Anda di halaman 1dari 17

Bab.

4 Variabel costing dan pelaporan tersegmentasi

Variabel costing dan full costing

Dalam akuntansi biaya untuk pengumpulan harga pokok secara umum dikenal
pengumpulan semua biaya produksi untuk selanjutnya diperhitungkan sebagai harga
pokok produk tanpa mempertimbangkan faktor perilakunya. Dalam pendekatan ini
semua biaya produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya
overhead diperhitungkan sebagai harga pokok produk. Dalam akuntansi manajemen cara
ini disebut pendekatan full costing. Karena menyerap semua elemen biaya produksi
sebagai komponen harga pokok produk Nya maka metode ini juga disebut absorption
costing. 

Pendekatan full costing yang biasa juga disebut sebagai pendekatan tradisional
menghasilkan laporan laba rugi dimana biaya-biaya diorganisir dan disajikan berdasarkan
fungsi fungsi produksi, administrasi, dan penjualan. Laporan laba rugi yang dihasilkan dari
pendekatan sistematikanya harus disesuaikan dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum untuk menjamin keseragaman informasi yang tersaji dalam laporan tersebut.
Dalam pendekatan ini para pemakai laporan dapat membuat berbagai analisis sesuai
kebutuhannya Berdasarkan informasi yang standar. 

Untuk penggunaan internal manajemen harga pokok produk dapat juga dihitung
dengan menggunakan pendekatan variable costing. Dalam pendekatan ini, biaya-biaya
yang diperhitungkan sebagai harga pokok produksi adalah biaya produksi variabel yang
terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan overhead variabel. Biaya
produksi tetap dikelompokkan sebagai biaya periodik bersama-sama dengan desktop
non produksi.

Pendekatan variable costing atau juga dikenal sebagai pendekatan kontribusi


merupakan suatu format laporan laba rugi yang mengelompokkan biaya berdasarkan
perilaku biaya, di mana dia yang dipisahkan menurut kategori Biaya variabel dan biaya
tetap. Biaya tidak dipisahkan menurut fungsi-fungsi produksi, administrasi, dan
penjualan. Pendekatan ini juga dikenal sebagai pendekatan biaya langsung karena biaya
variabel yang menjadi harga pokok dalam perhitungan yang terdiri dari biaya- biaya
langsung. Dalam pendekatan ini hanya biaya produksi yang berubah secara proporsional
dengan perubahan output yang diperlakukan sebagai elemen harga pokok produk.

Laporan laba rugi yang dihasilkan dari pendekatan ini banyak digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pihak internal perusahaan. Oleh karena itu sistematikanya tidak
harus disesuaikan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Para pemakainya dapat
membuat berbagai model penyajian sesuai dengan bentuk yang dianggap paling
informatif.
Perhitungan Harga pokok Produk

Seperti telah dikemukakan di atas bahwa dalam pendekatan full costing semua unsur
biaya produksi menjadi elemen harga pokok produ. Dalam pendekatan variable costing,
dari semua unsur biaya produksi hanyalah biaya-biaya produksi variabel yang
diperhitungkan sebagai elemen harga pokok produk. Oleh karena itu pendekatan
variable costing lebih baik digunakan sebagai alat perencanaan dan pengambilan
keputusan jangka pendek dan tersegmentasi.

Peraga 4.1 dan 4.2 di bawah ini menunjukkan perbedaan arus dan elemen-
elemen biaya full costing dan variable costing. Dalam arus biaya full costing elemen biaya
periodik hanya terdiri dari biaya administrasi dan penjualan. Elemen harga pokok
produksi terdiri dari biaya overhead tetap, biaya overhead variabel, serta biaya bahan
baku dan tenaga kerja langsung. Dalam arus biaya Variabel costing elemen biaya
periodik terdiri dari biaya overhead tetap ditambah biaya administrasi, umum dan
penjualan. Elemen harga pokok produk nya hanya terdiri dari komponen biaya overhead
variabel serta biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung, tidak termasuk biaya
overhead tetap.

Peraga 4-1a: ARUS BIAYA FULL COSTING

Biaya Periodik Harga Pokok Produk

Biaya Penjualan, Biaya Overhead Biaya Overhead Biaya Bahan Baku,


Administrasi Pabrik Tetap Pabrik Variabel tenaka Kerja
Langsung

Persediaan Barang
Dalam Proses

Biaya Periodik
Beban Pokok Penjualan Persediaan Akhir
Peraga 4-1b: ARUS BIAYA VARIABEL COSTING
Biaya Periodik Harga Pokok Produk

Biaya Penjualan, Biaya Overhead Biaya Overhead Biaya bahan Baku,


Administrasi Pabrik Tetap Pabrik Variabel Tenaga Kerja Langsung

Persediaan Barang
Dalam Proses

Biaya Periodik Beban Pokok Persediaan Akhir


Penjualan

Konsisten dengan peraga tersebut, misalkan PT MM memproduksi dan menjual lima unit produk X
per tahun dengan harga Rp 18.750,- per unit. Berikut adalah struktur biaya produksi pemasaran dan
administratif Januari 2009:

Biaya variable per unit:

Bahan langsung……………………………………………………………………………………….Rp. 1.500,-

Tenaga kerja langsung……………………………………………………………………………. 3.000,-

Overhead pabrik……………………………………………………………………………………. 750,-

Penjualan, administrasi ………………………………………………………………………... 2.250,-

Biaya-biaya tetap bulanan:

Overhead pabrik……………………………………………………………………………………. Rp 22.500,-

Penjualan, administrasi ………………………………………………………………………... 7.500,-

Total biaya tetap……………………………………………………………………………………. 30.000,-

Berdasarkan data di atas, perhitungan harga pokok per unit produk menurut variabel costing
dan full costing dapat dibedakan sebagai berikut:

Keterangan Full Costing Variabel Costing


Bahan langsung Rp 1.500,- Rp 1.500,-

Tenaga kerja langsung 3.000,- 3.000,-

Overhead pabrik variabel 750,- 750,-

Total biaya produksi variabel Rp 5.250,- Rp 5.250,-

Overhead pabrik tetap, Rp 4.500,- -


22.500/5 unit

Harga pokok per unit produk Rp 9.750,- Rp 5.250,-

Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa harga pokok per unit produk menurut full
costing Rp 9.750,- lebih besar dibanding hasil perhitungan menurut variabel costing Rp 5.250,- .
Perbedaan tersebut disebabkan dalam full costing turut diperhitungkan biaya-biaya overhead pabrik
tetap sebesar Rp 4.500,- per unit atau (Rp 22.500,-/ 5 unit). Sementara dalam pendekatan variabel
costing biaya tersebut tidak diperhitungkan sebagai elemen beban pokok produk.

Untuk metode full costing dalam laporan laba rugi hasil perhitungan harga pokok tersebut
akan ditempatkan sebagai pengurang atas total penjualan sebagai elemen beban pokok penjualan
dalam menghitung laba bruto.

Dalam metode variabel costing perhitungan tersebut masuk dalam komponen biaya variabel
sebagai pengurang dari total penjualan dalam perhitungan margin kontribusi. Kemudahan dari
contoh ini adalah bahwa biaya overhead-nya sudah dikelompokan menjadi biaya overhead tetap dan
biaya overhead variabel. Apabila biaya tersebut belum dibagi maka untuk mengelompokannya dapat
digunakan alternatif metode analisis biaya semivariabel yang sudah diuraikan dalam bab
sebelumnya.

Laporan laba rugi

Karena absorption costing memperlakukan biaya overhead tetap pabrik sebagai harga
pokok produk kursi biasa biaya overhead tetap pabrik dibebankan kepada tiap unit pada
saat produksi. Bila unit produksi tidak terjual sampai akhir periode biaya overhead tetap
pabrik akan melekat pada tiap unit produk ke dalam akun persediaan dan ditangguhkan
pembebanannya kepada periode penjualan produk tersebut.

  Pada saat unit-unit produk ini terjual dalam periode berikutnya biaya biaya
overhead tetap pabrik yang melekat di dalamnya dikeluarkan dari akun persediaan dan
dibebankan terhadap pendapatan sebagai bagian dari beban pokok penjualan.
Selanjutnya, dalam absorption costing hal itu mungkin menunda atau menggeser
pelaporan bagian dari biaya overhead tetap pabrik dari satu periode ke periode
berikutnya melalui akun persediaan.

  Dengan menggunakan cara dari di contoh diatas, perbandingan laporan laba rugi
menurut pendekatan full costing dan pendekatan kontribusi dapat dilihat dalam peraga
4-3 dibawah ini. Kedua pendekatan tersebut nampak menghasilkan laba usaha yang
sama karena tidak terdapat faktor penangguhan biaya dalam persediaan awal dan
persediaan akhir barang jadi .

Peraga 4-3

PT MM
LAPORAN LABA RUGI
BULAN JANUARI 2009
FULL COSTING VARIABEL COSTING
Penjualan Rp 93.750,- Penjualan Rp
93.750,-
Beban pokok penjualan 48.750 Biaya-biaya variabel
37.500,-
Laba Bruto Rp 45.000,- Margin Kontribusi Rp.
56.250,-
Beban penjualan,
Administrasi dan umum 18.750,- Biaya-biaya tetap
30.000,-
Laba bersih Rp 26.250,- Laba bersih Rp
26.250,-

1) Terdiri dari:
Biaya produksi:
 Bahan langsung (5 unit x Rp 1.500,-)…………………………………………………. Rp
7.500,-
 Tenaga kerja langsung (5 unit x Rp 3.000,-)……………………………………...
15.000,-
 Overhead pabrik variabel (5 unit x Rp 750,-) ……………………………………
3.750,-
Total biaya produksi variabel ………………………………………………………………………. Rp
26.250,-
 Overhead pabrik tetap………………………………………………………………………
22.500,-
 Total biaya produksi/ barang siap dijual…………………………………………… Rp
48.750,-
Persediaan akhir barang jadi………………………………………………………………………..
0,-
Beban pokok penjualan ……………………………………………………………………………….. Rp
48.750,-
2) Terdiri dari:
Biaya penjualan, administrasi tetap ……………………………………………………………. Rp
7.500,-
Penjualan, administrasi variabel 5 x Rp 2.250,- …………………………………………..
11.250,-
Total……………………………………………………………………………………………………………. Rp
18.750,-
3) Terdiri dari:
Bahan langsung (5 x Rp 1.500,-) ………………………………………………………………… Rp
7.500,-
Tenaga kerja langsung (5 unit x Rp 3.000,-)……………………………………............
15.000,-
Overhead pabrik variabel (5 unit x Rp 750,-) …………………………………………….
3.750,-
Penjualan, administrasi variabel 5 x Rp 2.250,-………………………………………….
11.250,-
Total biaya-biaya variabel………………………………………………………………………… Rp
37.500,-

  Semua biaya baik dilihat dari pembebanannya pada bagian organisasi maupun
pengelompokan menurut perilakunya, semua habis terserap menjadi beban dalam
laporan laba rugi periode Januari 2009. Yang berbeda diantara kedua laporan tersebut
hanyalah jumlah pada tiap elemen biaya yang disebabkan oleh proses klasifikasi sesuai
dengan kebutuhan dalam masing-masing pendekatan penyusunan laporan laba rugi

Pengaruh produksi dan persediaan

Dalam penerapan full costing dan variable costing laporan rugi lama Tidak selalu sama
dalam satu periode. Perbedaannya dapat berupa laba full costing yang lebih besar atau
sebaliknya laba Variabel costing yang lebih besar. Apabila produksi lebih besar dari
penjualan maka laba bersih full costing akan menjadi lebih tinggi karena biaya overhead
tetap pabrik ditangguhkan dalam persediaan full costing sebagai kenaikan persediaan.
Sebaliknya bila produksi lebih kecil dari penjualan, maka laba bersih dalam full costing
menjadi lebih rendah karena biaya tetap pabrik dikeluarkan dari persediaan full costing
sebagai penurunan nilai persediaan.

  Secara spesifik perbandingan antara variabel dan full costing dapat


disederhanakan seperti peraga 4-5 di bawah ini.
Peraga 4-5: PENGARUH PRODUKSI TERHADAP LABA
Hubungan antara Laba
Hubungan antara Pengaruh terhadap
Variable Costing dan Full
produksi dan penjualan persediaan
Costing
Laba bersih Full Costing =
Produksi = Penjualan Persediaan tidak berubah Laba bersih Variable
Costing
Laba bersih Full Costing >
Produksi > Penjualan Persediaan bertambah Laba bersih Variable
Costing
Laba bersih Full Costing
Produksi < Penjualan Persediaan menurun <Laba bersih Variable
Costing

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dari perbedaan laba rugi dalam metode full costing
dengan metode variable costing yaitu:

 Dalam metode full costing dapat terjadi penundaan pembebanan sebagai biaya
overhead pabrik tetap pada laba rugi periode berjalan ke periode berikutnya bila
tidak semua hasil produksi terjual pada periode yang sama.
 Dalam metode variable costing seluruh biaya tetap overhead tetap diperlakukan
sebagai beban pada periode berjalan sehingga tidak terdapat bagian biaya
overhead pada tahun berjalan yang dibebankan kepada laba rugi tahun
berikutnya.
 Nilai Persediaan akhir dalam metode variable costing lebih rendah dibanding
metode full costing. Alasannya, dalam Variabel costing hanya biaya produksi
variabel yang dapat diperhitungkan sebagai elemen harga pokok persediaan.
 Laporan laba rugi full costing tidak membedakan antara biaya tetap dan biaya
variabel sehingga tidak cukup memadai untuk analisis hubungan biaya volume
dan laba dalam rangka perencanaan dan pengendalian.
 Untuk pelaksanaan fungsi manajemen pada berbagai segmen organisasi
pendekatan variable costing lebih informatif dalam perhitungan harga pokok per
unit dibanding dengan pendekatan absorpsi. Hal itu dikarenakan penyajian biaya
dalam laporan laba-rugi dibuat berdasarkan konsep pengelompokan biaya
menurut perilaku atau hubungannya dengan volume aktivitas.
 Dalam pendekatan variable costing laba bersih tidak dipengaruhi oleh perubahan
perubahan produksi. Sementara menurut absorption costing laba bersih
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam produksi. Hal ini disebabkan
dalam harga pokok penuh terdapat biaya tetap produksi yang pembebanannya
laba-rugi ditunda sampai produknya laku terjual.
Misalkan, dengan memodifikasi data dari Laporan Laba Rugi PT MM pada peraga 4-3
selama bulan Januari 2009 PT MM menghasilkan 6 unit produk, menjual 5 unit, dan pada
akhirnya pada akhir bulan masih terdapat 1 unit persediaan barang jadi. Pengaruh
volume perubahan produksi dan persediaan akhir dalam struktur biaya perusahaan
hanya terlihat dalam Laporan Laba Rugi Full Costing peraga 4-4.
 Laporan laba rugi variable costing tidak berubah angkanya karena semua biaya tetap
sudah Dilaporkan pada periode terjadinya. Komponen Biaya variabel hanya terdiri dari
harga pokok penjualan variabel dan biaya usaha variabel yang berjumlah Rp 37.500,-.
Selisih laba bersih full costing dan variable costing sebesar (Rp30.000- - Rp 26.250,-) atau
Rp.3.750,- berasal dari Rp 22.500,- / 6 unit biaya tetap per unit yang mengendap sebagai
elemen nilai Persediaan akhir. Biaya Ini belum dibebankan sebagai elemen harga pokok
penjualan pada bulan Januari sehingga laba full costing menjadi lebih besar. Dalam
Variabel costing ini bila diperlukan sebagai biaya periodik.

Peraga 4-4

PT MM
LAPORAN LABA RUGI
BULAN JANUARI 2009
FULL COSTING VARIABEL COSTING
Penjualan Rp 93.750,- Penjualan Rp
93.750,-
Beban pokok penjualan 45.000 Biaya-biaya variabel
37.500,-
Laba Bruto Rp 48.750,- Margin Kontribusi Rp.
56.250,-
Beban penjualan,
Administrasi dan umum 18.750,- Biaya-biaya tetap
30.000,-
Laba bersih Rp 30.000,- Laba bersih Rp
26.250,-

1)Terdiri dari:
Biaya produksi:
 Bahan langsung (6 unit x Rp 1.500,-)…………………………………………………. Rp
9.000,-
 Tenaga kerja langsung (6 unit x Rp 3.000,-)……………………………………...
18.000,-
 Overhead pabrik variabel (6 unit x Rp 750,-) ……………………………………
4.500,-
Total biaya produksi variabel ………………………………………………………………………. Rp
31.500,-
 Overhead pabrik tetap………………………………………………………………………
22.500,-
 Total biaya produksi/ barang siap dijual…………………………………………… Rp
54.000,-
Persediaan akhir barang jadi, (31.500/6) + (22.500/6)…………………………………
9.000,-
Beban pokok penjualan ……………………………………………………………………………….. Rp
45.000,-
2)Terdiri dari:
Biaya penjualan, administrasi tetap ……………………………………………………………. Rp
7.500,-
Penjualan, administrasi variabel 5 x Rp 2.250,- …………………………………………..
11.250,-
Total……………………………………………………………………………………………………………. Rp
18.750,-
3)Terdiri dari:
Bahan langsung (6 x Rp 1.500,-) ………………………………………………………………… Rp
9.000,-
Tenaga kerja langsung (6 unit x Rp 3.000,-)……………………………………............
18.000,-
Overhead pabrik variabel (6 unit x Rp 750,-) …………………………………………….
4.500,-
Rp 31.500,-
Persediaan akhir, (Rp 31.500/6 unit)…………………………………………………………
5.250,-
Harga pokok penjualan variabel………………………………………………………………. Rp
26.250,-
Biaya penjualan dan administrasi variavel, 5 unit x Rp 2.250,-…………………
11.250,-
Total biaya-biaya variabel……………………………………………………………………….. Rp
37.500,-

Untuk keperluan perencanaan dan pengendalian perbedaan antara laba usaha


menurut absorption costing dan variable costing sebesar Rp 3.750,- atau (Rp 30.000,- - Rp
26.250,-) dapat dihitung dengan rumus:

Selisih laba =Unit Produksi X Tarif Overhead


Tetap
Variable costing dan Full Costing Unit Produk terjual

Selisih laba
Variable costing dan Full Costing = (6 unit – 5 unit) X (Rp 22.500,-/ 6 unit):
= 1 unit X Rp 3.750,-
= Rp 3.750,-

Dalam kasus ini kenapa full costing lebih besar dibanding Variabel costing karena
unit produksi lebih besar dari unit Penjualan. Dalam full costing masih ada biaya
overhead pabrik tetap yang belum diperhitungkan sebagai beban pada bulan berjalan
karena masih mengendap sebagai unsur Persediaan akhir. Sementara dalam Variabel
costing seluruh biaya overhead pabrik tetap sudah dibebankan sebagai biaya periodik.
Unsur biaya ini selanjutnya menjadi selisih laba usaha di antara kedua pendekatan.

  Apabila terdapat persediaan awal maka selisih laba kedua pendekatan dapat
dihitung dengan rumus:

Selisih laba =Kenaikan (Penurunan) X Tarif Overhead


Tetap
Variable costing dan Full Costing Unit Persediaan

  Misalkan pada bulan Januari 2009 terdapat data persediaan awal 2 unit, volume
produksi 6 unit, volume penjualan 5 unit, dan persediaan akhir 1 unit, maka selisih laba
Variabel costing dan full costing menjadi Rp 3.750,- Atau:

Selisih laba
Variable costing dan Full Costing = (2-1) X (Rp 22.500,- / 6 unit)
= 1 unit X Rp 3.750,-
= Rp 3.750,-

Dalam kasus ini laba full costing lebih kecil dibanding Variabel costing karena
terjadi tambahan pembebanan biaya tetap dari periode lalu ke bulan Januari 2009.
Dalam full costing ada biaya overhead pabrik tetap periode lalu yang diperhitungkan
sebagai unsur harga pokok penjualan bulan ini. Sementara dalam Variabel costing tidak
terjadi pergeseran periode pembebanan biaya dari periode terjadinya ke periode yang
lain.

Manfaat pendekatan kontribusi

Dibanding dengan laporan yang menggunakan pendekatan full costing, pendekatan


kontribusi memberikan lebih banyak manfaat bagi keperluan internal manajemen.
Berikut beberapa karakteristik yang menjadi keuntungan dari penggunaan pendekatan
kontribusi.

 Data yang berhubungan dengan biaya volume dan laba yang diperlukan untuk
tujuan perencanaan laba dapat diperoleh dari laporan akuntansi reguler. Bila
tidak menggunakan pendekatan ini dalam sistem akuntansi reguler maka untuk
memenuhi kebutuhan informasi untuk perencanaan laba dibutuhkan reklasifikasi
data. Pekerjaan daur ulang seperti ini bagaimanapun akan menyerap lebih banyak
tambahan penggunaan sumber daya perusahaan yang berakhir pada
pembengkakan biaya.
 Laba untuk satu periode tidak dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam
absorpsi biaya overhead tetap pabrik yang berasal dari penimbunan atau
kekurangan persediaan.

 Biaya pabrik dan laporan laba rugi dalam bentuk Variabel costing lebih dekat
dalam mengikuti pemikiran manajemen.

 Pendekatan ini memungkinkan manajemen mengidentifikasi biaya-biaya yang


dapat dan tidak dapat dikendalikan dalam jangka pendek.

 Implikasi penyajian biaya biaya tetap terhadap laba mendapat penekanan dalam
Variabel costing atau pendekatan kontribusi.

 Dalam pendekatan ini dapat dilihat secara jelas kemampuan perusahaan


menutupi biaya tetap dari hasil operasinya.

 Data Variabel costing relatif memungkinkan penilaian kinerja menurut produk,


wilayah, kelas pelanggan, dan segmen lain dalam bisnis.

 Variable costing berhubungan erat dengan metode pengendalian biaya seperti


biaya standar dan anggaran fleksibel

 Laba bersih variable costing lebih dekat dengan arus kas bersih dibanding dengan
laba bersih absorption costing.

 Tidak ada biaya tetap tunai yang ditangguhkan pembebanannya terhadap


pendapatan periode berjalan. Biaya ini tidak dapat ditelusuri hubungannya
dengan tingkat pendapatan periodik.

Pengukuran kinerja dengan full costing

Dibanding Variabel costing penetapan harga pokok dengan menggunakan pendekatan


absorpsi tidak cukup memadai bagi internal perusahaan bila digunakan sebagai alat
pengukuran kinerja. Metode ini tidak memberikan indikator hubungan biaya dengan
objek yang dibiayai secara perinci. Oleh karena itu dalam pendekatan ini kenaikan
-kenaikan biaya pada bagian-bagian organisasi tidak dapat segera diketahui penyebabnya
sehingga menyulitkan pengendalian.

Absorption costing memungkinkan para manajer meningkatkan laba usahanya


dalam jangka pendek dengan menaikkan schedule produksi. Sebagai variasi dalam
schedule produksi manajemen dapat menaikkan biaya penyelenggaraan bisnis tanpa
diikuti oleh kenaikan penjualan. Pengaruh yang tidak diinginkan dalam peningkatan
produksi yang mungkin cukup besar dapat terjadi pada akhir periode akuntansi dimana
biaya dapat meningkat karena beberapa alasan, misalnya:

 Manajer pabrik dapat menggeser produksi kepada order yang menyerap jumlah
overhead yang lebih tinggi.
 Manajer pabrik dapat menerima order tertentu untuk meningkatkan produksinya
dengan menggunakan mesin yang tidak efisien sekalipun terdapat mesin lain yang
sejenis dan lebih baik dalam perusahaan untuk menangani order tersebut.

 Untuk mencapai kenaikan produksi, seorang manajer dapat menunda


pemeliharaan sampai melewati periode sekarang. Efek negatif lain, sekalipun
hasil usaha sekarang meningkat tetapi karena peningkatan reparasi dan peralatan
yang kurang menguntungkan pada masa yang akan datang maka kemungkinan
laba akan menurun.

Laporan tersegmentasi

Laporan keuangan segmen merupakan ikhtisar keuangan yang menunjukkan kinerja


keuangan segmen yang dilaporkan. Laporan ini diperlukan untuk:

 Menilai kinerja segmen.


 Menilai produktivitas dan profitabilitas segmen.
 Membuat keputusan menutup dan mempertahankan fragmen.

Untuk menghasilkan laporan tersegmentasi sebuah organisasi bisnis harus terlebih


dahulu dibagi dalam segmen-segmen. Segmen ini dapat berupa bagian atau aktivitas
dalam sebuah organisasi. Untuk segmen ini para manajer kemudian mengumpulkan data
biaya, pendapatan dan laba. Untuk keperluan manajerial data tersebut dapat disusun
menjadi laporan yang tersegmentasi. Laporan tersegmentasi dapat berupa laporan laba
rugi atau laporan lain dalam suatu organisasi yang di dalam laporan tersebut data dirinci
menurut Lini produk, divisi, wilayah, atau segmen organisasi jenis lainnya.

 Laporan yang disegmentasikan dapat berupa

 Laporan divisi-divisi untuk mmanajer divisi. Dalam sebuah perusahaan


manufaktur biasanya terdapat divisi-divisi produk bisnis, produk consum, dan lain
sebagainya.

 Laporan tentang produk utama, atau menurut aktivitas


 Laporan penjualan menurut saluran, wilayah, dan lain sebagainya.

 Dua pedoman umum yang dapat diikuti dalam pembebanan biaya terhadap segmen
adalah bahwa biaya dapat dikelompokkan berdasarkan:

 Pola perilaku biaya sehingga semua biaya dikelompokkan sebagai biaya variabel
dan biaya tetap. Penyajian biaya berdasarkan karakteristik ini digunakan untuk
menghitung margin kontribusi. Informasi yang dihasilkannya bermanfaat dalam
mengevaluasi pentingnya keberadaan suatu produk sebagai segmen dalam
menghasilkan laba.

 Dapat atau tidaknya suatu biaya ditelusuri hubungannya secara langsung dengan
segmen di mana biaya tersebut terjadi. Dalam perusahaan yang mempunyai
banyak segmen terdapat biaya yang melekat pada keberadaan segmen.

Penyajian biaya menurut karakteristik ini dimaksudkan untuk melihat keterkaitan


suatu biaya dengan segmen yang di hitung laba ruginya. Dalam kenyataannya terdapat
biaya-biaya tetap yang terjadi karena adanya suatu segmen bisnis sehingga penutupan
suatu segmen misalnya, dapat menyebabkan hilangnya sekelompok biaya tertentu.

Agar penyajian laporan tersegmentasi lebih informatif, maka laporan laba rugi
sebaiknya disiapkan dengan menggunakan pendekatan variable costing yang memiliki
karakteristik sebagai berikut:

 Beban pokok penjualan nya hanya terdiri dari biaya biaya produksi variabel.

 Biaya variabel dan biaya tetap disajikan dalam bagian yang berbeda ,dan
kemudian di hitung margin kontribusi yang berupa selisih antara penjualan
dengan biaya biaya variabelnya.

Sebagai ilustrasi, misalkan PT Kalakundo, Inc., memiliki divisi pakaian jadi dan bahan
makanan. Divisi pakaian jadi terdiri dari produk pakaian pria dan pakaian wanita.
Pakaian pria dijual melalui jalur pengecer dan penjualan via katalog. Peraga 4-6
menunjukkan laporan laba rugi PT Kalakundo yang tersegmentasi atas divisi, jenis
produk, dan saluran penjualan. Dari laporan tersebut dapat dilihat beberapa
karakteristik sebagai berikut:

 Laporan diatas memperlihatkan tiga level segmen dalam struktur organisasi


bisnis. Divisi pakaian jadi terdiri dari bagian-bagian pakaian pria dan pakaian
wanita sebagai dua segmen yang lebih kecil. Penjualan pada segmen Lini pakaian
pria dilakukan melalui jalur tokoh pengecer dan penjualan via katalog. Dua jalur
penjualan ini kemudian dianggap sebagai segmen yang lebih kecil lagi. Dasar
segmentasi ini dalam penerapannya dapat bervariasi pada masing-masing
organisasi bisnis tergantung pada prioritas pentingnya informasi bagi manajemen.

 Penyusunan laporan laba rugi akan menjadi lebih informatif jika dilakukan dengan
menggunakan pendekatan kontribusi.

 Biaya tetap segmen ditempatkan sesudah margin kontribusi untuk melihat


kemampuan segmen membelanjai biaya tetapnya sesudah mendanai beban
pokok penjualan variabel.

 Bagian dari margin suatu segmen dapat menjadi biaya tetap umum dari segmen
segmen yang lebih kecil. Sebagai contoh dapat dilihat margin segmen pakaian
pria Rp45.000 setelah dipisahkan ke dalam segmen-segmen yang lebih kecil
ternyata dari jumlah tersebut Rp10.000 diantaranya merupakan biaya tetap
umum bagi segmen penjualan eceran dan penjualan via katalog.

 Margin segmen merupakan hasil pengurangan biaya segmen dari margin


kontribusi. Informasi ini diperlukan untuk mengetahui kemampuan tiap segmen
menutup biaya tetap pada segmen yang bersangkutan.

 Dari laporan tersebut juga dapat dilihat kemampuan tiap segmen yang lebih kecil
secara berjenjang menyumbangkan laba usaha ke atas sampai kepada organisasi
secara keseluruhan.

 Dalam pendekatan kasus ini manajemen dapat memberikan perhatian khusus


kepada segmen yang tidak normal.

Peraga 4-6.
PT KALA KUNDO
LAPORAN LABA RUGI TERSEGMENTASI
BULAN JANUARI 2001
SEGMEN
TOTAL Pakaian Jadi Bahan
Makanan
Penjualan Rp. 750.000,- Rp 300.000,- Rp 450.000,-
Biaya Variabel Rp. 345.000,- Rp 120.000,- Rp 225.000,-
Margin Kontribusi Rp. 405.000,- Rp 180.000,- Rp 225.000,-
Biaya tetap segmen Rp. 255.000,- Rp 120.000,- Rp 135.000,-
Margin segmen Rp. 150.000,- Rp 60.000,- Rp 90.000,-
Biaya tetap bersama Rp. 127.500,-

Laba bersih Rp 22.500,-

JENIS PRODUK SEBAGAI SEGMEN

DIVISI PAKAIAN JADI SEGMEN

Pakaian Pria Pakaian Wanita

Penjualan Rp. 300.000,- Rp 187.500,- Rp 112.500,-


Biaya Variabel Rp. 120.000,- Rp 82.500,- Rp 37.500,-
Margin Kontribusi Rp. 180.000,- Rp 105.000,- Rp 75.000,-
Biaya tetap segmen Rp. 110.000,- Rp 60.000,- Rp 50.000,-
Margin segmen Rp. 70.000,- Rp 45.000,- Rp 25.000,-

Biaya tetap bersama Rp. 10.000,-

Laba bersih Rp 60.000,-

SALURAN PENJUALAN SEBAGAI SEGMEN

SEGMEN

Pakaian Pria Eceran Katalog

Penjualan Rp. 187.500,- Rp 150.000,- Rp 37.500,-


Biaya Variabel Rp. 82.500,- Rp 55.500,- Rp 27.000,-
Margin Kontribusi Rp. 105.000,- Rp 94.500,- Rp 10.500,-,-
Biaya tetap segmen Rp. 50.000,- Rp 27.500,- Rp 22.500,-
Margin segmen Rp. 55.000,- Rp 67.000,- Rp (12.000,-)

Biaya tetap bersama Rp. 10.000,-

Laba bersih Rp 45.000,-

Ilustrasi diatas menunjukkan bahwa PT Kalakundo secara keseluruhan memperoleh


margin segmen Rp150.000 Tetapi setelah laporan diuraikan ke dalam segmen-segmen
yang lebih kecil ternyata bahwa dari margin Rp1.500 tersebut didalamnya terdapat
margin segmen Penjualan pakaian pria katalog yang negatif Rp12.000
Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan PT Kalakundo mendapat laba. Tetapi
ternyata ada bagian di dalamnya yang menyerap laba dari segmen lain untuk membiayai
kerugiannya. dengan demikian laporan tersegmentasi dapat menunjukkan secara jelas
potensi pendapatan dan biaya, serta titik-titk kritis yang terdapat dalam tiap segmen.
Berdasarkan laporan segmentasi ini maka manajemen dapat merencanakan tindak lanjut
atas kinerja segmen yang rugi. Penelusuran terdekat dapat dimulai pada aktivitas yang
menyebabkan item biaya atau pendapatan yang berpotensi merugikan segmen.
Pelaporan ini berbasis pendekatan keuangan. untuk menghasilkan keputusan yang
lebih baik maka manajemen harus mempertimbangkan juga aspek-aspek non keuangan
jangka pendek dan jangka panjang. Kerugian ekonomi atau keuangan dalam jangka
pendek bukan faktor tunggal bagi manajemen. Potensi bisa melekat pada aspek bisnis
internal, Inovasi dan pembelajaran, pelanggan besar beserta brikden masing-masing.

Elemen pendapatan dan biaya

Margin kontribusi menggambarkan apa yang terjadi terhadap laba bila terjadi
perubahan volume. Informasi margin kontribusi terutama sangat bermanfaat dalam
keputusan jangka pendek yang berhubungan dengan pemakaian kapasitas sementara
seperti dalam analisis pesanan khusus.  Margin kontribusi merupakan suatu konsep yang
penting bagi manajemen dalam pengendalian biaya produksi variabel.

Biaya tetap yang melekat pada segmen (traceable fixed cost) adalah biaya- biaya
tetap yang timbul karena adanya segmental tentu dan oleh karena itu dapat diidentifikasi
hubungannya dengan segmen di mana biaya tersebut terjadi.  Misalnya biaya iklan untuk
produk yang dijual oleh suatu divisi dalam perusahaan.  apabila penjualan produk
tersebut dihentikan maka biaya iklan untuk divisi tersebut dengan sendirinya ditiadakan.
  Biaya tetap bersama adalah suatu biaya tetap yang khas dan tidak dapat
diidentifikasi hubungannya dengan adanya segmentasi tentu karena biaya ini berasal dari
atau dikonsumsi oleh lebih dari satu aktivitas. Margin segmen margin segmen
merupakan yang mengurangi Biaya yang melekat pada suatu segmen dari margin
kontribusi segmen yang bersangkutan. hasil pengurangan ini menunjukkan Margin yang
tersedia setelah suatu segmen menutupi semua biayanya sendiri. Informasi ini misalnya
diperlukan dalam menilai Kemampuan sebuah segmen menghasilkan penjualan untuk
menutupi biaya biaya tetapnya.

Penyajian informasi biaya yang akurat menjadi penting karena memberikan


dampak langsung pada keputusan manajemen berbasis biaya. masalah yang sering
timbul dalam pembebanan biaya kepada produk adalah kesesuaian alokasi atau
pembebanan biaya kepada produk yang dibiayai. Faktor-faktor di bawah ini perlu
mendapat perhatian dari manajemen karena sering menyebabkan kesalahan
pembebanan biaya tersebut, misalnya:

 Hilangnya pembebanan biaya biaya yang berhubungan dengan:


o Rantai nilai (value chain) yang meliputi: biaya-biaya yang melekat pada
riset dan pengembangan, desain produk, manufacturing, pemasaran,
distribusi, dan pelayanan pelanggan, atau
o Life cyde costing, yang meliputi semua biaya yang berhubungan dengan
produk sepanjang siklus hidupnya dari konsepsi sampai dengan
:hilangnya” produk dari pasar.
 Metode alokasi biaya yang tidak cocok di antara segmen-segmen dalam
perusahaan. Subsidi silang, dasar alokasi, dan kegagalan menelusuri hubungan
biaya secara langsung dengan objek yang dibiayai semuanya berpotensi
menyerap ketidakcocokan alokasi biaya.
 Pembagian biaya-biaya bersama diantara segmen-segmen berdasarkan suatu
pengaturan atau kesepakatan. Biaya tetap bersama meliputi biaya-biaya yang
tidak dapat didentifikasi hubungan langsungnya dengan segmen tertentu dalm
sebuah perusahaan. Kesulitan tersebut disebabkan biaya-biaya ini terdiri dari
biaya-biaya tidak langsung yang tidak dapat ditelusuri hubungan keterjadiannya
dengan segmen tertentu.

Anda mungkin juga menyukai