Anda di halaman 1dari 31

MODUL manajemen keuangan

ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA

(BREAK EVEN POINT ANALYSIS)

Tatap Kode
Fakultas Program Studi Disusun Oleh
Muka MK

04
Ekonomi dan Akuntansi MK Tetty Lasniroha Sarumpaet., SE., M.Ak.,Ak.,CA
Bisnis 0111304

Abstract Kompetensi
Manajemen persediaan Mahasiswa diharapkan mampu
mengaplikasikan di dalam dunia
bagian dari perusahaan
kerja atau dikehidupan sehari hari
yang berfungsi untuk
mengatur persediaan
barang yang dimiliki. Mulai
dari cara memperoleh
persediaan,
penyimpanannya, sampai
persediaan tersebut
dimanfaatkan atau
dikeluarkan.
ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA
Tujuan pembelajaran:
1. Mahasiswa memahami konsep analisa break even point (BEP)
2. Mahasiswa dapat menganalisa dan menjelaskan masalah break even
3. Mahasaiswa mampu menjelaskan manfaat dari penentuan BEP
4. Mahasiswa dapat menjelaskan apa yang dimaksud dengan shut down point dalam
suatu perusahaan.

1. Pengertian break even point analysis


Analisis biaya-volume-laba (Cost-volume-profit analysis) adalah analisis yang
berkaitan dengan penentuan volume penjualan dan komposisi produk yang diperlukan untuk
mencapai laba yang diinginkan dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki. Analisis
biaya-volume-laba ini merupakan alat analitis yang memberi manajemen informasi penting
tentang hubungan antara biaya, laba, komposisi produk dan volume penjualan.

Analisis biaya-volume-laba mencakup studi tentang saling hubungan diantara


faktor-faktor berikut ini:

a. Harga jual produk


b. Volume atau tingkat aktivitas
c. Biaya variabel per unit
d. Total biaya tetap
e. Komposisi produk yang dijual

Analisis biaya-volume-laba merupakan faktor kunci dalam banyak keputusan, seperti


pemilihan lini produk, penentuan harga jual produk, strategi pemasaran dan pemanfaatan
fasilitas produktif, bahkan di dalam perusahaan analisis ini sangat membantu para
manajer. Oleh karena luasnya manfaat yang dimiliki, maka tidak dapat diragukan bahwa
analisis ini merupakan alat terbaik yang dimiliki manajer untuk menemukan potensi laba
perusahaan.

Analisis impas (Break- even analysis) adalah teknik analisis yang digunakan untuk
menentukan tingkat penjualan dan komposisi produk yang diperlukan hanya untuk menutup
semua biaya yang terjadi selama periode tertentu. Titik impas (Break-even point) adalah titik
di mana total biaya sama dengan total penghasilan. Dengan demikian, pada titik impas tidak
ada laba maupun rugi yang diterima oleh perusahaan.

Oleh karena tujuan analisis biaya-volume-laba adalah untuk menentukan tingkat


penjualan dan komposisi produk yang diperlukan untuk mencapai laba yang ditargetkan,

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


2 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
maka analisis impas merupakan kasus khusus dari analisis biaya-volume-laba, yaitu
penentuan tingkat penjualan dan komposisi produk yang diperlukan untuk menjadi tingkat
laba nol.

Meskipun manajemen merencanakan laba untuk tiap periode, akan tetapi mereka
umumnya juga sangat memperhatikan titik impas. Apabila tingkat penjualan jatuh di bawah
titik impas, maka berarti terjadi kerugian. Manajemen harus menentukan titik impas untuk
dapat menghitung margin of safety, yang menunjukkan berapa banyak penjualan boleh turun
dari tingkat penjualan yang ditargetkan sebelum perusahaan menderita kerugian. Margin of
safety adalah kriteria yang digunakan untuk menilai kecukupan penjualan yang direncanakan
(adequacy of planned sales).

Analisis impas dan biaya-volume-laba dapat didasarkan pada data historis, operasi
masa lalu, atau penjualan dan biaya yang diproyeksikan. Data untuk analisis impas dan
biaya-volume-laba tidak dapat diperoleh langsung dari perhitungan laba-rugi dengan metoda
biaya penuh (absorption atau full costing), karena pengaruh aktivitas terhadap biaya tidak
dapat segera ditentukan. Masing-masing pos biaya harus dianalisis untuk menentukan
komponen biaya tetap dan biaya variabel.

Tidak seperti halnya pada laporan laba-rugi atas dasar full costing, pada laporan laba-rugi
atas dasar direct atau variable costing telah memisahkan unsur biaya tetap dan biaya
variabel, sehingga sangat berguna dalam analisis biaya-volume-laba dan impas. Demikian
pula dengan anggaran fleksibel dan kartu harga pokok standar, yang dapat dijadikan
sumber data bagi analisis ini.

2. Asumsi dan keterbatasan


Berikut ini adalah asumsi yang mendasari dan keterbatasan yang dimiliki analisis
biaya-volume-laba dan analisis impas:
1. Analisis ini berasurnsi bahwa biaya-biaya yang berkaitan dengan tingkat penjualan saat
ini, secara cukup akurat dapat dipisahkan ke dalam elemen biaya variabel dan biaya tetap
2. Analisis ini berasumsi bahwa biaya tetap akan senantiasa tetap selarna periode yang
dipengaruhi oleh keputusan yang telah diambil
3. Analisis ini berasurnsi bahwa biaya variabel berubah secara langsung (proporsional)
dengan penjualan selama periode yang dipengaruhi oleh keputusan yang telah diambil

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


3 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
4. Analisis ini dibatasi pada situasi di mana kondisi ekonomi dan kondisi

lainnyadiasumsikan relatif stabil. Pada kondisi inflasi yang tinggi, misalnya, apabila sulit

untuk memprediksi penjualan dan atau biaya lebih dari beberapa minggu ke depan, maka

akan sangat berisiko menggunakan analisis impas untuk pengambilan keputusan.

5. Analisis impas dan biaya-volume-laba hanya merupakan pedoman untuk pengambilan

keputusan. Analisis ini dapat menunjukkan keputusan tertentu, akan tetapi faktor-faktor

lain, seperti hubungan pelanggan dan karyawan, dapat mengarahkan pada suatu

keputusan yang mungkin berlawanan dengan hasil analisis

3. Contribution margin
Berikut ini adalah laporan rugi-laba untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2008 yang
disusun oleh PT Yusup Jawa:

PT Yusup Jawa
Laporan Rugi-Laba
Untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2008

Penjualan Rp
100.000 Rp 100.000,00
Biaya variabel Rp 60.000
Biaya tetap Rp 35.000
Total biaya Rp 95.000
Dala
m analisis impas dan biaya-volume-laba, laporan rugi-laba disajikan dalam format
contribution margin (yang sering disebut contribution income statement). Contribution
Income Statement memiliki beberapa karakteristik yang menarik yang akan sangat
bermanfaat bagi manajer dalam rangka melihat pengaruh perubahan harga jual, biaya dan
volume aktivitas terhadap laba perusahaan. Berikut ini adalah laporan rugi-laba PT Yusup
Jawa yang disusun dalam bentuk contribution margin

PT. Yusup Jawa

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


4 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
Contribution Income Statement
Untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2008

Total Per
Unit

Penjualan (400 unit) Rp 100.000,00 Rp


250,00

Biaya Variabel Rp 60.000,00 Rp


150,00
Perbedaan cara pelaporan ini tidak mengubah besarnya laba perusahaan. Pada contoh ini,
PT Yusup Jawa menyajikan penjualan, biaya variabel dan contribution margin baik secara
total maupun per unit. Penyajian seperti ini akan sangat membantu analisis profitabilitas.

Contribution margin menggambarkan jumlah lebih penjualan di atas biaya variabel


yang tersedia untuk dikontribusikan (menutup) biaya tetap dan laba selama periode tertentu.
Dengan demikian, contribution margin mula-mula harus digunakan untuk menutup biaya
tetap, baru kemudian (bila masih tersisa) dikontribusikan untuk laba. Apabila contribution
margin tidak cukup untuk menutup biaya tetap, berarti terjadi rugi. Berikut ini contoh apabila
PT Yusup Jawa hanya menjual 1 (satu) unit produk dan menderita kerugian.

Total Per
Unit

Penjualan (1 unit) Rp 250,00 Rp


250,00

Biaya Variabel Rp 150,00 Rp


150,00

Setiap tambahan 1 (satu) unit produk yang berhasil dijual oleh perusahaan selama periode
tersebut, akan menambah contribution margin yang tersedia untuk menutup biaya tetap.
Apabila 1 unit tambahan berhasil dijual, maka contribution margin akan bertambah
sebesar Rp100,00, sehingga kerugian perusahaan akan berkurang dengan jumlah yang
sama, seperti tampak pada perhitungan berikut:

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


5 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
Total Per
Unit

Penjualan (2 unit) Rp 500,00 Rp


250,00

Biaya Variabel Rp 300,00 Rp


150,00

Apabila total unit produk yang dijual mampu menghasilkan contribution margin sebesar
Rp35.000,00, maka semua biaya tetap akan mampu ditutup, sehingga perusahaan tidak
mengalami kerugian juga tidak memperoleh laba). Kondisi seperti ini disebut impas
(Break even). Untuk PT Yusup Jawa, kondisi impas ini akan tercapai bila produk yang
dijual sebanyak 350 unit, seperti tampak pada perhitungan berikut:

Total Per
Unit

Penjualan (350 unit) Rp 87.500,00 Rp


250,00

Biaya Variabel Rp 52.500,00 Rp


150,00

Apabila kondisi impas telah tercapai, maka laba bersih akan meningkat sebesar
contribution margin per unit untuk setiap tambahan unit terjual. Dengan demikian, bila
selama periode tersebut PT Yusup Jawa mampu menjual produk sebanyak 351 unit, maka
laba bersih yang diperoleh adalah Rpl 00,00, seperti tampak pada perhitungan berikut:

Total Per Unit

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


6 Penjualan
Tettty lasniroha.,(351 unit)Ak., CA
SE., M.Ak., Rp 87 750,00
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id Rp
250,00
Dengan menggunakan konsep contribution margin ini, untuk mengetahui jumlah laba
pada berbagai tingkat atau volume aktivitas, perusahaan tidak perlu menyusun laporan
laba-rugi yang lengkap. Untuk menghitung besarnya laba, manajer cukup hanya
menentukan jumlah penjualan di atas penjualan impas dan dikalikan dengan contribution
margin per unit. Misalnya, bila PT Yusup Jawa berhasil menjual sebanyak 450 unit, maka
besarnya laba yang diperoleh adalah Rpl 0.000,00 {(450-350) x Rpl 00)}.

Selain dinyatakan dalam satuan rupiah per unit, penjualan, biaya variabel dan
contribution margin juga dapat dinyatakan dalam satuan prosentase (%), sebagai berikut:

Total Per Unit


(%)

Penjualan (400 unit) Rp 100.000,00 Rp 250,00


100%

Biaya Variabel Rp 60.000,00 Rp 150,00


60%

Prosentase contribution margin atas penjualan disebut contribution margin ratio (C/
M ratio) atau profit-volume ratio (P/V ratio). Ratio ini sangat berguna untuk menunjukkan
bagaimana contribution margin akan dipengaruhi oleh perubahan total penjualan (dalam
rupiah). Pada contoh ini contribution margin sebesar 40% berarti bahwa setiap kenaikan
Rpl,00 penjualan akan menaikkan contribution margin sebesar Rp0,40 (40% x Rpl,00).

Banyak manajer merasa lebih mudah menggunakan contribution margin ratio ini
dibanding contribution margin per unit (rupiah), terutama apabila lini produk yang
dimiliki perusahaan banyak. Hal ini disebabkan karena pos-pos dalam ratio tersebut

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


7 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
memungkinkan dilakukannya pembandingan diantara produk-produk tersebut, sehingga
manajer dapat menentukan produk mana yang paling menguntungkan (yang angka C/M
ratio paling tinggi).

4. Penentuan impas
Titik impas dapat ditentukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan
persamaan (linier) dan pendekatan grafik. Berikut ini dijelaskan masing-masing pendekatan
tersebut.

Pendekatan persamaan
Analisis impas (break even) dan analisis biaya-volume-laba (CVP) didasarkan pada
hubungan akuntansi berikut ini:
Laba = Total Penghasilan – (Total Biaya Variabel + Total Biaya
Tetap)

Persamaan ini juga dapat dinyatakan dengan cara lain sebagai berikut:

Total Penghasilan = Total biaya varibel + Total biaya tetap + Laba

Oleh karena total biaya tetap dan biaya variabel per unit diasumsikan tetap (konstan)
dalam kisaran aktivitas (range of activity) yang dianalisis, maka hubungan dasar akuntansi
tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan linier berikut ini:

TR = FC + (V x TR) + L
di mana:
TR = Total penghasilan (Total revenue)
FC = Total biaya tetap (Total fixed cost)
V = Biaya variabel per Rpl,00 penghasilan (total biaya variabel dibagi
total Penghasilan)
L = Total laba

Telah diuraikan di muka bahwa tujuan analisis impas dan biaya-volume-laba adalah
untuk menentukan volume penjualan dan komposisi produk yang diperlukan untuk mencapai
tingkat laba yang ditargetkan (laba nol untuk impas).Apabila perusahaan hanya memproduksi

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


8 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
satu jenis produk, maka variabel yang tidak diketahui adalah volume penjualan. Volume
penjualan ini dapat diukur baik dalam satuan rupiah penjualan maupun unit produk.

Dengan menggunakan persamaan linier tersebut, tingkat penjualan yang diperlukan untuk
mencapai laba yang ditargetkan dapat ditentukan sebagai berikut:

TR - (V x TR) = FC + L
FC + L
TR (1 - V) = FC + L
FC + L
FC + L = Total biaya tetap + Laba
TR =
(1 - V) = Contribution margin per rupiah penjualan

Dengan demikian, untuk laba sama nol, yang berarti tercapai kondisi impas, maka titik
impas (break even point) dalam satuan rupiah penjualan dapat ditentukan dengan cara
sebagai berikut:

FC = Total biaya tetap


TR =
(1 - V) = Contribution margin per rupiah penjualan

Contribution margin per rupiah penjualan, yang sering dikenal dengan istilah
contribution margin ratio (C/M ratio) adalah bagian dari setiap satu rupiah penjualan yang
tersedia untuk menutup biaya tetap dan memberikan laba. Di bawah titik impas, contributionn
margin ini hanya digunakan untuk menutup biaya tetap, sedangkan di atas titik impas, bagian
dari penjualan ini dapat digunakan untuk memberikan kenaikan laba.

Untuk memperjelas penentuan impas, berikut ini disajikan data yang diperoleh anggaran
fleksibel PT Merpati Putih untuk tahun 2009:

Total penjualan pada kapasitas normal Rp


6.000.000,00 Rp
6.000.000,00
Total biaya tetap 1.600.000,00
,00

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


9 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
Atas dasar data ini, maka titik impas (break even point) dapat dihitung dengan cara
sebagai berikut:

Rp l.600.000
TR (BE) =
1 - (Rp3.600.000 / Rp6.000.000)
atau
Rp l.600.000
TR (BE) =
1 - (Rp240 / Rp400)

Dari contoh perhitungan ini dapat dilihat bahwa titik impas tercapai (yang berarti laba
sama dengan nol) pada tingkat penjualan sebesar Rp4.000.000,00. Apabila semua biaya
tetap telah dapat ditutup, maka setiap tambahan satu rupiah penjualan merupakan laba.
Dengan demikian, apabila tingkat penjualan impas telah dihitung, maka tingkat penjualan
yang diperlukan untuk mencapai laba yang ditargetkan dapat ditentukan dengan membagi
laba dengan contribution margin per rupiah penjualan, kemudian ditambahkan pada
penjualan impas. Sebagai contoh, apabila laba yang ditargetkan sebesar Rp400.000,00,
maka diperlukan penjualan sebesar Rpl.000.000,00 di atas penjualan impas
(Rp400.000,000 dibagi contribution margin per rupiah penjualan Rp0,40). Dengan
demikian diperlukan total penjualan sebesar Rp5.000.000,00 untuk mencapai laba Rp
400.000,00.

Alternatif lain yang bisa dipakai untuk menentukan penjualan yang diperlukan untuk
mencapai laba yang ditargetkan adalah dengan cara menambahkan laba yang ditargetkan
pada total biaya tetap, dan kemudian dibagi dengan contribution margin per rupiah
penjualan. Tingkat penjualan yang ditentukan dengan alternatif cara ini adalah
Rp5.000.000,00, seperti tampak pada perhitungan berikut ini:

Rp 1.600.000,00 + Rp 400.000,00
TR =
1 - (Rp240 / Rp400)

Oleh karena setiap unit produk dijual dengan harga Rp400,00, maka jumlah unit
produk yang harus dijual pada kondisi impas sebanyak 10.000 unit (Rp4.000.000,00 dibagi,
Rp400,00). Sedangkan jumlah unit produk yang harus dijual untuk dapat mencapai target
laba sebesar Rp400.000,00 adalah sebanyak 12.500 unit (Rp5.000.000,00 dibagi Rp400,00).

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


10 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
Selain menggunakan pendekatan rupiah penjualan (sales-revenue approach), analisis
impas dan biaya-volume-laba juga dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan unit
penjualan (units-of-product approach). Meskipun kedua pendekatan ini memiliki konsep
dasar yang sama, akan tetapi untuk beberapa jenis analisis lebih bijaksana dan sesuai
(tepat) bila bekerja dengan pendekatan unit produk. Pada pendekatan unit produk,
persamaan dasar diubah untuk memasukkan kuantitas produk, harga jual per unit dan
biaya variabel per unit, sehingga persamaannya menjadi sebagai berikut:

TR = FC + (V x TR) + L

Oleh karena total penjualan sama dengan harga jual per unit dikalikan dengan total unit
yang dijual, dan karena total biaya variabel sama dengan biaya variabel per unit dikalikan
dengan total unit yang dijual, maka persamaan tersebut menjadi sebagai berikut:

P x Q = FC + (VC x Q) +
L
Di mana:
P = Harga jual per unit (Price)
Q = Kuantitas produk yang dijual (Quantity)
FC = Total biaya tetap (Fixed cost)
VC = Biaya variabel per unit (Variable cost)
L = Laba
Pada persamaan linier yang baru ini, variabel yang tidak diketahui adalah Q, yaitu jumlah
unit (kuantitas) produk yang dijual, yang dihitung dengan cara sebagai berikut:

PxQ = FC + (VC x Q) + L
(PxQ) – (VCxQ) = FC + L
Q x (P – VC) = FC + L
FC + L = Total biaya tetap + Laba
Q= (P – V) = Contribution margin per unit

Dengan menggunakan contoh di muka, tingkat penjualan dalam unit yang diperlukan
untuk mencapai laba nol (impas) dan target laba sebesar Rp400.000,00 masing-masing
adalah 10.000 unit dan 12.500 unit, yang dihitung dengan cara sebagai berikut:
Q(BE) = FC + L = Rpl.600.000,000 + Rp0,00

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


11 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
(P - V) = (Rp400,00 - Rp240,00)

FC + L = Rpl.600.000,000 + Rp400.000,00
Q=
(P - V) = (Rp400,00 - Rp240,00)

Pendekatan Grafik
Penentuan impas juga dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan grafik, yaitu
dengan cara menggambar garis penghasilan dan biaya. Titik impas merupakan titik
perpotongan antara garis biaya dan garis penghasilan tersebut. Data yang diperlukan untuk
membuat grafik ini adalah ramalan penghasilan, biaya tetap dan biaya variabel. Grafik impas
konvensional untuk PT Intan Putri Sejati adalah sebagai berikut:

Grafik impas konvensional ini dibuat dengan langkah-langkah sebagai berikut:


1. Membuat garis horisontal sebagai sumbu x (x-axis) yang menggambarkan volume
penjualan dalam rupiah, jumlah unit atau prosentase.
2. Membuat garis vertikal sebagai sumbu y (y-axis) yang menggambarkan volume
penjualan dan biaya dalam rupiah.
3. Membuat garis biaya tetap sejajar dengan sumbu x, yang pada contoh ini pada,
sumbu y sebesar Rpl.600.000,00
4. Membuat garis total biaya yang ditarik dari titik biaya tetap Rpl.600.000,00 menuju
sumbu y sebesar Rp4.600.000,00 (pada sisi kanan)
5. Membuat garis total penghasilan yang ditarik dari titik 0 (titik potong sumbu x dan
y) menuju titik sumbu y sebesar Rp5.000.000,00 (pada sisi kanan)

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


12 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
6. Menentukan titik impas yang merupakan titik potong antara garis total biaya dan
total penghasilan, yang pada contoh ini terletak pada penjualan Rp4.000.000,00 atau
10.000 unit
7. Daerah sebelah kiri titik impas merupakan daerah rugi, sedangkan daerah sebelah
kanan titik impas merupakan daerah laba

Pada grafik impas konvensional ini, garis biaya tetap digambar sejajar (paralel) dengan
sumbu x, sedangkan biaya variabel digambar di atas garis biaya tetap. Grafik ini menekankan
biaya tetap pada jumlah tertentu untuk berbagai tingkat aktivitas. Alternatif lain, biaya
variabel digambar terlebih dahulu, dan biaya tetap digambar di atas biaya variabel, seperti
tampak pada gambar berikut:

Ruang antara garis biaya variabel dan garis penghasilan menggambarkan contribution
margin. Titik impas (break even point) ditunjukkan oleh titik perpotongan antara garis total
biaya dan garis penghasilan. Ruang antara garis penghasilan dan total biaya di atas titik impas
menggambarkan daerah laba. Sedangkan ruang antara garis total biaya dan penghasilan di
bawah titik impas menunjukkan bahwa total biaya tetap tidak bisa ditutup oleh contribution
margin, yang berarti menggambarkan daerah rugi.

Grafik ini menggambarkan penutupan biaya tetap pada berbagai prosentase kapasitas dan
pada berbagai tingkat rupiah penjualan atau unit penjualan. Sebagai contoh, apabila
tingkat penjualan turun menjadi Rp2.000.000,00, biaya variabel Rpl.200.000,00 (60% x
Rp2.000.000,00), biaya tetap Rpl.600.000,00, maka terjadi rugi sebesar Rp800.000,00.
Secara rinci proses penutupan biaya tetap ini disajikan pada tabel berikut ini:

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


13 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Jumlah Penjualan Biaya CM Biaya Laba/Rugi
Unit (rupiah) variabel (2)-(3) tetap (4)-(5)

2.500 1.000,000 600.000 400.000 1.600.000 (1.200.000)


5.000 2.000.000 1.200.000 800.000 1.600.000 (800.000)
7.500 3.000.000 1.800.000 1.200.000 1.600.000 (400.000)
10.000 4.000.000 2.400.000 1.600.000 1.600.000 -0-
12.500 5,000.000 3.000.000 2.000.000 1.600.000 400.000

5. Analisa break even untuk pengambilan keputusan

Data akuntansi yang digunakan, asumsi-asumsi yang mendasari, cara memperoleh


informasi dan cara menyatakan data merupakan keterbatasan-keterbatasan yang harus
dipertimbangkan dalam kaitannya dengan hasil analisis ini. Grafik impas pada dasarnya
merupakan analisis statis. Dalam banyak kasus dapat ditunjukkan hanya dengan menggambar
grafik baru atau serangkaian grafik.

Meskipun memiliki keterbatasan, analisis biaya-volume-laba tetap menawarkan berbagai


aplikasi baik untuk pengujian usulan tindakan, untuk mempertimbangkan afternatif, atau
tujuan pengambilan keputusan lainnya. Sebagai contoh, teknik analisis ini memungkinkan
penentuan pengaruh perubahan biaya tetap atau variabel terhadap laba sebagai akibat
dilakukannya pergantian mesin.

Dengan menggunakan analisis biaya-volume-laba, manajemen harus dapat memahami


beberapa hal berikut ini:
1. Perubahan pada biaya variabel per unit akan mengakibatkan perubahan contribution
margin ratio dan titik impas (break even point)
2. Perubahan pada harga jual per unit akan mengakibatkan perubahan contribution margin
ratio dan titik impas (break even point)
3. Perubahan pada biaya tetap akan mengubah titik impas, akan tetapi tidak mengubah
contribution margin ratio
4. Perubahan pada biaya tetap dan biaya variabel secara simultan dengan arah yang sama,
akan mengakibatkan perubahan yang sangat tajam pada titik impas

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


14 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
Untuk memperjelas manfaat analisis impas dan biaya-volume-laba dalam
pengambilan keputusan, digunakan contoh kasus hotel "Citra Yogya" yang memiliki 30
kamar, yang menyajikan laporan laba-rugi untuk tahun 2008 sebagai berikut.
(dalam ribuan rupiah)

Total Per kamar/hari


Penjualan Rp306.000,00 Rp 40,00
40,00
Biaya variabel Rp113.000,00 14,77
14,77
Contribution margin Rp193.000,00 Rp 25,23
25,23

Berdasarkan informasi tersebut, dapat dihitung biaya variabel dalam satuan prosentase
atas penjualan sebesar 37%, sehingga contribution margin ratio adalah 63% (100%
dikurangi 37%). Ratio biaya variabel sebesar 37% tersebut dihitung dengan cara sebagai
berikut:

Total biaya varibel


x 100 %
Total penjualan
Rp 113 . 000. 000,00
x 100 %
Rp 306 .000 . 000,00

Contoh soal:
Contribution margin ratio sebesar 63% tersebut dapat juga, dihitung secara langsung
dengan cara membagi contribution margin dengan total penjualan (Rp193.000.000,00/
Rp306.000.000,00).
Atas dasar data tersebut akan dapat dijawab beberapa pertanyaan berikut ini
(masing-masing akan dijelaskan secara rinci):
1. Pada tingkat penjualan (rupiah) berapakah hotel akan mencapai kondisi impas?
2. Pada tingkat penjualan (rupiah) berapakah hotel akan dapat mencapai laba yang
ditargetkan?
3. Berapa rupiahkah penjualan harus dinaikkan untuk dapat menutup tambahan biaya tetap?

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


15 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
4. Berapakah tambahan rupiah penjualan diperlukan untuk dapat menutup perubahan biaya
variabel?
5. Bagaimana pengaruh perubahan berbagai variabel yang terjadi secara simultan terhadap
laba yang diperoleh hotel?
6. Berapakah maksimum tingkat penjualan ditargetkan boleh turun agar hotel tidak
menderita kerugian?
7. Bagaimana cara mengkonversi penjualan rupiah menjadi tingkat penjualan dalam unit?
8. Apabila tarip kamar mengalami perubahan, bagaimanakah perubahan ini akan
mempengaruhi jumlah kamar yang dijual?
9. Bagaimanakah menilai usulan investasi baru?
10. Kapan sebaiknya hotel menutup usahanya?
11. Bagaimanakah pengaruh adanya pajak terhadap penentuan impas?

Jawab

Pada tingkat penjualan (rupiah) berapakah hotel akan mencapai kondisi impas?

Untuk mengetahui tingkat penjualan yang diperlukan untuk mencapai kondisi impas, yang
berarti tidak memperoleh laba dan tidak menderita kerugian (laba nol), digunakan formula
sebagai berikut:

Total biaya tetap + Laba


Target Penjualan =
Contribution margin ratio

Dengan demikian, untuk hotel "Citra Yogya" yang memiliki total biaya tetap
Rp181.000.000,00 per tahun dan contribution margin ratio 63% harus mampu
memperoleh total penjualan sebesar Rp287.000.000,00
{(Rpl81.000.000,00+Rp0,00)/0.63) agar dicapai kondisi impas.

Pada tingkat penjualan (rupiah) berapakah hotel akan dapat mencapai laba yang ditargetkan?

Apabila pengelola hotel "Citra Yogya" menginginkan target laba sebesar


Rp39.000.000,00 untuk tahun 2008 (bukan tingkat laba sekarang sebesar Rpl2.000.000,00),
maka target penjualan yang harus dicapai adalah sebagai berikut:

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


16 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
Rp 181. 000 . 000,00 + Rp 39 .000 . 000,00
Target penjualan =
0,63
= Rp 349 .206 . 000,00
dibulatkan menjadi Rp 349. 000 . 000,00

Berapa rupiahkah penjualan harus dinaikkan untuk dapat menutup tambahan biaya
tetap?
Normalnya, apabila biaya tetap mengalarni kenaikan, sementara tidak terjadi
perubahan pada tarif kamar, laba yang akan diperoleh hotel akan mengalami penurunan
sebesar kenaikan biaya tetap tersebut. Pertanyaannya, berapakah penjualan harus dinaikkan
agar dapat menutup kenaikan biaya tetap dan tidak mengakibatkan penurunan laba?
Meskipun pemecahan masalah ini dapat dilakukan dengan coba-coba (trial and error),
akan tetapi dengan menggunakan persamaan impas masalah tersebut dapat dipecahkan
dengan lebih cepat. Sebagai contoh, bila pengelola hotel bermaksud menaikkan biaya iklan
sebesar Rp 5.000.000,00 per tahun, dan tetap ingin mempertahankan target laba sebesar
Rpl2.000.000,00, maka tingkat penjualan yang harus dicapai adalah sebagai berikut:

Rp 181.000 . 000 + Rp 5. 000 .000 + Rp 12 . 000 .000


=
0,63
= Rp 314 .286 . 000,00
dibulatkan menjadi Rp 314 . 000. 000,00

Hasil ini menunjukkan bahwa untuk dapat menutup kenaikan biaya iklan (biaya tetap)
sebesar Rp5.000.000,00, hotel harus mampu mencapai penjualan sebesar
Rp314.000.000,00 per tahun, yang berarti Rp8.000.000,00 lebih tinggi dibanding tingkat
penjualan saat ini sebesar Rp306.000.000,00. Kebenaran hasil ini dapat dibuktikan
dengan menggunakan perhitungan laba-rugi sebagai berikut:

(dalam ribuan rupiah)

Penjualan Rp 314.000,00
Berapakah tambahan rupiah penjualan diperlukan untuk dapat menutup perubahan
314.000,00
biaya
Biayavariabel?
variabel 37% x penjualan Rp 116.000,00
BiayaApabila
tetap pengaruh perubahan biaya tetap terhadap laba dapat diselesaikan dengan
186.000,00
mudah dengan menggunakan persamaan impas, maka tidak demikian
Total biaya dengan perubahan
Rp 302.000,00
biaya variabel. Perubahan pada biaya variabel akan menyebabkan perubahan besarnya

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


17 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
contribution margin. Dengan demikian, apabila terjadi perubahan biaya variabel, maka harus
dihitung lebih dahulu contribution margin yang baru.

Biaya variabel hotel "Citra Yogya" saat ini adalah 37%, yaitu ratio antara total biaya
variabel dan total penjualan. Apabila misalnya, biaya variabel mengalami kenaikan (sebagai
akibat adanya kenaikan biaya gaji) dari 37% menjadi 39%, maka contribution margin ratio
yang baru menjadi 61% (100% - 39%).

Apabila dengan contribution margin ratio sebesar 39% ini pengelola hotel masih tetap
menginginkan target laba sebesar Rpl2.000.000,00 (biaya tetap tidak berubah), maka
tingkat laba yang harus dicapai adalah sebagai berikut:

Rp 181. 000 . 000,00 + Rp 12. 000 . 000,00


Target penjualan =
0,61
= Rp 316 . 393. 000,00
dibulatkan menjadi Rp 316. 000 . 000,00

Bagaimana pengaruh perubahan berbagal variabel yang terjadi secara simultan terhadap laba

yang diperoleh hotel?

Sebagai contoh, selama tahun 2008 pengelola hotel merencanakan untuk menaikkan
biaya iklan sebesar Rp5.000.000,00, biaya gaji (yang mengakibatkan contribution margin
ratio menjadi 61 %) dan target laba menjadi Rp20.000.000,00. Untuk dapat mencapai target
laba tersebut, maka tingkat penjualan yang harus diperoleh adalah sebagai berikut:

Rp 181. 000 . 000 + Rp 5 .000 . 000 + Rp 20. 000 .000


Target penjualan =
0,61
= Rp 337 . 705. 000,00
dibulatkan menjadi Rp 338. 000 . 000,00

Hasil ini dapat dibuktikan dengan perhitungan rugi-laba sebagai berikut:


(dalam ribuan rupiah)

Penjualan Rp
338.000,00 314.000,00
Biaya variabel 37% x penjualan Rp 132.000,00
Biaya tetap 186.000,00
Total biaya Rp
‘20
18 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA
Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
Berapakah maksimum tingkat penjualan ditargetkan boleh turun agar hotel tidak
menderita kerugian?
Informasi yang dikembangkan dari analisis impas dan biaya-volume-laba
menawarkan tambahan data pengendalian yang sangat berguna, yaitu margin of safety.
Margin of safety menunjukkan berapa penjualan ditargetkan (dianggarkan) boleh turun agar
perusahaan (pada contoh ini hotel) tidak menderita kerugian.

Margin of safety yang dinyatakan dalam prosentase atas dasar penjualan disebut margin
of safety ratio (M/S ratio), yang dihitung dengan formula sebagai berikut:

Penjualan dianggarkan - Penjualan impas


Target Penjualan =
Penjualan dianggarkan (ditargetkan)

Pada uraian sebelumnya diketahui bahwa penjualan impas untuk hotel "Citra Yogya"
adalah Rp287.000.000,00. Apabila pengelola hotel mentargetkan laba sebesar
Rp360.000.000,00, maka besarnya margin of safety ratio adalah sebagai berikut:

Rp 360 .000 .000,00 - Rp 287 .000 .000,00


Target penjualan =
Rp 360 .000 .000,00
= 20,28% dibulatkan menjadi 20%

Dengan demikian, apabila hotel mentargetkan penjualan sebesar Rp360.000.000,00,


maka agar tidak menderita kerugian, maksimum penjualan tersebut boleh turun sebesar 20%
(target penjualan tersebut harus dicapai minimum 80%).

Bagaimana cara mengkonversi penjualan rupiah menjadi tingkat penjualan dalam


unit?
Sejauh ini pembahasan selalu menggunakan contribution margin ratio sebagai angka
penyebut (denominator) dalam penentuan target penjualan (dalam rupiah). Untuk hotel,
perhitungan target penjualan dalam satuan unit jumlah hari kamar yang dijual) akan lebih
berguna, terutama untuk menentukan tingkat hunian (occupancy rate) kamar hotel.

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


19 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
Sebagai contoh, hotel "Citra Yogya" yang memiliki jumlah kamar sebanyak 30
kamar, untuk tahun 1999 mentargetkan laba sebesar Rp20.000.000,00. Biaya tetap per tahun
Rpl86.000.000,00 (termasuk tambahan biaya iklan sebesar Rp5.000.000,00). Tarip kamar
yang dikenakan adalah Rp40.000,00 per kamar/hari dengan biaya variabel sebesar
Rp15.600,00 (39% tarip kamar). Untuk mencapai target laba tersebut, maka jumlah kamar
yang harus dijual (per tahun) adalah sebagai berikut:

Rp 186 . 000. 000,00 + Rp 20. 000 .000,00


Target penjualan =
( Rp 40. 000,00 - Rp 15. 600,00)
=8. 443 hari kamar

Hasil ini dapat dibuktikan dengan perhitungan laba-rugi sebagai berikut:

(dalam ribuan rupiah)

Penjualan (8443xRp40,00) Rp
337700,00 314.000,00
Biaya variabel 39% x penjualan Rp 131.700,00
Biaya tetap 186.000,00
Total biaya Rp
Dengan diketahuinya tingkat penjualan dalam satuan unit (hari kamar), dapat dihitung
tingkat hunian (occupancy rate) kamar hotel selama periode tertentu, misalnya satu tahun.
Untuk mencapai target penjualan t;ebesar Rp306.000.000,00 pada contoh di muka, hotel
"Citra Yogya" harus mampu menjual 7.650 hari kamar (Rp306.000.000,00 dibagi
Rp40.000,00), yang apabila dinyatakan dalam tingkat hunian menjadi:

Jumlah hari kamar terjual per tahun


x 100%
Jumlah hari kamar tersedia per tahun
7 . 650 hari kamar
x 100% = 70%
(30 x 365) hari kamar

Pada tahun 2001, untuk mencapai target laba sebesar Rp20.000.000,00, hotel
"CitraYogya" harus mampu menjual sebanyak 8.443 hari kamar, yang bila dihitung
tingkat huniannya menjadi sebagai berikut:

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


20 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
Jumlah hari kamar terjual per tahun
x 100%
Jumlah hari kamar tersedia per tahun
8. 443 hari kamar
x 100% = 77%
(30 x 365 ) hari kamar
Dari perhitungan ini tampak bahwa untuk meningkatkan penjualan dari
Rp306.000.000,00 menjadi Rp337.700.000,00, hotel harus mampu meningkatkan tingkat
hunian rata-rata sebesar 7% atau kurang lebih dua kamar lebih per hari (7% x 30 kamar).

Apabila tarip kamar mengalami perubahan, bagaimanakah perubahan ini akan mempengaruhi
jumlah kamar yang dijual?

Contribution margin yang dinyatakan dalam rupiah (dan bukan dalam prosentase)
juga berguna untuk menentukan pengaruh perubahan tarif kamar. Sebagai contoh, hotel
"Citra Yogya" yang memiliki total biaya tetap Rpl86.000.000,00, biaya variabel Rpl5.600,00
per kamar/hari, dan mentargetkan laba sebesar Rp20.000.000,00, selama tahun 2009
bermaksud menurunkan tarif kamar sebesar 10%, dengan kata lain tarif rata-rata menjadi
Rp36.000,00 per hari/kamar.
Untuk dapat mempertahankan target laba sebesar Rp20.000.000,00 tersebut, hotel
"Citra Yogya’ harus mampu menjual kamar sebesar:

Rp 186. 000 .000,00 + Rp 20. 000 . 000,00


=
(Rp 36. 000,00 - Rp 15 .600,00 )
= 10 . 098 hari kamar

Yang bila dinyatakan dalam tingkat hunian (occupancy rate) menjadi sebagai berikut:

10 .098 hari kamar


x 100% = 92%
( 30 x 365 ) hari kamar

Dengan demikian, untuk mengkompensasi penurunan tarif kamar sebesar 10%,


tingkat hunian hotel harus dinaikkan dari 77% menjadi 92%, yang berarti nailk sebesar 15%
atau rata-rata hotel harus mampu menjual tambahan kamar sebanyak 4,5 kamar per hari (15%
x 30 kamar).

Kapan sebaiknya hotel menutup usahanya?

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


21 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
Pada contoh-contoh sebelumnya, analisis impas dan biaya-volume-laba selalu
digunalkan untuk menentukan tingkat penjualan yang diperlukan untuk mencapai target laba,
tertentu (laba nol untuk kondisi impas).

Contoh-contoh tersebut belum memberikan gambaran mengenai apa yang sebaiknya.


dilakukan oleh hotel apabila ternyata hotel tersebut menderita kerugian. Apakah hotel
tersebut harus menutup usahanya. apabila ternyata menderita kerugian (contribution margin
tidak dapat menutup total biaya tetap)?

Titik penutupan usaha (Shut-down point) adalah titik potong antara garis total
biaya dan garis total penghasilan. Titilk penutupan usaha ini berada di sebelah kiri titik
impas, yang berarti berada di daerah rugi (garis total biaya. berada di atas garis total
penghasilan). Titik penutupan usaha merupakan batas kapan suatu usaha sebaiknya ditutup,
yang dihitung dengan formula sebagai berikut:

Total biaya tetap tunai


SDP = Contribution margin ratio atau contibution margin (Rp)

Apabila biaya tetap hotel "CitraYogya" pada contoh di muka sebesar


Rpl81.000.000,00 tersebut, 60% diantaranya merupakan biaya tunai, maka titik penutupan
usaha hotel ini adalah sebagai berikut:

60% x Rp 181. 000 . 000,00


SDP =
(Rp 40 . 000,00 - Rp 15. 600,00
= 4 . 450,82 hari kamar atau dibulatkan menjadi 4 . 451 hari kamar

Sepanjang hotel "Citra Yogya" selama satu tahun mampu menjual minimum sebanyak
4.451 hari kamar dari 30 kamar yang dimilikinya (atau tingkat hunian 41%), hotel ini masih
tetap boleh beroperasi, meskipun menderita kerugian. Dengan tetap beroperasi, setidaknya
hotel mampu menutup sebagian biaya tetap (biaya tetap tunai), sehingga mengurangi
kerugian (dibanding bila menutup usaha). Akan tetapi, apabila ternyata kamar yang dijual
kurang dari 4.451 hari kamar per tahun, maka sebaiknya hotel tersebut menutup usahanya.

Berikut ini disajikan alternatif perhitungan laba-rugi (menutup atau melanjutkan


usaha), apabila hotel hanya mampu menjual sebanyak 4.451 hari kamar per tahun.

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


22 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
(Dalam ribuan rupiah)

Melanjutkan
Menutup
Menutup
Usaha
Usaha

Kerugian yang diderita hotel apabila menutup usahanya adalah Rp181.000.000,00,


sedangkan bila tetap melanjutkan usahanya kerugiannya hanya Rp72.396.000,00. Dari
perhitungan ini tampak bahwa meskipun rugi, hotel sebaiknya tetap melanjutkan usahanya.

Bagaimanakah pengaruh adanya pajak terhadap penentuan impas?

Pada bentuk perseroan di mana perusahaan mempunyai laba yang terkena pajak
(taxable net income), implikasi pajak harus dipertimbangkan dalam menggunakan analisis
impas. Sayangnya, dikaitkan dengan penjualan, pajak bukanlah biaya variabel maupun tetap.
Pajak bervariasi (berkaitan) dengan laba sebelum pajak, dan oleh karenanya memerlukan
perlakuan khusus dalam analisis impas. Persamaan impas perlu disesuaikan dengan
menggantl "laba yang ditargetkan" dengan "laba sebelum pajak".

Pada contoh di muka diketahui bahwa untuk dapat mencapai laba ditargetkan sebesar
Rp39.000.000,00, hotel "Citra Yogya" harus memperoleh penjualan sebesar
Rp349.000.000,00. Apabila tarif pajak yang dikenakan pada hotel ini adalah 45% (income
tax), berapakah total penjualan yang harus diperoleh agar dicapai laba setelah pajak sebesar
Rp39.000.000,00.?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, terlebih dahulu harus dihitung besarnya laba
sebelum pajak, kemudian baru ditentukan tingkat penjualan yang harus dicapai. Laba
sebelum pajak dihitung dengan formula sebagai berikut:

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


23 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
Laba setelah pajak
Laba Sebelum Pajak =
(1 - tarif pajak)

Dengan tarif pajak sebesar 45% dan laba setelah pajak sebesar Rp39.000.000,00, maka:
laba sebelum pajak dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

Rp 39. 000 . 000,00


Laba Sebelum Pajak =
(1 - 0,45)
= Rp 70 . 909. 000,00
dibulatkan menjadi Rp 71. 000 .000,00

Hasil ini dapat dibuktikan dengan perhitungan sebagai berikut:

Laba sebelum pajak (Before-tax profit) Rp


71.000.000,00
Pajak (45% x laba sebelum pajak) Rp
32.000.000,00
Dengan demikian, dengan total biaya tetap sebesar Rpl 81.000.000,00 dan contribution
margin ratio 63%, maka untuk mencapai laba sebelum pajak sebesar Rp7l.000.000,00,
hotel "Citra Yogya" harus mencapai total penjualan sebagai berikut:

Rp 181.000 . 000,00 - Rp 71. 000 . 000,00


=
0,63
= Rp 400. 000 . 000,00
dari hasil perhitungan sebesar Rp349.000.000,00 seperti dihitung sebelumnya dengan
mengabaikan pajak atas laba. Hasil ini bisa dibuktikan dengan perhitungan sebagai berikut:

(dalam ribuan rupiah)

Penjualan Rp
400.000,00
Biaya variabel 37% x penjualan Rp 148.000,00
Biaya tetap 181.000,00 181.000,00
Total biaya Rp
329.000,00

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


24 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
6. Komposisi penjualan dan analisa break
Pembahasan sebelumnya telah memberikan wawasan tentang konsep analisis impas
dan biaya-volume-laba dan manfaat analisis tersebut untuk pengambilan keputusan,
khususnya untuk hotel. Akan tetapi, dalam pembahasan tersebut masih menggunakan asumsi
bahwa perusahaan hanya menjual satu jenis produk.
Pembahasan berikut ini akan dititikberatkan pada masalah komposisi penjualan dan
pengaruhnya pada analisis impas. Sebelum membahas pengaruh komposisi penjualan,
terlebih dahulu akan dijelaskan definisi komposisi penjualan itu sendiri.

Komposisi penjualan

Komposisi penjualan (sales mix) dapat didefinisikan sebagai kombinasi relatif dari
berbagai peoduk yang disajikan pada total penjualan. Para manajer berusaha untuk dapat
mencapai suatu kombinasi atau komposisi penjualan yang dapat menghasilkan jumlah laba
yang terbesar.
Kebanyakan perusahaan memiliki banyak produk yang dijual, di mana produk-produk
tersebut biasanya mempunyai profitabilitas yang berbeda. Apabila hal ini terjadi, maka laba
sampai pada tingkat tertentu akan sangat bergantung pada komposisi penjualan yang dapat
dicapai oleh perusahaan. Laba akan lebih besar, jika produk dengan margin yang tinggi
(high-margin items) menduduki porsi yang relatif besar dari total penjualan dibanding produk
dengan margin yang rendah (low-margin items).
Perubahan pada komposisi penjualan dapat mengakibatkan variasi yang menarik pada
laba perusahaan (kadang-kadang membingungkan). Pergeseran komposisi dari high-margin
items menuju ke low-margin items dapat mengakibatkan penurunan laba, meskipun total
penjualan meningkat. Sebaliknya, pergeseran komposisi dari low-margin items menuju ke
high-margin items dapat mengakibatkan kenaikan laba, meskipun total penjualan menurun.
Dengan mempertimbangkan kemungkinan tersebut, maka satu ukuran yang dapat digunakan
untuk mengukur efektivitas tenaga penjualan adalah komposisi penjualan yang dicapainya.

Komposisi penjualan dan analisis impas


Apabila perusahaan menjual lebih dari satu jenis produk, maka analisis impas akan
menjadi lebih kompleks. Alasannya, produk yang berbeda mempunyai harga jual, biaya

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


25 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
variabel dan contribution margin yang berbeda pula. Konsekuensinya, titik impas akan sangat
bergantung pada komposisi produk yang dijual
Untuk memperjelas pengaruh komposisi penjualan terhadap penentuan impas, berikut ini
disajikan sebuah contoh perusahaan yang menjuall tiga jenis produk, yaitu Regular,
Deluxe dan Super. Informasi yang berhubungan dengan ketiga produk ini adalah sebagai
berikut:

Regular Deluxe
Super
Harga jual per unit Rp 200,00 Rp 300,00
Rp 500,00
Biaya variabel per unit 120,00 150,00
200,00
Contribution margin/unit Rp 80,00 Rp 150,00
Rp 300,00
Contribution margin ratio 40% 50%
60%

Total biaya tetap per bulan adalah Rp9.225.000,00. Komposisi penjualan yang selama ini
dicapai oleh perusahaan masing-masing adalah 60% untuk jenis Regular, 30% untuk
Deluxe dan 10% untuk Super. Sebelum menghitung titik impas, terlebih dahulu harus
dihitung contribution margin ratio (atau contribution margin) rata-rata tertimbang, dengan
cara sebagai berikut:

Contribution CM
Produk Komposisi
margin Rata-rata
Regular Rp 80,00 60% Rp 48,00
Deluxe 150,00 30% 45,00
Super 300,00 10% 30,00
Contribution margin rata-rata tertimbang Rp 123,00

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


26 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
Titik impas perusahaan (dalam unit) dihitung dengan cara sebagal berikut:

Total biaya tetap


Titik Impas =
Contribution margin rata-rata tertimbang
Rp 9 . 225 . 000,00
=
Rp 123,00
= 75. 000 unit

Komposisi penjualan untuk masing-masing produk pada kondisi impas ini adalah 45.000
unit untuk produk Regular (60%), 22.500 unit produk Deluxe (30%) dan 7.500 unit untuk
produk Super (10%). Titik impas sebesar 75.000 unit ini hanya berlaku sepanjang
komposisi produk yang dijual tidak berubah. Apabila komposisi tersebut berubah, maka
titik impas juga akan berubah. Sebagai contoh, apabila komposisi penjualan berubah
menjadi 10% untuk produk Regular, 30% produk Deluxe dan 60% untuk produk Super,
maka titik impas akan menjadi sebagai berikut:

Contribution CM
Produk Komposisi
margin Rata-rata
Regular Rp 80,00 10% Rp 8,00
Deluxe 150,00 30% 45,00
Super 300,00 60% 180,00
Contribution margin rata-rata tertimbang Rp 233,00

Rp 9 .225 . 000,00
Titik Impas =
Rp 233,00
= 39. 592,27 unit atau dibulatkan menjadi kurang lebih 40 . 000 unit
Dari perhitungan ini tampak bahwa apabila komposisi penjualan produk yang dijual
berubah dari produk yang mempunyai margin rendah (mula-mula Regular yang mempunyai
margin paling rendah komposisinya 60%) menjadi produk yang mempunyai margin tinggi
(Super dengan margin paling tinggi komposisinya 60%), maka titik impas mengalami
penurunan dari 75.000 unit menjadi 40.000 unit. Ini berarti bahwa laba perusahaan akan
mengalami kenaikan (perusahaan makin mudah mencapai laba yang ditargetkan).

Selain diukur dengan contribution margin rata-rata tertimbang (dalam satuan rupiah),
komposisi penjualan juga dapat diukur dengan menggunakan contribution margin ratio rata-
rata tertimbang. Apabila komposisi penjualan produk diukur dengan menggunakan

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


27 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
controbution margin ratio rata-rata tertimbang, maka titik impas dapat dihitung dalam satuan
rupiah.

RINGKASAN

 Break even analysis merupakan suatu teknik analisis untuk mempelajari bagaimana
pengaruh dari perubahan volume produksi atau volume penjualan terhadap struktur
biaya tetap dan biaya variabel serta tingkat hasil penjualan, sehingga pada akhirnya
mempeharuhi tingkat laba atau rugi
 Masalah break even ini baru akan muncul apabila perusahaan disamping mempunyai
biaya variabel juga mempunyai biaya tetap. Biaya variabel adalah biaya yang secara
total berubah jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume produksi
atau volume penjualan. Sedangkan biaya tetap adalah biaya yang secara total
jumlahnya tetap atau tidak berubah meskipun ada perubahan volume produksi atau
volume penjualan.

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


28 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
 Adanya unsur biaya variabel dan tetap ini dapat membuat suatu perusahaan dengan
volume penjualan tertentu menderita kerugian, karena penghasilan dari penjualannya
tidak dapat menutupi biaya tetap. Bagian penghasilan penjualan untuk menutup biaya
tetap ini disebut contribution margin.
 Break even point merupakan suatu titik perpotongan antara kurva penjualan dengan
kurva total biaya.
 Manfaat dari BEP adalah untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai,
jika perusahaan ingin mendapatkan laba, menganalisa rencana untuk modernisasi atau
otomatisasi untuk mengganti biaya variabel menjadi biaya tetap, untuk menganalisis
pengaruh – pengaruh dari ekspansi terhadap tingkat operasi atau kegiatan dan
membuat keputusan mengenai produk baru dalam hal biaya dan hasil penjualan.
 BEP dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan matematik ataupun grafis
 Margin of safety merupakan besarnya pengurangan maksimum jumlah produksi atau
penjualan dari yang dianggarkan agar perusahaan tidak menderita kerugian
 Shut down point merupakan suatu titik pada break even chart yang menunjukkan
bahwa besarnya total penjualan yang diperoleh perusahaan adalah sama besarnya
dengan total biaya tunai yang dikeluarkan perusahaan. Dalam keadaan demikian
perusahaan yang bersangkutan tidak lagi memperoleh kelebihan penerimaan kas
sehingga tidak mungkin untuk melanjutkan kegiatan operasinya.

PERTANYAAN DAN SOAL

Pertanyaan

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan break even point.


2. Jelaskan kenapa masalah break even muncul?
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan biaya variabel dan biaya tetap, berikan contoh dari
kedua jenis biaya tersebut.
4. Jelaskan manfaat dari penentuan besarnya break even point.
5. Apa yang dimaksud dengan Contribution Margin dan apa yang menyebabkan hal itu
terjadi?

Soal

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


29 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
1. PT. Sumber Pasir Sejahtera pada tahun 2008 mengalami kerugian sebesar Rp 20 juta
dengan jumlah produk yang terjual 400.000 unit. Harga jual produk Rp 1.000,00 per unit
dengan biaya tetap sebesar Rp 56 juta per tahun. Keadaan tahun 2009 diperkirakan lebih baik
dan perusahaan mengharapkan terjadi peningkatan penjualan. Target earning power 2009
sebesar 20% dan operating asset turn over diharapkan sebesar 3 kali. Biaya tetap akan
bertambah sebesar Rp 24 juta dan harga jual akan naik menjadi Rp 1.250,00 per unit,
sedangkan variabel cost naik sebesar Rp 100,00 per unit.
Ditanyakan:
a. Berapa penjualan minimal yang harus dicapai untuk memperoleh target earning
power tersebut baik dalam rupiah maupun dalam unit.
b. BEP tahun 2008 dan 2009 dalam rupiah dan unit.
c. Buatlah grafik BEP yang menggambarkan BEP 2008 dan 2009

2. PT. Dina Mandiri pada tahun 2008 mempunyai penjualan Rp 600.000.000,00 dengan biaya
tetap Rp 300.000.000,00. Pada tahun 2009 diperkirakan perusahaan dapat menghasilkan
earning power 30%, dengan operating assets turn over 2008 sebesar 1 kali dan tahun 2009
diharapkan 1,5 kali. Pada penjualan tahun 2008 tersebut perusahaan dalam keadaan BEP
Ditanyakan:
1. Berapa penjualan tahun 2009
2. Berapa besarnya penjualan tahun 2009 bila variable cost ratio turun sebesar 10%
3. BEP bila variable cost ratio naik menjadi 60%

3. Pada tahun 2009 perusahaan mempunyai penjualan Rp 24.000.000,00 dengan jumlah


12.000 unit. Perusahaan belum dapat bekerja dengan kapasitas penuh, oleh karena itu
besarnya margin income (MI) sama besarnya dengan biaya tetap, yaitu sebesar Rp
14.400.000,00. Pada tahun 2009 diharapkan perusahaan dapat bekerja dengan kapasitas
peniuh dan diperkirakan memperoleh profit margin sebesar 20%.
Ditanyakan:
1. Jumlah penjualan yang harus dicapai tahun 2009
2. Besarnya mark up 2009
3. Keuntungan tahun 2009 dengan kapasitas produksi 70%
4. BEP jika harga turun menjadi Rp 1.600,00
4. PT. ZANETTA YANG SEGER memiliki laba bersih setelah pajak (EAT) Rp
75.000.000,00 pada tahun 2005 dari penjualan sebesar Rp 625.000.000,00.Tarif pajak adalah
40% dan harga jual per unit serta biaya variable per unit masing-masing Rp 6.250,00 dan Rp
4.000,00
a. Berapa biaya tetap tahunan?
b. Hitunglah Break Even Point (BEP) dalam unit dan rupiah

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


30 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id
c. Jika EBIT naik menjadi Rp 147.500.000,00 ketika penjualan naik menjadi 110.000
unit, hitung DOL pada 100.000 unit.
d. Apa efek pada BEP jika biaya tetap turun menjadi Rp 67.500.000,00
e. Apa efek pada BEP jika tariff pajak naik menjadi 50%?
f. Jika biaya variable per unit naik menjadi sebesar Rp 750,00 dan biaya tetap turun
sebesar Rp 25.000.000,00, apa yang terjadi pada BEP?

Daftar Pustaka

Brigham, F. Euigne and Housten, F.Joel. 2018. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Edisi
Empat Belas. Salemba Empat ((B&H)

Van Horne, James.C and Wachowicz. Jr, Jhon.M. 2012. Prinsip-prinsip Manajemen
Keuangan. Edisi Tiga Belas. Ssalemba Empat (V&W)

Sartono, R.Agus. 2010. Manajemen Keuangan, Teori dan Aplikasi. Edisi Ke

Kodrat, David Sukardi. 2009. Manajemen Keuangan based on Empirical Research. Penerbit
Graha Ilmu. (KD)

Atmaja, Lukas Setia. 1999. Manajemen Keuangan. Penerbit Andi Yogyakarta. (AL).

Sarumpaet, Tetty Lasniroha. Modul Manajemen Keuangan, 2018

Dan berbagai sumber lainnya

‘20 ANALISIS BIAYA – VOLUME - LABA


31 Tettty lasniroha., SE., M.Ak., Ak., CA
Biro Akademik dan Pembelajaran
tp://www.widyatama.ac.id

Anda mungkin juga menyukai