Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH AKUNTANSI MANAJEMEN BISNIS

( ANALISIS COST VOLUME PROFIT )

DISUSUN OLEH :

1. AZILA ARSISTAWA ( 1810246900 )


2. DEWI JUNITA ( )
3. PUTRIE INKA HAFIZHAH ( )
4. SESI HIDAYATI ( )
5. LAMTOY SAMOSIR ( )

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


UNIVERSITAS RIAU
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Analisis Biaya Volume Laba atau biasa disebut dengan Cost Volume Profit Analysis
(CVPA) merupakan suatu alat yang sangat tepat untuk perencanaan dan pengambilan
keputusan terkait dengan biaya variable per unit, kuantitas yang terjual, harga produk (prices
of products), volume produksi, dan semua informasi keuangan perusahaan yang terkandung
di dalamnya yang sangat mempengaruhi tingkat laba.
Analisis CVP dapat mengatasi banyak isu lainnya seperti jumlah unit yang harus dijual
untuk mencapai impas, dampak pengurangan biaya tetap terhadap titik impas, serta dampak
kenaikan harga terhadap laba. Selain itu analisis CVP memungkinkan para manajer untuk
melakukan analisis sensitivitas dengan menguji dampak dari berbagai tingkat harga atau
biaya terhadap laba.
Sementara tujuan utama suatu perusahaan adalah untuk memperoleh laba yang
maksimal agar kelangsungan hidup perusahaan terus berjalan sepanjang waktu, maka perlu
dilakukan analisis terhadap biaya volume laba perusahaan. Oleh karena itu, dalam makalah
ini akan dibahas bagaimana analisis cost volume profit (CVP) agar manajer dapat dengan
bijak mengambil keputusan yang pasti dan tidak mengandung resiko yang dapat merugikan
perusahaan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Analisis Biaya Volume Laba ?
2. Apa yang dimaksud dengan Dasar Analisis Biaya-Volume Dan Laba ?
3. Apa yang dimaksud dengan Analisis Titik Impas (Break-Even Point Analysis) ?
4. Bagaimanakah Perubahan dalam Variabel CVP ?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan dan
pengetahuan serta memenuhi tugas Akuntansi Manajemen Bisnis tentang Cost Volume Profit
Analisys.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Analisis Cost-Volume-Profit
Analisis CVP merupakan alat analisis bagi manajemen tentang hubungan antara biaya,
volume penjualan, dan laba. Dengan melakukan analisis CVP dapat diketahui hubungan
antara perubahan volume penjualan dan perubahan terhadap harga jual dan jumlah biaya
(biaya tetap dan variabel). Jadi, manajemen dapat menentukan volume penjualan dan bauran
produk yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat laba yang diharapkan dengan sumber daya
yang dimiliki.
Analisis CVP tidak hanya bermanfaat untuk organisasi yang berorientasi pada laba,
tetapi juga dapat digunakan untuk organisasi yang tidak berorientasi pada laba. Organisasi
tersebut perlu memahami bagaimana biaya dapat dipengaruhi oleh perubahan volume
kegiatan untuk membantu organisasi dalam mengendalikan biaya. Dalam melakukan analsis
CVP didasarkan pada suatu asumsi bahwa:

1. Semua biaya dapat dipisahkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel.
2. Jumlah biaya tetap tidak berubah dalam kisaran tertentu dari data yang dianalisis.

Biaya yang tetap konstan pada berbagai tingkat output yang dihasilkan oleh suatu
perusahaan dikenal sebagai biaya tetap. Biaya ini tidak terpengaruh oleh fluktuasi sesaat
dalam tingkat aktivitas organisasi. Walaupun biaya ini tetap dan konstan bukan berarti
bahwa biaya ini tidak akan berubah di masa depan. Biaya ini cenderung dapat tidak dapat
diubah dalam jangka pendek. Contohnya adalah, jika perusahaan menjalankan bisnis di
sebuah gedung sewaan. Biaya penyewaan gedung tersebut akan ditagih, terlepas dari apakah
perusahaan menghasilkan banyak output atau tidak menghasilkan apa-apa.

Jadi ini adalah biaya yang konstan selama periode sampai perpanjangan penyewaan
gedung tersebut yang harganya akan meningkat atau menurun. Biaya tetap akan sama secara
total tetapi perubahan terjadi dalam setiap unitnya.

Biaya variabel berubah seiring dengan perubahan dalam volume produk atau kegiatan
dalam kisaran tertentu dari volume yang dianalisis. Biaya ini bervariasi dengan variasi
volume, yaitu ketika ada peningkatan dalam produksi, biaya variabel ini juga akan
meningkat secara proporsional dengan persentase yang sama, jadi ketika tidak ada produksi
maka tidak akan ada biaya ini . Jadi bisa dibilang bahwa biaya ini berbanding lurus dengan
unit yang diproduksi oleh perusahaan.

Besaran biaya variabel tetap sama dalam setiap unitnya, tetapi akan mengakibatkan
perubahan total pada setiap biaya.

Dalam upaya memisahkan antara biaya tetap dan biaya variabel untuk biaya yang
sifatnya semi variabel, bisa dilakukan dengan melakukan analisis perilaku biaya dengan
menggunakan salah satu dari beberapa metode pemisahan. Metode yang bisa digunakan
adalah sebagai berikut: (Carter-Usry,2002,3/6-15)

1. High and Low points Method


2. Statistical Scattergraph Method
3. Method of Least Squares

1. The High and Low Method


Dalam metode ini unsur beban semi variabel yang bersifat tetap dan variabel dihitung
dari dua titik data. Titik data yang dipilih adalah data historis yang sedang dianalisis. Apabila
periode yang mempunyai tingkat kegiatan tertinggi dan terendah tidak sama dengan periode
yang mempunyai biaya tertinggi dan terendah yang sedang dianalisis maka tingkat kegiatan-
lah yang harus digunakan untuk menentukan seleksi. Asumsi nya bahwa perbedaan biaya
pada kedua tingkat kegiatan diakibatkan oleh kegiatan yang terukur dan karena itu
merupakan biaya variabel murni. Tarif variabel ditentukan dengan membagi selisih
beban/biaya dengan selisih kegiatan. Perbedaan antara beban total dengan beban variabel
adalah beban tetap.

2. The Statistical Scattergraph Method


Dalam metode ini berbagai biaya dimasukkan digambarkan pada garis vertikal dan
kegiatan terkait digambarkan sepanjang garis horisontal. Kemudian ditarik garis yang ada
diantara titik tersebut. Pada umumnya jumlah titik data diatas garis harus sebanyak titik data
dibawah garis. Kelemahan metode ini adalah garis yang digambarkan melalui plot data hanya
didasarkan pada interpretasi visual. Metode ini lebih baik daripada metode pertama karena
sudah mempertimbangkan tidak hanya dua titik tetapi banyak titik.
3. The Method of Least Square
Metode ini secara matematis menghasilkan garis regresi linear yang melalui
serangkaian titik, sehingga jumlah pengkuadratan deviasi (selisih) vertikal antara titik titik
dengan garis akan minimum. Metode ini lebih akurat daripada metode scattergraph karena
observasi visual tidaklah secermat observasi matematis. Terlebih dahulu lakukan uji
normalitas data, jika ada data yang tidak normal keluarkan dulu dari sampel data. Analisis
korelasi diperlukan untuk melihat kekuatan hubungan antara dua variabel yang dipakai yaitu
variabel dependen dan independen, Bila semua titik yang digambarkan terletak pada garis
regresi maka ada korelasi yang sempurna antara variabel yang dipakai. Juga bisa
menggunakan teori statistik untuk menghitung korelasi, dengan hasil r antara 0 hingga 1.
Semakin besar r semakin kuat hubungan. Bila hasilnya kuat, maka variabel yang independen
harus diganti karena tidak memiliki hubungan yang kuat dengan variabel dependennya,
meskipun penggunaan metode perhitungan ini biasanya menghasilkan perilaku biaya yang
dapat diandalkan dibandingkan penggunaan penilaian manajerial yang sederhana, namun
manajemen haruslah menyadari bahwa hasil yang diperoleh tergantung pada historis.
Jika keadaan abnormal atau tidak biasa yang terjadi dalam satu periode atau lebih
dimasukkan ke dalam data base, observasi yang mencerminkan ketidaknormalan itu harus di
kesampingkan dari model. Dalam hal ini, penilaian manajerial memainkan peranan penting
dalam analisis perilaku biaya.

B. Dasar Analisis Biaya-Volume Dan Laba


Biaya-volume-laba atau analisis titik impas (cost-volume-profit or breakeven analysis)
membahas hubungan antara penerimaan total, biaya total, dan laba total perusahaan pada
berbagai tingkat output. Biaya-volume-laba atau analisis titik impas sering digunakan para
eksekutif bisnis untuk menentukan volume penjualan yang diperlukan bagi perusahaan untuk
mencapai titik impas, laba total dan kerugian pada tingkat penjualan lainnya.
Pengetahuan dasar yang sangat menentukan dalam analisis biaya volume dan laba
adalah pemahaman tentang penyusunan laporan laba rugi dengan menggunakan pendekatan
variable costing. Pendekatan ini menghasilkan suatu model laporan laba rugi dimana biaya
diklasifikasikan menurut perilakunya. Agar lebih informatif maka sebaiknya laporan laba
rugi diuraikan dalam bentuk laporan penjualan secara total, penjualan per unit, dan analisis
vertikal yang menunjukan persentase biaya variabel dan marjin kontribusi dan nilai
penjualan.
Misalnya pada bulan Juni 2013 PT Jakasain menjual 150 unit produknya dengan harga
Rp. 3.500 per unit. Biaya variabel per unit Rp. 2.625. biaya tetap Rp. 75.000. Berdasarkan
data ini maka terlebih dahulu dapat dibuat laporan laba rugi berdasarkan pendekatan
kontribusi, seperti pada ikhtisar berikut ini

PT JAKSAIN
Laporan Laba Rugi Kontribusi
Bulan Juni 2013

Total Per unit %


Penjualan (150 unit) Rp525.000 Rp3.500 100
Biaya biaya variabel Rp393.750 Rp2.625 75
Marjin kontribusi Rp131.250 Rp 875 25
Biaya-biaya tetap Rp 75.000
Laba usaha Rp 56.250

Dengan menggunakan formula:


Marjin kontribusi Rp 875 dibagi dengan penjualan Rp 3.500 dari laporan laba rugi
diatas dapat dihitung rasio marjin kontribusi per unit sebesar 25 % (Rp 875/Rp 3.500) atau
sama dengan total rasio marjin kontribusi (Rp 131.250/Rp 525.000).
Marjin kontribusi memegang peranan penting pada banyak keputusan dalam sebuah
perusahaan, seperti produk apa yang akan diproduksi atau dijual, kebijakan harga mana yang
akan diikuti, strategi pemasaran apa yang akan digunakan, dan jenis fasilitas produktif apa
yang akan dibeli. Hubungan konsep biaya-volume dan laba dalam perencanaan laba dapat
digunakan untuk menghitung titik impas, target laba, marjin keamanan, komposisi biaya
untuk memaksimumkan marjin kontribusi, dan atau titik penutupan usaha.

C. Analisis Titik Impas (Break-Even Point Analysis)


Titik impas merupakan tingkat aktivitas dimana suatu organisasi tidak mendapatkan
laba dan juga tidak mendapatkan rugi. Titik impas juga dapat didefinisikan sebagai titik
dimana total pendapatan sama dengan total biaya atau sebagai titik dimana total marjin
kontribusi sama dengan total biaya tetap. Tujuan analisis titik impas adalah untuk mencari
tingkat aktivitas dimana pendapatan dan hasil penjualan sama dengan jumlah semua biaya
variabel dan biaya tetapnya. Perusahaan tidak mendulang untung ketika hanya mencapai titik
impas. Oleh karena itu hanya penjualan,biaya variabel, dan biaya tetap saja yang dipakai
untuk menghitung titik impas.
Titik impas normalnya bukan merupakan sasaran kinerja yang diharapkan, namun
titik impas ini dapat mengindikasikan tingkat penjualan yang disyaratkan agar perusahaan
terhindar dari kerugian. Dengan demikian, titik impas menunjukan suatu sasaran volume
penjualan minimal yang harus diraih oleh perusahaan. Mengetahui titik impas terutama
penting ketika sebuah perusahaan memperkenalkan sebuah produk baru atau memasuki pasar
baru. Dalam kedua kondisi tersebut, Perusahaan harus mengawasi secara hati-hati potensi
penjualan dan membandingkanya dengan titik impas.
Untuk menghitung titik impas dalam unit dapat menggunakan rumus dibawah ini.

BEP (Unit) = FC/(P-VC)


Keterangan:
BEP (unit) = titik impas dalam unit.
FC = jumlah biaya tetap (fixed cost).
P = harga jual per unit (price)
VC = biaya variabel per unit (variable cost)

Sementara untuk menghitung titik impas dalam nilai moneter dapat menggunakan persamaan
berikut:
BEP (Rupiah) = FC / (1-(VC/p))

Analisis CVP dapat digunakan untuk menentukan volume penjualan yang diperlukan
untuk menentukan target profit yang diharapkan. Target laba yang diharapkan dimasukkan
dalam persamaan dasarnya sehingga tingkat penjualan yang diharapkan untuk menutup biaya
dan target profit yang diharapkan bisa dihitung.
Unit yang dikehendaki untuk mencapai target profit
𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 dan 𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑 𝐶𝑜𝑠𝑡
=
𝐶𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑚𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡

Contribution margin per unit = P - VC


P = harga jual per unit (price)
VC = biaya variabel per unit (variable cost)

Representasi Grafis Dari Hubungan CVP


Perseroan wajib menjelaskan antara lain kebijakan akuntansi untuk:
Untuk memahami hubungan CVP lebih mendalam, dapat dilakukan melalui penggambaran
secara visual. Penyajian secara grafis dapat membantu para manajer melihat perbedaan
antara biaya variable dan pendapatan. Hal itu juga dapat membantu mereka memahami
dampak kenaikan atau penurunan penjualan terhadap titik impas dengan cepat. Dua grafik
dasar yang penting, grafik laba volume dan grafik biaya volume laba, yang akan dijelaskan
sebagai berikut :

- Grafik Laba Volume


Grafik laba volume (profit volume grafh) menggambarkan hubungan antara laba dan
volume penjualan secara visual. Grafik laba volume merupakan grafik dari persamaan laba
operasi [laba operasi = (harga x unit) – (biaya variable per unit x unit) – biaya tetap]. Dalam
grafik ini, laba operasi merupakan variable terikat dan unit merupakan variable bebas. Nilai
variable bebas biasanya diukur pada sumbu horizontal dan nilai variable terikat pada sumbu
vertical.

- Grafik Biaya Volume Laba


Grafik biaya volume laba (cost volume profit graph) menggambarkan hubungan antara
biaya, volume dan laba. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih terperinci, perlu dibuat
grafik dengan dua garis terpisah : garis total pendapatan dan garis total biaya. Tiap – tiap
garis ini mempunyai dua persamaan berikut :
Pendapatan = harga x unit
Total biaya = (biaya variable per unit x unit) + Biaya tetap

Asumsi – asumsi pada Analisis Biaya Volume Laba


Grafik laba volume dan biaya volume laba yang baru diilustrasikan mengandalkan
beberapa asumsi penting. Berikut beberapa dari asumsi tersebut :
1. Analisis mengasumsikan fungsi pendapatan dan fungsi biaya berbentuk linear
2. Analisis mengasumsikan harga, total biaya tetap, dan biaya variable per unit dapat
diidentifikasikan secara akurat dan tetap konstan sepanjang tentang yang relevan
3. Analisis mengasumsikan apa yang diprosuksi dapat dijual
4. Untuk analisis multiproduk, diasumsikan bauran penjualan diketahui
5. Diasumsikan harga jual dan biaya diketahui secara pasti.

D. Perubahan Dalam Variabel CVP


Karena perusahaan beroperasi dalam dunia yang dinamis, mereka harus memperhatikan
perubahan – perubahan yang terjadi dalam harga, biaya variable, dan biaya tetap. Perusahaan
juga harus memperhitungkan pengaruh resiko dan ketidakpastian. Kita akan membahas
pengaruh dari perubahan harga, margin kontribusi per unit, dan biaya tetap terhadap titik
impas. Kita juga akan membahas cara – cara yang dapat ditempuh para manajer untuk
menangani risiko dan ketidakpastian dalam kerangka CVP

Memperkenalkan Risiko dan Ketidakpastian


Asumsi penting dari analisis CVP adalah harga dan biaya diketahui dengan pasti.
Namun, hal tersebut jarang terjadi. Risiko dan ketidakpastian adalah bagian dari pengambilan
keputusan bisnis dan bagaimananpun hal itu harus ditangani. Secara formal, risiko berbeda
dengan ketidak pastian. Distribusi probabilitas variable pada risiko dapat diketahui,
sedangkan distribusi probabilitas variable pada ketidakpastian tidak diketahui. Namun, pada
tujuan pembahasan kita, kedua istilah tersebut akan digunakan secara bergantian.
Margin pengaman ( margin of safety ) adalah unit yang terjual atau diharapkan terjual atau
pendapatan yang dihasilkan atau diharapkan untuk dihasilkan yang melebihi volume impas.
Sebagai contoh jika volume impas perusahaan adalah 200 unit dan perusahaan saat ini
menjual 500 unit, maka margin pengamannya adalah 300 unit (500-200). Margin pengaman
juga dapat dinyatakan dalam pendapatan penjualan. Jika penjualan impas adalah $200.000
dan pendapatan saat ini adalah $350.000, maka margin pengamannya adalah $150.000.
Rasio margin pengaman dapat dinyatakan dalam (pendapatan penjualan yang
dianggarkan-pendapatan penjualan impas)/pendapatan penjualan x 100%. Dalam contoh di
atas, rasio margin pengamannya yaitu sebesar (350.000-200.000)/200.000= 75%.
Margin pengaman dapat dipandang sebagai ukuran kasar dari risiko. Pada kenyataannya
peristiwa yang tidak diketahui selalu muncul ketika rencana disusun. Hal itu dapat
menurunkan penjualan di bawah jumlah yang diharapkan. Apabila margin pengaman
perusahaan adalah besar atas penjualan tertentu yang diharapkan tahun depan, maka risiko
menderita kerugian jika penjualan menurun lebih kecil daripada margin pengamannya kecil.
Manager yang menghadapi margin pengaman yang rendah mungkin ingin
mempertimbangkan berbagai tindakan untuk meningkatkan penjualan atau mengurangi biaya.
Pengungkit Operasi, dalam ilmu fisika, alat pengungkit adalah mesin sederhana yang
digunakan untuk melipatgandakan kekuatan. Pada dasarnya, pengungkit tersebut
melipatgandakan kekuatan tenaga yang dikeluarkan untuk menghasilkan lebih banyak
pekerjaan. Semakin besar beban yang digerakkan oleh sejumlah tertentu tenaga, semakin
besar keunggulan mekanis dari alat tersebut. Dalam bidang keuangan pengungkit operasi
berkaitan dengan bauran relative dari biaya tetap dan biaya variable dalam suatu organisasi.
Pertukaran antara biaya tetap dengan biaya variable adalah suatu hal yang mungkin
dilakukan.

Tingkat pengungkit operasi (degree of operating leverage – DOL) untuk tingkat penjualan
tertentu dapat diukur dengan menggunakan rasio margin kontribusi terhadap laba.
Tingkat pengungkit operasi = Margin kontribusi/laba
Analisis Sensitivitas dan CVP
Meluasnya penggunaan computer dan spreadsheet telah memudahkan para manajer
melakukan analisis sensitivitas. Sebagai sebuah alat penting, analisis sensitivitas (sensitivity
analysis) adalah teknik “bagaimana-jika” yang menguji dampak dari perubahan asumsi –
asumsi yang mendasarinya terhadap suatu jawaban.

Contoh Analisis CPV Ketidakpastian


Berikut ini adalah contoh penggunaan analisis CVP dengan ketidakpastian pada
industri jasa, yaitu industri jasa perhotelan menggunakan analisis CVP dalam pengambilan
keputusan terhadap berbagai alternatif tindakan, baik dalam merealisasikan anggaran maupun
dalam merencanakan laba. Industri perhotelan memiliki karakteristik yang berbeda dengan
industri lainnya. Dalam industri perhotelan, perusahaan dituntut bagaimana menghasilkan
dan memasarkan jasa perhotelan bagi konsumen yang membutuhkan jasa tersebut.

Pendapatan industri perhotelan dipengaruhi oleh tingkat kepadatan/hunian. Oleh karena


itu, dalam menyusun perencanaan laba, manajemen harus mempertimbangkan tingkat
kepadatan yang diprediksikan akan terjadi. Manajemen hotel dalam merencanakan labanya
perlu melihat realisasi tahun-tahun sebelumnya dan dibandingkan dengan para kompetitor,
yang kemudian dibuat anggaran. Anggaran tersebut berisikan taksiran pendapatan, biaya serta
laba yang ingin dicapai. Perkiraan pendapatan kamar dihitung dari occupied room (jumlah
kamar yang tersedia x jumlah hari dalam setahun x perkiraan persen tingkat hunian) dikalikan
dengan tarip kamar rata-rata. Setelah dikurangi dengan biaya-biaya maka diketahui laba
departemen. Pada usaha perhotelan ini, tidak ada pengklasifikasian biaya-biaya yang terjadi
berdasarkan volume kegiatan misalnya biaya tetap, biaya variabel, dan biaya semivariabel,
sehingga menyulitkan manajemen dalam perencanaan laba. Selain itu perusahaan belum
menggunakan metode yang memadai untuk mengetahui berapa besarnya volume penjualan
yang harus dicapai untuk dapat menutupi seluruh biaya yang digunakan dan untuk
memperoleh laba yang direncanakan.

Berdasar pengalaman tahun-tahun lalu, tingkat hunian adalah 57 persen yang setara dengan
26.006 kamar akan yang dijual periode yang akan datang. Untuk melakukan analisis CVP
perlu untuk menyiapkan laporan laba rugi kontribusi yang bisa dilihat pada tabel 1.

Beban Gaji Total Keuntungan


Departemen Penjualan HPP
Beban Lain Beban Departemen

(£) (£) (£) (£) (£)

Kamar 881,500 282,125 282,125 599,375


Makanan dan minuman 1,025,375 345,375 351,125 696,500 328,875
Minor operasi Tata Usaha 95,584 24,827 11,507 36,334 59,250
2,002,459 370,202 644,757 1,014,959 987,500
Dikurangi: Biaya operasi yang :
belum dibagi
Admin umum. Dan 109,285
Pemasaran 55,159
Energi 77,325
Properti operasi 57,736 515,500
Biaya Tetap 215,995
Laba bersih sebelum pajak 472,000

Sumber: Phillips, Paul A.1994

Margin kontribusi sama dengan penjualan dikurangi biaya variabel. Untuk menentukan
biaya variabel perlu memisahkan total biaya ke dalam komponen biaya tetap dan variabel
(bisa digunakan satu dari 3 metode pemisahan yang ada).
Biaya penjualan, upah langsung, dan beban langsung sangat erat terkait dengan volume
penjualan, dan diasumsikan merupakan biaya variabel. Sedang biaya seperti gaji manajerial
dan biaya departemen (termasuk energi, pelatihan, telepon dan biaya pemasaran) tidak
sepenuhnya tetap maupun variabel, dan dikenal sebagai biaya semi variabel.
Tabel 2 menunjukkan laporan laba/rugi kontribusi, yang untuk tujuan ilustrasi dibuat
setelah memisahkan biaya semi variabel ke elemen tetap dan variabel dengan membagi
mereka masing-masing 80/20. Tentu, hal ini tergantung kepada individu untuk
memisahkannya dalam kegiatannya dengan memanfaatkan salah satu dari berbagai teknik
untuk menentukan proporsi dan variabel dan biaya tetap.
Perlu dicatat bahwa hotel Welsh mempunyai biaya operasional tetap yang tinggi. Jika
dibandingkan dengan volume penjualan, biaya variabel sebesar 24,9% dan biaya tetap 51,5
%. Dan jika dibandingkan dengan total biaya, biaya variabel mewakili 32,6 persen, dan biaya
tetap 67,4 persen. Persentase biaya tetap yang tinggi mengakibatkan hotel Welsh mempunyai
ketidakstabilan keuntungan yang tinggi.

Tabel 2. Hotel Welsh Laporan Laba Rugi Kontribusi


Tahun 20X0

Penjualan Biaya Var. Kontribusi

Departemen (£) (%) (£) (%) (£) (%)

Kamar 881,500 100 56,425 6.4 825,075 93.6


Makanan dan minuman 1,025,375 100 415,600 40.5 609,775 59.5
MOD 95,584 100 27,128 28.4 68,456 71.6
2,002,459 100 499,153 24.9 1,503,306 75.1
Dikurangi:
Biaya operasi yang belum dibagi 515,500
80 persen dari biaya departemen 515,806 1,031,306 51.5
Laba bersih sebelum pajak 472,000 23.6
Sumber: Phillips, Paul A.1994

Setelah memisahkan biaya tetap dan biaya variabel, memungkinkan untuk menghitung
kontribusi per kamar yang dijual:
Margin Kontribusi Perunit = Kontribusi
jumlah kamar yang dijual

Margin Kontribusi Per unit = 1.503.306= £ 57,81.


26,006

Setelah itu menetapkan break even point dihitung:

BEP = £ 1.031.306 = 17.840 kamar dijual


£ 57,81.

Setelah sebelumnya menyatakan bahwa jumlah kamar yang dijual mengikuti distribusi
normal, manajer umum (GM), bekerja sama dengan kepala departemen (Head Of
Department) untuk divisi kamar harus menentukan angka untuk jumlah kamar yang terjual
(mean), sehingga ada kemungkinan 50/50 kesempatan jumlah kamar yang sebenarnya dijual
berada di atas atau di bawah mean. Misalkan, setelah penyusunan anggaran tahunan, 26.006
kamar dipilih sebagai mean. Dalam contoh ini, kebetulan jumlah kamar yang dijual tahun
sama dengan rata-rata sebelumnya (lagi, terserah kepada pembaca untuk menentukan angka
yang tepat). Ketika mean sudah ditetapkan maka deviasi standar dapat dipertimbangkan.

Untuk menetapkan standar deviasi kamar dijual perlu untuk menerapkan teori
probabilitas. Berdasarkan pengalaman masa lalu, GM dan HOD-nya memutuskan bahwa ada
kemungkinan 50/50 bahwa jumlah kamar yang dijual akan berada sekitar 2.000 kedua sisi
dari mean (lihat Gambar 3). Sejak sekitar 50 persen dari luas area di bawah kurva normal
yang didistribusikan terletak di dalam +/-0.67σ dari mean Gambar 1), maka 1σ
adalahSetelahmemenuhisebesarpersyaratan 3.000 untuk distribusi normal, maka bisa
menetapkan probabilitas pada tingkat laba yang berbeda. Misalkan bahwa GM Welsh
bekerjasama dengan asisten manajernya ingin menentukan pada keadaan break even, laba
sebesar £500,000, £600.000, atau £700,000 pada tahun depan.

(1) probabilitas pada break event = (17.840 - 26.006)/3.000 = -2,72


Break even point berada 2.72s dari mean dalam distribusi standar normal. Sebagai distribusi
simetris, daerah untuk nilai negatif dan positif adalah sama. Estimasi probabilitas dapat
diperoleh dengan kolom kiri tabel distribusi normal pada 2,7, dan kemudian pindah ke kolom
menuju 0,02. Diperoleh 0,00326 merupakan probabilitas tidak mencapai titik impas. Dengan
kata lain, probabilitas sekurang-kurangnya pada break even point adalah sebesar (10,00326)
= 0,997, yaitu 99,7%.

(2) probabilitas sekurang-kurangnya laba £ 500,000


Jumlah kamar yang perlu dijual untuk mendapatkan kontribusi yang akan menghasilkan laba
bersih sebesar £ 500K adalah:
= (Biaya tetap + Laba diinginkan)/ Kontribusi per kamar
= (£1.031.306 + £500.000)/£ 57,81= 26.489
Z-value = 26.489 - 26.006 = 0.161s, yang sama dengan probabilitas 0,4364 yakni 43,6
persen.
(3) probabilitas sekurang-kurangnya laba £600,000
Jumlah kamar yang dijual:
(£ 1.031.306 + £ 600,000)/ £ 57,81 = 28.218
Z-value = (28.218 - 26.006)/ 3000 = 0.737s, yang merupakan probabilitas 0,2296, yakni 23
persen.
(4) probabilitas sekurang-kurangnya laba £ 700,000
Jumlah kamar yang dijual: (£1.031.306 + £ 700,000)/ £ 57,81 = 29.948
Z-value = 29.948 - 26.006 = 1.314s, yang sama dengan probabilitas 0,0951, yaitu 9,51
persen.
Dari hasil perhitungan untuk Hotel Welsh, lebih bijaksana bagi GM untuk tidak
berpikiran untuk menghasilkan laba £600.000 atau lebih karena sebelumnya tidak pernah
tercapai dengan peluang kurang dari 30 persen.
Artikel ini telah menunjukkan cara untuk memasukkan ketidakpastian dalam model
analisis CVP. Penulis berpendapat bahwa setiap GM menolak risiko, akan mendapat manfaat
dari penggunaan teori probabilitas untuk pengambilan keputusan jangka pendek. Namun,
pengguna tidak harus memperlakukan model ini sebagai obat mujarab karena tergantung
pada data dan asumsi yang digunakan.
Oleh karena itu tampaknya perlu untuk menyebutkan beberapa kesulitan operasional
yang melekat pada model CVP dasar:

(1) Struktur Biaya: Sejak memisahkan biaya semi variabel ke elemen tetap dan variabel
adalah jantung analisis CVP, semua pengambil keputusan harus menyadari sepenuhnya
dan memahami, struktur biaya operasi mereka, maka CVP analisis akan memberikan
informasi berarti.
(2) Perilaku Biaya: Model dasar yang menganggap biaya tetap dan biaya variabel per unit
tetap konstan. Namun demikian, biaya tidak selalu berperilaku dalam cara yang biasanya
diasumsikan. Biaya tetap tidak boleh secara otomatis digambar sebagai garis horizontal,
seperti pada kenyataannya mereka mungkin lebih "berbentuk step", dengan masing-
masing tahap langkah mewakili berbagai kegiatan di mana biaya tetap tetap konstan.
Rentang ini juga dikenal sebagai rentang yang relevan. Selain itu, harus diingat bahwa
biaya variabel mungkin lebih lengkung, daripada linier.
(3) Penjualan campuran: Hotel seperti kebanyakan bisnis lainnya bersifat musiman, dan
ratio keuntungan/volume (P/V) akan berfluktuasi dari satu komposisi penjualan ke yang
lain. Oleh karena itu lebih beragamnya campuran penjualan, semakin besar masalah bagi
manajer.
(4) Multi-produk: Mungkin salah satu masalah yang paling penting ketika
mempertimbangkan kesulitan operasional model analisis CVP dasar, adalah kenyataan
bahwa ada asumsi hanya satu jenis produk/jasa yang dijual. Dalam kasus hotel Welsh,
yang memiliki lebih dari satu departemen yang menghasilkan pendapatan, pengguna
mungkin perlu kritis untuk menilai kontribusi masing-masing unit/departemen yang ada
di hotel. Dalam hal ini pengguna dapat melakukan analisis impas memanfaatkan grafik
P/V.

Pada kasus hotel Welsh, diasumsikan jenis room yang dimiliki ada dua yaitu double dan
twin, yang diberi tarif yang sama. Seandainya Welsh memiliki ber-macam2 jenis room
dengan tarif yang ber-beda2, maka diperlukan langkah berikut untuk menentukan jenis kamar
dan jumlahnya yang harus terjual pada posisi BEP.
Contoh, Ada hotel X yang memiliki tiga tipe room yaitu suites, double dan single.
Masing-masing dengan tarif £140, £105 dan £70. Kalau dibobot-kan maka tarif tersebut akan
menjadi 2;1,5; 1 (dengan membagi masing-masing dengan £70). Diasumsikan fixed cost (
mis, depresiasi gedung, pemanas, AC) dan variable cost ( mis, linen dan cleaning) totalnya
adalah £2,000,000 untuk room department. Total cost sama dengan total revenue atau titik
break even saat total revenue sebesar £2,000,000.
Tabel 3. Pendapatan potensial Room Department untuk Hotel X

Tipe Jumlah Tarif (£) Pendapatan Pendapatan


potensial potensial
harian (£) Tahunan (£)
Suite 5 140 700 255,500
Double 80 105 8,400 3,066.000
Single 40 70 2,800 1,022,000
125 11,900 4,343,500

Sumber: Data diolah

Dengan kata lain tingkat akupansi saat BEP adalah £2,0000,000 /£4,343,500 = 46%,
lihat ke tabel 3, pendapatan harian untuk mencapai BEP adalah 46% dari £11,900 = £5,474
atau sekitar 79 kamar. HOD bisa mengetahui, dengan asumsi kamar terjual sesuai dengan rate
yang ditetapkan maka perharinya harus mampu menjual 79 kamar dengan tipe single (79/1)
atau 53 kamar dengan tipe double (79/1,5) atau dengan kombinasi 1 kamar suite (1*2), 25
kamar double (25*1,5) dan 40 kamar single (40)
KASUS

Skyview Manor

“Studi kasus ini terjadi pada tahun 1962 di Pedesaan Vermont. Skyview Manor adalah sebuah

perusahaan yang sudah tua, tetapi dikelola dengan baik dan telah beberapa kali mengalami

perubahan kepemilikan. Perusahaan ini tidak memiliki restoran dan bar. Skyview Manor

memasarkan perusahaannya sebagai hotel tujuan wisata yang memberikan kualitas baik

dengan harga yang terjangkau”

Skyview Manor hanya buka selama musim ski. Perusahaan ini buka pada tanggal 2

Desember dan tutup pada hari terakhir bulan Maret. Pemerintah hanya memperbolehkan

perusahaan ini untuk beroperasi selama 120 hari dalam setahun. Terdapat 50 kamar di sisi

sebelah timur yang tarifnya masing-masing adalah sebesar $15 untuk hunian sendiri dan

sebesar $20 untuk hunian ganda. Sisi sebelah barat memiliki 30 kamar yang memiliki

pemandangan yang spektakuler. Tarif sewa kamar disisi ini adalah sebesar $20 dan $25 untuk

hunian sendiri dan ganda. Rata-rata tingkat pemakaian kamar selama musim adalah sebesar

80% (umumnya hotel penuh pada akhir pekan dan rata-rata sekitar 50 sampai 60 kamar terisi

di hari biasa). Rasio antara hunian sendiri dan ganda rata-rata adalah 2:8.

Hasil operasi untuk tahun lalu ditunjukkan pada Exbihit 1. Tuan Kacheck, manajer

hotel, mengkhawatirkan tentang bulan-bulan off-season yang setiap bulannya mengalami

kerugian dan mengurangi laba yang telah diperoleh dan dilaporkan perusahaan selama musim

ski. Beliau telah merekomendasikan kepada pemilik hotel, yang telah mengakuisisi hotel

pada akhir tahun 1961, bahwa untuk mengurangi kerugian dari off-season, mereka

seharusnya setuju untuk tetap mengoperasikan hotel untuk sisi sebelah barat selama

sepanjang tahun. Beliau memperkirakan bahwa rata-rata tingkat sewa kamar selama off-

season beberapa tahun kedepan adalah sekitar 20%-40%. Kacheck mengestimasikan bahwa
untuk mencapai hasil tersebut dari 30 kamar yang tersedia, diperlukan biaya iklan sebesar

$4000 setiap tahun ($500 untuk 8 bulan). Tidak terdapat kemungkinan perbedaan rasio

perbandingan hunian sendiri dan ganda sebesar 2:8. Namun demikian, perusahaan perlu

menurunkan harga sewa kamar menjadi $10 dan $15 untuk hunian sendiri dan ganda.

Gaji manajer dibayar selama 12 bulan. Manajer bertindak sebagai caretaker fasilitas

dan kontrak sebagian besar pekerjaan perbaikan dan pemeliharaan. Menggunakan sisi sebelah

barat tidak akan mengganggu pekerjaan ini, tetapi diperkirakan akan menyebabkan tambahan

$2000 per tahun untuk perbaikan dan pemeliharaan.

Nyonya Kacheck dibayar sebesar $20 per hari untuk mengawasi para pelayan hotel

dan juga membantu dibagian check-in. Selama musim tersebut beliau bekerja 7 hari dalam

seminggu, karyawan administrasi dan pelayan hotel digaji setiap hari sebesar $24 dan $15.

Pajak pendapatan dan tunjangan lain yang diperoleh adalah sebesar 20% dari gaji. Meskipun

beban depresiasi dan pajak properti tidak akan dipengaruhi oleh keputusan untuk membuka

hotel dibagian sisi barat, namun beban asuransi akan meningkat sebesar $500 untuk tahun

tersebut. Selama off-season, diestimasikan bahwa perusahaan tidak memerlukan pegawai

tambahan. Ketika off-season, Nyonya Kacheck hanya akan dibayar untuk 5 hari kerja dalam

seminggu.

Perlengkapan kebersihan dan setengah dari beban lain-lain dibebankan sebagai biaya

langsung dari masing-masing kamar yang disewa. Sedangkan separuh lainnya dicatat sebagai

biaya tetap dan tidak akan berubah selama 12 bulan operasi. Linen juga disewa dari sebuah

supply house dan besarnya biaya tergantung dari banyaknya ruangan yang disewa. Utilitas

mencakup dua hal, yaitu listrik dan telepon.

Tidak ada beban listrik yang harus dikeluarkan ketika perusahaan tidak beroperasi.

Sedangkan ketika perusahaan beroperasi, beban listrik akan tergantung dari penggunaan
listrik oleh masing-masing kamar. Kamar yang ada harus dihangatkan atau didinginkan

menggunakan AC. Tagihan telepon setiap bulan selama musim tersebut adalah sebagai

berikut:

80 telepon @ $3.00/bulan $240


Biaya pelayanan dasar 50
$290
Selama off-season, hanya biaya pelayanan dasar yang dibayarkan. Sedangkan tagihan

bulanan sebesar $3.00 yang dibayarkan digunakan untuk mengaktifkan telepon kamar.

Aspek tambahan yang diusulkan oleh Tuan Kacheck adalah terkait dengan kolam

renang tertutup dan hangat. Beliau percaya bahwa dengan adanya fasilitas tersebut, maka

tingkat sewa kamar perusahaan akan lebih dari 30%. Estimasi yang benar-benar tepat

tidaklah mungkin dilakukan. Meskipun selama musim dingin tingkat penyewaan kamar tidak

akan terpengaruh secara signifikan dengan adanya keputusan untuk menambah kolam renang

indoor, namun kolam renang tersebut akan bermanfaat untuk menghadapi kompetisi yang ada

di industri tersebut. Biaya untuk pengadaan kolam renang adalah sekitar $40,000. Jumlah ini

dapat didepresiasikan selama 5 tahun tanpa adanya nilai sisa ($15,000 dari $40,000 adalah

untuk pembelian pelampung dan unit penghangat yang hanya akan digunakan selama 9 bulan

dalam setahun). Biaya lain yang berkaitan dengan kolam renang adalah gaji lifeguard sebesar

$400 per bulan, asuransi tambahan $1,200 dan biaya penghangatan $1,000 dan biaya

perawatan sebesar $1,800. Jika usulan tersebut disetujui, lifeguard akan diperlukan selama 12

bulan. Namun jika usul tersebut tidak disetujui, penjaga hanya diperlukan selama 3 bulan

musim panas (dari 15 Juni sampai 15 September), dan tidak diperlukan biaya penghangat

ruangan.
Pertanyaan

1. Secara rata-rata, berapa banyak kamar yang harus disewakan setiap malam dalam

musim ski supaya hotel mencapai titik breakeven?

2. Hotel penuh terisi pada akhir minggu selama musim ski. Jika seluruh harga kamar

dinaikkan sebesar $5 pada malam-malam akhir minggu, tetapi tingkat occupancy

turun menjadi 72 kamar, bukannya 80 kamar, berapakah nilai profit before taxes yang

telah direvisi, berdasarkan Exhibit 1?

3. Berapa kenaikan contribution margin yang diusulkan per kamar disewa/hari selama

off-season?

4. Untuk setiap alternative dalam kasus, buatlah daftar pengeluaran tahunan yang akan

bertambah atas keputusan yang diambil dari alternatif yang ada, tetapi yang tidak

berhubungan dengan biaya kamar/hari yang disewa.


5. Untuk setiap altenatif, hitunglah tingkat hunian yang diperlukan untuk mencapai titik

breakeven atas tambahan beban tahunan tersebut

6. Alternatif apa yang Anda rekomendasikan?

7. Evaluasi profitabilitas Hotel sebagai sebuah investasi para pemiliknya. Apakah hal ini

mempengaruhi jawaban Anda untuk Pertanyaan 6?

Jawaban :

1. Jumlah kamar yang tersedia

Bagian timur 50 kamar

Bagian barat 30 kamar

Total 80 kamar

Jumlah hari beroperasi dalam 1 tahun 120 hari

Pemakaian kamar rata-rata selama semusim 80%

Jumlah kamar yang terpakai : Jumlah kamar x jumlah hari x rata-rata pemakaian

kamar

: 80 x 120 hari x 80%


: 7.680

(Dalam $) Total Per Year Cost/unit


Room
Revenue $160,800 20.94
Expense
-Cleaning Supplies 1,920 0.25
-Linen Service-Single 4,640 0.60
Room
-Linen Service-Double 9,280 1.21
Room
-Electricity($6.360 - $ 4,800 0.63
1,560)
-Telephone 80 kamar 960 0.13
-Miscelaneous Expense 3,657 0.48
(Half)
Total Variable Expense $25,257 3.29
Contribution Margin $135,543 17.65
Fixed Cost
-Salary
Manager 15,000
Manager’s Wife 2,400
Desk Clerk 2,880
Maids (four) 7,200
-Total Salaries 27,480
-Payroll Taxes and Fringe 5,496
Benefits
-Depreciation 30,000
-Property Tax 4,000
-Insurance 3,000
-Repair and Maintenance 17,204
-Telephones – Basic 600
Service
-Interest and Mortgage 21,716
(5% Interest Rate
-Miscelaneous Expense 3,657
(Half)
Total Fixed Expense $113,153
Profit Before Tax 22,390
-Federal Income Tax 10,747
(48%)
Net Income $11,643

BreakEvent Point = Fixed Expense : Contribution Margin per unit


= 113,153 : 17.65
= 6,411 unit

Kamar yang disewakan setiap malam = Break event point : 120 Hari operasi
= 6,411 : 120 hari
= 53 Kamar

2. Weekend days (120 x 2/7hari) 34 hari


Jika kita mau menaikkan harga $ 5 per malam
Maka :
Tambahan $5 per malam untuk weekend $ 12,240
days
= $5 x 72 Kamar x 34 Hari
Kehilangan Margin Kontribusi untuk 8 $ 4,800.8
kamar yang tidak disewakan di weekend
days
= $17.65 x 8 kamar x 34 hari
Tambahan Laba $ 7,340
Profit before taxes $ 22,390
Profit before taxes (Revised) $ 29,830

3. Asumsi : tingkat penyewaan kamar 40% setelah menggunakan jasa periklanan senilai
$4.000 ($500 untuk 8 bulan), jasa iklan ini sesuai dengan anjuran dari Nyonya Kacheck
Jumlah kamar 30 kamar (sisi barat)
Kamar disewa 12 kamar (40% dari 30 kamar)
Jumlah hari 245 hari (365-120 hari)
Rasio Singel Room 2 dari 10
Rasio Doubel Room 8 dari 10

Revenue

-Single (2/10x (245 hari x 12 kamar)) = 588 x $10 =


588 kamar 5,880

-Double (8/10x (245 hari x 12 kamar))= 2352 x $15 =


2.352 kamar 35,280

$ 41,160

Variabel Cost

-Cleaning supplies $0.25 x 2,940 $ 735

-Linen Service- single $0.60 x 588 353

-Linen Service – $1.21 x 2,352 2,846


Double
-Electricity $0.63 x 2,940 1,852

-Telephone $3x 12 kamar x 8 bulan 288

-Miscelaneous $0.48 x 2,940 1,411


Expense (half)

Total variable cost 7485

Variable cost per kamar = $ 7,485 / 2940 = $ 2.55

Contribution 33,675
margin

Occupied Room Price Unit Variable cost Contribution margin /


room

Single $ 10 $ 2.58 $ 7.42

Double $ 15 $ 2.58 $ 12.42

Rata-rata Margin Kontribusi $ 33,675 / 2,940 kamar $ 11.45


/hari

Berdasarkan perhitungan diatas, dapat dilihat bahwa Skyview Manor akan


memperoleh contribution margin yang positif apabila tetap beroperasi selama off-season.
Artinya dengan membuka hotel sisi barat selama off-season, perusahaan akan mampu
mengurangi kerugian yang terjadi setiap bulannya selama off-season dibandingkan ketika
perusahaan tidak beroperasi total selama off-season.

Selain itu, dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa contribution margin akan
lebih tinggi didapat dari kamar yang double room, sehingga sebaiknya apabila perusahaan
memutuskan untuk beroperasi selama off-season, perusahaan berusaha untuk mendorong
penyewaan kamar yang double room.

4. Untuk setiap alternative dalam kasus, buatlah daftar pengeluaran tahunan yang akan
bertambah atas keputusan yang diambil dari alternatif yang ada, tetapi yang tidak
berhubungan dengan biaya kamar/hari yang disewa.
Alt. 2 : Alt.3 : Alt.4 :
Open + Open +Open
during Swimming Swimming
Incremental off pool ( 12 pool (3
Desription annual cost Remarks season month) bulan)
Advertising
Expense 4,000 8 bulan 4,000 4,000 4,000
Repair and
Maintenance
Expense 2,000 1 tahun 2,000 2,000 2,000

Insurance 500 1 tahun 500 500 500


Mrs. Kacheck's 5 hari/minggu,
Salary 3,200 selama 8 bulan 3,200 3,200 3,200
7 hari/minggu,
Maids Salary 3,360 selama 8 bulan 3,360 3,360 3,360
Payroll Taxe and
Fringe Benefits 1,312 8 bulan 1,312 1,312 1,312
Telephone- Basic $ 50 per bulan,
Service Charge 400 selama 8 bulan 400 400 400
$ 3 per bulan,
Telephone- selama 8 bulan
Variable Charge 720 untuk 30 kamar 720 720 720

Cost of pool 25,000 5 tahun - 5,000 5,000


Cost of Bubble and
Heating units 15,000 5 tahun - 3,000 -

Lifeguards Salary 400 per bulan - 4,800 1,200


Insurance and
Taxes 1,200 1 tahun - 1,200 1,200

Heating cost 1,000 1 tahun - 1,000 -

Maintenance 1,800 1 tahun - 1,800 1,800

15,492 32,292 24,692

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa atas setiap alternatif yang diambil,
terdapat konsekuensi yang harus ditanggung oleh Skyview manor, yaitu berupa
penambahan biaya yang terjadi. Sehingga sebelum perusahaan memutuskan untuk
mengambil suatu suatu keputusan dari alternatif yang ada, perlu dilakukan perhitungan
terlebih dahulu apakah alternatif tersebut menguntungkan bagi perusahaan atau tidak.
Selain pertimbangan keuntungan dalam jangka pendek, perlu diperhatikan keuntungan
dalam jangka panjang. Misalnya terkait dengan pembukaan kolam renang, meskipun
dalam jangka pendek apabila dilakukan hal tersebut kurang menguntungkan bagi
perusahaan, perlu dipertimbangkan keuntungan dalam jangka panjang, termasuk terkait
dengan strategi perusahaan untuk berkompetisi dalam industri tersebut.

Selain itu karena estimasi pendapatan atas penyewaan kamar tidak dapat dilakukan
secara akurat, maka perusahaan perlu mempertimbangkan juga hal tersebut dan
mengambil langkah lebih lanjut untuk meminimalisir kesalahan estimasi. Misalnya
dengan cara melakukan survei terhadap para penyewa ataupun masyarakat di sekitar
daerah tersebut untuk mengetahui respon potensial dari alternatif tersebut. Selain
perusahaan juga dapat mempertimbangkan cara untuk mendapatkan penambahan
pendapatan (incremental revenue) dari alternatif yang ada. Misalnya terkait dengan kolam
renang, adalah dengan cara membuka kolam renang tersebut untuk umum. Hal ini
mungkin saja dapat meningkatkan pendapatan bagi perusahaan, karena mungkin terdapat
sebagian orang hanya ingin berenang saat waktu luang, namun tidak berniat untuk
menginap.

5. Untuk setiap altenatif, hitunglah tingkat hunian yang diperlukan untuk mencapai titik
breakeven atas tambahan beban tahunan tersebut.

Alternatif 1 : Tetap buka hanya pada bulan – bulan musim dingin (sesuai dengan
diskusi jawaban 1, maka dibutuhkan occupancy rate sebesar 66.78% untuk mencapai
BEP)

6,411/9600 kamar x 100% = 66.78 %

Alternatif 2 : yaitu membuka operasi hotel juga selama off-season, dilakukan


penghitungan breakeven point (BEP) dengan menggunakan incremental annual cost dan
proposed increment contribution margin terkait dengan alternatif tersebut. Lalu, selama
periode off-season terdapat 245 hari, yaitu 365 hari setahun dikurangi 120 hari musim ski.
Ditemukanlah bahwa occupancy rate yang dibutuhkan adalah sebesar 18.41%.

Alternatif 2

𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑 𝐸𝑥𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒
𝐵𝐸𝑃 =
𝐶𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑚𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡
Incremental annual fixed cost $ 15,492
Incremental contribution margin $ 11.45
BEP 1,353
Occupancy rate 1,353
𝑥 100%
(245 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑥 30 𝑘𝑎𝑚𝑎𝑟)
= 𝟏𝟖. 𝟒𝟏%

Untuk alternative 3, yaitu membuka hotel selama off seoson dan membangun kolam
renang tertutup sehingga dapat dipakai selama 12 bulan dalam setahun, penghitungan
BEP-nya menggunakan penjumlahan incremental annual cost untuk Alternative 3, dan
juga sekaligus incremental annual cost untuk Alternative 2. Hal ini dikarenakan
Alternative 3 dapat dijalankan hanya jika Alternative 2 pun dijalankan. Tujuan utama
usulan kolam renang ini juga sejatinya untuk meningkatkan jumlah sewa kamar pada off-
season. Jumlah hari yang digunakan adalah 365 hari, yaitu seluruh hari selama setahun.
Ditemukanlah bahwa occupancy rate yang dibutuhkan adalah 25.75% untuk mencapai
breakeven incremental annual costs.

Alternative 3 : Open swimming pool indoor (12bulan)


𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑 𝐸𝑥𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒
𝐵𝐸𝑃 =
𝐶𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑚𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡
Incremental annual fixed cost alt 2 + alt 4 $ 15,492 + $ 16,800 = $ 32,292
Incremental contribution margin $ 11.45
BEP 2,820
Occupancy rate 2,820
𝑥 100%
(365 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑥 30 𝑘𝑎𝑚𝑎𝑟)
= 𝟐𝟓. 𝟕𝟓%

Untuk Alternatif 4, yaitu membuka hotal selama off season dan membangun kolam
renang tidak tertutup sehingga hanya dapat digunakan selama tiga bulan musim panas,
penghitungan BEP-nya juga menggunakan penjumlahan incremental annual cost untuk
Alternative 4 dan incremental annual cost untuk Alternative 2. Hal ini dikarenakan
Alternative 4 dapat dijalankan hanya jika Alternative 2 pun dijalankan. Jumlah hari yang
digunakan adalah 245 hari, karena alternatif ini merupakan bagian integral dari
Alternative 2 itu sendiri. Ditemukanlah bahwa occupancy rate yang dibutuhkan adalah
29.33% untuk mencapai breakeven incremental annual costs.

Alternative 4 : Open swimming pool di musim panas (3 bulan)


𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑 𝐸𝑥𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒
𝐵𝐸𝑃 =
𝐶𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑚𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑖𝑡
Incremental annual fixed cost alt 2 + alt 3 $ 15,492 + $ 9,200 = $ 24,692
Incremental contribution margin $ 11.45
BEP 2,156
Occupancy rate 2,156
𝑥 100%
(245 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑥 30 𝑘𝑎𝑚𝑎𝑟)
= 𝟐𝟗. 𝟑𝟑%

6. Alternatif apa yang Anda rekomendasikan?


Dari perhitungan yang sudah dilakukan pada beberapa alternative, maka penulis dapat
menyimpulkan :
a. Untuk alternative 2, membuka hotel selama off season menghasilkan occoupancy rate
sebesar 18.41% untuk mencapai BEP. Ini merupakan occupancy rate paling kecil dan
lebih memungkinkan untuk dicapai dibandingkan dengan alternative lain. Dengan
melakukan alternative ini diharapkan dapat mengatasi kerugian yang dialami pada off
season.
b. Membangun kolam renang tertutup, meskipun dari alternative 3 menghasilkan
occupancy rate yang lebih tinggi dibanding tanpa membangun kolam renang. Namun,
melihat kondisi jangka panjang, membangun kolam renang tertutup akan menjadi
suatu daya tarik yang menguntungkan bagi hotel. Meskipun memiliki initial cost yang
cukup besar, namun prospek adanya kolam renang ini dapat memberikan dampak
yang baik bagi hotel.
c. Kolam renang ini dipercaya untuk menarik konsumen yang lebih banyak lagi,
terutama untuk sepanjang musim off-season. Kemungkinan peningkatan occupancy
rate sebesar 30% akan lebih besar jika dibangun pula kolam renang ini. Hal ini juga
membawa dampak baik dalam periklanan yang dibuat, karena publik akan
memandang bahwa Skyview Manor mampu beradaptasi dengan lingkungan
persaingan yang menuntut para pemain untuk mampu membawa competitive
advantage dibandingkan pesaingnya. Belum lagi, kolam renang yang tertutup ini
dapat digunakan sepanjang tahun, sehingga selama musim dingin pun para penginap
dapat melaksanakan kegiatan baru selain ski.
Berdasarkan point-point tersebut, penulis merekomendasikan Skyview manor untuk
melaksanakan alternative 3 yaitu, dengan membuka hotel selama off season dan
membangun kolam renang tertutup dan membuka nya sepanjang tahun. Alternative ini
dipilih oleh penulis, dengan pandangan meskipun secara jangka pendek, occupancy rate
untuk mencapai BEP lebih tinggi dari tidak membuka kolam renang, yaitu 25.75 %,
namun itu merupakan itu tidak akan sulit dicapai oleh perusahaan karena akan sebanding
dengan peningkatan pengunjung yang akan terjadi kedepannya. Dengan bertambahnya
fasilitas kolam renang, akan menjadi keunggulan skyview manor untuk menarik
pengunjung. Dan dalam jangka panjang, investasi berupa penambahan fasilitas ini akan
sangat menguntungkan bagi perusahaan.

7. Evaluasi profitabilitas Hotel sebagai sebuah investasi para pemiliknya. Apakah hal ini
mempengaruhi jawaban Anda untuk Pertanyaan 6?
Evaluasi profitabilitas yang dilakukan adalah dengan aspek Operating Profit Margin.
Aspek ini dipilih karena dinilai dapat menggambarkan kemampuan perusahan dalam
menghasilkan keuntungan. Rasio ini juga menunjukkan kemampuan manajemen untuk
mengelola operasi untuk menjadi efektif dan efisien. Operating profit adalah sumber
utama dana untuk operasi, untuk itu peningkatan operating profit dapat menunjukkan
peningkatan kemampuan pengelolaan manajemen untuk memberikan output yang terbaik
untuk para stakeholders.

Rasio ini dirasa tepat karena tidak memasukkan unsur pajak dalam menilai
kemampuan perusahaan memperoleh laba. Berdasarkan Operating Statement akhir tahun
1962, berikut hasil penghitungannya:

Operating Profit Margin = Operating Profit (before tax) / revenue x 100%

= 22,390/160,800 x 100% = 14 %

Operating profit margin menghasilkan rasio sebesar 14%, yang menyiratkan bahwa
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba adalah sebesar 14%. Ratio ini dinilai
masih cukup kecil dibanding yang bisa didapatkan jika skyview manor dapat
memaksimalkan potensi perusahaan dan menarik pelanggannya. Maka dari itu, alternative
perusahaan untuk membuka hotel selama off season dan membuat kolam renang indoor
adalah salah satu strategi yang tepat yang dapat dipilih untuk memaksimalkan potensi dan
memperoleh keuntungan yang lebih besar dari usaha nya.

Skyview Manor Motel Saat Ini


Sampai saat ini, perusahaan Skyview manor masih bertahan. Perusahaan yang beralamat di 45
Dupont Ave, Seaside Heights, NJ 08751, Amerika Serikat ini terus berjalan sepanjang tahun sampai
saat ini meskipun tidak begitu banyak perubahan dan penambahan dari segi fasilitas. Yang
bertambah adalah adanya kolam renang terbuka yang dibuat untuk menarik pengunjung.

Namun sampai saat ini, skyview manor tidak memiliki restaurant sendiri dikarenakan
berfokus pada kualitas penginapan. Meskipun demikian, lokasi yang strategi yang dekat dengan café
dan restaurant menjadi nilai tambah dalam menarik minat pengunjung.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Analisis biaya volume laba (cost-
volume-profit analysis) adalah analisis pola-pola prilaku biaya yang mendsari hubungan-
hubungan antara biaya,volume, dan laba. Analisi biaya-volume-laba kerap pula disebut
analisis impas (break-even analysis) karena signifikanisme mengacu pada sebuah pemicu
biaya aktivitas, seperti unit penjualan, yang diasumsikan berkorelasi dengan perubahan-
perubahan pendapatan, biaya, dan laba. Analisis biaya-volume-laba merupakan persoalan
yang kompleks karena hubungan-hubungan tersebut kerap dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang seluruhnya atau sebagian diluar kendali manajemen.
Titik impas merupakan tingkat aktivitas dimana suatu organisasi tidak mendapatkan
laba dan juga tidak mendapatkan rugi. Titik impas juga dapat didefinisikan sebagai titik
dimana total pendapatan sama dengan total biaya atau sebagai titik dimana total marjin
kontribusi sama dengan total biaya tetap. Titik impas ini selanjutnya dapat dihitung dengan
menggunakan metode persamaan, metode marjin kontribusi, dan metode grafik, baik dalam
hitungan unit penjualan maupun penjualan dalam satuan mata uang tertentu yang digunakan
dalam transaksi bisnis. Dalam perencanaan analisis biaya volume laba dapat dimanfaatkan
dengan menggunakan 2 cara yaitu, analisis target laba dan analisis sensitivitas dan
ketidakpastian.
Dengan mengetahui titik marjin keamanan tersebut maka manajemen dapat
merumuskan berbagai strategi, taktik, dan langkah-langkah operasional untuk bertahan agar
penjualan tidak mengalami abrasi sampai melebihi angka marjin keamanan.
B. Saran
Setelah membahas dan mempelajari analisis biaya volume laba ini, diharapkan kita
dapat menganalisis biaya volume laba pada suatu perusahaan tertentu sebagai skill penunjang
bagi seorang manajer.
DAFTAR PUSTAKA

Anthony A.Atkinson, Robert S.Kaplan, Ella mae matsumura, S.Mark Young : Akuntansi
Manajemen, Edisi ke 5 jilid 1
Mowen, Hansen. 2009. Akuntansi Manajerial Buku 2 Edisi 8. Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai