yang berguna untuk
perencanaan dan pembuatan keputusan. Analisis BVL menekankan pada hubungan
antara biaya, volume (kuantitas penjualan), dan harga jual. Analisis BVL juga
merupakan alat yang berguna untuk mengidentifikasi permasalahan yang
berhubungan dengan perencanaan penjualan dan membantu perusahaan dalam
memecahkan permasalahan tersebut.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Akuntansi Pertanggungjawaban.
2. Untuk mengetahui keterkaitan struktur organisasi dan pelaporan
pertanggungjawaban.
3. Untuk mengetahui karakteristik laporan pertanggungjawaba
BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa harga jual produk adalah sebesar
Rp 400.000 per unit dan biaya variabel adalah sebesar Rp325.000 per unit
(Rp325.000.000/1.000 unit). Pada titik impas, persaman laba operasi akan
menjadi sebagai berikut.
0 = (Rp400.000 x Unit) - (Rp325.000 x Unit) - Rp45.000.000
0 = Rp75.000 x Unit - Rp45.000.000
Rp75.000 x Unit = Rp45.000.000
Unit = 600
Perhitungan unit impas dapat dilakukan lebih cepat dengan cara memusatkan
perhatian pada margin kontribusi atau disebut dengan pendekatan margin
kontribusi (contribution margin approach). Margin kontribusi merupakan
pendapatan penjualan dikurangi biaya variabel total. Pada titik impas, besarnya
margin kontribusi sama dengan biaya tetap. Apabila margin kontribusi per unit
diganti dengan harga jual per unit biaya variabel per unit pada persaman laba
operasi dan diperoleh jumlah unit, maka diperoleh persamaan impas sebagai
berikut.
Biaya tetap total
Jumlahunit =
Harga jual per unit−Biaya variabel per unit
Biaya tetap total
Jumlahunit =
Margin kontribusi per unit
Dengan menggunakan PT Gemah Ripah sebagai contoh, selanjutnya dapat
dilihat bahwa margin kontribusi per unit dapat dihitung melalui dua cara. Cara
pertama adalah dengan membagi margin kontribusi total dengan jumlah unit
yang dijual, sehingga diperoleh margin kontribusi per unit sebesar Rp75.000
(Rp75.000000/1.000). Cara kedua adalah mengurangi harga jual per unit dengan
biaya variabel per unit, sehingga diperoleh margin kontribusi per unit sebesar
Rp75.000 per unit (Rp400.000 - Rp325.000). Dengan cara tersebut akan
diperoleh hasil (margin kontribusi per unit) yang sama, yaitu sebesar Rp75.000.
Untuk menghitung jumlah unit titik impas, persamaan impas adalah sebagai
berikut.
Rp 45.000 .000
Jumlahunit =
Rp 400.000−Rp325.000
Hasil yang diperolch di atas sama dengan hasil perhitungan yang dilakukan
dengan menggunakan laporan laba rugi.
Dalam situasi produk tunggal, mengonversi titik impas dalam unit menjadi
titik impas dalam pendapatan penjualan merupakan masalah yang sederhana,
yaitu dengan cara mengalikan harga jual per unit dengan jumlah unit yang
terjual. Namun, muncul mengapa digunakan rumus terpisah untuk pendekatan
pendapatan penjualan? Ada dua alasan untuk untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Pertama, rumus pendapatan penjualan memungkinkan perusahaan untuk
secara langsung mencari pendapatan penjualan apabila hal tersebut memang
dikehendaki. Kedua, pendekatan pendapatan penjualan jauh lebih mudah
digunakan dalam situasi multiproduk.
Dalam kasus perusahaan yang memproduksi lebih dari satu jenis produk
(multiproduk), perusahaan ingin mengetahui berapa unit masing-masing produk
yang harus dijual pada titik impas. Penentuan impas masing-masing produk dapat
digunakan persamaan sebagai berikut.
Biaya tetap langsung
Titik impas mesin motor A=
Harga biaya variabel per unit
Rp 30.000 .000
¿ =400 unit
Rp 75.000
Cara lain yang dapat digunakan untuk memecahkan kesulitan atau persoalan
di atas adalah dengan mengonversi permasalahan yang terdapat pada
multiproduk ke dalam permasalahan yang terdapat pada produk tunggal. Apabila
hal tersebut dilakukan, maka metodologi analisis BVL untuk produk tunggal
dapat diterapkan secara langsung untulk multiproduk. Cara terbaik untuk
mengonversi adalah dengan mengidentifikasi bauran penjualan (sales mix)
yang diekspektasi dalam unit produk. Bauran penjualan merupakan kombinasi
relatif dari produk-prodak yang dijual oleh perusahaan.
Untuk mengilustrasikan titik impas dalam rupiah penjualan, berikut ini akan
digunakan informasi yang sama dengan yang digunakan dalam pendekatan
sebelumnya. Namun, hanya informasi tertentu saja dari informasi secara
keseluruhan yang keseluruhan yang terpadat pada proyek laporan laba rugi PT
Gemah Ripah yang diperlukan.
Penjualan Rp1.120.000.000
Biaya variabel (870.000.000)
Margin kontribusi Rp250.000.000
Biaya tetap total (96.250.000)
Latar sebelum pajak Rp153.000.000
Proyek laporan laba rugi diatas disusun dengan asumsi bahwa 1.200 mesin
motor A dan 800 mesin motor B akan dijual (baruan penjualan 3 : 2). Titik impas
dalam pendapatan penjualan juga didasarkan atas ekspektasi bauran penjualan.
Seperti halnya dalam pendekatan unit penjualan ( unit –sold approach ), bauran
penjualan yang berbeda akan menghasilkan yang berbeda.
Dengan menggunakan laporan laba rugi, pertanyaan yang berhubungan
dengan BVL akan dapat dijawab. Sebagai contoh, berapa pendapatan penjualan
harus diperoleh perusahaan untuk mencapai titik impas ? untuk menjawab
pertanyaan tersebut, biaya tetap total sebesar Rp96.250.000 dibagi dengan rasio
margin kontribusi sebesar 0,2232 (Rp250.000.000/Rp1.120.000.000)
Biaya total
Penjualanimpas=
Rasio margin kontribusi
Rp 96.250 .000
¿
0,2232
= Rp431.228.000
B. Grafik-Biaya-Volume-Laba (Cost-volume-profit-graph)
Margin of safety adalah unit penjualan atau yang diharapkan dapat terjual
diatas volume impas. Selain itu margin of safety juga dapat didefinisikan sebagai
pendapatan yang diperoleh atau pendapatan yang diharapkan akan diperoleh
perusahaan diatas volume impas. Sebagai contoh, apabila volume impas suatu
peusahaan adalah sebanyak 200 unit dan saat ini perusahaan berhasil menjual
sebanyak 500 unit, maka margin of safety adalah sebesar 300 unit (500 unit – 200
unit). Margin od safety juga dapat diekspresikan dalam bentuk pendapatan
penjualan. Apabila volume impas adalah sebesar Rp200.000.000 dan perkiraan
pendapatan penjualan adalah sebesar Rp350.000.000, maka margin of safety
adalah sebesar Rp150.000.000.
1. Operating Laverage
Dalam ilmu fisika, laverage merupakan suatu mesin sederhana yang
dapat digunakan untuk melipatgandakan kekuatan. Pada dasarnya suatu
laverage usaha yang dilakukan untuk menciptakan hasil yang lebih banyak .
semakin besar beban yang akan dipindahkan oleh sejumlah kekuatan ,
semakin besar manfaat yang akan diperoleh. Dalam istilah keuangan,
operating laverage berhubungan dengan bauran relatif biaya tetap dan biaya
variabel dalam suatu organisasi. Kadang-kadang dalam situasi tertentu
terjadi kemungkinan kondisi yang saling berlawanan (trade off) antar biaya
tetap dan biaya variabel. Apabila biaya variabel turun, margin kontribusi per
unit akan naik dan selanjutnya akan mengakibatkan kontribusi masing-
masing unit yang dijual akan semakin besar.
Operating leverage merupakan penggunaan biaya tetap untuk
meningkatkan persentase laba yang lebih besar sebagai akibat terjadinya
perubahan aktivitas penjualan. Semakin tinggi tingkat operating leverage,
semakin besar dampak perubahan tingkat aktivitas penjualan terhadap laba.
Oleh karena adanya fenomena tersebut maka bauran biaya (mix of costs)
yang dipilih perusahaan akan memiliki pengaruh yang penting terhadap
risiko operasi dan tingkat laba.
Tingkat pengungkit operasi (degree of operating leverage-DOL) dapat
diukur untuk tingkat penjualan tertentu dengan menggunakan rasio margin
kontribusi terhadap laba, seperti pada rumus sebagai berikut.
Margin kontribusi
Dedree of operating levrage=
Laba
Apabila biaya tetap digunakan untuk menurunkan biaya variabel
sehingga margin kontribusi akan meningkat dan laba akan turun, maka
degree of operating levrage akan meningkat. Peningkatan ini merupakan
petunjuk terhadap terjadinya peningkatan risiko.
Analisis sensitivitas adalah teknik "bagaimana jika (what if)" yang menguji
dampak perubahan asumsi yang mendasarinya terhadap suatu jawaban. Analisis
ini mudah digunakan dengan hanya memasukkan data mengenai harga, biaya
variabel, biaya tetap dan bauran penjualan, serta menyiapkan rumus untuk
menghitung titik impas dan laba yang diharapkan. Selanjutnya data dapat
divariasi sedemikian rupa sesuai yang dinginkan untuk mengetahui dampak
perubahan terhadap laba yang diharapkan.
Dalam contoh sebelumnya tentang leverage operasi, perusahaan
menganalisis dampak penggunaan sistem automasi dan manual terhadap laba.
Perhitungan tersebut pada dasarnya dilakukan secara manual dan apabila
variasinya terlalu banyak maka cara manual menjadi tidak praktis. Dengan
memanfaatkan komputer, maka akan menjadi lebilh mudah untuk mengubah
harga jual. Pada sat yang sama, biaya variabel dan biaya tetap dapat disesuaikan.
Sebagai contoh, misalnya sistem automasi memiliki biaya tetap sebesar
Rp375.000 000, tetapi biaya tersebut mungkin dengan mudah naik sampai
rentang dua bali lipat dalam tahun pertama dan kembai turun dalam tahun kedua
serta ketiga apabila kerusakan pada sistem telah diperbaiki dan pekerja telah
terampil menggunakan mesin tersebut. Spreadsheet dapat dengan mudah
menangani berbagai perhitungan tersebut.
Bi . tetap+ ( Biaya setup x Jumlah setup )+( Biaya per jammesin x Jumlah jammesin)
Harga−Biaya variabel per unit
Agar pembahasan menjadi lebih jelas, suatu perbandingan antara analisis biaya
volume laba dengan pendekatan konvensional dan analisis biaya volume laba dengan
pendekatan ABC menjadi sangat berguna. Sebagai contoh diasumsikan bahwa suatu
perusahaan ingin menghitung jumlah unit yang harus dijual untuk menghasilkan laba
sebelum paiak sehesar Rp20.000,000. Analisis ini didasarkan pada data berikut.
Pemicu Aktivitas Biaya Variabel per Unit Tingkat Pemicu
Aktivitas
Data mengenai variabel:
Unit yang dijual Rp10.000 -
Setup 1.000.000 20
Jam mesin 30.000 1.000
Data lainnya.
Total biaya tetap (konvensional ) Rp100.000.000
Total biaya tetap (ABC) 50.000.000
Harga jual per unit 20.000
Apabila suatu perusahan mengadopsi sistem JIT, maka biaya variabel per
unit yang dijual akan berkurang dan biaya tetap akan naik. Sebagai contoh,
tenaga kerja langsung sekarang dianggap sebagai tetap dan bukan variabel.
Bahan baku, di lain pihak masih dianggap sebagai biaya variabel berdasarkan
unit. Sebenarnya, penekanan pada kualitas total dan pembelian jangka panjang
membuat asumsi bahıwa biaya bahan baku benar-benar proporsional dengan unit
yang diproduksi menjadi semakin terbukti (karena limbah, sia bahan, dan diskon
kuartitas dieliminasi). Biaya variabel berdasarkan unit lainnya seperti listrik dan
komisi penjualan juga berlaku. Selain itu, variabel tingkat batch juga hilang pada
sitem IT batch adalah satu unit). Dengan demikian, persamaan biaya pada JIT
dapat dinyatakan sebagai berikut.
Total biaya = Biaya tetap + (Biaya variabel per unit x Jumlah unit) + (Biaya per
jam mesin x Jumlah jam mesin)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Saran