Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

AKUNTANSI BIAYA

ANALISIS BIAYA-VOLUME-LABA

DOSEN :
Prof.Hj.MASDAR

OLEH:

NADIA ZAHRANI (02220220058)


SHEILA PUTRI JOEVANDA (02220220066)
NURFADILA (02220220227)
ANISA (02220220216)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKSSAR
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan


nikmat serta hidayah- Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Analisis Biaya-
Volume-Laba”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang
diberikan oleh Dosen Tika Septiani, SE.,M.Ak.,Ak.,CA. dalam mata kuliah
Akuntansi Manajemen di Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan


terimakasih yang sebesar- besarnya kepada pihak-pihak yang membantu
dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada dosen kami yang telah
memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini kami merasa
masih banyak kekurangan baik pada teknik penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran
dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini.
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Analisis biaya, volume, laba merupakan suatu alat yang sangat


berguna untuk perencanaan dan pengambilan keputusan. Karena analisis
biaya volume laba (BVL) menekankan keterkaitan antara biaya, kuantitas
yang terjual, dan harga, semua informasi keuangan perusahaan
terkandung di dalamnya. Analisis BVL dapat menjadi suatu alat yang
bermanfaat untuk mengidentifikasi cakupan dan besarnya kesulitan
ekonomi yang dihadapi suatu divisi dan membantu mencari
pemecahannya.

Analisis BVL juga dapat mengatasi banyak isu lainnya seperti jumlah
unit yang harus dijual untuk mencapai impas, dampak pengurangan biaya
tetap terhadap titik impas, dan dampak kenaikan harga terhadap laba.
selain itu analisis BVL memungkinkan para manajer untuk melakukan
analisis sensitivitas dengan menguji dampak dari berbagai tingkat harga
atau biaya terhadap laba.

Meskipun bab ini berkaitan dengan mekanika dan terminology


analisis BVL, kita harusingat bahwa analisis BVL merupakan suatu
bagian integral dari perencanaan keuangan dan pengambilan keputusan.
setiap akuntan dan manajer harus mengenal seluruh konsep- konsepnya,
bukan hanya mekanikanya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Analisis-Biaya-Vaolume-Laba?

2. Apa itu Titik Impas Dalam Unit?


3. Apa itu Titik Impas Dalam Rupiah Penjualan?

4. Apa yang dimaksud Analisis Multiproduk?

5. Bagaimana cara Penyajian Hubungan BVL Dalam Bentuk Grafik?

6. Apa Perubahan Dalam Variabel BVL?

7. Apa itu Risiko dan Ketidakpastian dalam analisis BVL?

8. Apa itu Analisis BVL dan Perhitungan Biaya Berbasis Aktivitas?

C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang apa itu Analisis-Biaya-Vaolume-Laba.

2. Menjelaskan apa itu Titik Impas Dalam Unit..

3. Menjelaskan apa itu Titik Impas Dalam Rupiah Penjualan.

4. Menjelaskan tentang apa itu Analisis Multiproduk.

5. Menjelaskan cara Penyajian Hubungan BVL Dalam Bentuk Grafik.

6. Menjelaskan apa Perubahan Dalam Variabel BVL.

7. Menjelaskan apa itu Risiko dan Ketidakpastian dalam analisis BVL.

8. Menjelaskan Apa itu Analisis BVL dan Perhitungan Biaya Berbasis


Aktivitas.
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Analisis Biaya-Volume-Laba

Analisis biaya-volume-laba (analisis BVL) yang sering kali disebut


sebagai cost-volume- profit analysis (CVP analysis) merupakan alat yang
berguna untuk perencanaan dan pembuatan keputusan. Analisis BVL
menekankan pada hubungan antara biaya, volume (kuantitas penjualan), dan
harga jual. Analisis BVL juga merupakan alat yang berguna untuk
mengidentifikasi permasalahan yang berhubungan dengan perencanaan
penjualan dan membantu perusahaan dalam memecahkan permasalahan
tersebut.
Analisis BVL juga dapat digunakan untuk membantu memecahkan
masalah penting lainnya, misalnya tentang perencanaan jumlah unit produk
yang seharusnya dijual agar perusahaan mencapai titik impas (break-even
point), perhitungan dampak penurunan biaya tetap terhadap titik impas dan
perhitungan dampak kenaikan harga jual terhadap laba. Selain itu, analisis BVI
juga memungkinkan bagi manajer perusahaan untuk melakukan analisis
sensitivitas melalui pengujian tentang dampak berbagai tingkat harga jual atau
biaya terhadap laba.
B. Titik Impas Dalam Unit

Titik impas (break-even point) adalah keadaan yang menunjukkan


bahwa jumlah pendapatan yang diterima perusahaan (pendapatan total)
sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan (biaya total).
Keadaan tersebut biasanya ditunjukkan dalam jumlah volume aktivitas
(jumlah unit penjualan). Titik impas dapat dirumuskan melalui dua
pendekatan, yaitu titik impas dalam jumlah unit penjualan dan titik impas
dalam jumlah rupiah penjualan. Titik impas dalam jumlah unit penjualan
dihitung dengan cara membagi biaya tetap total dengan margin kontribusi
per unit. Titik impas dalam jumlah rupiah penjualan dihitung dengan cara
membagi biaya tetap total dengan rasio margin kontribusi.
Titik impas sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk melakukan berbagai
analisis. Sebagai contoh, apabila perusahaan ingin mengetahui dampak
yang akan terjadi terhadap pendapatan, biaya, dan laba sebagai akibat dari
perubahan volume penjualan, maka manajemen perusahaan perlu
mengetahui tentang titik impas dalam unit penjualan. Untuk menemukan
titik impas dalam unit penjualan, manajemen harus berfokus pada
perhitungan laba operasi (operating income). Langkah selanjutnya adalah
menentukan jumlah unit yang seharusnya dijual untuk mendapatkan laba
yang ditargetkan (targeted profit).

Analisis BVI, berfokus pada faktor-faktor yang berdampak pada


perubahan dalam komponen laba. Apabila manajemen ingin mengetahui
analisis BVL dalam hubungannya dengan unit penjualan, maka
manajemen perlu menentukan komponen biaya tetap dan biaya variabel
serta pendapatan dalam hubungannya dengan unit penjualan. Perlu
diperhatikan bahwa analisis BVL berfokus pada perusahaan secara
keseluruhan. Oleh karena itu, biaya yang dimaksud di atas adalah semua
biaya yang terjadi di perusahaan. yaitu biaya produksi, biaya pemasaran,
dan biaya administrasi.

1. Pendekatan Laba Operasi

Laporan laba rugi yang disusun dengan pendekatan variable costing


merupakan alat yang berguna bagi manajemen untuk mengorganisasi
biaya perusahaan ke dalam kelompok biaya tetap dan biaya variabel.
Laporan laba rugi dengan pendekatan variable costing dapat dinyatakan
dalam bentuk persamaan sebagai berikut.
Laba operasi = Pendapatan penjualan - Biaya variabel - Biaya tetap
Perhitungan unit impas dapat dilakukan dengan cara memusatkan
perhatian pada laba operasi atau disebut dengan pendekatan laba operasi
(operating income approach). Perlu diperhatikan bahwa penggunaan
istilah laba operasi menunjukkan jumlah laba sebelum pajak. Selain itu,
laba operasi hanya meliputi pendapatan dan biaya yang berasal dari
aktivitas operasi normal perusahaan. Aktivitas operasi normal adalah
aktivitas yang dilakukan perusahaan di luar aktivitas investasi (investing
activities) dan aktivitas keuangan (financing activities). Untuk selanjutnya
akan digunakan istilah laba bersih (net income) yang menunjukkan laba
operasi setelah dikurangi dengan pajak.
Apabila ukuran unit penjualan sudah diketahui, selanjutnya persamaan
laba operasi dapat diperluas dengan mengekspresikan pendapatan
penjualan dan biaya variabel dalam hubungannya dengan jumlah rupiah
dan jumlah unit. Pendapatan penjualan adalah harga jual per unit dikalikan
dengan jumlah unit penjualan dan biaya variabel total adalah biaya
variabel per unit dikalikan dengan jumlah unit penjualan. Berdasarkan
penjelasan di atas maka persamaan laba operasi dapat dirumuskan sebagai
berikut
Laba operasi = (Harga jual per unit x Jumlah unit penjualan) - (Biaya
variabel per unit x Jumlah unit penjualan) - Biaya tetap total.

1. Pendekatan Margin Kontribusi

Perhitungan unit impas dapat dilakukan lebih cepat dengan cara


memusatkan perhatian pada margin kontribusi atau disebut dengan
pendekatan margin kontribusi (contribution margin approach). Margin
kontribusi merupakan pendapatan penjualan dikurangi dengan biaya
variabel total. Pada titik impas, besarnya margin kontribusi sama dengan
besarnya biaya tetap. Apabila margin kontribusi per unit diganti dengan
harga jual per unit dikurangi biaya variabel per unit pada persamaan laba
operasi dan diperoleh jumlah unit, maka akan diperoleh persamaan impas
sebagai berikut.
Jumlah unit = Biaya tetap total
Harga jual per unit - Biaya variabel per unit
Jumlah unit = Biaya tetap total
Margin kontribusi per unit
2. Unit Penjualan untuk Mencapai Laba yang Ditargetkan

Titik impas merupakan informasi yang sangat bermanfaat bagi


perusahaan sebagai dasar untuk merencanakan perolehan laba. Semua
perusahaan mengharapkan untuk bisa memperoleh laba operasi lebih besar
daripada nol. Analisis BVL memberi cara untuk menentukan jumlah unit
produk yang harus dijual agar perusahaan mampu memperoleh laba yang
ditargetkan. Laba operasi yang ditargetkan dapat ditunjukkan sebagai
jumlah rupiah, misalnya sebesar Rp20.000.000 atau sebagai persentase dari
pendapatan penjualan, misalnya 15 persen dari pendapatan penjualan. Baik
pendekatan laba operasi maupun pendekatan margin kontribusi dapat
dengan mudah digunakan untuk menghitung laba yang ditargetkan.

3. Target Laba Setelah Pajak

Pajak penghasilan tidak berperan dalam perhitungan titik impas karena


perusahaan tidak akan dipungut pajak apabila laba yang diperoleh
perusahaan sebesar Rp0. Namun, apabila perusahaan ingin mengetahui
jumlah unit yang harus dijual dalam rangka untuk memperolch laba bersih,
maka diperlukan beberapa pertimbangan tambahan. Perlu diingat bahwa
laba bersih merupakan laba operasi setelah dikurangi dengan pajak dan
angka target laba diekspresikan dalam bentuk laba sebelum pajak. Sebagai
akibatnya, apabila laba yang ditargetkan diekspresikan sebagai laba bersih,
maka perlu ditambahkan pajak penghasilan untuk mendapatkan laba
operasi.
Pada umumnya pajak dihitung sebagai persentase dari laba. Laba
setelah pajak dihitung dengan cara mengurangkan pajak dari laba operasi
sebelum pajak seperti berikut ini.
Laba bersih = Laba operasi - Pajak

= Laba operasi - (Tarif pajak Laba operasi)


= Laba operasi (1- Tarif pajak)

Atau

Laba operasi = Laba bersih

1- Tarif pajak
C. Titik Impas Dalam Rupiah Penjualan

Dalam beberapa kasus ketika menggunakan analisis BVL, banyak manajer


yang lebih suka untuk menggunakan pendapatan penjualan sebagai ukuran
aktivitas penjualan dibanding unit penjualan. Ukuran unit penjualan dapat
dikonversi ke dalam ukuran pendapatan penjualan dengan cara sederhana,
yaitu mengalikan harga jual per unit dengan jumlah unit penjualan.
Setiap jawaban yang dieskpresikan dalam bentuk unit penjualan dengan
mudah dapat dikonversi dalam bentuk pendapatan penjualan, tetapi jawaban
juga dapat dihitung secara langsung dengan suatu formula yang terpisah untuk
kasus pendapatan penjualan. Dalam kasus ini, hal penting yang perlu
diperhatikan adalah rupiah penjualan, sehingga baik pendapatan penjualan
maupun biaya variabel harus dinyatakan sebagai persentase dari rupiah
penjualan, bukan dalam unit penjualan. Apabila pendapatan penjualan selalu
diekspresikan dalam bentuk rupiah penjualan, maka pengukuran terhadap
biaya variabel tidak ada masalah.
Untuk menghitung titik impas dalam rupiah penjualan, biaya variabel
perlu dinyatakan dalam persentase dari penjualan bukan dalam jumlah per unit
penjualan. Peraga 9.1 mengilustrasikan tentang pembagian pendapatan
penjualan ke dalam biaya variabel dan margin kontribusi. Pada peraga
tersebut, harga adalah sebesar Rp 10.000 dan biaya variabel adalah sebesar Rp
6.000. Sisanya adalah margin kontribusi sebesar Rp 4.000 (Rp10,000 -
Rp6.000). Apabila produk terjual sebanyak 10 unit, biaya variabel total adalah
sebesar Rp 60.000 (Rp6.000 x 10 unit). Sebagai alternatif, apabila setiap unit
penjualan menghasilkan pendapatan sebesar Rp10,000 dan biaya variabel
adalah sebesar Rp 6.000, maka dapat dikatakan bahwa 60 persen untuk setiap
rupiah pendapatan yang diperoleh digunakan untuk menutup biaya variabel
(Rp6.000/Rp10.000).
Angka 60 persen di atas merupakan rasio biaya variabel (variable cost
ratio). Angka tersebut merupakan proporsi setiap rupiah penjualan yang harus
digunakan untuk menutup biaya variabel. Rasio biaya variabel dapat dihitung
dengan menggunakan data total maupun data per unit. Sisa persentase rupiah
penjualan setelah biaya variabel ditutup merupakan rasio margin kontribusi
(contribution margin ratio). Rasio margin kontribusi adalah proporsi setiap
rupiah penjualan yang tersedia untuk menutup biaya tetap dan menghasilkan
laba. Pada Peraga 9.1, apabila rasio biaya variabel adalah sebesar 60 persen
dari penjualan, maka margin kontribusi adalah sisanya, yaitu sebesar 40
persen dari penjualan. Hal tersebut masuk akal karena rasio biaya variabel dan
rasio margin kontribusi bersifat saling melengkapi. Dengan kata lain, setelah
proporsi atau bagian dari rupiah penjualan digunakan untuk menutup biaya
variabel, maka sisanya merupakan komponen margin kontribusi.
Oleh karena itu, setelah rasio biaya variabel dihitung dengan
menggunakan angka total maupun per unit, maka rasio margin kontribusi
sebesar 40 persen pada contoh di atas juga dapat dihitung melalui dua cara
berikut ini. Pertama, adalah dengan cara membagi margin kontribusi total
dengan penjualan total (Rp 40.000/Rp 100.000). Kedua, adalah dengan cara
membagi margin kontribusi per unit dengan harga jual per unit (Rp 4.000/
Rp10.000). Dengan kata lain, apabila rasio biaya variabel telah diketahui,
maka angka tersebut dapat dikurangkan dari angka I untuk menghasilkan rasio
margin kontribusi. yaitu sebesar 0,4 (1-0,6).
Bagaimana jika persamaan dasar impas digunakan untuk menentukan titik
impas dalam pendapatan penjualan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut
dapat digunakan pendekatan berikut ini. Perhatikan bahwa rumus titik impas
dalam unit adalah sebagai berikut.
Unit impas = Biaya tetap total
Harga jual per unit-Biaya variabel per unit
Apabila kedua sisi persamaan di atas dikalikan dengan harga jual per unit,
maka pada sisi kiri persamaan akan sama dengan pendapatan penjualan pada
titik impas.
Unit impas x Harga jual per unit = Harga jual per unit x Biaya tetap total
Harga jual per unit-Biaya variabel
perunit
Penjualan impas = Biaya tetap total x Harga jual per unit
Harga jual per unit - Biaya variabel unit
Penjualan impas = Biaya tetap total x Harga jual per unit
Margin kontribusi
Penjualan impas = Biaya tetap total
Rasio margin kontribusi
1. Target Laba dan Pendapatan Penjualan

Apabila muncul pertanyaan berapakah pendapatan penjualan yang harus


dicapai oleh PT Gemah Ripah agar perusahaan dapat memperoleh laba
sebelum pajak sebesar Rp60,000,000? Untuk menjawab pertanyaan tersebut,
caranya adalah dengan menambahkan target laba operasi sebesar Rp60.000.000
pada biaya tetap sebesar Rp45.000.000 dan selanjutnya jumlah tersebut dibagi
dengan rasio margin kontribusi.
Penjualan = Rp 45.000.000 + Rp 60.000.000

0.1875

=
Rp105.000.000
0,1875

= Rp 560.000.000

PT Gemah Ripah harus memperoleh pendapatan penjualan sebesar


Rp560.000.000 agar dapat mencapai target laba sebesar Rp60.000.000. Apabila
titik impas adalah sebesar Rp240.000.000, tambahan penjualan yang diperoleh
sebesar Rp320.000.000 (Rp560.000.000 - Rp240.000.000) adalah berada di
atas titik impas. Perhatikan bahwa perkalian rasio margin kontribusi dengan
pendapatan penjualan di atas titik impas akan menghasilkan laba sebesar
Rp60.000.000 (0.1875 x Rp320.000.000). Di atas titik impas, rasio margin
kontribusi merupakan rasio margin yang mencerminkan proporsi setiap rupiah
penjualan yang menghasilkan laba. Untuk contoh di atas, setiap rupiah
penjualan yang diperoleh di atas titik impas akan meningkatkan laba sebesar
Rp0.1875.
Pada umumnya dengan asumsi bahwa biaya tetap tidak berubah, rasio
margin kontribusi dapat digunakan untuk menghitung dampak perubahan
pendapatan penjualan terhadap laba. Untuk menghitung perubahan laba total
sebagai akibat dari perubahan pendapatan, secara sederhana dapat dilakukan
dengan cara mengalikan rasio margin kontribusi dengan perubahan penjualan.
Sebagai contoh, apabila pendapatan penjualan yang diperoleh adalah sebesar
Rp540.000.000 bukan sebesar Rp560.000.000, apa dampak yang akan terjadi
terhadap laba? Penurunan pendapatan penjualan sebesar Rp20.000.000 akan
mengakibatkan penurunan laba sebesar Rp3.750.000 (0,1875x Rp20.000.000).
2. Perbandingan Kedua Pendekatan
Dalam situasi produk tunggal, mengonversi titik impas dalam unit menjadi titik
impas dalam pendapatan penjualan merupakan masalah yang sederhana, yaitu
dengan cara mengalikan harga jual per unit dengan jumlah unit yang terjual.
Namun, muncul pertanyaan mengapa digunakan rumus terpisah untuk pendekatan
pendapatan penjualan? Ada dua alasan untuk untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Pertama, rumus pendapatan penjualan memungkinkan perusahaan untuk
secara langsung mencari pendapatan penjualan apabila hal tersebut memang
dikehendaki. Kedua, pendekatan pendapatan penjualan jauh lebih mudah
digunakan dalam situasi multiproduk.

D. Analisis Multiproduk
Analisis BVL dapat diterapkan dengan mudah pada situasi produk tunggal.
Namun, dalam praktiknya banyak perusahaan yang menghasilkan dan menjual
sejumlah produk atau jasa. Formula yang digunakan untuk situasi produk tunggal
dapat diadaptasikan untuk perusahaan yang menjual multiproduk (multiple
products).
Perlu diperhatikan bahwa pengontrol telah memisahkan biaya tetap langsung
(direct fixed expenses) dengan biaya tetap bersama (common fixed expenses).
Biaya tetap langsung adalah biaya tetap yang dapat ditelusuri kepada masing-
masing segmen produk, dan dapat dihindari apabila segmen tersebut tidak
melakukan aktivitas produksi. Biaya tetap bersama adalah biaya tetap yang tidak
dapat ditelusuri kepada segmen produk, dan akan tetap terjadi meskipun segmen
tersebut tidak melakukan aktivitas produksi.
Pendekatan Titik impas dalam Unit
Dalam kasus perusahaan yang memproduksi lebih dari satu jenis produk
(multiproduk). perusahaan ingin mengetahui berapa unit masing-masing produk
yang harus dijual pada titik impas. Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan
menggunakan persamaan yang telah dikembangkan sebelumnya, yaitu biaya tetap
total dibagi dengan margin kontribusi Jika perusahaan menghasilkan dua produk,
maka akan terdapat dua margin kontribusi.
Titik impas hanya dapat menutup biaya tetap langsung, sedangkan biaya tetap
bersama belum termasuk yang ditutup. Oleh karena itu, biaya tetap bersama juga
harus dipertimbangkan dalam analisis. Apabila biaya tetap bersama belum
dialokasikan kepada masing-masing produk dalam perhitungan titik impas, maka
akan dapat mengakibatkan terjadinya kesulitan.
Cara lain yang dapat digunakan untuk memecahkan kesulitan adalah dengan
mengonversi permasalahan yang terdapat pada multiproduk ke dalam
permasalahan yang terdapat pada produk tunggal. Apabila hal tersebut dilakukan,
maka metodologi analisis BVL untuk produk tunggal dapat diterapkan secara
langsung untuk multiproduk. Cara terbaik untuk mengonversi adalah dengan
mengidentifikasi bauran penjualan (sales mix) yang diekspektasi dalam unit
produk. Bauran penjualan merupakan kombinasi relatif dari produk-produk yang
dijual oleh perusahaan.

Penentuan Bauran Penjualan. Bauran penjualan dapat diukur dalam unit penjualan
atau dalam proporsi pendapatan. Sebagai alternatif, bauran penjualan dapat
diwakili dengan persentase pendapatan total yang dikontribusi oleh masing-
masing produk. Untuk analisis BVL, bauran penjualan seharusnya diekspresikan
dalam unit.
Bauran Penjualan dan Analisis BVL. Penetapan suatu bauran penjualan tertentu
memungkinkan untuk mengonversi masalah multiproduk ke dalam format BVL
untuk produk tunggal. Dengan mendefinisikan produk sebagai satu paket, maka
permasalahan multiproduk telah dikonversi ke dalam suatu produk tunggal.
Selama menggunakan pendekatan titik impas dalam unit, harga jual paket dan
biaya variabel per paket harus diketahui terlebih dahulu. Untuk menghitung nilai
paket diperlukan bauran penjualan, harga produk secara individual, dan biaya
variabel secara individual.

E. Penyajian Hubungan BVL Dalam Bentuk Grafik


Pemahaman tentang hubungan BVL dapat diperluas lebih jauh untuk melihat
hubungan tersebut dalam bentuk grafik. Penyajian dalam bentuk grafik dapat
membantu manajer untuk melihat perbedaan antara biaya variabel dan
pendapatan. Grafik juga dapat membantu manajer untuk memahami dengan cepat
apa dampak peningkatan atau penurunan penjualan terhadap titik impas dan laba.
Dua grafik dasar, yaitu grafik volume-laba (profit-volume graph) dan grafik
biaya-volume- laba (cost-volume-profit-graph) akan dijelaskan berikut ini.

1. Grafik Volume-Laba
Grafik volume-laba menunjukkan hubungan antara laba dan volume penjualan.
Grafik volume- laba merupakan grafik tentang persamaan laba operasi [Laba
operasi = (Harga jual per unit x Jumlah unit) - (Biaya variabel per unit x Jumlah
unit) - Biaya tetap]. Dalam grafik ini, laba operasi merupakan variabel dependen
dan jumlah unit penjualan merupakan variabel independen. Biasanya, nilai
variabel independen diukur di sepanjang sumbu horizontal dan nilai variabel
dependen diukur di sepanjang sumbu vertikal.
Untuk memperjelas pembahasan di atas menjadi lebih konkret, sejumlah data
berikut ini akan digunakan. Berdasarkan asumsi bahwa PT Kerta Raharja
menghasilkan suatu produk tunggal dengan data biaya dan harga jual per unit
sebagai berikut.
Biaya tetap total Rp100.000

Biaya variabel per unit Rp5.000


Harga jual per unit Rp10.000

Dengan menggunakan data di atas, laba operasi dapat dihitung sebagai berikut.
Laba operasi = (Rp10.000 x Jumlah unit) - (Rp5.000 Jumlah unit) - Rp100.000 –
= (Rp5.000 Jumlah unit) - Rp100.000
Hubungan di atas dapat dibuat grafiknya dengan menempatkan jumlah unit di
sepanjang sumbu horizontal dan laha operasi (rugi operasi) ditempatkan di
sepanjang sumbu vertikal. Dua titik diperlukan untuk membuat grafik persamaan
linear. Ketika unit yang dijual adalah nol, maka PT Kerta Raharja akan
mengalami rugi operasi sebesar Rp 100.000 (atau laba sebesar Rp 100.000). Titik
yang menunjukkan volume penjualan nol adalah (0, - Rp 100.000). Dengan kata
lain, ketika tidak terjadi penjualan maka perusahaan akan menderita kerugian
sebesar biaya tetap total. Apabila laba operasi adalah sebesar nol, jumlah unit
yang terjual adalah sebanyak 20 unit. Titik yang menunjukkan laba nol (impas)
adalah (20, Rp 0), Kedua titik tersebut ditunjukkan pada Peraga dibawah ini.
Grafik volume-laba, meskipun mudah untuk diinterpretasikan akan tetapi gagal
untuk menunjukkan bagaimana perubahan biaya sejalan dengan perubahan
volume penjualan. Untuk menyelesaikan masalah tersebut dapat digunakan
pendekatan alternatif melalui penggunaan grafik biaya-volume- laba yang dapat
menjelaskan masalah tersebut dengan lebih terperinci.
Grafik Biaya-Volume-Laba
Grafik biaya-volume-laba menunjukkan hubungan antara biaya, volume, dan laba.
Untuk memperoleh hubungan yang lebih terperinci, perlu dibuat grafik dua garis
terpisah yaitu garis pendapatan total dan garis biaya total. Kedua garis tersebut
ditunjukkan melalui dua persamaan berikut ini.
Pendapatan = Harga jual per unit x Jumlah unit
Biaya total = Biaya variabel per unit x Jumlah unit + Biaya tetap total
Dengan menggunakan contoh PT Kerta Raharja, persamaan pendapatan dan biaya
adalah sebagai berikut.
Pendapatan = Rp10.000 Jumlah unit
Biaya total = (Rp5.000 x Jumlah unit) + Rp100.000

Untuk menunjukkan dua persamaan tersebut dalam grafik yang sama, sumbu
vertikal diukur dalam rupiah pendapatan dan biaya, serta sumbu horizontal
dalam jumlah unit penjualan.
Dua titik diperlukan untuk menggambarkan masing-masing persamaan. Dalam
hal ini akan digunakan koordinat yang sama seperti yang digunakan dalam
grafik volume-laba. Pada persamaan pendapatan, penentuan jumlah unit
sebanyak 0 akan menghasilkan pendapatan sebesar 0; penentuan jumlah unit
sebesar 20 akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp200.000. Oleh karena itu,
dua titik untuk persamaan pendapatan adalah (0. Rp0) dan (20, Rp20.000).
Pada persamaan biaya dengan unit terjual sebanyak 0 dan unit terjual sebanyak
20 akan menghasilkan titik-titik (0, Rp100.000) dan (20, Rp200.000). Grafik
akan ditunjukkan dibawah ini.
Asumsi-Asumsi dalam Analisis BVL

Grafik laba volume dan grafik biaya-volume-laba yang telah diilustrasikan


sebelumnya mengandalkan pada beberapa asumsi penting. Beberapa asumsi
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Analisis mengasumsikan bahwa fungsi pendapatan dan fungsi biaya
bersifat linear.

2. Analisis mengasumsikan bahwa harga, biaya tetap total, dan biaya


variabel per unit dapat diidentifikasi secara akurat dan akan selalu
konstan selama dalam kisaran relevan (relevant range).
3. Analisis mengasumsikan bahwa jumlah yang diproduksi sama dengan
jumlah yang dijual.

4. Pada analisis multiproduk, bauran penjualan diasumsikan telah diketahui


sebelumnya.

5. Harga jual dan biaya diasumsikan telah diketahui dengan pasti.

F. Perubahan Dalam Variabel BVL

Oleh karena perusahaan beroperasi dalam dunia yang dinamis, maka


perusahaan harus memperhatikan berbagai kemungkinan terjadinya perubahan
harga, biaya variabel, dan biaya tetap. Perusahaan juga harus memerhatikan
dampak berbagai kemungkinan risiko dan ketidakpastian. Perhatian terutama
ditujukan kepada dampak perubahan harga. margin kontribusi per unit, dan
biaya tetap terhadap titik impas. Perhatian juga perlu diarahkan pada cara-cara
manajer dalam menangani risiko dan ketidakpastian yang terjadi dalam
kerangka BVL.
G. Risiko dan Ketidakpastian

Satu asumsi penting dalam analisis BVL adalah bahwa harga jual per unit
dan biaya telah diketahui dengan pasti. Pada kasus yang sesungguhnya,
asumsi tersebut jarang terjadi. Risiko dan ketidakpastian merupakan bagian
penting yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan keputusan bisnis.
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan oleh manajer dalam
menghadapi masalah risiko dan ketidakpastian. Dua konsep atau metode yang
sangat bermanfaat bagi manajer perusahaan dalam menghadapi masalah risiko
dan ketidakpastian adalah margin of safety (margin aman) dan operating
leverage (pengungkit operasi).

1. Margin of Safety

Margin of safety adalah unit penjualan atau yang diharapkan dapat dijual
di atas volume impas. Selain itu, margin of safety juga dapat didefinisikan
sebagai pendapatan yang diperoleh atau pendapatan yang diharapkan akan
diperoleh perusahaan di atas volume impas. Sebagai contoh, apabila volume
impas suatu perusahaan adalah sebanyak 200 unit dan saat ini perusahaan
berhasil menjual sebanyak 500 unit, maka margin of safety adalah sebesar 300
unit (500 unit-200 unit). Margin of safety juga dapat diekspresikan dalam
bentuk pendapatan penjualan. Apabila volume impas adalah sebesar
Rp200.000.000 dan perkiraan pendapatan penjualan adalah sebesar
Rp350.000.000, maka margin of safety adalah sebesar Rp150.000.000.
2. Operating Leverage

Dalam ilmu fisika, leverage merupakan suatu mesin sederhana yang dapat
digunakan untuk melipatgandakan kekuatan. Pada dasarnya suatu leverage
melipatgandakan usaha yang dilakukan untuk menciptakan hasil yang lebih
banyak. Semakin besar beban yang akan dipindahkan oleh sejumlah kekuatan,
semakin besar manfaat yang akan diperoleh. Dalam istilah keuangan,
operating leverage berhubungan dengan bauran relatif biaya tetap dan biaya
variabel dalam suatu organisasi. Kadang-kadang dalam situasi tertentu terjadi
kemungkinan kondisi yang saling berlawanan (trade off) antara biaya tetap
dan biaya variabel. Apabila biaya variabel turun, margin kontribusi per unit
akan naik dan selanjutnya akan mengakibatkan kontribusi masing-masing unit
yang dijual akan semakin besar.
Dalam kasus tertentu, fluktuasi penjualan akan berdampak terhadap
peningkatan profitabilitas. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan yang
memiliki biaya variabel lebih rendah, dengan meningkatkan proporsi biaya
tetapnya akan dapat memperoleh manfaat berupa kenaikan laba yang
lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki proporsi biaya
tetap lebih rendah. Biaya tetap dapat digunakan sebagai leverage untuk
meningkatkan laba. Selain itu, perusahaan- perusahaan dengan operating
leverage yang lebih tinggi juga akan mengalami penurunan laba yang lebih
besar sebagai akibat penurunan penjualan. Oleh karena itu, operating leverage
merupakan penggunaan biaya tetap untuk meningkatkan persentase laba yang
lebih besar sebagai akibat terjadinya perubahan aktivitas penjualan.
Semakin tinggi tingkat operating leverage, semakin besar dampak
perubahan tingkat aktivitas penjualan terhadap laba. Oleh karena adanya
fenomena tersebut maka bauran biaya (mix of costs) yang dipilih perusahaan
akan memiliki pengaruh yang penting terhadap risiko operasi dan tingkat laba.
Tingkat pengungkit operasi (degree of operating leverage DOL) dapat
diukur untuk tingkat penjualan tertentu dengan menggunakan rasio margin
kontribusi terhadap laba. seperti pada rumus sebagai berikut.
Degree of operating leverage = Margin kontribusi

Laba

Apabila biaya tetap digunakan untuk menurunkan biaya variabel sehingga


margin kontribusi akan meningkat dan laba akan turun, maka degree of
operating leverage akan meningkat. Peningkatan ini merupakan petunjuk
terhadap terjadinya peningkatan risiko. Untuk mengilustrasikan tentang
manfaat konsep di atas, diasumsikan bahwa suatu perusahaan sedang
merencanakan untuk menambah suatu lini produk. Dalam penambahan lini
produk tersebut, perusahaan dapat memilih untuk mengandalkan pada sistem
automasi atau sistem yang mengandalkan pada tenaga kerja manusia (sistem
manual). Apabila perusahaan memilih sistem automasi dibandingkan sistem
manual, maka biaya tetap akan lebih tinggi dan biaya variabel per unit akan
lebih rendah.
Dalam pemilihan di antara kedua sistem tersebut, dampak yang
diakibatkan oleh operating leverage merupakan informasi yang sangat
berharga. Namun, dampak tersebut memiliki dua sisi mata pedang. Apabila
penjualan turun, maka sistem automasi juga menunjukkan besarnya
penurunan persentase yang lebih tinggi. Selanjutnya, kenaikan operating
leverage yang terdapat pada sistem automasi terjadi karena adanya kenaikan
biaya tetap. Oleh karena itu, sistem automasi memiliki risiko operasi
(operating risk) yang lebih tinggi. Kenaikan risiko secara potensial juga
memberi peluang tingkat laba yang lebih tinggi .
Analisis Sensitivitas dan BVL
Meluasnya penggunaan komputer personal (personal computer) dan spreadsheet
telah memudahkan para manajer untuk melakukan analisis sensitivitas
(sensitivity analysis).
3. Perbedaan sistem manual dengan sistem automasi

Keterangan Sistem Manual Sistem Automasi


Harga Sama Sama
Biaya Variabel Realtif lebih tinggi Realtif lebih tinggi
Biaya Tetap Realtif lebih rendah Realtif lebih tinggi
Margin kontribusi Realtif lebih rendah Realtif lebih tinggi
Titik impas Realtif lebih rendah Realtif lebih tinggi
Margin of safety Realtif lebih tinggi Realtif lebih rendah
Degree of operating leverage Realtif lebih rendah Realtif lebih tinggi
Penurunan resiko Realtif lebih rendah Realtif lebih tinggi
Peningkatan resiko Realtif lebih rendah Realtif lebih tinggi

Analisis sensitivitas adalah teknik "bagaimana jika (what if)" yang


menguji dampak perubahan asumsi yang mendasarinya terhadap suatu
jawaban. Analisis ini mudah digunakan dengan hanya memasukkan data
mengenai harga, biaya variabel, biaya tetap, dan bauran penjualan, serta
menyiapkan rumus untuk menghitung titik impas dan laba yang diharapkan.
Selanjutnya data dapat divariasi sedemikian rupa sesuai yang diinginkan untuk
mengetahui dampak perubahan terhadap laba yang diharapkan.
Dalam contoh sebelumnya tentang leverage operasi, perusahaan
menganalisis dampak penggunaan sistem automasi dan manual terhadap laba.
Perhitungan tersebut pada dasarnya dilakukan secara manual dan apabila
variasinya terlalu banyak, maka cara manual menjadi tidak praktis. Dengan
memanfaatkan komputer, maka akan menjadi lebih mudah untuk mengubah
harga jual. Pada saat yang sama, biaya variabel dan biaya tetap dapat
disesuaikan. Sebagai contoh, misalnya sistem automasi memiliki biaya tetap
sebesar Rp375.000.000, tetapi biaya tersebut mungkin dengan mudah naik
sampai rentang dua kali lipat dalam tahun pertama dan kembali turun dalam
tahun kedua serta ketiga apabila kerusakan pada sistem telah diperbaiki dan
pekerja telah terampil menggunakan mesin tersebut. Spreadsheet dapat dengan
mudah menangani berbagai perhitungan tersebut.
Perlu diperhatikan bahwa meskipun spreadsheet mampu menghasilkan jawaban
yang berhubungan dengan angka (numerik), tetapi belum tentu mampu
melakukan pekerjaan tersulit dalam analisis BVL. Pekerjaan tersulit tersebut
adalah menentukan data yang pertama kali harus di- input dalam analisis.
Akuntan harus mengetahui distribusi biaya dan harga perusahaan, serta dampak
perubahan kondisi ekonomi terhadap variabel-variabel tersebut. Dalam
kenyataannya, variabel- variabel tersebut jarang diketahui dengan pasti.
Kenyataan tersebut tidak boleh menjadi alasan untuk mengabaikan dampak
ketidakpastian dalam analisis BVL. Analisis sensitivitas dapat melatih insting
manajer untuk mengetahui sampai kejauh mana variabel ramalan yang belum
pasti akan memengaruhi suatu jawaban.

H. Analisis BVL dan Perhitungan Biaya Berbasis Aktivitas

Analisis BVL konvensional mengasumsikan bahwa semua biaya


perusahaan dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu: biaya yang
berubah sejalan dengan volume penjualan (biaya variabel), dan biaya yang
tidak berubah (biaya tetap). Selanjutnya, biaya diasumsikan sebagai fungsi
linear dari volume penjualan. Namun, saat ini banyak perusahaan yang
menyadari bahwa pembedaan biaya tetap dan biaya variabel adalah terlalu
menyederhanakan masalah. Sebagai contoh, apakah biaya sekoci penyelamat
yang terdapat di suatu pesawat udara merupakan biaya tetap atau biaya
variabel?. Dalam hubungannya dengan satuan kilometer penumpang, biaya
sekoci tersebut merupakan biaya tetap. Namun dalam hubungannya dengan
jumlah mesin pesawat, sekoci dapat dikelompokkan sebagai biaya variabel.
Konsumsi bahan bakar pesawat ditentukan oleh bobot pesawat dan jarak
kilometer penerbangan.
Pada sistem perhitungan biaya berbasis aktivitas (ABC), biaya dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa kategori berdasarkan unit dan nonunit.
Sistem ABC mengakui bahwa beberapa biaya tergantung pada jumlah unit
yang diproduksi, sedangkan beberapa lainnya tidak. Meskipun sistem ABC
mengakui bahwa biaya berdasarkan nonunit adalah tetap berkenaan dengan
perubahan volume produksi, tetapi sistem ABC juga menunjukkan. bahwa
banyak biaya berdasarkan nonunit berubah berkenaan dengan pemicu (driver)
aktivitas lainnya.
Penggunaan sistem ABC tidak berarti bahwa analisis BVL kurang bermanfaat.
Kenyataannya, analisis BVL. menjadi lebih bermanfaat karena analisis tersebut
memberi masukan yang lebih akurat mengenai perilaku biaya. Pemahaman
tersebut akan dapat menghasilkan keputusan yang lebih baik. Namun, analisis
BVL dalam kerangka berdasarkan aktivitas harus dimodifikasi. Sebagai
ilustrasi, diasumsikan bahwa biaya perusahaan dapat dinyatakan dengan tiga
variabel: pemicu aktivitas tingkat unit, yaitu unit yang dijual; pemicu aktivitas
tingkat batch, yaitu jumlah setup; dan pemicu aktivitas tingkat produk, yaitu
lamanya mesin beroperasi. Persamaan biaya ABC selanjutnya dinyatakan
sebagai berikut.
Total biaya = Biaya tetap + (Biaya variabel per unit x Jumlah unit) + (Biaya
setup x Jumlah setup) + (Biaya per jam mesin x Jumlah jam mesin)

Seperti sebelumnya, laba operasi merupakan total pendapatan dikurangi total


biaya. Hal tersebut dapat diekspresikan sebagai berikut.

Laba operasi =Total pendapatan - [(Biaya tetap + (Biaya variabel per unit x
Jumlah unit) + (Biaya setup x Jumlah setup) + (Biaya perjam
mesin x Jumlah jam mesin)]
Untuk perhitungan titik impas dalam unit dapat digunakan pendekatan margin
kontribusi. Pada titik impas, laba operasi adalah nol dan jumlah unit yang harus
dijual untuk mencapai titik impas adalah sebagai berikut.
Unit impas = Biaya tetap + (Biaya setup x Jumlah setup) + (Biaya per jam mesin
x jumlah jam mesin )
Harga- Biaya variabel per unit

Perbandingan titik impas ABC dengan titik impas konvensional


mengungkapkan dua perbedaan yang signifikan. Pertama, biaya tetapnya
berbeda. Beberapa biaya yang sebelumnya diidentifikasi sebagai biaya tetap
dalam kenyataannya dapat bervariasi sesuai dengan pemicu biaya nonunit,
dalam hal ini adalah jumlah setup dan jumlah jam mesin. Kedua, pembilang
pada persamaan titik impas ABC memiliki dua istilah biaya variabel nonunit,
yaitu: satu untuk aktivitas yang berkaitan dengan batch, dan satu lagi untuk
aktivitas yang mempertahankan produk.
Perbandingan Analisis Konvensional dan ABC
Suatu perbandingan antara analisis biaya-volume- laba dengan pendekatan
konvensional dan analisis biaya-volume-laba dengan pendekatan ABC menjadi
sangat berguna. Jumlah unit yang harus dijual adalah sama menurut kedua
pendekatan. Alasannya: sederhana. Kelompok total biaya tetap menurut
perhitungan biaya konvensional terdiri atas biaya variabel berbasis nonunit
ditambah biaya yang dianggap tetap tanpa memerhatikan pemicu aktivitas.
Sistem ABC memilah-milah berbagai biaya variabel berdasarkan nonunit.
Biaya-biaya tersebut berhubungan dengan tingkat tertentu dari setiap pemicu
aktivitas. Pada pemicu aktivitas tingkat batch, selama tingkat aktivitas pemicu
biaya berdasarkan nonunit tetap, maka hasil perhitungan sistem konvensional
dan ABC akan tetap sama. Namun, tingkat tersebut dapat berubah dan
karenanya informasi yang disediakan oleh kedua pendekatan dapat sangat
berbeda. Persamaan ABC pada analisis BVL merupakan representasi yang
lebih lengkap mengenai perilaku biaya yang mendasar dan dapat memberikan
pemahaman strategis yang penting.
1. Analisis BVL dan JIT

Apabila suatu perusahaan mengadopsi sistem JIT, maka biaya variabel


per unit yang dijual akan berkurang dan biaya tetap akan naik. Sebagai contoh,
tenaga kerja langsung sekarang dianggap sebagai tetap dan bukan variabel.
Bahan baku, di lain pihak masih dianggap sebagai biaya variabel berdasarkan
unit. Sebenarnya, penekanan pada kualitas total dan pembelian jangka panjang
membuat asumsi bahwa biaya bahan baku benar-benar proporsional dengan
unit yang diproduksi menjadi semakin terbukti (karena limbah, sisa bahan, dan
diskon kuantitas dieliminasi). Biaya variabel berdasarkan unit lainnya seperti
listrik dan komisi penjualan juga berlaku. Selain itu, variabel tingkat batch juga
hilang (pada sistem JIT batch adalah satu unit). Dengan demikian, persamaan
biaya pada JIT dapat dinyatakan sebagai berikut.
Total biaya = Biaya tetap + (Biaya variabel per unit x Jumlah unit) + (Biaya
per jam mesin x Jumlah jam mesin)

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Dalam makalah yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa


Analisisbiaya-volume-laba (BVL) menekankan keterkaitan antara biaya,
volume yang terjual, danharga, sehingga semua informasi keuangan
perusahaan akan terkandung di dalamnya.Analisis biaya-volume-laba adalah
studi mengenai efek dari perubahan pada biaya dan volume pada profit
perusahaan. Pengertian analisis biaya-volume-laba adalah analisis yang
digunakan untuk menentukan bagaimana perubahan dalam biaya dan volume
dapat mempengaruhi pendapatan operasional (operating income) perusahaan
dan pendapatan bersih (net income).
Contribution margin atau margin kontribusi adalah pendapatan penjualan
dikurangi total biaya variabel. Pada titik impas, margin kontribusi sama dengan
biaya tetap.Margin kontribusi dapat dihitung dengan dua cara, yaitu
 CM per unit = harga jual per unit - biaya variabel per unit

 CM total = pendapatan penjualan - biaya variabel total

Margin kontribusi adalah jumlah yang tersisa dari pendapatan dikurangi


beban variabel. Jadi,ini adalah jumlah yang tersedia untuk menutup beban tetap
dan kemudian menjadi laba untuk periode tersebut.
Kita dapat menggunakan salah satu metode persamaan atau metode
rumus untuk memecahkan break-even point. Laporan laba rugi adalah alat yang
berguna untuk mengatur biaya perusahaan ke dalam kategori tetap dan
variabel. Laporan laba rugi dapat dinyatakan sebagai persamaan naratif:
Pendapatan operasional = Pendapatan penjualan - Biaya variabel -
Biaya tetap

Analisis biaya volume laba cukup mudah diterapkan dalam pengaturan


produk tunggal.Namun, kebanyakan perusahaan memproduksi dan menjual
sejumlah produk atau jasa.Meskipun kompleksitas konseptual dari analisis
BVL lebih tinggi dalam situasi multiproduk,pengoperasiannya tidak berbeda
jauh.
DAFTAR PUSTAKA
Horngren, charles t., Srikant M. Datar, dan Georgen Foster. 2010. Akuntansi
Biaya, Edisi 12. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai