PENDAHULUAN
Biaya variabel adalah biaya yang secara total bervariasi dalam proporsi langsung dengan
perubahan output aktivitas. Sedangkan variable costing adalah metode penentuan harga pokok
yang hanya membebankan biaya-biaya produksi variabel saja ke dalam harga pokok
produk. Dengan dipisahkan informasi biaya menurut prilaku dalam hubungannya dengan
perubahan volume kegiatan, metode variable costing mampu menghasilkan informasi yang
bermanfaat bagi manajemen dalam perencanaan laba jangka pendek, pengendalian biaya tetap
yang lebih baik, dan pengambilan keputusan jangka pendek. Hal ini dimungkinkan karena dalam
jangka pendek, biaya tetap tidak relevan karena tidak terpengaruh oleh pengambilan keputusan
yang dilakukan oleh manajemen. Jika biaya tetap terpengaruh dalam pengambilan keputusan
jangka pendek, metode variable costing dapat menyajikan dampak keputusan terdebut terhadap
biaya tetap dan laba.
Laporan laba rugi yang dihasilkan oleh sistem variable costing memperlihatkan margin
kontribusi barang-barang yang dihasilkan, informasi yang sangat berfaedah dalam pengambilan
keputusan. Variable costing kadangkala disebut juga direct costing (penentuan biaya pokok
langsung) atau marginal costing (penentuan biaya pokok marginal). Dalam metode penentuan
biaya pokok variable (variable costing, hanya biaya-biaya produksi variable saja yang
dimasukkan dalam persediaan dan biaya pokok penjualan. Ketika tingkat aktivitas diukur dalam
unit-unit produk yang dihasilkan, maka biaya-biaya variable biasanya terdiri atas bahan baku
langsung, berkaitan dengan kapasitas produktif pabrik dan umumnya tidak dipengaruhi oleh inti
produk yang dipriduksi. Oleh karena itu dalam metode penentuan biaya pokok variable, biaya
overhead pabrikasi tetap tidaklah diperlukan sebagai biaya produk.
1
Ditinjau dari sudut penentuan harga, perbedaan pokok antara full costing dengan variable costing
adalah terletak pada konsep penutupan biaya (concept of cost recovery).
Menurut metode full costing, harga jual harus dapat menutup total biaya, termasuk biaya
tetap didalamnya. Didalam metode variable costing, apabila harga jual tersebut telah
menghasilkan laba kontribusi guna menutup biaya tetap adalah lebih baik daripada harga jual
yang tidak menghasilkan laba kontribusi sama sekali.
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Kalkulasi Biaya Berdasarkan Aktivitas (ABC)
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Manajemen Biaya Berdasarkan Aktivitas
(ABM)
2
BAB II
PEMBAHASAN
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa dalam pendekatan full costing semua unsur
biaya produksi menjadi elemen harga pokok produk. Dalam pendekatan variable costing, dari
semua unsur biaya produksi hanyalah biaya-biaya produksi variabel yang diperhitungkan
sebagai elemen harga pokok produk. Oleh karena itu pendekatan variable costing bagi
manajemen lebih baik digunakan sebagai alat perencanaan dan pengambilan keputusan-
3
keputusan jangka pendek yang tidak mengharuskan pertimbangan tentang biaya-biaya non
produksi.
Peraga 4.1 dan 4.2 di bawah in menunjukkan perbedaan arus dan elemen-elemen biaya
full costing dan variable costing. Dalam arus biaya full costing elemen biaya periodik hanya
terdiri dari biaya administrasi dan penjualan. Elemen harga pokok produknya terdiri dari biaya
overhead tetap, biaya overhead variabel serta biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung.
Dalam arus biaya variable costing elemen biaya periodik terdiri dari biaya overhead tetap
ditambah biaya administrasi dan penjualan. Elemen harga pokok produknya hanya terdiri dari
komponen biaya overhead variabel serta biaya bakan baku dan tenaga kerja langsung tidak
termasuk biaya overhead tetap.
Persediaan
Barang Dalam
Proaea/Jadi
4
Peraga 4.2 Arus Biaya Variable costing
Biaya Bahan
Biaya Penjualan dan Biaya Biaya Overhead
administrasi Tenaga Kerja
Overhead Variabel
Langsung
tetap
Persediaan Barang
Dalam Proses/jadi
5
Contoh :
Konsistensi dengan praga tersebut, misalkan PT ZAI memproduksidan menjual 5.000 unit
produkX per tahun dengan harga Rp 18.750,- per unit. Berikut adalah struktur baiya produksi,
pemasaran, dan administrative tahun 2000:
Berdasarkan data di atas perhitungan harga pokok per unit produk menurut variable
costing dan ful costingdapat dibedakan sebagai berikut:
Full Variabel
Costing Costing
Bahan langsung…………………………………… Rp 1.500 Rp 1.500
Tenaga kerja langsung……………………………….Rp 3.000 Rp 3.000
Overhead pabrik variable………………………..…. 750 750
Total biaya produksi variable …………………….. Rp 5.250 Rp 5.250
Overhead pabrik tetap ( Rp 22.500.000/5.000 unit) 4.500 -
Harga pokok per unit produk ……………………….Rp 9.750 Rp 5.250
Berdasarkan perhitungan diatas dapat dilihat bahwa harga pokok per unit produk menurut
full costing Rp 9.750 lebih besar disbanding hasil perhitungan menurut variable costing Rp
5.250. Perbedaan tersebut disebabkan dalam full costing turut diperhitungkan biaya-biaya
overhead pabrik tetap sebesar Rp 4.500 per unit. Sementara dalam pendekatan variable
costing biaya tersebut tidak diperhitungkan sebagai elemen harga pokok produk.
Untuk metode full costing dalam laporan laba rugi hasil perhitungan harga pokok tersebut
akan ditempatkan sebagai pengurangan atas total penjualan sebagai elemen beban pokok
penjualan dalam menghitung laba bruto. Dalam metode variable costing perhitungan tersebut
6
masuk dalam komponen biaya variable sebagai pengurang dari total penjualan dalam
perhitungan marjin kontibusi.
Karena absorption costing memperlakukan biaya overhead tetap pabrik sebagai harga
pokok produk,porsibiaya overhead tetap pabrik dibebankan kepda tiap unit pada saat
produksi.bila unit produksi tidak terjual sampai akhir periode ,biaya overhead tetappabrik akan
melekatpada tiap unit produk akan melekat padatiap persediaan dandi tangguhkan
pembebanannya kepada periode npenjualan produk tersebut.pada saat unit-unit produk ini terjual
pada periode berikutnya,biaya-biaya overhead tetappabrik yang melekatdi dalamnya
dikeluarkandari akun persediaan dan di bebankan terhadap pendapatan sebagai bagian dai beban
pokok penjulan.
Dengan menggunakan data dari contoh di atas, perbandingan laporan laba rugi
pendekatan full costing dan pendekatan konstribusi dapat dilihat dari table di bawah ini.kedua
pendekatan tersebut Nampak menghasilkan labausaha yang sama karena tidak terdapat factor
penangguhan biaya. Yang berbeda dari antara dua laporan tersebut hanyalah jumlah pada setiap
elemen biaya yang disebabkan oleh proses klasifikasi sesuai dengan kebutuhan dalam masing-
masing pendekatan penyususnan laba-rugi.
Sebagai ilustrasi dengan mengadopsi data penjualan dan biaya PT ZAI di atas selanjutnya
dapat di buat perbandingan laporan laba-rugi full costing dan variable costing seperti berikut
ini. Apabila dari data di atas terdapat biaya yang di tangguhkan yang melekat dalam
persediaan akhir,midsalnya 500 unit dari total produksi 5.500 unit makaperbandingan laba-rugi
fullcosting dan variable costing di sajikan sebagai berikut:
(dalam ribuan)
FULL COSTING VARIABLE COSTING
Penjualan Rp. 93.750 Penjualan Rp.93.750
Beban pokok Biaya-biaya
Penjualan 48.750 variabel 37.500
Laba bruto Rp. 45.000 Marjin Rp. 56.250
18.750 kontribusi
7
Beban
penjualan,
administrasi Biaya-biaya
dan umum tetap 30.000
Laba bersih Rp. 26.250 Laba bersih Rp. 26.250
¹ terdiri dari :
Biaya produksi :
-Bahan langsung (5.000 unit × Rp 1.500) Rp 7.500.000
-Tenaga kerja langsung (5.000 unit × Rp 3.000) 15.000.000
-Overhead pabrik variabel (5.000 unit × Rp 750) 3.750.000
Total biaya produksi variabel Rp 26.250.000
-Overhead pabrik tetap 22.500.000
-Total biaya produksi variabel Rp 48.750.000
Barang siap dijual Rp 48.750.000
Persediaan akhir barang jadi 0
Beban pokok penjualan Rp 48.750.000
² terdiri dari :
³ terdiri dari:
8
Peraga 4.4 PT laporan laba rugi bulan januari 1999
FULL COSTING
Persediaan awal Rp 0
beban usaha:
VARIABLE COSTING
Penjualan Rp93.750.000
Biaya variable:
Persediaan awal Rp 0
9
Marjin kontribusi c (a-b)
52.250.000
Biaya tetap:
Biaya Produksi
10
Biaya usaha – full costing
Total................................................................................................................ Rp18.750.000
Untuk keperluan perencanaan dan pengendalian, perbedaan antara laba usaha menurut
absorption costing dan variable costing dapat dihitung dengan rumus :
Selisih laba
= 500 x Rp 4.090.91
= Rp 2.045.455
Laba full costing lebih besar karena unit produksi lebih besar dari unit penjualan. Apabila
terdapat persediaan awal maka selisih laba kedua pendekatan dapat dihitung dengan rumus :
Misalkan persediaan awal 525 unit maka selisih laba full costing dan variabel costing
menjadi Rp 101.272,75. Atau :
Selisih laba
Variable Costing dan Full Costing = (500-525) x (Rp 22.500.000/5.500 unit)
= 25 x Rp 4.090,91
= Rp 102.272,75
11
Selisih tersebut dapat di sebabkan laba full costing yang lebih besar atau sebaliknya laba
variable costing yang lebih besar.apabila produksi lebih besar dari penjualan maka laba berish
full costing akan menjadi lebih tinggi karena biaya overhead tetap pabrik di tangguhkan k
edalam persediaan full costing sebagai kenaikan persediaan dan juga sebaliknya.bila produksi
lebih kecil dari penjualan,maka laba bersih dari penjualan,maka laba bersih full costing lebih
rendah karena biaya tetap pabrik di keluarkandari persediaan full costing sebagai nilai
persediaan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dari perbedaan laba rugi dalam metode full
costing,dengan metode variable costing adalah :
Dalam metode full costing,dapat terjadi penundaan sebagai biaya overhead pabrik tetap
pada priode berjalan ke priode berikutnya bila tidak sumua produksi terjual pada priode
yang sama.
Dalam metode variablecosting semua biaya tetap overhead pabrik telah diperlakukan
sebagai beban pada priode berjalan,sehingga tidak terdapat bagian biaya overhead pada
tahun berjalan yang dibebankan kepada tahun berikutnya.
Jumlah persediaan akhir dalam metodevariable costinglebih rendah disbanding metode
full costing. Alasanya adalah dalam variablecosting hanya biaya produksi variable yang
dapat diperhitungkan sebagai biaya produksi.
Laporan laba rugi full costing tidak membedakan antara biaya tetap dan biaya variable,
sehingga tidak cukup memadai untuk analisis hubungan biaya volume dan laba )CVP)
dalam rangka perencanaan dan pengendalian.
Untuk pelaksaan fungsi manajemen pada berbagai segmen organisasi,pendekatan
variable costing sangat baik dalam perhitungan harga pokok per unit dibandingkan
dengan pendekatan absorpasi dalam laporan laba rugi karena dibuat berdasarkan konsep
pengelompokan biaya menurut perilakuanya.
Dalam pendekatan variable costinglaba bersih tidak dipengaruhi oleh perubahan-
perubahan produksi. Sementara menurut absortion costing laba bersih dipengaruhi oleh
perubahan-perubahan dalam produksi.
12