Dalam akuntansi biaya untuk pengumpulan harga pokok secara umum dikenal
pengumpulan semua biaya produksi untuk selanjutnya diperhitungkan sebagai harga
pokok produk tanpa mempertimbangkan faktor perilakunya. Dalam pendekatan ini
semua biaya produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya
overhead diperhitungkan sebagai harga pokok produk. Dalam akuntansi manajemen cara
ini disebut pendekatan full costing. Karena menyerap semua elemen biaya produksi
sebagai komponen harga pokok produk Nya maka metode ini juga disebut absorption
costing.
Pendekatan full costing yang biasa juga disebut sebagai pendekatan tradisional
menghasilkan laporan laba rugi dimana biaya-biaya diorganisir dan disajikan berdasarkan
fungsi fungsi produksi, administrasi, dan penjualan. Laporan laba rugi yang dihasilkan dari
pendekatan sistematikanya harus disesuaikan dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum untuk menjamin keseragaman informasi yang tersaji dalam laporan tersebut.
Dalam pendekatan ini para pemakai laporan dapat membuat berbagai analisis sesuai
kebutuhannya Berdasarkan informasi yang standar.
Untuk penggunaan internal manajemen harga pokok produk dapat juga dihitung
dengan menggunakan pendekatan variable costing. Dalam pendekatan ini, biaya-biaya
yang diperhitungkan sebagai harga pokok produksi adalah biaya produksi variabel yang
terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan overhead variabel. Biaya
produksi tetap dikelompokkan sebagai biaya periodik bersama-sama dengan desktop
non produksi.
Laporan laba rugi yang dihasilkan dari pendekatan ini banyak digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pihak internal perusahaan. Oleh karena itu sistematikanya tidak
harus disesuaikan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Para pemakainya dapat
membuat berbagai model penyajian sesuai dengan bentuk yang dianggap paling
informatif.
Perhitungan Harga pokok Produk
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa dalam pendekatan full costing semua unsur
biaya produksi menjadi elemen harga pokok produ. Dalam pendekatan variable costing,
dari semua unsur biaya produksi hanyalah biaya-biaya produksi variabel yang
diperhitungkan sebagai elemen harga pokok produk. Oleh karena itu pendekatan
variable costing lebih baik digunakan sebagai alat perencanaan dan pengambilan
keputusan jangka pendek dan tersegmentasi.
Peraga 4.1 dan 4.2 di bawah ini menunjukkan perbedaan arus dan elemen-
elemen biaya full costing dan variable costing. Dalam arus biaya full costing elemen biaya
periodik hanya terdiri dari biaya administrasi dan penjualan. Elemen harga pokok
produksi terdiri dari biaya overhead tetap, biaya overhead variabel, serta biaya bahan
baku dan tenaga kerja langsung. Dalam arus biaya Variabel costing elemen biaya
periodik terdiri dari biaya overhead tetap ditambah biaya administrasi, umum dan
penjualan. Elemen harga pokok produk nya hanya terdiri dari komponen biaya overhead
variabel serta biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung, tidak termasuk biaya
overhead tetap.
Persediaan Barang
Dalam Proses
Biaya Periodik
Beban Pokok Penjualan Persediaan Akhir
Peraga 4-1b: ARUS BIAYA VARIABEL COSTING
Biaya Periodik Harga Pokok Produk
Persediaan Barang
Dalam Proses
Konsisten dengan peraga tersebut, misalkan PT MM memproduksi dan menjual lima unit produk X
per tahun dengan harga Rp 18.750,- per unit. Berikut adalah struktur biaya produksi pemasaran dan
administratif Januari 2009:
Berdasarkan data di atas, perhitungan harga pokok per unit produk menurut variabel costing
dan full costing dapat dibedakan sebagai berikut:
Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa harga pokok per unit produk menurut full
costing Rp 9.750,- lebih besar dibanding hasil perhitungan menurut variabel costing Rp 5.250,- .
Perbedaan tersebut disebabkan dalam full costing turut diperhitungkan biaya-biaya overhead pabrik
tetap sebesar Rp 4.500,- per unit atau (Rp 22.500,-/ 5 unit). Sementara dalam pendekatan variabel
costing biaya tersebut tidak diperhitungkan sebagai elemen beban pokok produk.
Untuk metode full costing dalam laporan laba rugi hasil perhitungan harga pokok tersebut
akan ditempatkan sebagai pengurang atas total penjualan sebagai elemen beban pokok penjualan
dalam menghitung laba bruto.
Dalam metode variabel costing perhitungan tersebut masuk dalam komponen biaya variabel
sebagai pengurang dari total penjualan dalam perhitungan margin kontribusi. Kemudahan dari
contoh ini adalah bahwa biaya overhead-nya sudah dikelompokan menjadi biaya overhead tetap dan
biaya overhead variabel. Apabila biaya tersebut belum dibagi maka untuk mengelompokannya dapat
digunakan alternatif metode analisis biaya semivariabel yang sudah diuraikan dalam bab
sebelumnya.
Karena absorption costing memperlakukan biaya overhead tetap pabrik sebagai harga
pokok produk kursi biasa biaya overhead tetap pabrik dibebankan kepada tiap unit pada
saat produksi. Bila unit produksi tidak terjual sampai akhir periode biaya overhead tetap
pabrik akan melekat pada tiap unit produk ke dalam akun persediaan dan ditangguhkan
pembebanannya kepada periode penjualan produk tersebut.
Pada saat unit-unit produk ini terjual dalam periode berikutnya biaya biaya
overhead tetap pabrik yang melekat di dalamnya dikeluarkan dari akun persediaan dan
dibebankan terhadap pendapatan sebagai bagian dari beban pokok penjualan.
Selanjutnya, dalam absorption costing hal itu mungkin menunda atau menggeser
pelaporan bagian dari biaya overhead tetap pabrik dari satu periode ke periode
berikutnya melalui akun persediaan.
Dengan menggunakan cara dari di contoh diatas, perbandingan laporan laba rugi
menurut pendekatan full costing dan pendekatan kontribusi dapat dilihat dalam peraga
4-3 dibawah ini. Kedua pendekatan tersebut nampak menghasilkan laba usaha yang
sama karena tidak terdapat faktor penangguhan biaya dalam persediaan awal dan
persediaan akhir barang jadi .
Peraga 4-3
PT MM
LAPORAN LABA RUGI
BULAN JANUARI 2009
FULL COSTING VARIABEL COSTING
Penjualan Rp 93.750,- Penjualan Rp
93.750,-
Beban pokok penjualan 48.750 Biaya-biaya variabel
37.500,-
Laba Bruto Rp 45.000,- Margin Kontribusi Rp.
56.250,-
Beban penjualan,
Administrasi dan umum 18.750,- Biaya-biaya tetap
30.000,-
Laba bersih Rp 26.250,- Laba bersih Rp
26.250,-
1) Terdiri dari:
Biaya produksi:
Bahan langsung (5 unit x Rp 1.500,-)…………………………………………………. Rp
7.500,-
Tenaga kerja langsung (5 unit x Rp 3.000,-)……………………………………...
15.000,-
Overhead pabrik variabel (5 unit x Rp 750,-) ……………………………………
3.750,-
Total biaya produksi variabel ………………………………………………………………………. Rp
26.250,-
Overhead pabrik tetap………………………………………………………………………
22.500,-
Total biaya produksi/ barang siap dijual…………………………………………… Rp
48.750,-
Persediaan akhir barang jadi………………………………………………………………………..
0,-
Beban pokok penjualan ……………………………………………………………………………….. Rp
48.750,-
2) Terdiri dari:
Biaya penjualan, administrasi tetap ……………………………………………………………. Rp
7.500,-
Penjualan, administrasi variabel 5 x Rp 2.250,- …………………………………………..
11.250,-
Total……………………………………………………………………………………………………………. Rp
18.750,-
3) Terdiri dari:
Bahan langsung (5 x Rp 1.500,-) ………………………………………………………………… Rp
7.500,-
Tenaga kerja langsung (5 unit x Rp 3.000,-)……………………………………............
15.000,-
Overhead pabrik variabel (5 unit x Rp 750,-) …………………………………………….
3.750,-
Penjualan, administrasi variabel 5 x Rp 2.250,-………………………………………….
11.250,-
Total biaya-biaya variabel………………………………………………………………………… Rp
37.500,-
Semua biaya baik dilihat dari pembebanannya pada bagian organisasi maupun
pengelompokan menurut perilakunya, semua habis terserap menjadi beban dalam
laporan laba rugi periode Januari 2009. Yang berbeda diantara kedua laporan tersebut
hanyalah jumlah pada tiap elemen biaya yang disebabkan oleh proses klasifikasi sesuai
dengan kebutuhan dalam masing-masing pendekatan penyusunan laporan laba rugi
Dalam penerapan full costing dan variable costing laporan rugi lama Tidak selalu sama
dalam satu periode. Perbedaannya dapat berupa laba full costing yang lebih besar atau
sebaliknya laba Variabel costing yang lebih besar. Apabila produksi lebih besar dari
penjualan maka laba bersih full costing akan menjadi lebih tinggi karena biaya overhead
tetap pabrik ditangguhkan dalam persediaan full costing sebagai kenaikan persediaan.
Sebaliknya bila produksi lebih kecil dari penjualan, maka laba bersih dalam full costing
menjadi lebih rendah karena biaya tetap pabrik dikeluarkan dari persediaan full costing
sebagai penurunan nilai persediaan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dari perbedaan laba rugi dalam metode full costing
dengan metode variable costing yaitu:
Dalam metode full costing dapat terjadi penundaan pembebanan sebagai biaya
overhead pabrik tetap pada laba rugi periode berjalan ke periode berikutnya bila
tidak semua hasil produksi terjual pada periode yang sama.
Dalam metode variable costing seluruh biaya tetap overhead tetap diperlakukan
sebagai beban pada periode berjalan sehingga tidak terdapat bagian biaya
overhead pada tahun berjalan yang dibebankan kepada laba rugi tahun
berikutnya.
Nilai Persediaan akhir dalam metode variable costing lebih rendah dibanding
metode full costing. Alasannya, dalam Variabel costing hanya biaya produksi
variabel yang dapat diperhitungkan sebagai elemen harga pokok persediaan.
Laporan laba rugi full costing tidak membedakan antara biaya tetap dan biaya
variabel sehingga tidak cukup memadai untuk analisis hubungan biaya volume
dan laba dalam rangka perencanaan dan pengendalian.
Untuk pelaksanaan fungsi manajemen pada berbagai segmen organisasi
pendekatan variable costing lebih informatif dalam perhitungan harga pokok per
unit dibanding dengan pendekatan absorpsi. Hal itu dikarenakan penyajian biaya
dalam laporan laba-rugi dibuat berdasarkan konsep pengelompokan biaya
menurut perilaku atau hubungannya dengan volume aktivitas.
Dalam pendekatan variable costing laba bersih tidak dipengaruhi oleh perubahan
perubahan produksi. Sementara menurut absorption costing laba bersih
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam produksi. Hal ini disebabkan
dalam harga pokok penuh terdapat biaya tetap produksi yang pembebanannya
laba-rugi ditunda sampai produknya laku terjual.
Misalkan, dengan memodifikasi data dari Laporan Laba Rugi PT MM pada peraga 4-3
selama bulan Januari 2009 PT MM menghasilkan 6 unit produk, menjual 5 unit, dan pada
akhirnya pada akhir bulan masih terdapat 1 unit persediaan barang jadi. Pengaruh
volume perubahan produksi dan persediaan akhir dalam struktur biaya perusahaan
hanya terlihat dalam Laporan Laba Rugi Full Costing peraga 4-4.
Laporan laba rugi variable costing tidak berubah angkanya karena semua biaya tetap
sudah Dilaporkan pada periode terjadinya. Komponen Biaya variabel hanya terdiri dari
harga pokok penjualan variabel dan biaya usaha variabel yang berjumlah Rp 37.500,-.
Selisih laba bersih full costing dan variable costing sebesar (Rp30.000- - Rp 26.250,-) atau
Rp.3.750,- berasal dari Rp 22.500,- / 6 unit biaya tetap per unit yang mengendap sebagai
elemen nilai Persediaan akhir. Biaya Ini belum dibebankan sebagai elemen harga pokok
penjualan pada bulan Januari sehingga laba full costing menjadi lebih besar. Dalam
Variabel costing ini bila diperlukan sebagai biaya periodik.
Peraga 4-4
PT MM
LAPORAN LABA RUGI
BULAN JANUARI 2009
FULL COSTING VARIABEL COSTING
Penjualan Rp 93.750,- Penjualan Rp
93.750,-
Beban pokok penjualan 45.000 Biaya-biaya variabel
37.500,-
Laba Bruto Rp 48.750,- Margin Kontribusi Rp.
56.250,-
Beban penjualan,
Administrasi dan umum 18.750,- Biaya-biaya tetap
30.000,-
Laba bersih Rp 30.000,- Laba bersih Rp
26.250,-
1)Terdiri dari:
Biaya produksi:
Bahan langsung (6 unit x Rp 1.500,-)…………………………………………………. Rp
9.000,-
Tenaga kerja langsung (6 unit x Rp 3.000,-)……………………………………...
18.000,-
Overhead pabrik variabel (6 unit x Rp 750,-) ……………………………………
4.500,-
Total biaya produksi variabel ………………………………………………………………………. Rp
31.500,-
Overhead pabrik tetap………………………………………………………………………
22.500,-
Total biaya produksi/ barang siap dijual…………………………………………… Rp
54.000,-
Persediaan akhir barang jadi, (31.500/6) + (22.500/6)…………………………………
9.000,-
Beban pokok penjualan ……………………………………………………………………………….. Rp
45.000,-
2)Terdiri dari:
Biaya penjualan, administrasi tetap ……………………………………………………………. Rp
7.500,-
Penjualan, administrasi variabel 5 x Rp 2.250,- …………………………………………..
11.250,-
Total……………………………………………………………………………………………………………. Rp
18.750,-
3)Terdiri dari:
Bahan langsung (6 x Rp 1.500,-) ………………………………………………………………… Rp
9.000,-
Tenaga kerja langsung (6 unit x Rp 3.000,-)……………………………………............
18.000,-
Overhead pabrik variabel (6 unit x Rp 750,-) …………………………………………….
4.500,-
Rp 31.500,-
Persediaan akhir, (Rp 31.500/6 unit)…………………………………………………………
5.250,-
Harga pokok penjualan variabel………………………………………………………………. Rp
26.250,-
Biaya penjualan dan administrasi variavel, 5 unit x Rp 2.250,-…………………
11.250,-
Total biaya-biaya variabel……………………………………………………………………….. Rp
37.500,-
Selisih laba
Variable costing dan Full Costing = (6 unit – 5 unit) X (Rp 22.500,-/ 6 unit):
= 1 unit X Rp 3.750,-
= Rp 3.750,-
Dalam kasus ini kenapa full costing lebih besar dibanding Variabel costing karena
unit produksi lebih besar dari unit Penjualan. Dalam full costing masih ada biaya
overhead pabrik tetap yang belum diperhitungkan sebagai beban pada bulan berjalan
karena masih mengendap sebagai unsur Persediaan akhir. Sementara dalam Variabel
costing seluruh biaya overhead pabrik tetap sudah dibebankan sebagai biaya periodik.
Unsur biaya ini selanjutnya menjadi selisih laba usaha di antara kedua pendekatan.
Apabila terdapat persediaan awal maka selisih laba kedua pendekatan dapat
dihitung dengan rumus:
Misalkan pada bulan Januari 2009 terdapat data persediaan awal 2 unit, volume
produksi 6 unit, volume penjualan 5 unit, dan persediaan akhir 1 unit, maka selisih laba
Variabel costing dan full costing menjadi Rp 3.750,- Atau:
Selisih laba
Variable costing dan Full Costing = (2-1) X (Rp 22.500,- / 6 unit)
= 1 unit X Rp 3.750,-
= Rp 3.750,-
Dalam kasus ini laba full costing lebih kecil dibanding Variabel costing karena
terjadi tambahan pembebanan biaya tetap dari periode lalu ke bulan Januari 2009.
Dalam full costing ada biaya overhead pabrik tetap periode lalu yang diperhitungkan
sebagai unsur harga pokok penjualan bulan ini. Sementara dalam Variabel costing tidak
terjadi pergeseran periode pembebanan biaya dari periode terjadinya ke periode yang
lain.
Data yang berhubungan dengan biaya volume dan laba yang diperlukan untuk
tujuan perencanaan laba dapat diperoleh dari laporan akuntansi reguler. Bila
tidak menggunakan pendekatan ini dalam sistem akuntansi reguler maka untuk
memenuhi kebutuhan informasi untuk perencanaan laba dibutuhkan reklasifikasi
data. Pekerjaan daur ulang seperti ini bagaimanapun akan menyerap lebih banyak
tambahan penggunaan sumber daya perusahaan yang berakhir pada
pembengkakan biaya.
Laba untuk satu periode tidak dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam
absorpsi biaya overhead tetap pabrik yang berasal dari penimbunan atau
kekurangan persediaan.
Biaya pabrik dan laporan laba rugi dalam bentuk Variabel costing lebih dekat
dalam mengikuti pemikiran manajemen.
Implikasi penyajian biaya biaya tetap terhadap laba mendapat penekanan dalam
Variabel costing atau pendekatan kontribusi.
Laba bersih variable costing lebih dekat dengan arus kas bersih dibanding dengan
laba bersih absorption costing.
Manajer pabrik dapat menggeser produksi kepada order yang menyerap jumlah
overhead yang lebih tinggi.
Manajer pabrik dapat menerima order tertentu untuk meningkatkan produksinya
dengan menggunakan mesin yang tidak efisien sekalipun terdapat mesin lain yang
sejenis dan lebih baik dalam perusahaan untuk menangani order tersebut.
Laporan tersegmentasi
Dua pedoman umum yang dapat diikuti dalam pembebanan biaya terhadap segmen
adalah bahwa biaya dapat dikelompokkan berdasarkan:
Pola perilaku biaya sehingga semua biaya dikelompokkan sebagai biaya variabel
dan biaya tetap. Penyajian biaya berdasarkan karakteristik ini digunakan untuk
menghitung margin kontribusi. Informasi yang dihasilkannya bermanfaat dalam
mengevaluasi pentingnya keberadaan suatu produk sebagai segmen dalam
menghasilkan laba.
Dapat atau tidaknya suatu biaya ditelusuri hubungannya secara langsung dengan
segmen di mana biaya tersebut terjadi. Dalam perusahaan yang mempunyai
banyak segmen terdapat biaya yang melekat pada keberadaan segmen.
Agar penyajian laporan tersegmentasi lebih informatif, maka laporan laba rugi
sebaiknya disiapkan dengan menggunakan pendekatan variable costing yang memiliki
karakteristik sebagai berikut:
Beban pokok penjualan nya hanya terdiri dari biaya biaya produksi variabel.
Biaya variabel dan biaya tetap disajikan dalam bagian yang berbeda ,dan
kemudian di hitung margin kontribusi yang berupa selisih antara penjualan
dengan biaya biaya variabelnya.
Sebagai ilustrasi, misalkan PT Kalakundo, Inc., memiliki divisi pakaian jadi dan bahan
makanan. Divisi pakaian jadi terdiri dari produk pakaian pria dan pakaian wanita.
Pakaian pria dijual melalui jalur pengecer dan penjualan via katalog. Peraga 4-6
menunjukkan laporan laba rugi PT Kalakundo yang tersegmentasi atas divisi, jenis
produk, dan saluran penjualan. Dari laporan tersebut dapat dilihat beberapa
karakteristik sebagai berikut:
Penyusunan laporan laba rugi akan menjadi lebih informatif jika dilakukan dengan
menggunakan pendekatan kontribusi.
Bagian dari margin suatu segmen dapat menjadi biaya tetap umum dari segmen
segmen yang lebih kecil. Sebagai contoh dapat dilihat margin segmen pakaian
pria Rp45.000 setelah dipisahkan ke dalam segmen-segmen yang lebih kecil
ternyata dari jumlah tersebut Rp10.000 diantaranya merupakan biaya tetap
umum bagi segmen penjualan eceran dan penjualan via katalog.
Dari laporan tersebut juga dapat dilihat kemampuan tiap segmen yang lebih kecil
secara berjenjang menyumbangkan laba usaha ke atas sampai kepada organisasi
secara keseluruhan.
Peraga 4-6.
PT KALA KUNDO
LAPORAN LABA RUGI TERSEGMENTASI
BULAN JANUARI 2001
SEGMEN
TOTAL Pakaian Jadi Bahan
Makanan
Penjualan Rp. 750.000,- Rp 300.000,- Rp 450.000,-
Biaya Variabel Rp. 345.000,- Rp 120.000,- Rp 225.000,-
Margin Kontribusi Rp. 405.000,- Rp 180.000,- Rp 225.000,-
Biaya tetap segmen Rp. 255.000,- Rp 120.000,- Rp 135.000,-
Margin segmen Rp. 150.000,- Rp 60.000,- Rp 90.000,-
Biaya tetap bersama Rp. 127.500,-
SEGMEN
Margin kontribusi menggambarkan apa yang terjadi terhadap laba bila terjadi
perubahan volume. Informasi margin kontribusi terutama sangat bermanfaat dalam
keputusan jangka pendek yang berhubungan dengan pemakaian kapasitas sementara
seperti dalam analisis pesanan khusus. Margin kontribusi merupakan suatu konsep yang
penting bagi manajemen dalam pengendalian biaya produksi variabel.
Biaya tetap yang melekat pada segmen (traceable fixed cost) adalah biaya- biaya
tetap yang timbul karena adanya segmental tentu dan oleh karena itu dapat diidentifikasi
hubungannya dengan segmen di mana biaya tersebut terjadi. Misalnya biaya iklan untuk
produk yang dijual oleh suatu divisi dalam perusahaan. apabila penjualan produk
tersebut dihentikan maka biaya iklan untuk divisi tersebut dengan sendirinya ditiadakan.
Biaya tetap bersama adalah suatu biaya tetap yang khas dan tidak dapat
diidentifikasi hubungannya dengan adanya segmentasi tentu karena biaya ini berasal dari
atau dikonsumsi oleh lebih dari satu aktivitas. Margin segmen margin segmen
merupakan yang mengurangi Biaya yang melekat pada suatu segmen dari margin
kontribusi segmen yang bersangkutan. hasil pengurangan ini menunjukkan Margin yang
tersedia setelah suatu segmen menutupi semua biayanya sendiri. Informasi ini misalnya
diperlukan dalam menilai Kemampuan sebuah segmen menghasilkan penjualan untuk
menutupi biaya biaya tetapnya.