Anda di halaman 1dari 35

AKUNTASI MANAJEMEN

ANALISA BIAYA-VOLUME-LABA

Oleh :
DINDA DARA MITA 181011202063 0
SIVA NURHALIZA 181011200589
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ ii

BAB I...................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN.................................................................................................................. 1

BAB II.................................................................................................................................... 2

PEMBAHASAN..................................................................................................................... 2

2.1 PENGERTIAN ANALISIS BIAYA-VOLUME-LABA......................................2

2.2 TITIK IMPAS DALAM UNIT.............................................................................3

2.2.1 Pendekatan Laba Operasi............................................................................4

2.2.2 Pendekatan Margin Konribusi.....................................................................6

2.2.3 Unit Penjualan untuk Mencapai Laba yang Ditargetkan...........................7

2.2.4 Target Laba Setelah Pajak...........................................................................9

2.3 TITIK IMPAS DALAM RUPIAH PENJUALAN.............................................10

2.3.1 Target Laba dan Pendapatan Penjualan.......................................................12

2.3.2 Perbandingan Kedua Pendekatan..................................................................12

2.4 ANALISA MULTIPRODUK.............................................................................. 13

2.4.1 Pendekatan Titik Impas dalam Unit..............................................................14

2.4.2 Pendekatan Titik Impas dalam Rupiah Penjualan.......................................15

2.5 PENYAJIAN HUBUNGAN BVL DAN BENTUK GRAFIK............................16

2.5.1 Grafik Volume Laba....................................................................................... 16

2.5.2 Grafik Biaya – Volume – Laba.......................................................................17

2.5.3 Asumsi-Asumsi dalam Analisa BVL..............................................................18

2.6 PERUBAHAN DALAM VARIABEL BVL.......................................................19

2.7 RISIKO DAN KETIDAKPASTIAN..................................................................19

1
2.7.1 Margin of Safety.............................................................................................. 19

2.7.2 Operating Leverage......................................................................................... 20

2.7.3 Analisis Sensitivitas dan BVL.........................................................................23

2.8 ANALISIS BVL DAN PERHITUNGAN BIAYA BERBASIS AKTIVITAS...23

2.8.1 Perbandingan Analisis Konvensional dan ABC............................................25

2.8.2 Implikasi Strategis : Analisis BVL Konvensional versus Analisis ABC.......27

2.8.3 Analisis BVL dan JIT...................................................................................... 29

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penyusun
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas kelompok dari
mata kuliah Akuntansi Manajemen dengan judul “Analisis Biaya-Volume-
Laba”.

Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, penyusun mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penyusun mohon
maaf yang sebesar-besarnya

ii
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada Bapak Dr.H.Suripto,S.E.,M.Ak dosen Akuntasi Manajemen Universitas
Pamulang dan juga kepada penulis buku Akuntansi Manajemen yaitu Baldric
Siregar, Bambang Suripto, Dody Hapsoro, Eko Widodo LO dan Frasto Biyanto
yang menjadi referensi kami dalam menyusun makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Tangerang, 23 Maret 2020

Penyusun

iii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

Analisis Biaya Volume Laba/BVL (cost volume profit analysis/CVP)


merupakan suatu alat yang sangat berguna untuk perencanaan dan pengambilan
keputusan. Hal ini dikarenakan BVL menekankan keterkaitan antara biaya,
kuantitas yang terjual, dan harga, semua informasi keuangan perusahaan
terkandung di dalamnya. Analisis BVL berfokus kepada lima hal, yaitu:
a. harga produk (prices of products),
b. volume produksi,
c. biaya variable per unit,
d. total biaya tetap (biaya yang sifatnya tetap tidak terpengaruh oleh fluktuasi
kuantitas produksi), dan
e. mix of product sold (bauran produk dalam penjualan).
      Karena perannya yang sangat besar, analisis biaya-volume-laba dapat menjadi
alat yang sangat bermanfaat bagi manajemen untuk mengidentifikasi ruang
lingkup permasalahan ekonomi perusahaan serta membantu mencari solusi atas
permasalahannya.
      Analisis BVL dapat membantu manajemen untuk mengetahui beberapa hal
penting, antara lain:
a. Berapa jumlah unit yang harus dijual untuk mencapai titik impas
b. Dampak pengurangan Biaya Tetap (Fixed Cost) terhadap titik impas
c. Dampak kenaikan harga terhadap laba
d. Berapa volume penjualan dan bauran produk yang dibutuhkan untuk mencapai
tingkat laba yang diharapkan dengan sumber daya yang dimiliki
e. Tingkat sensitivitas harga atau biaya terhadap laba.
      Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas bagaimana hubungan analisis
biaya-volume-laba, titik impas dalam unit maupun rupiah, analisis multiproduk,
dan penyajian grafis hubungan biaya-volume-laba agar manajer dapat dengan

1
bijak mengambil keputusan yang pasti dan tidak mengandung resiko yang dapat
merugikan perusahaan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1PENGERTIAN ANALISIS BIAYA-VOLUME-LABA

Analisis biaya-volume-laba (analisis BVL) yang sering disebut sebagai


cost-volume-profit analysis (CVP analysis) merupakan alat yang berguna untuk
perencanaan dan pembuatan keputusan, Analisis BVL menekankan pada
hubungan antara biaya,volume (kuantitas penjualan), dan harga jual. Analisi BVL
merupakan alat yang berguna untuk mengidentifikasi permasalahan yang
berhubungan dengan perencanaan penjualan dan membantu perusahaan dalam
memecahkan permasalahan tersebut,

Analisis BVL juga dapat digunakan untuk membantu memecahkan


masalah penting lainnya, misalnya tentang perencanaan jumlah unit produk yang
seharusnya dijual agar perusahaan mencapai titik impas (break-even point),
perhitungan dampak penurunan biaya terhadap titik impas dan perhitungan
dampak kenaikan harga jual terhadap laba. Selain itu, analisis BVL juga
memungkinkan bagi manajer perusahaan untuk melakukan analisi sensitivitas
melalui pengujian tentang dampak berbagai tingkat harga jual atau biaya terhadap
laba.

Analisis biaya-volume-laba dapat diterapkan dalam banyak hal,


diantaranya adalah :

1. Menentukan harga jual produk atau jasa


2. Memperkenalkan produk atau jasa baru
3. Mengganti peralatan
4. Memutuskan apakah produk atau jasa yang ada seharusnya dibuat di
dalam perusahaan atau dibeli dari luar perusahaan

2
5. Melakukan analisis apa yang akan dilakukan, jika sesuatu dipilih oleh
manajemen

Ada 3(tiga) factor yang mempengaruhi laba :

a. Volume produk yang dijual, berpengaruh terhadap volume produksi


produk atau jasa tersebut
b. Harga jual produk, atau jasa akan mempengaruhi besarnya volume
penjualan produk atau jasa yang bersangkutan
c. Biaya produksi, adalah biaya yang timbul dari perolehan atau untuk
pengolahan suatu produk atau jasa akan mempengaruhi harga jual
produk yang bersangkutan

2.2TITIK IMPAS DALAM UNIT

Titik impas (break-even point) adalah keadaan yang menunjukkan bahwa


jumlah pendapatan yang diterima perusahaan (pendapatan total) sama dengan
jumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan (biaya total).
Titik impas dapat dirumuskan melalui dua pendekatan, yaitu :
 Titik impas dalam jumlah unit penjualan
Dihitung dengan cara membagi biaya tetap total dengan margin
kontribusi per unit
 Titik impas dalam jumlah rupiah penjualan
Dihitung dengan cara membagi biaya tetap total dengan rasio
margin kontribusi

Titik impas sangat bermafaat bagi perusahaan untuk melakukan berbagai


analisis. Untuk menemukan titik impas dalam unit penjualan, manajemen harus
berfokus pada perhitungan Laba Operasi (Operating Income).

3
2.2.1 PENDEKATAN LABA OPERASI

Perhitungan titik impas dalam unit penjualan dapat dilakukan dengan cara
memusatkan perhatian pada laba oprasi atau disebut dengan pendekatan laba
operasi (operating income approach).Perlu diperhatikan bahwa penggunaan
istilah laba operasi menunjukkan jumlah laba sebelum pajak. Selain itu, laba
operasi hanya meliputi pendapatan dan biaya yang berasal dari aktivitas operasi
normal perusahaan.

Aktivitas operasi normal adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan di


luar aktivitas investasi (investing activities) dan aktivitas keuangan (financing
activities). Untuk selanjutnya akan digunakan istilah laba bersih (net income)
yang menunjukkan laba operasi setelah dikurangi dengan pajak.

Apabila ukuran unit penjualan sudah diketahui, selanjutnya persamaan


laba operasi dapat diperluas dengan mengekspresikan pendapatan penjualan dan
biaya variable dalam hubungannya dengan jumlah rupiah dan jumlah unit,
Persamaan laba operasi dapat dirumuskan sebagai berikut :

Laba operasi = (Harga jual per unit x Jumlah unit penjualan) – (Biaya
variabel per unit x jumlah unit penjualan) – Biaya tetap
total

Contoh Soal :

Diasumsikan bahwa PT Gemah Ripah memproduksi mesin motor. Untuk


tahun yang akan dating, direktur keuangan telah menyiapkan laporan laba rugi
prospektif sebagai berikut :

Penjualan (1.000 unit@ Rp. 400.000) Rp. 400.000.000


Biaya Variabel (Rp. 325.000.000)
Margin Kontribusi Rp. 75.000.000
Biaya tetap (Rp. 45.000.000)

4
Laba sebelum pajak Rp. 30.000.000

Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa harga jual produk adalah


sebesar Rp.400.000 per unit dan biaya variabel adalah sebesar Rp.325.000 per
unit (Rp.325.000.000/1.000 unit). Biaya tetap adalah sebesar Rp.45.000.000. Pada
titik impas, persamaa laba operasi akan menjadi sebagai berikut :

0 = (Rp.400.000 x unit) – (Rp.325.000 x unit) –


Rp.45.000.000

0 = Rp.75.000 x Unit – Rp.45.000.000

Rp.75.000 x Unit =Rp.45.000.000

Unit = 600

Oleh karena itu, PT Gemah Ripah harus dapat menjual sebanyak 600 unit mesin
motor dalam rangka menutup semua biaya tetap dan biaya variabel. Salah satu cara yang
dapat digunakan untuk mengecek jawaban tersebut adalah dengan memformulasikan
laporan laba rugi berdasarkan 600 unit penjualan.

Penjualan ( 600 unit @ Rp. 400.000) Rp. 240.000.000


Biaya Variabel (Rp. 195.000.000)
Margin Kontribusi Rp. 45.000.000
Biaya tetap (Rp. 45.000.000)
Laba sebelum pajak Rp. 0

5
2.2.2 PENDEKATAN MARGIN KONRIBUSI

Perhitungan titik impas dalam unit penjualan dapat dilakukan lebih cepat
dengan cara memusatkan perhatian pada margin kontribusi atau disebut dengan
pendekatan margin kontribusi (contribution margin approach).

Apabila margin kontribusi per unit diganti dengan harga jual per unit
dikurangi biaya variabel per unit pada persamaan laba operasi dan diperoleh
jumlah unit, maka akan diperoleh persamaan impas sebagai berikut :

Biaya tetap total


Jumlah unit =
Harga jual per unit – Biaya variabel per unit

Biaya tetap total


Jumlah unit =
Margin kontribusi unit

Dengan menggunakan PT Gemah Ripah sebagai contoh, selanjutnya dapat


dilihat bahwa margin kontribusi per unit dapat dihitung melalui dua acara:
 Cara Pertama :
Dengan membagi margin kontribusi total dengan jumlah unit yang dijual

Rp. 75.000.0000
= Rp.75.000
1.000
 Cara Kedua :
Dengan mengurangi harga jual per unit dengan biaya variabel per unit

Rp 400.000 – Rp. 325.000 = Rp. 75.000

6
Untuk menghitung jumlah titik impas dalam unit,sebagai berikut :

Rp. 45.000.000
Jumlah unit =
Rp. 400.00 – Rp. 325.000

Rp 45.000.000
=
Rp. 75.000

= 600 unit
Hasil yang diperoleh di atas sama dengan hasil perhitungan yang
dilakukan dengan menggunakan laporan laba rugi.

2.2.3 UNIT PENJUALAN UNTUK MENCAPAI LABA YANG


DITARGETKAN

Analisa BVL memberi cara untuk menentukan jumlah unit produk yang
harus dijual agar perusahaan mampu memperoleh laba yang ditargetkan. Laba
operasi yang ditargetkan dapat ditunjukkan sebagai jumlah rupiah, misalnya
sebesar Rp.20.000.000 atau sebagai persentase dari pendapatan penjualan,
misalnya 15 persen dari pendapatan penjualan. Baik pendekatan laba operasi
maupun pendekatan margin kontribusi dapat dengan mudah digunakan untuk
menghitung laba yang ditargetkan.
 Laba Ditargetkan dalam Bentuk Rupiah
Diasumsikan bahwa PT Gemah Ripah ingin memperoleh laba operasi
sebesar Rp.60.000.000, tentukan berapa jumlah mesin motor yang
seharusnya dijual untuk mencapai laba tersebut?
Pendekatan laporan laba rugi operasi :
Rp.60.000.000 = (Rp.400.000 x unit) – (Rp.325.000 x unit) –
Rp.45.000.000
Rp.105.000.000 = Rp.75.000 x unit
Unit = 1.400

7
Pendekatan margin kontribusi :
Rp.45.000.000 + Rp.60.000.000
Unit =
Rp.400.000 – Rp.325.000

Rp.105.000.000
=
Rp.75.000
= 1.400
Laporan laba rugi berikut ini menunjukkan hasil perhitungan di atas.
Penjualan ( 1.400 unit @ Rp. 400.000) Rp. 560.000.000
Biaya Variabel (Rp. 455.000.000)
Margin Kontribusi Rp. 105.000.000
Biaya tetap (Rp. 45.000.000)
Laba sebelum pajak Rp. 60.000.000

 Laba Ditargetkan dalam Persentase Pendapatan Penjualan


Diasumsikan bahwa PT Gemah Ripah ingin mengetahui jumlah
mesin motor yang harus dijual dalamh laba sebesar 15% dari
pendapatan penjualan.
0,15 x Rp.400.000 x unit = (Rp.400.000 x unit) – (Rp.325.000
x unit)- Rp.45.000.000
Rp.60.000 x unit = (Rp.400.000 x unit) – (Rp.325.000
x unit)- Rp.45.000.000
Rp.60.000 x unit = (Rp.75.000 x unit) –
Rp.45.000.000
Rp.15.000 x unit = Rp.45.000.000
Unit = 3.000

8
2.2.4 TARGET LABA SETELAH PAJAK

Pada umumnya pajak dihitung sebagai persentase dari laba. Laba setelah
pajak dihitung dengan cara mengurangkan pajak dari laba operasi sebelum pajak
seperti berikut :
Laba bersih = Laba Operasi – Pajak
= Laba Operasi – (Tarif pajak x Laba Operasi)
= Laba Operasi (1-Tarif pajak)
Atau
Laba bersih
Laba operasi =
1- Tarif pajak

Apabila PT Gemah Ripah ingin memperoleh laba bersih sebesar


Rp.56.250.000 dan tarif pajak yang berlaku adalah sebesar 25%, maka untuk
mengonversi target laba setelah pajak ke dalam target laba sebelum pajak
diperlukan langkah-langkah sebagai berikut :
Rp.56.250.000 = Laba operasi – (0,25 x Laba operasi)
Rp.56.250.000= 0,75 (Laba operasi)
Laba operasi = Rp.56.250.000/0,75
Laba operasi = Rp.75.000.000
Dengan kata lain, pengenaan tarif pajak sebesar 25%, maka PT Gemah
Ripah harus memperoleh laba sebelum pajak sebesar Rp.75.000.000 agar dapat
memperoleh laba setelah pajak sebesar Rp.56.250.000. Dengan konversi tersebut,
maka dapat dihitung jumlah unit yanh harus dijual sebagi berikut :
Unit = Rp.45.000.000 + Rp.75.000.000
Unit = Rp.120.000.000
Rp.75.000
Unit = 1.600
Laporan laba/rugi berdasarkan tingkat penjualan sebanyak 1.600 unit
mesin motor sebagai berikut :

9
Penjualan ( 1.600 unit @ Rp. 400.000) Rp. 640.000.000
Biaya Variabel (Rp. 520.000.000)
Margin Kontribusi Rp. 120.000.000
Biaya tetap (Rp. 45.000.000)
Laba sebelum pajak Rp. 75.000.000
Pajak (25% Tarif pajak) (Rp. 18.750.000)
Laba setelah pajak Rp. 56.250.000

2.3TITIK IMPAS DALAM RUPIAH PENJUALAN

Untuk menghitung titik impas dalam rupiah penjualan, biaya variabel perlu
dinyatakan dalam persentase dari penjualan bukan dalam jumlah per unit
penjualan.
Contoh soal :
Diketahui : harga pulpen Rp.10.000
Biaya variabel RP.6.000
Ditanya : Margin kontribusi?
Berapakah biaya variabel total jika pulpen tersebut terjual
10 unit?
Berapa rasio biaya variabelnya?
Jawab : Margin kontribusi = Rp.10.000 – Rp.6.000
= Rp.4.000
Biaya variabel total = Rp.6.000 x 10 unit = Rp.60.000
Rasio biaya variabel :
Rp.6.000/Rp.10.000 = 60%
Angka 60% di atas merupakan rasio biaya variabel (variabel cost ratio).
Angka tersebut merupakan proporsi setiap rupiah penjualan yang harus digunakan
untuk menutup biaya variabel. Rasio biaya variabel dapat dihitung dengan
menggunakan data total maupun data per unit. Sisa persentase rupiah penjualan
setelah biaya variabel ditutup merupakan rasio margin kontribusi (contribution

10
margin ratio). Rasio margin kontribusi adalah proporsi setiap rupiah penjualan
yang tersedia untuk menutup biaya tetap dan menghasilkan laba.
Pada contoh diatas maka rasio margin kontribusi adalah :
Rasio margin kontribusi = 100% - rasio biaya variabel
= 100% - 60%
= 40%
Hal ini karena rasio biaya variabel dan rasio margin kontribusi bersifat
saling melengkapi. Dengan kata lain, setelah proporsi atau bagian dari rupiah
penjualan digunakan untuk menutup biaya variabel, maka sisanya merupakan
komponen margin kontribusi.
Bagaimana jika persamaan dasae impas digunakan untuk menentukan titik
impas dalam pendapatan penjualan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat
digunakan pendekatan berikut ini. Perhatikan bahwa rumus titik impas dalam unit
adalah sebagai berikut :
Biaya tetap total
Unit impas =
Harga jual per unit – Biaya variabel per unit

Apabila kedua sisi persamaan di atas dikalikan dengan harga jual per
unit, maka pada sisi kiri persamaan akan sama dengan pendapatan penjualan pada
titik impas.
Biaya tetap total
Unit impas x Harga jual per unit =
Harga jual/unit – Biaya
variabel/unit

Harga jual/unit
Penjualan impas = Biaya tetap total x
Harga jual/unit – Biaya variabel/unit

Harga jual/unit
Penjualan impas = Biaya tetap total x
Margin Kontribusi

11
Biaya tetap total
Penjualan impas =
Rasio margin kontribusi

2.3.1 TARGET LABA DAN PENDAPATAN PENJUALAN

Apabila muncul pertanyaan berapkah pendapatan penjualan yang harus


dicapai oleh PT Gemah Ripah agar perusahaan dapat memperoleh laba sebelum
pajak sebesar Rp.60.000.000?

Rp.45.000.000 + Rp.60.000.000
Penjualan =
0,1875

Rp.105.000.000
=
0,1875

= Rp.560.000.000
PT Gemah Ripah harus memperoleh pendapatan penjualan sebesar
Rp.560.000.000 agar dapat mencapai target laba sebesar Rp.60.000.000.
Pada umumnya dengan asumsi bahwa biaya tetap tidak berubah, rasio
margin kontribusi dapat digunakan untuk menghitung dampak perubahan
pendapatan penjualan terhadap laba. Untuk menghitung perubahan laba total
sebagai akibat dari perubahan pendapatan, secara sederhana dapat dilakukan
dengan cara mengalikan rasio margin kontribusi dengan perubahan penjualan.

2.3.2 PERBANDINGAN KEDUA PENDEKATAN

Dalam situasi produk tunggal, mengonversi titik impas dalam unit menjadi
titik impas dalam pendapatan penjualan merupakan masalah yang sederhana, yaitu
dengan cara mengalikan harga jual per unit dengan jumlah unit yang terjual.
Namun, muncul pertanyaan mengapa digunakan rumus terpisah untuk pendekatan
pendapatan penjualan? Ada dua alasan untuk menjawab pertanyaan tersebut

12
 Pertama, rumus pendapatan penjualan memungkinkan perusahaan
untuk secara langsung mencari pendapatan penjualan apabila hal
tersebut memang dikehendaki.
 Kedua, Pendekatan pendapatan penjualan jauh lebih mudah
digunakan dalam situasi multiproduk.

2.4ANALISA MULTIPRODUK

Formula yang digunakan untuk situasi produk tunggal dapat diadaptasikan


untuk perusahaan yang menjual multiproduk (multiple products). Untuk
memperjelas penggunaan formula produk tunggal pada multiproduk, berikut ini
ditunjukkan dengan menggunakan contoh PT Gemah Ripah.
Misalkan PT Gemah Ripah memutuskan untuk menawarkan dua model
mesin motor, yaitu mesin motor A yang dijual dengan harga Rp.400.000 dan
mesin motor B yang dijual dengan harga Rp.800.000. Biaya variabel per unit
mesin motor A adalah Rp.325.000 dan biaya variabel per unit mesin motor B
adalah Rp.600.000. Departemen pemasaran memperkirakan dapat menjual mesin
motor A sebanyak 1.200 unit dan mesin motor B sebanyak 800 unit untuk tahun
yang akan dating. Pengontrol telah menyiapkan proyeksi laporan laba rugi
berdasar taksiran penjualan sebagai berikut

Keterangan Mesin motor A Mesin motor B Total


Penjualan Rp.480.000.000 Rp.640.000.000 Rp.1.120.000.000
Biaya Variabel (390.000.000) (480.000.000) (670.000.000)
Margin Rp. 90.000.000 Rp.160.000.000 Rp. 250.000.000
kontribusi
Biaya tetap (30.000.000) (40.000.000) (70.000.000)
13
langsung
Laba produk Rp. 60.000.000 Rp..120.000.000 Rp. 180.000.000
Biaya tetap (26.250.000)
bersama
Laba sebelum Rp. 153.750.000
pajak

Perlu diperhatikan bahwa pengontrol telah memisahkan biaya tetap


langsung (direct fixed cost) dengan biaya tetap bersama (common fixed
expenses). Biaya tetap langsung adalah biaya tetap yang dapat ditelusuri kepada
masing-masing segmen produk, dan dapat dihindari apabila segmen tersebut tidak
melakukan aktivitas produksi. Biaya tetap bersama adalah biaya tetap yang tidak
dapat ditelusuri kepada segmen produk, dan akan tetap terjadi meskipun segmen
tersebut tidak melakukan aktivitas produksi.

2.4.1 PENDEKATAN TITIK IMPAS DALAM UNIT

Penentuan impas masing-masing produk dapat digunakan persamaan


sebagai berikut :

Biaya tetap langsung


Titik impas mesin motor A =
Harga – Biaya variabel per unit

Biaya tetap langsung


Titik impas mesin motor B =
Harga – Biaya variabel per unit

Namun,titik impas tersebut hanya dapat menutup biaya tetap langsung,


sedangkan biaya tetap bersama belum termasuk yang ditutup. Penjualan mesin
motor sejumlah tersebut di atas akan mengakibatkan kerugian sebesar biaya tetap
bersama. Oleh karena itu, biaya tetap bersama juga harus dipertimbangkan dalam
analisis. Apabila biaya tetap bersama belum dialokasikan kepada masing-masing
produk dalam perhitungan titik impas, maka akan dapat mengakibatkan terjadinya
kesulitan.

14
Cara lain yang dapat digunakan untuk memecahkan kesulitan atau
persoalan di atas adalah dengan mengonversi permasalahan yang terdapat pada
multiproduk ke dalam permasalahan yang terdapat pada produk tunggal. Apabila
hal tersebut dilakukan, maka metodologi analisis BVL untuk produk tunggal
dapat diterapkan secara langsung untuk multiproduk. Cara terbaik untuk
mengonversi adalah dengan mengidentifikasi bauran penjualan (sales mix) yang
diekspektasi dalam unit produk. Bauran penjualan merupakan kombinasi relative
dari produk-produk yang dijual oleh perusahaan.

2.4.2 PENDEKATAN TITIK IMPAS DALAM RUPIAH


PENJUALAN

Untuk mengilustrasikan titik impas dalam rupiah penjualan, berikut ini


akan digunakan informasi yang sama dengan yang digunakan dalam pendekatan
sebelumnya. Namun, hanya informasi tertentu saja dari informasi secara
keseluruhan yang terdapat pada proyeksi laporan laba rugi PT Gemah Ripah yang
diperlukan.
Penjualan Rp.1.120.000.000
Biaya variabel (870.000.000)
Margin kontribusi Rp. 250.000.000
Biaya tetap total (96.250.000)
Laba sebelum pajak Rp. 153.750.000

Proyeksi laporan laba rugi di atas disusun dengan asumsi bahwa 1.200
mesin motor A dan 800 mesin motor B akan dijual (bauran penjualan 3:2). Titik
impas dalam pendapatan penjualan juga didasrkan atas ekspektasi bauran
penjualan. Seperti halnya dalam pendekatan unit penjualan (unit-sold approach),
bauran penjualan yang berbeda akan menghasilkan hasil yang berbeda.
Dengan menggunakan laporan laba rugi, pertanyaan yang berhubungan
dengan BVL akan dapat dijawab. Sebagai contoh, berapa pendapatan penjualan
harus diperoleh perusahaan untuk mencapai titik impas? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, biaya tetap total sebesar Rp.96.250.000 dibagi dengan rasio
margin kontribusi 0,2232 (Rp.250.000.000/Rp.1.120.000.000).
15
Biaya tetap total
Penjualan impas =
Rasio margin kontribusi

Rp.96.250.000
=
0,2232

= Rp.431.228.000

2.5PENYAJIAN HUBUNGAN BVL DAN BENTUK GRAFIK

2.5.1 GRAFIK VOLUME LABA

Grafik volume laba (profit-volume graph) menggambarkan hubungan


antara laba dan volume penjualan secara visual. Grafik volume laba merupakan
grafik dari persamaan laba operasi :
Laba operasi = (Harga x unit) – (Biaya Variabel per unit x unit) – Biaya
tetap
Dalam grafik ini laba operasi merupakan variabel terikat yang diukur pada
sumbu horizontal dan unit merupakan variabel bebas yang diukur pada sumbu
vertikal.

16
2.5.2 GRAFIK BIAYA – VOLUME – LABA

Grafik biaya volume laba (cost-volume-profit-graph) menggambarkan


hubungan antara biaya, volume, dan laba. Untuk mendapatkan gambaran yang
lebih terperinci, perlu dibuat grafik dengan dua garis terpisah yaitu garis total
pendapatan dan garis total biaya yang disajikan dalam dua persamaan berikut :
Pendapatan = Harga x unit
Biaya total = (Biaya variabel per unit x unit) + Biaya tetap

17
2.5.3 ASUMSI-ASUMSI DALAM ANALISA BVL

Grafik laba-volume dan grafik biaya-volume-laba yang tealh diilustrasikan


sebelumnya mengandalkan pada beberapa asumsi penting. Beberapa asumsi
tersebut adalah sebagai berikut :
a.Analisis mengasumsikan bahwa fungsi pendapatan dan fungsi biaya
bersifat linear
b.Analisis mengasumsikan bahwa harga, biaya tetap total, dan biaya
variabel per unit dapat diidentifikasi secara akurat dan akan selalu
konstan selama dalam kisaran relevan (relevant range)
c.Analisis mengasumsikan bahwa jumlah yang diproduksi sama dengan
jumlah yang dijual
d.Pada analisis multiproduk, bauran penjualan diasumsikan telah diketahui
sebelumnya
e.Harga jual dan biaya diasumsikan telah diketahui dengan pasti

18
2.6PERUBAHAN DALAM VARIABEL BVL

Oleh karena perusahaan beroperasi dalam dunia yang dinamis, maka


perusahaan harus memerhatikan berbagai kemungkinan terjadinya perubahan
harga, biaya variabel, dan biaya tetap. Perusahaan juga harus memerhatikan
dampak berbagai kemungkinan risiko dan ketidakpastian. Perhatian terutama
ditujukan kepada dampak perubahan harga, margin kontribusi per unit, dan biaya
tetap terhadap titik impas. Perhatian juga perlu diarahkan pad acara-cara manajer
dalam menangani risiko dan ketidakpastian yang terjadi dalam kerangka BVL.

2.7RISIKO DAN KETIDAKPASTIAN

Satu asumsi penting dalam analisis BVL adalah bahwa harga jual per unit
dan biaya telah diketahui dengan pasti. Pada kasus yang sesungguhnya, asumsi
tersebut jarang terjadi. Risiko dan ketidakpastian merupakan bagian penting yang
harus dipertimbangkan dalam pembuatan keputusan bisnis.
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan oleh manajer dalam
menghadapi masalah risiko dan ketidakpastian. Dua konsep atau metode yang
sangat bermanfaat bagi manajer perusahaan dalam menghadapi masalh risiko dan
ketidakpastian adalah margin of safety (margin aman) dan operating leverage
(pengungkit operasi)

2.7.1 MARGIN OF SAFETY

Margin of safety adalah unit penjualan atau yang diharapkan dapat dijual
di atas volume impas. Selain itu, margin of safety juga dapat didefinisikan sebagai
pendapatan yang diperoleh atau pendapatan yang diharapkan akan diperoleh
perusahaan diatas volume impas.
Sebagai contoh, apabila volume impas suatu perusahaan adalah sebanyak
200 unit dan saat ini perusahaan berhasil menjual sebanyak 500 unit, maka margin

19
of safety adalah sebesar 300 unit (500 unit – 200 unit). Margin of safety juga
dapat diekspresikan dalam bentuk pendapatan penjualan. Apabila volume impas
adalah sebesar sebesar Rp.200.000.000 dan perkiraan pendapatan penjualan
adalah sebesar Rp.350.000.000, maka margin of safety adalah sebesar
Rp.150.000.000.

2.7.2 OPERATING LEVERAGE

Leverage operasi adalah pengaruh biaya tetap operasional terhadap


kemampuan perusahaan menutup biaya tersebut. Dengan kata lain operating
leverage merupakan penggunaan biaya tetap untuk meningkatkan persentase laba
yang lebih besar sebagai akibat terjadinya perubahan aktivitas penjualan.
Semakin tinggi tingkat operating leverage, semakin besar dampak
perubahan tingkat aktivitas penjualan terhadap laba. Oleh karena adanya
fenomena tersebut maka bauran biaya (mix of cost) yang dipilih perusahaan akan
memiliki pengaruh yang penting terhadap risiko operasi dan tingkat laba.
Tingkat pengungkit operasi (degree of operating leverage – DOL) dapat
diukur untuk tingkat penjualan tertentu dengan menggunakan rasio margin
kontribusi terhadap laba, seperti rumus berikut :
Margin kontribusi
Degree of operating leverage =
Laba

Apabila biaya tetap digunakan untuk menurunkan biaya variabel sehingga


margin kontribusi akan meningkat dan laba akan turun, maka degree of operating
leverage akan meningkat. Peningkatan ini merupakan petunjuk terhadap
terjadinya peningkatan risiko.
Asumsi :
Suatu perusahaan sedang merencanakan untuk menambah suatu lini
produk. Dalam penambahan lini produk tersebut, perusahaan dapat memilih untuk
mengandalkan pada sistem automasi atau sistem yang mengandalkan pada tenaga
kerja manusia (sistem manual). Apabila perusahaan memilih sistem automasi

20
dibandingkan sistem manual, maka biaya tetap akan lebih tinggi dan biaya
variabel per unit akan lebih rendah, Data relevan untuk tingkat penjualan 10.000
unit adalah sebagai berikut :

Keterangan Sistem Automasi Sistem Manual


Penjualan Rp.1.000.000.000 Rp.1.000.000.000
Biaya Variabel (500.000.000) (800.000.000)
Margin kontribusi Rp. 500.000.000 Rp. 200.000.000
Biaya tetap (375.000.000) (100.000.000)
Laba sebelum pajak Rp. 125.000.000 Rp. 100.000.000

Harga jual per unit Rp. 100.000 Rp. 100.000


Biaya variabel per unit 50.000 80.000
Margin kontribusi per 50.000 20.000
unit

Degree of operating leverage (DOL) untuk sistem automasi adalah sebesar


4,00 (Rp.500.000.000/Rp.125.000.000), sedangkan degree of operating leverage
untuk sistem manual adalah sebesar 2,00 (Rp.200.000.000/Rp.100.000.000). Apa
yang akan terjadi terhadap laba masing-masing alternatif sistem apabila penjualan
meningkat sebesar 40%? Berdasarkan data di atas dapat disusunlaporan laba rugi
sebagai berikut :

Keterangan Sistem Automasi Sistem Manual


Penjualan Rp.1.400.000.000 Rp.1.400.000.000
Biaya variabel (700.000.000) (1.120.000.000)
Margin kontribusi Rp.700.000.000 Rp.280.000.000
Biaya tetap (375.000.000) (100.000.000)
Laba sebelum pajak Rp.325.000.000 Rp.180.000.000

Laba untu sistem automasi akan meningkat sebesar Rp.200.000.000


(Rp.325.000.000 – Rp.125.000.000) atau naik sebesar 160%. Pada sistem manual,
laba hanya meningkat sebesar Rp.80.000.000 (Rp.180.000.000 – Rp.100.000.000)
atau naik sebesar 80%. Sistem automasi mengalami kenaikan persentase yang
lebih besar karena sistem tersebut memiliki degree of operating leverage yang
lebih tinggi.
21
Dalam pemilihan di antara kedua sistem tersebut, dampak yang
diakibatkan oleh operating leverage merupakan informasi yang sangat berharga.
Sebagaimana ditunjukkan dalam ilustrasi, bahwa kenaikan persentase penjualan
sebesar 40% memiliki dampak manfaat yang signifikan bagi perusahaan. Namun,
dampak tersebut memiliki dua sisi mata pedang. Apabila penjualan turun, maka
sistem automasi juga menunjukkan besarnya penurunan persentase yang lebih
tinggi. Selanjutnya, kenaikan operating leverage yang terdapat pada sistem
automasi terjadi karena adanya kenaikan biaya tetap. Titik impas untuk sistem
automasi adalah sebesar 7.500 unit (Rp.375.000.000/Rp.50.000), sementara titik
impas untuk sistem manual adalah sebesar 5.000 unit
(Rp.100.000.000/Rp.20.000). Oleh karena itu, sistem automasi memiliki risiko
operasi (operating risk) yang lebih tinggi. Kenaikan risiko secara potensial juga
memberi peluang tingkat laba yang lebih tinggi (sepanjang unit yang terjual lebih
banyak daripada 9.167).
Angka ini merupakan angka benchmarking yang dihitung dengan
menetapkan persamaan laba untuk kedua sistem dan menemukan jawaban
terhadap x : 50x – 375.000.000 = 20x – 100.000.000:x=9.167
Dalam pemilihan di antara sistem automasi dan sistem manual, manajer
harus menilai kemungkinan bahwa penjualan akan lebih besar daripada 9.167
unit. Apabila setelah melalui studi yang cermat terdapat keyakinan bahwa
penjualan akan dengan mudah melebihi batas angka tersebut, maka pilihannya
adalah jelas kepada sistem automasi. Di sisi lain, apabila penjualan tidak mungkin
melebihi 9.167 unit, maka sistem manual adalah pilihan yang lebih baik.

2.7.3 ANALISIS SENSITIVITAS DAN BVL

Meluasnya penggunaan computer personal (personal computer) dan


spreadsheet telah memudahkan para manajer untuk melakukan analisis sensitivitas
(sensitivity analysis).
Analisis sensitivitas adalah teknik “bagaimana jika (what if)” yang
menguji dampak perubahan asumsi yang mendasarinya terhadap suatu jawaban.
22
Analisi ini mudah digunakan dengan hanya memasukkan data mengenai harga,
biaya variabel, biaya tetap, dan bauran penjualan, serta menyiapkan rumus untuk
menghitung titik impas dan laba yang diharapkan. Selanjutnya data dapat divariasi
sedemikian rupa sesuai yang diinginkan untuk mengetahui dampak perubahan
terhadap laba yang diharapkan.
Perlu diperhatikan meskipun spreadsheet mampu menghasilkan jawaban
yang berhubungan dengan angka (numerik), tetapi belum tentu mampu melakukan
pekerjaan tersulit dalam analisis BVL. Pekerjaan tersulit tersebut adalah
menentukan data yang pertama kali harus di-input dalam analisis. Akuntan harus
mengetahui distribusi biaya dan harga perusahaan, serta dampak perubahan
kondisi ekonomi terhdap variabel-variabel tersebut jarang diketahui dnegan pasti.
Kenyataan tersebut tidak boleh menjadi alasan untuk mengabaikan dampak
ketidakpastian dalam analisis BVL. Analisis sensitivitas dapat melatih insting
manajer untuk mengetahui sampai sejauh mana variabel ramalan yang belum
pasti akan mempengaruhi suatu jawaban.

2.8ANALISIS BVL DAN PERHITUNGAN BIAYA BERBASIS


AKTIVITAS

Analisis BVL konvensional mengasumsikan bahwa semua biaya


perusahaan dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu : biaya yang
berubah sejalan dengan volume penjualan (biaya variabel), dan biaya yang tidak
berubah (biaya tetap). Selanjutnya biaya diasumsikan sebagai fungsi linear dari
volume penjualan. Namun, saat ini banyak perusahaan yang menyadari bahwa
pembedaan biaya tetap dan biaya variabel adalah terlalu menyederhanakan
masalah.
Pada sistem perhitungan biaya berbasis aktivitas (ABC), biaya dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa kategori berdasarkan unit dan non unit. Sistem
ABC mengakui bahwa beberapa biaya tergantung pada jumlah unit yang
diproduksi, sedangkan beberapa lainnya tidak. Meskipun sistem ABC mengakui
bahwa biaya berdasarkan ono unit adalah tetap berkenaan dengan perubahan
23
volume produksi, tetapi sistem ABC juga menunjukkan bahwa banyak biaya
berdasarkan nonunit berubah berkenaan dengan pemicu (driver) aktivitas lainnya.
Penggunaan sistem ABC tidak berarti bahwa analisis BVL kurang
bermanfaat. Kenyataannya, analisis BVL menjadi lebih bermanfaat karena anlsisi
tersebut memberi masukan yang lebih akurat mengenai perilaku biaya.
Pemahaman tersebut akan dapat menghasilkan keputusan yang lebih baik. Namun,
analisis BVL dalam kerangka berdasarkan aktivitas harus dimodifikasi. Sebagai
ilustrasi, diasumsikan bahwa biaya perusahaan dapat dinyatakan dengan tiga
variabel; pemicu aktivitas tingkat unit, yaitu unit yang dijual; pemicu aktivitas
tingkat batch, yaitu jumlah set up; dan pemicu aktivitas tingkat produk, yaitu
lamanya mesin beroperasi. Persamaan biaya ABC selanjutnya dinyatakan sebagai
berikut

Total biaya = Biaya tetap + (Biaya variabel per unit x Jumlah unit) + (biaya
Setup x Jumlah Setup) + (Biaya per jam mesin x Jumlah jam
mesin)

Seperti sebelumnya, laba operasi merupakan total pendapatan dikurangi total


biaya. Hal tersebut dapat diekspresikan sebagai berikut :

Laba Operasi = Total pendapatan – [(Biaya tetap + (Biaya variabel per unit x
Jumlah unit) + (Biaya Setup x Jumlah Setup) + (Biaya per
jam mesin x Jumlah jam mesin)]

Untuk perhitungan titik impas dalam unit dapat digunakan pendekatan


margin kontribusi. Pada titik impas, laba operasi adalah nol dan jumlah unit yang
harus dijual untuk mencapai titik impas adalah sebagai berikut.

Biaya tetap + (Biaya setup x jumlah setup) + (Biaya per


jam mesin x Jumlah jam mesin)
Unit impas =
Harga – Biaya variabel per unit

24
Perbandingan titik impas ABC dengan titik impas konvensional
mengungkapkan dua perbedaan yang signifikan. Pertama, biaya tetapnya berbeda.
Beberapa biaya yang sebelumnya diidentifikasi sebagai biaya tetap dalam
kenyataannya dapat bervariasi sesuai dengan pemicu biaya non unit, dalam hal ini
adalah jumlah setup dan jumlah jam mesin. Kedua, pembilang persamaan titik
impas ABC memiliki dua istilah baiay variabel non unit, yaitu : satu untuk
aktivitas yang berkaitan dengan batch, dan satu lagi untuk aktivitas yang
mempertahankan produk.

2.8.1 PERBANDINGAN ANALISIS KONVENSIONAL DAN ABC

Diasumsikan bahwa suatu perusahaan ingin menghitung jumlah unit yang


harus dijual untuk menghasilkan laba sebelum pajak sebesar Rp.20.000.000.
Analisis ini didasarkan pada data berikut :
Pemicu aktivitas Biaya variabel Per unit Tingkat pemicu aktivitas
Data mengenai
variabel
Unit yang dijual Rp.10;000 -
Setup 1.000.000 20
Jam mesin 30.000 1.000

Data lainnya :
Total biaya tetap (konvensional) Rp.100.000.000
Total biaya tetap ABC 50.000.000
Harga jual per unit 20.000
Dengan menggunakan analisis BVL pendekatan konvensional, jumlah unit
yang harus terjual untuk menghasilkan laba sebelum pajak sebesar Rp.20.000.000
dihitung sebagai berikut

Target laba + Biaya tetap


Jumlah unit =
Harga – Biaya variabel per unit

25
Rp.20.000.000 + Rp.100.000.000
=
Rp.20.000 – Rp.10.000

Rp. 120.000.000
=
Rp.10.000

= 12.000 unit
Dengan menggunakan analisis BVL pendekatan ABC, jumlah unit yang
harus terjual untuk menghasilkan laba operasi sebesar Rp.20.000.000 dihitung
sebagai berikut.
Rp.20.000.000 + Rp.50.000.000 + (Rp.1.000.000 x 20) +
(Rp.30.000 x 1,000)
Jumlah unit =
Rp.20.000 – Rp.10.000
= 12.000 unit
Jumlah unit yang harus dijual adalah sama menurut kedua pendekatan.
Alasannya sederhana. Kelompok total biaya tetap menurut perhitungan biaya
konvensional terdiri atas biaya variabel berbasis nonunit ditambah biaya yang
dianggap tetap tanpa memerhatikan pemicu aktivitas. Sistem ABC memilah-milah
bebrbagai biaya variabel berdasarkan nonunit. Biaya-biaya tersebut berhubungan
dengan tingkat tertentu dari setiap pemicu aktivitas. Pada pemicu aktivitas tingkat
batch, tingkatnya adalah 20 setup dan untuk variabel tingkat produk, tingkatnya
adalah 1.000 jam mesin. Selama tingkat aktivitas pemicu biaya berdasarkan
nonunit tetap, maka hasil perhitungan sistem konvensional dan ABC akan tetap
sama. Namun, tingkat tersebut dapat berubah dan karenanya informasi yang
disediakan oleh kedua pendekatan dapat sangat berbeda. Persamaan ABC pada
analisis BVL merupakan reprensentasi yang lebih lengkap mengenai perilaku
biaya yang mendasar dan dapat memberikan pemahaman strategis yang penting.

2.8.2 IMPLIKASI STRATEGIS : ANALISIS BVL


KONVENSIONAL VERSUS ANALISIS ABC

26
Diasumsikan bahwa setelah dialkukan analisis BVL Konvensional,
departemen pemasaran menyatakan bhawa penjualan 12.000 unit tidak mungkin
dapat dicapai. Pada kenyataannya hanya 10.000 unit yanh mungkin dapat dijual.
Presiden direktur perusahaan kemudian meminta kepada para perancang produk
mencari cara untuk mengurangi biaya pembuatan produk. Para perancang juga
diminta untuk mempertahankan persamaan biaya konvensional, yaitu biaya tetap
sebesar Rp.100.000.000 dan biaya variabel per unit sebesar Rp.10.000. Biaya
variabel per unit sebesar Rp.10.000 terdiri atas: tenaga kerja langsung Rp.4.000;
bahan baku Rp.5.000; dan overhead variabel Rp.1.000. Dalam rangka memenuhi
permintaan untuk mengurangi titik impas, mesin memproduksi suatu rancangan
produk baru yang membutuhkan lebih sedikit tenaga kerja. Rancangan baru
tersebut mengurangi biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp.2.000 per unit.
Rancangan tersebut tidak akan mempengaruhi bahan baku dan overhead variabel.
Dengan demikian, biaya variabel yang baru adalah sebesar Rp.8.000 per unit dan
titik impas sebagai berikut :
Biaya tetap
Jumlah unit =
Harga – Biaya variabel per unit

Rp.100.000.000
=
Rp.20.000 – Rp.8.000

= 8.333 unit
Proyeksi laba apabila 10.000 unit terjual adalah sebagai berikut :
Penjualan (Rp.20.000 x 10.000) Rp.200.000.000
Biaya variabel (Rp.8.000 x 10.000) (80.000.000)
Margin kontribusi Rp.120.000.000
Biaya tetap (100.000.000)
Laba Rp.20.000.000

Oleh karena tertarik dengan hasil perhitungan diatas, Presiden Direktur


menyetujui rancangan baru tersebut. Satu tahun kemudian, presiden direktur
mendapati bahwa peningkatan laba yang diharapkan tidak terjadi. Sebaliknya

27
perusahaan justru mengalami rugi. Mengapa? Jawabannya ditunjukkan melalui
pendekatan ABC pada analisi BVL.

Hubungan biaya ABC semula pada contoh di atas adalah sebagai berikut :
Total biaya = Rp.50.000.000 + (Rp.10.000 x unit) + (Rp.1.000.000 x Setup) +
(Rp.30.000 x Jam mesin)
Diasumsikan bahwa rancangan batu tersebut membutuhkan setup yang
lebih rumit, sehingga meningkatkan biaya per setup dari Rp.1.000.000 menjadi
Rp.1.600.000. Juga diasumsikan bahwa rancangan baru tersebut karena adanya
peningkatan kandungan teknis membutuhkan dukungan teknik tambahan sebesar
40% (dari 1.000 jam menjadi 1.400 jam). Persamaan biaya yang baru, termasuk
pengurangan biaya variabel tingkat unit adalah sebagai berikut.
Total biaya = Rp.50.000.000 + (Rp.8.000 x Unit) + (Rp.1.600.000 x Setup) +
(Rp.30.000 x Jam mesin)
Titik Impas dengan menetapkan laba operasi sama dengan nol dan
menggunakan persamaan ABC, dihitung sebagai berikut (diasumsikan bahwa 20
setup masih berlaku).
Rp.50.000.000 + (Rp.1.600.000 x 20) + (Rp.30.000 x 1.400)
Jumlah unit =
Rp.20.000 – Rp.8.000
Rp.124.000.000
=
Rp.12.000

= 10.333 unit

Laba untuk 10.000 unit adalah (ingat bahwa jumlah maksimum yang dapat
dijual adalah 10.000 unit) sebagai berikut :
Penjualan (Rp.20.000 x Rp.10.000) Rp.200.000.000
Biaya variabel berdasarkan unit (80.000.000)
(Rp.8.000 x 10.000)
Margin kontribusi Rp.120.000.000
Biaya variabel berdasarkan

28
nonunit:
Setup (Rp.1.600.000 x 20) Rp.32.000.000
Dukungan teknik (Rp.30.000 x 42.000.000 (74.000.000)
1.400)
Laba yang dapat ditelusuri Rp.46.000.000
Biaya tetap (50.000.000)
Laba (rugi) (Rp.4.000.000)

2.8.3 ANALISIS BVL DAN JIT

Apabila suatu perusahaan mengadopsi sistem JIT, maka biaya variabel per
unit dijual akan berkurang dan biaya tetap akan naik.
Persamaan biaya pada JIT dapat dinyatakan sebagai berikut :
Total biaya = Biaya tetap + (Biaya variabel per unit x Jumlah unit) + (Biaya
per jam mesin x Jumlah jam mesin)

29

Anda mungkin juga menyukai