Anda di halaman 1dari 37

Analisis BEP

dalam
Penganggaran
Pengendalian
Anggaran
SERIYANI HANASTI
02 LEREM
180422623027

SEP PUTRI
01 LUSIANA SINTA HIDAYATUL
190422627604 03 UMMAH
180421621569

VIRNA PAULINA
04 SIMBOLON
190422627772
05 YULIUS KURNIAWA
170421619104
KONSEP
ANALISIS
BREAK EVENT
POINT
SEP PUTRI LUSIANA
Break Event Point sering juga
disebut sebagai titik impas atau titik
pulang pokok, dimana suatu
keadaan perusahaan tidak
memperoleh laba dan tidak
mengalami kerugian.

Dengan kata lain bahwa nilai pendapatan


(revenue) sama dengan nilai biaya (cost)
sehingga tidak memperoleh laba ataupun
rugi. Dari hal tersebut, maka dapat
terlihat keterkaitan antara pendapatan,
biaya, dan volume penjualan dalam
pengaruhnya terhadap laba perusahaan.
Unsur Pokok Break
Event Point

a. Laba
Laba adalah selisih lebih pendapatan atas beban
sehubungan dengan kegiatan usaha. Laba disebut juga
dengan income, earnings atau profi merupakan ringkasan
hasil bersih aktivitas operasi usaha dalam periode tertentu
yang dinyatakan dalam istilah keuangan. Laba merupakan
informasi perusahaan paling diminati dalam pasar uang
(Susbramanyam dan John, 2010:109). Laba merupakan alat
yang tepat untuk mengukur prestasi dari pimpinan dan
manajemen perusahaan yang merupakan indikator di dalam
berhasil atau tidaknya manajer. Faktor utama dalam besar
kecilnya laba adalah pendapatan dan biaya.
Unsur Pokok Break
Event Point
b. Harga Jual
Harga dan volume penjualan saling memengaruhi. Banyaknya
volume penjualan suatu produk sangat dipengaruhi oleh
harga jual, baik bagi produsen maupun bagi konsumen.
Harga jual dapat berupa harga jual bersih atau harga jual
kotor. Penetapan harga jual suatu produk sangat penting,
kesalahan dalam penetapan harga akan berakibat fatal
bagi segi keuangan dan akan memengaruhi kontinuitas
usaha. Berikut ini beberapa metode yang digunakan
dalam penentuan harga jual 
1. Cost-Plus Pricing
2. Time and Material Pricing
3. Cost Type Contract Pricing
Unsur Pokok Break
Event Point
c. Biaya
Biaya atau cost adalah pengorbanan sumber ekonomis yang
diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau
kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan
tertentu. Biaya ini belum habis masa pakainya dan
digolongkan sebagai aktiva yang dimasukkan ke dalam
neraca. Sedangkan beban atau expense adalah biaya
Berdasarkan sifatnya (by nature), biaya dapat yang telah memberikan manfaat dan sekarang telah
diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu habis. Biaya yang belum dinikmati yang dapat
memberikan manfaat di masa akan datang
1. Biaya Tetap (Fixed Cost/FC) dikelompokkan sebagai harta. Biaya ini dimasukkan ke
2. Biaya Variabel dalam Laba-Rugi, sebagai pengurangan dari pendapatan
3. Biaya Semi Variabel (Bustami dan Nurlela, 2006:7-8).
Metode Perhitungan Break Event Point
a. Metode Persamaan (equation method) adalah metode yang berdasarkan pada pendekatan laporan
laba rugi. Penentuan break even atau impas dengan teknik persamaan dilakukan dengan
mendasarkan pada persamaan pendapatan sama dengan biaya ditambah laba.

Laba dihitung dengan rumus berikut : Rumus Break Event Point Dengan Metode
Persamaan :

Biaya Tetap

Laba Biaya Variabel Persatuan


Jumlah
Harga
Produk
Jual Per-
yang
Satuan
Dijual
Metode Perhitungan Break Event Point
b. Metode Kontribusi Unit
Metode Kontribusi Unit merupakan variasi metode persamaan. Setiap unit atau satuan
produk yang terjual akan menghasilkan jumlah margin kontribusi tertentu yang akan
menutup biaya tetap. Metode kontribusi unit adalah metode jalan pintas dimana harus
diketahui nilai margin kontribusi.
Margin Kontribusi adalah hasil pengurangan pendapatan dari penjualan dengan biaya
variabel. Untuk mencari titik Impas atau Break Even Point (BEP) rumusnya adalah sebagai
berikut:
Metode Perhitungan Break Event Point
b. Metode Grafis
Grafis titik impas (BEP) mempunyai beberapa hal penting Analisis titik impas atau break even point
yaitu selama harga jual melebihi biaya variabel (margin (BEP) dengan metode grafis digambarkan
kontribusinnya positif), maka penjualan yang lebih banyak dalam kurva seperti gambar di bawah ini :
akan menguntungkan perusahaan, baik dengan
meningkatkan laba ataupun mengurangi kerugian. Grafik
biaya-volume-laba (cost volume profit graph)
menggambarkan hubungan antara biaya, volume dan
laba. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih terperinci
perlu dibuat grafik dengan dua garis terpisah, yaitu garis
total pendapatan dan garis total biaya. Pembuatan garis
dilakukan dengan rumus sebagai berikut: 
MANFAAT
ANALISIS BREAK
EVENT POINT
DALAM
PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
SERIYANI HANASTI LEREM
Bukan untuk membantu menentukan berapa jumlah penjualan yang dapat
diharapkan, melainkan untuk memberikan gambaran tentang batas jumlah
penjualan minimal yang harus diusahakan agar perusahaan tidak menderita
rugi

Analisa Break Even juga dapat dipakai untuk menentukan jumlah


penjualan yang seharusnya diperoleh pada persyaratan tertentu
ASUMSI ANALISIS
BREAK EVENT
POINT
SINTA HIDAYATUL UMMAH
Biaya yang diperkirakan
dapat dipisah menjadi
biaya variabel dan biaya
Biaya pada berbagai tetap
tingkat kegiatan dapat
diperkirakan jumlahnya
dengan tepat Tingkat penjualan
sama dengan
Harga jual produk pada tingkat produksi
berbagai tingkat
penjualan tidak
mengalami perubahan
Efisiensi perusahaan pada
berbagai tingkat kegiatan
juga tidak berubah
Kebijakan pimpinan yang
berpengaruh langsung
terhadap biaya tetap
Perusahaan dianggap keseluruhan tidak
seakan-akan hanya terdapat perubahan
menjual satu macam
produk akhir
CARA PENENTUAN
TINGKAT BREAK
EVENT POINT
VIRNA PAULINA SIMBOLON
Terdapat tiga cara pendekatan yang digunakan untuk
menghitung tingkat Break Even perusahaan untuk
suatu periode, sebagai berikut :

1. Pendekatan secara Tabelaris, Menghitung jumlah


penghasilan dan biaya pada berbagai tingkat atau
volume penjualan/produksi.
2. Pendekatan secara Grafis, Menggambar kurva
Penghasilan, Biaya Tetap, dan Biaya Total pada
berbagai tingkat penjualan/produksi.
3. Pendekatan secara Arithmatik, Menggunakan
rumus sebagai berikut;
a. Pendekatan Total

BE=-TFC/(1-(TVC/TR))

b. Pendekatan per Unit

Pendekatan per Unit=-TFL/(Harga Jual/Unit -


Biaya Variabel/Unit) 
Contoh :

Data : Rencana Penjualan Perusahaan XY^2, 1986

Penjualan Dianggarkan 200.000 untuk @25 = 5.000.000


Biaya Fixed Variable  

1. Material - 900.000  

2. Tenaga Kerja - 1.000.000  


Langsung
Kapasitas Produksi
3. BOP 700.000 300.000   Maksimal 250.000
Unit
4. Biaya Administrasi 600.000 100.000  

5. Biaya Penjualan 500.000 300.000  

  1.800.000 2.600.000 4.400.000

Laba Dianggarkan     600.000


Pendekatan Secara Tabelaris
Atas dasar di atas dapat diketahui bahwa :
1. Harga Jual per unit Rp 25,-
2. Biaya Variabel per Unit produk Rp 13,- (Rp 2.600.000/Rp 200.000 Unit)
3. Beban tetap produksi maupun biaya usaha keseluruhan berjumlah Rp1.800.000,- 

Berdasarkan data di atas dapat dibuat perkiraan laba pada berbagai tingkat produksi/penjualan seperti
berikut (dalam ribuan rupiah):

100.000 125.000 150.000 200.000

Penghasilan (@25) 2.500.000 3.125.000 3.750.000 5.000.000

Biaya : VC (@13) 1.300.000 1.625.000 1.950.000 2.600.000

FC (1 TH) 1.800.000 1.800.000 1.800.000 1.800.000

TC (VC + FC) 3.100.000 3.425.000 3.750.000 4.400.000

Laba Anggaran -600.000 -300.000 0 +600.000


(penghasilan – TC)
Safety Margin = 1-(Unit BE/Unit yang dianggarkan) atau

(Unit yang dianggarkan-Unit BE)/Unit yang dianggarkan 

 *Semakin rendah angka presentase BE atau semakin tinggi angka Safety Margin, maka perusahaan semakin
baik. Oleh karena itu perusahaan cenderung untuk mengusahakan angka persentase break even serendah
mungkin.

Pendekatan Secara Grafis

Sumbu X sebagai Volume kegiatan, sumbu Y sebagai nilai rupiah dari penghasilan dan biaya, Titik BE akan
diketahui dari potongan antara kurva Penghasilan keseluruhan dengan Biaya keseluruhan (TR=TC).
Pendekatan Secara Arithmatik 

BE dapat diketahui dengan memasukkan angka


anggaran sebagai contoh berikut :

Atas dasar keseluruhan 

BE    = 1.800.000/(1-(2.600.000/5.000.000))

    = 1.800.000/(1-0,52)

    = Rp 3.750.000 atau 150.000 Unit

Atas dasar per unit produk

BE    =1.800.000/25-13

    =150.000 Unit

Bagian dari rumus BEP secara keseluruhan berupa:

TVC/TR = 2.600.000/5.000.000 = 0,52/52%

Atau dapat disebut juga sebagai Variable Cost Ratio. 


AKIBAT PERUBAHAN
ASUMSI TERHADAP
TINGKAT BREAK
EVENT POINT
YULIUS KURNIAWAN
Adanya Perubahan dalam Harga
Jual
Kenaikan dalam harga jual- produk dengan 10% sedang data
lainnya tidak berubah. Maka tingkat break even yang baru
adalah :

Kenaikan harga jual akan berakibat turunnya Variabel


Cost ratio dari 52% menjadi tinggal 47,3%. Sehingga
bagian penghasilan yang tersedia untuk menutup biaya
tetap menjadi lebih besar (dari 48% menjadi 52,7%).
Oleh karena itulah break even dicapai pada tingkat
penjualan yang lebih rendah.
Adanya Perubahan Biaya Variabel
Biaya variabel naik dengan 10%, sedang data lainnya' tidak berubah, maka

Meningkatnya biaya variabel mengakibatkan meningkatnya Variable Cost ratio menjadi 57,2%. Sehingga
beban biaya tetap sekarang dirasakan lebih berat dan break even baru dicapai pada tingkat 84,1% dari
penjualan yang dianggarkan.
Adanya perubahan Biaya Tetap
Biaya tetap keseluruhan naik dengan 15% karena naiknya gaji atau biaya
penyusutan, maka

Meningkatnya biaya tetap tanpa diimbangi dengan penghematan pada jenis biaya
yang lain, atau meningkatnya penghasilan, jelas akan mengakibatkan naiknya
volume break even menjadi 86,2% dari penjualan yang dianggarkan.
Adanya Perubahan harga input
Pemerintah menaikkan harga BBM dengan 50%, sehingga mengakibatkan
o naiknya biaya variabel dengan 10%
o naiknya biaya tetap dengan 15%
o peningkatan harga jual
produk dengan 20%
o penurunan jumlah yang
laku terjual dengan 12%

Maka volume break even yang baru menjadi :

Pengaruh gabungan dari berbagai perubahan itu mengakibatkan meningkatnya Break even dalam nilai Rupiah (dari
Rp 3.750.000,- menjadi Rp 3.955.665,-), namun karena harga jual juga dinaikkan maka BE dalam unit malah turun
dengan 18.145 unit (dari 150.000 unit menjadi 131.855 unit). Dengan demikian pada kasus ini berbagai perubahan
membawa pengaruh positif bagi perusahaan.
Adanya laba dari sumber kegiatan lain
Perusahaan selain memperoleh laba dari sumber kegiatan yang utama, ternyata juga memperoleh
pendapatan lain (sampingan) yang bernilai Rp 300.000,- setahun.
Akibatnya terhadap perhitungan BE adalah :

Adanya siimber pendapatan non operasi ternyata mempunyai pengaruh positif bagi perusahaan, yaitu
dengan menurunnya BE dengan Rp 625.000,Dengan adanya pendapatan lain berarti beban biaya tetap
disumbang tidak saja dari sumber yang biasa, melainkan juga dari sumber non operasi.
Adanya kerugian non operasi

Dengan adanya kerugian non operasi akan menambah beban bagi perusahaan.
Dalam contoh ini dilukiskan adanya (kerugian non operasi sebesar Rp
100.000,- Akibatnya terhadap volume BE :
Keadaan di mana jumlah yang dijual tidak sama dengan jumlah
yang dihasilkan.

Dalam situasi seperti ini timbul masalah dalam pembebanan biaya


tetap, khususnya biaya tetap dari harga pokok pabrik atau harga
pokok produksi. Masalahnya adalah apakah produk yang tidak
terjual juga dibebani dengan biaya tetap produksi, ataukah seluruh
beban biaya tetap produksi seluruhnya menjadi beban produk yang
terjual saja. Khusus untuk biaya usaha yang terdiri dari biaya
penjualan dan biaya administrasi, umumnya semua pihak sepakat
untuk hanya membebankannya pada produk yang terjual saja.

Untuk menyelesaikan masalah ini terbuka dua macam pendekatan ,


yakni metode full costing dan metode direct costing
Metode Full Costing (Biaya Penuh)
Pendekatan full costing menyatakan bahwa bagian dari produksi yang tidak terjual harus dibebani baik dengan biaya
variabel maupun dengan biaya tetap (full cost = FC + VC).

Bila diberikan ilustrasi di mana penjualan hanya meliputi 90% dari volume yang dihasilkan, maka secara teoretik
skema.Pembebanan Biaya Tetap Menurut Metode Full Costing adalah sbb:

Terjual 90 % Tak Terjual 10%


VC FC VC FC
1 MAT & TKL 90% - 10% -
2 BOP : 90% - 10% -
VARIABEL FIXED - 90% - 10%
3 BIAYA USAHA : 100% - - -
VARIABEL FIXED - 100% - -
Dengan cara full costing maka 10% dari bagian produksi yang tidak terjual akan memperoleh alokasi biaya
produksi sebesar 10% baik yang berujud biaya variable maupun biaya tetap.
Misalnya ada Data  tambahan sebagai berikut :
Sebagaimana pada perhitungan di atas, pada
produksi 100 unit maka Harga Pokok
Produksi akan sebesar Rp140.000,- dan Harga
Pokok Penjualan sebesar Rp.159.000,-
Bila Harga jual Rp.2.000 per unit, maka pada
kasus dimana ada sebagian dari yang
diproduksi tidak terjual, pembebanan biaya
dengan metode full costing akan
menghasilkan perhitungan sbb:
Break even point dengan pendekatan Full Perhitungan Break even dengan metoda Full
Costing adalah sbb: Costing ini akan menghasilkan harga pokok
per unit dari persediaan yang tidak terjual
sebesar :

Jumlah tak terjual 10= (10% x 100). VC =


6.000 dan FC = 8.000, sehingga CV/ unit =
600 = (6.000/10) dan FC/ unit = 800 =
(8.000/10)
Metoda Direct Costing (Biaya Variabel)
Variable Costing menyatakan bahwa bagian produksi yang tidak terjual hanya dibebani dengan biaya variable saja.
Sedangkan biaya tetap produksi seluruhnya menjadi beban produk yang terjual.skema teoretik dari pendekatan
variable Costing/Direct Costing adalah sebagai berikut :

Terjual 90 % Tak Terjual 10%


VC FC VC FC
1 MAT & TKL 90% - 10% -
2 BOP : 90% - 10% -
VARIABEL
FIXED - 100% - -
3 BIAYA USAHA :
VARIABEL 100% - - -
FIXED - 100% - -

Dengan demikian bagian produksi yang tidak terjual haya dibebani dengan 10% biaya produksi variable saja.
● Selanjutnya dengan
menggunakan data ilustrasi 
sebelumnya, bila digunakan
metode direct costing akan
menghasilkan perhitungan
sbb:
Break even point dengan pendekatan Full Costing Perhitungan Break even dengan metoda Full
adalah sbb: Costing ini akan menghasilkan harga pokok per unit
dari persediaan yang tidak terjual sebesar :

Ternyata harga pokok per unit untuk persediaan


yang tidak terjual lebih tinggi pada metode Full
Costing (Rp 1.400) dibanding dengan metoda Direct
Costing (Rp 600,- = 6.000/10).

Metoda Full Costing ternyata menghasilkan break


even yang lebih rendah (63.077 unit) dibanding
break even dengan metoda Direct Costing (69.231
unit).
THANKS
CREDITS: This presentation template was created by
Slidesgo, including icons by Flaticon, and infographics &
images by Freepik and illustrations by Stories

Anda mungkin juga menyukai