Ilmu akuntansi berguna untuk membantu manajer mengetahui kondisi perusahaan dan
mengambil keputusan dengan lebih tepat dan benar. Salah satu konsentrasi dari ilmu akuntansi
tersebut adalah akuntansi manajemen. Akuntansi manajemen kebanyakan berbicara tentang kegunaan
informasi tentang biaya-biaya perusahaan. Informasi tentang biaya tersebut dapat digunakan untuk
menentukan harga produk yang tepat, merencanakan produksi yang paling potensial, menganggarkan
sumber daya perusahaan, mengevaluasi anggaran dengan realisasi, dan mengelola kontrak-kontrak
bisnis.
Biaya dikelompokkan menjadi dua kelompok besar dalam akuntansi manajemen, yaitu biaya
tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yaitu biaya yang jumlahnya selalu tetap untuk setiap periode.
Contoh dari biaya tetap yaitu biaya gaji karyawan per bulan, biaya depresiasi bangunan & peralatan,
dll. Sedangkan biaya variabel yaitu biaya yang jumlahnya berubah-ubah tergantung dari banyaknya
kuantitas suatu variabel. Contoh dari biaya variabel yaitu biaya produksi, biaya buruh per unit yang
dihasilkan, dll.
Pembuat keputusan juga biasanya ingin mengetahui berapa besar resiko yang ditanggung
untuk pengeluaran tertentu. Biasanya, mereka menggunakan probabilitas dari balik modal dan target
laba yang diinginkan untuk mengukur resiko suatu proyek. Analisis Cost Volume Profit (CVP) adalah
salah satu alat yang membantu menyelesaikan masalah tersebut. CVP menggunakan konsep hubungan
antara biaya tetap dan variabel dengan tingkat kegiatan perusahaan. Dengan mengetahui selisih dari
total pendapatan dan total biaya variabel dapat diketahui marjin kontribusi. Marjin kontribusi tersebut
digunakan untuk menutupi biaya tetap perusahaan. Selain itu, CVP juga dapat memberikan informasi
tentang berapa jumlah kuantitas produk yang harus dijual untuk dapat mencapai titik balik modal atau
titik target profit dan mengetahui hubungan perilaku setiap biaya untuk menjawab keputusan strategis
yang penting.
Selain biaya tetap dan biaya variabel, terdapat pula beberapa biaya-biaya lain yang juga
penting untuk diperhatikan yaitu mixed costs, step variable costs, incremental costs, sunk costs,
relevant costs, opportunity costs, dan avoidable costs. Mixed costs adalah biaya yang mengandung
biaya tetap dan biaya variabel misalnya, biaya pada telepon (abodemen dan per jangka waktu
pemakaian. Step variable costs adalah biaya variabel yang meningkat secara bertahap sepanjang
kuantitas terus meningkat. Incremental costs adalah biaya yang muncul pada produksi unit
selanjutnya dan sama seperti istilah marginal cost dalam ekonomi. Sunk costs adalah biaya yang telah
terjadi dan tidak dapat ditarik kembali. Relevant costs adalah biaya yang dapat terpengaruh akibat
pengambilan keputusan tertentu. Opportunity costs adalah biaya yang ditanggung perusahaan untuk
suatu peluang tertinggi yang tidak diambil atau dilaksanakan. Avoidable costs adalah biaya yang dapat
dihindari dengan tindakan-tindakan tertentu misalnya, apabila suatu unit bisnis dihapus, maka segala
biaya variabel yang terjadi atas kegiatan unit bisnis tersebut juga hilang.
E. Keputusan outsourcing- membuat atau membeli
Jenis-jenis biaya yang sudah dijelaskan sebelumnya akan sangat sering dijumpai dalam
pengambilan keputusan manajemen diantaranya yaitu, keputusan untuk membuat atau membeli suatu
barang (selisih biaya untuk memperoleh barang tersebut), keputusan untuk mempertahankan atau
melepas lini produk (jumlah marjin kontribusi yang diberikan tiap lini produk), keputusan untuk
menentukan harga minimal suatu pesanan (harga per unit untuk balik modal atau target profit
tertentu), keputusan produksi jangka pendek dengan batasan-batasan sumber daya (komposisi
produksi untuk beberapa produk yang memiliki batasan yang sama). Dalam menentukan proporsi
produksi untuk beberapa lini produk, program linear dapat menjadi alat yang dapat membantu.
Analisis Cost Volume Profit (CVP) adalah sebuah alat untuk membantu para manajer mengerti
akan hubungan antara biaya, volume dan laba dengan fokus pada interaksi antara harga produk,
volume aktivitas, biaya variabel per unit, total biaya tetap, dan produk campuran yang terjual. Analisis
CVP ini merupakan sebuah alat yang vital yang digunakan dalam membuat keputusan-keputusan
bisnis seperti menentukan produk apa yang harus diproduksi atau dijual, kebijakan harga seperti apa
yang harus digunakan, strategi pemasaran seperti apa yang harus dilaksanakan, dan fasilitas yang
produktif seperti apa yang diperlukan.
Di dalam analisis CVP ini, analisis yang paling umum adalah analisis break-even
point (BEP). Break-even point merupakan istilah yang menggambarkan kondisi perusahaan di mana
perusahaan tidak dalam keadaan untung maupun rugi. Analisis BEP ini menjadi penting karena
perusahaan dapat memperkirakan batas minimum produksi agar perusahaan tidak mengalami
kerugian.Analisis BEP dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
Unit sales to attain target profit = (target profit + fixed expenses) / CM per unit
target profit dinyatakan dalam unit yang terjual. Melalui persamaan tersebut, kita dapat mengetahui
jumlah unit yang harus dijual untuk mendapatkan keuntungan yang kita inginkan dengan
menjumlahkan target profit dengan biaya tetap kemudian dibagi dengan contribution margin per unit.
Di mana:
F C=Biaya tetap
Untuk menggunakan rumus di atas untuk menemukan target volume penjualan perusahaan, cukup
tambahkan jumlah laba target per unit ke komponen biaya tetap dari rumus tersebut. Ini
memungkinkan Anda memecahkan volume target berdasarkan asumsi yang digunakan dalam model.
Analisis CVP juga mengelola margin kontribusi produk. Margin kontribusi adalah perbedaan antara
total penjualan dan total biaya variabel. Agar bisnis menguntungkan, margin kontribusi harus
melebihi total biaya tetap. Margin kontribusi juga dapat dihitung per unit. Margin kontribusi unit
hanyalah sisa setelah biaya variabel unit dikurangi dari harga penjualan unit. Rasio margin kontribusi
ditentukan dengan membagi margin kontribusi dengan total penjualan.
Keuntungan dapat ditambahkan ke biaya tetap untuk melakukan analisis CVP pada hasil yang
diinginkan. Misalnya, jika perusahaan sebelumnya menginginkan laba sebesar $50.000, total
pendapatan penjualan yang diperlukan diperoleh dengan membagi $150.000 (jumlah biaya tetap dan
laba yang diinginkan) dengan margin kontribusi 40%. Contoh ini menghasilkan pendapatan
penjualan yang dibutuhkan sebesar $375.000.
FIXED COST
Fixed cost, merupakan biaya atau pengeluaran yang bersifat tetap dan dibayarkan perusahaan
dalam kondisi apapun. Jumlahnya cenderung sama dan tidak terpengaruh penjualan.
1. Tagihan air dan listrik, dikatakan sebagai fixed cost karena akan terus dikeluarkan selama
perusahaan beroperasi. Jumlahnya juga cenderung sebanding dengan ukuran perusahaan dari
waktu ke waktu.
2. Biaya penyusutan, karena dihitung setiap tahun, maka biaya ini masuk dalam jenis fixed cost.
Tapi ada dua hal yang wajib diingat dan dipertimbangkan dalam penghitungannya, yakni jumlah
produksi epr tahun dan metode perhitungan penyusuan yang digunakan.
3. Pajak bumi dan bangunan, PBB akan selalu jadi biaya yang terus dibayarkan selama bisnis Anda
memiliki properti yang digunakan. Tentu bisa saja bertambah, namun nilainya akan sebanding
dengan ukuran properti yang dimiliki seperti kantor atau gudang.
4. Biaya asuransi, mengikuti program asuransi seperti menjadi keharusan untuk perusahaan agar
dapat berkembang dengan jaring pengaman yang jelas. Secara reguler, biaya ini harus dibayarkan
terus dan memiliki besaran yang cenderung tetap setiap bulannya.
5. Biaya sewa gedung, yap, secara umum biaya sewa atau properti akan jadi biaya tetap yang terus
dikeluarkan, dan jumlahnya sama setiap tahun. Apapun yang terjadi biaya sewa atau cicilan harus
dibayarkan, dengan besaran yang serupa setiap waktu.
Jadi seluruh biaya produksi yang dimiliki perusahaan dikurangi jumlah kuantitas produksi dikali
dengan baiay variabel. Nantinya hasil pengurangan tersebut akan menjadi fixed cost yang
dikeluarkan perusahaan atau bisnis Anda dalam periode waktu tersebut.
VARIABLE COST
variable cost, merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang besarannya dinamis. Biaya
ini dipengaruhi oleh dinamika penjualan atau kegiatan operasional, dan jumlahnya berubah-ubah
sesuai dengan kondisi yang dialami perusahaan.
Jelas, secara mendasar keduanya memiliki perbedaan yang besar meskipun termasuk dalam jenis
pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan
1. Biaya bahan baku, jelas, bahan baku yang dibeli akan sebanding dengan yang diperlukan
proses produksi. Semakin besar produksi yang dilakukan, maka semakin besar pula belanja
bahan baku yang terjadi.
2. Upah tenaga kerja langsung, upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja yang melakukan
proses produksi. Upah ini dihitung per unit produk, dan bukan per bulan reguler seperti gaji.
3. Biaya distribusi, yang dimaksud adalah distribusi ke distributor dan bukan konsumen akhir.
Di dalamnya ada biaya bahan bakar, sopir, dan sebagainya, jumlahnya tergantung
pengantaran yang dilakukan.
4. Komisi penjualan, masuk dalam variable cost karena tergantung dengan total penjualan yang
terjadi atau berhasil diraih.
5. Biaya overhead, biaya ini tidak tetap karena tak dimasukkan secara rinci ke laporan
keuangan. Sebabnya, biaya overhead meliputi biaya kurang signifikan untuk
diketahui stakeholder (alat tulis, cetak dokumen, konsumsi harian, pengharum ruangan, dan
barang habis pakai lain).
Cara Hitung Variable Cost
Untuk variable cost sendiri, rumus yang paling umum digunakan adalah sebagai berikut :
Jadi harus diketahui terlebih dahulu jumlah biaya total yang dikeluarkan dan biaya tetapnya, baru
kemudian dibagi dengan jumlah barang yang berhasil diproduksi pada periode waktu tersebut.
Proses ini dilakukan untuk melihat total variable cost yang dikeluarkan perusahaan.
Analisis biaya-volume-laba digunakan untuk menentukan apakah ada pembenaran ekonomi untuk
suatu produk yang akan diproduksi. Margin laba target ditambahkan ke volume penjualan impas,
yaitu jumlah unit yang perlu dijual untuk menutupi biaya yang diperlukan untuk membuat produk
dan mencapai volume penjualan target yang diperlukan untuk menghasilkan laba yang
diinginkan. Pengambil keputusan kemudian dapat membandingkan proyeksi penjualan produk
dengan target volume penjualan untuk melihat apakah produk tersebut layak diproduksi.
Keandalan CVP terletak pada asumsi yang dibuatnya, termasuk bahwa harga jual dan biaya tetap dan
variabel per unit adalah konstan. Biaya ditetapkan dalam tingkat produksi tertentu. Semua unit yang
diproduksi diasumsikan terjual, dan semua biaya tetap harus stabil. Asumsi lainnya adalah semua
perubahan beban terjadi karena adanya perubahan tingkat aktivitas. Pengeluaran semi-variabel harus
dipisahkan antara klasifikasi pengeluaran menggunakan metode tinggi-rendah, sebar plot, atau
regresi statistik.
Marjin kontribusi dapat dinyatakan secara bruto atau per unit. Ini mewakili uang tambahan yang
dihasilkan untuk setiap produk/unit yang terjual setelah dikurangi bagian variabel dari biaya
perusahaan. Pada dasarnya, ini menunjukkan porsi penjualan yang membantu menutupi biaya tetap
perusahaan. Sisa pendapatan yang tersisa setelah menutupi biaya tetap adalah laba yang
dihasilkan. Jadi, agar bisnis menguntungkan, margin kontribusi harus melebihi total biaya tetap.
BAB 5
Activity Based Cost System
Sistem pembebanan biaya merupakan hal yang penting karena mempengaruhi keputusan-keputusan
penting seperti penyuplaian barang, product mix, penetapan harga jual, penerimaan order, dan
hubungan dengan konsumen. Apabila perusahaan ingin mengendalikan biayanya, perusahaan perlu
mengetahui hubungan antara volume dan mix setiap produk yang dibuat. Sistem pembebanan biaya
yang tradisional biasanya hanya melibatkan biaya bahan-bahan baku dan biaya tenaga kerja saja.
Kedua biaya tersebut dijumlahkan kemudian dibebankan kepada setiap produk yang siap dijual.
Namun, perlu diketahui juga bahwa terdapat biaya-biaya tidak langsung yang perlu dipertimbangkan
untuk dibebankan pada produk. Biaya-biaya tersebut bukanlah biaya yang tidak berkontribusi
langsung pada kegiatan produksi, tetapi sangat dibutuhkan agar kegiatan produksi tersebut berjalan,
seperti biaya supervisor, quality controller, pembelian, pemeliharaan, dan utilitas lainnya. Biaya-biaya
tidak langsung ini biasa disebut overhead. Biaya overhead tersebut biasanya dihitung dengan rate
(driver) yang diperkirakan muncul setiap kegiatan tersebut dikerjakan, biasanya rate tersebut
mengikuti jam tenaga kerja atau jam mesin produksi.
Seiring berjalannya waktu, banyak perusahaan yang mengalihkan tenaga dari manusia ke
mesin yang lebih otomatis. Hal tersebut menyebabkan semakin rendahnya biaya tenaga dan semakin
tingginya biaya overhead. Hal ini membuat biaya overhead semakin material dan perlu dicari
perhitungan detilnya sehingga pembebanan biaya lebih akurat dari metode yang tradisional. Selain itu,
perusahaan juga tidak bisa lagi menggunakan driver biaya overhead yang dikaitkan pada kegiatan
operasional seperti jam tenaga kerja dan jam mesin produksi. Jawaban dari masalah ini adalah
penerapan Time-Based Activity Based Costing (ABC). Sistem ABC ini memiliki 2 parameter yang
harus dipenuhi agar dapat diterapkan dengan baik. Parameter yang pertama yaitu rate biaya untuk
setiap jenis sumber daya tidak langsung, sedangkan parameter yang kedua yaitu perkiraan berapa
kapasitas sumber daya tidak langsung yang digunakan untuk memproduksi bermacam-macam produk
atau jasa. Untuk mempermudah pemahaman, maka dibawah ini adalah rumus perhitungan ABC.
Dengan adanya sistem ABC, perusahaan dapat menghindari overcosting produk yang
volumenya tinggi dan undercosting produk yang volumenya rendah. Selain itu, sistem ABC juga
mempermudah perusahaan untuk merombak sistem kerjanya sehingga dapat mengurangi biaya yang
timbul dari aktivitas yang ada. Sistem ABC memang pada dasarnya sangat dibutuhkan bagi
perusahaan manufaktur, tetapi tidak menutup kemungkinan perusahaan jasa dapat menggunakannya
pula. Sebagian besar biaya yang muncul pada perusahaan jasa merupakan biaya tidak langsung dan
bersifat tetap. Meskipun sistem ABC merupakan sistem yang paling akurat untuk membebankan biaya
ke produk, tetapi terdapat beberapa kelemahan yang dimilikinya yaitu kurang jelasnya tujuan
perusahaan, kurangnya komitmen manajer senior, pendelegasian projek kepada konsultan yang tidak
berpengalaman, desain model ABC yang buruk, resisten karyawan untuk berubah, dan anggapan ABC
tersebut sebagai ancaman.
PENJELASAN LEBIH LANJUT…..
I. PENGERTIAN
Activity Based Costing (ABC) adalah suatu prosedur yang menghitung biaya seperti
produk, jasa, dan pelanggan. ABC pertama tama membebankan pada baiaya sumber daya ke
aktivitas yang dibentuk oleh organisasi. Kemudian biaya aktivitas di bebankan ke produk,
pelanggan, dan jasa yang berguna untuk menciptakan permintaan aktivitas.
1. Objek biaya merupakan sesuatu atau aktivitas dimana biaya diakumulasikan.
3. Cost Driver merupakan faktor-foaktor yang mempunyai efek terhadap perubahan level biaya
total untuk suatu objek biaya.
Tujuan ABC digunakan untuk meningkatkan akurasi analisis biaya dengan memperbaiki
cara penelusuran baiaya ke objek biaya.ABC menggunakan analisis aktivitas untuk
meningkatkan pengendalian operasional dan pengendalian manajemen.
2. Pembebanan biaya dan alokasi biaya : biaya langsung dan tidak langsung.
Pembebanab biaya merupakan proses pembebanan biaya ke dalam cost pool atau dari cost
pool ke cost objects. Biaya langsung dapat ditelusuri secara langsung ke cost atau cost
object secara mudah dan dapat dihubungkan secara ekonomi. Biaya tidak langsung tidak
adapat ditelusuri secara mudah, sulit dihubungkan secara ekonomi dar biaya atau cost pool ke
cost pool atau objek biaya.
1. Cost Driver, Cost Pool, dan Cost Objects
Biaya terjadi jika sumber daya digunakan untuk tujuan tertentu. Kadang-kadang biaya
dikumpulkan ke dalam kelompok tertentu, yang disebut dengan Cost Pool. Pengelompokan
biaya bisa berdasarkan jenis biaya ( biaya tenaga kerja langsung atau bahan dalam satu
pool ), berdasarkan sumber ( depertemen 1 atau departemen 2 ), atau berdasarkan
pertanggungjawaban ( manajer 1, manajer 2, dan seterusnya ).
Cost Object atau objek biaya adalah produk, jasa atau unit organisasi dimana biaya
dibebankan unuk beberapat tujuan manajemen. Konsep cost object merupakan konsep yang
luas. Konsep tersebut tidak hanya meliputi produk, jasa, dan departemen, tetapi juga
kelompok produk, jasa, departemen, pelanggan, supplier provider, jasa telepon, dan lain-lain.
Sumber daya merupakan unsur ekonomis yang dibebankan atau digunakan dalam
pelaksanaan aktivasi. Gaji dan bahan merupakan contoh sumber daya yang digunakan untuk
melakukan aktivitas. Elemen biaya merupakan jumlah yang dibayarkan untuk sumber daya
yang dikonsumsi oleh aktivitas dan terkandung di dalam cost pool.
Driver sumber ( resource driver ) merupakan ukuran kuantitas sumber daya yang
dikonsumsi oleh aktivitas.
Driver aktifitas ( activity driver ) adalah ukuran frekuensi intensitas permintaan terhadap
suatu aktivitas terhadap objek biaya. Jadi ABC adalah suatu pendekatan biaya produksi yang
membebankan biaya ke produk atau jasa berdasarkan konsumsi sumber daya yang
disebabkan karena aktivitas.
Cost driver digunakan untuk menghitung biaya sumber dari setiap unit aktivitas. Kemudian
aktivitas dengan kuantitas setiap aktivitas yang dikonsumsikan pada priode tertentu.
1. Cost is caused. Biaya ada penyebabnya dan penyebab biaya adalah aktivitas. Dengan
demikian, pemahaman yang mendalam tentang aktivitas yang menjadi penyebab
timbulnya biaya akan menempatkan personal perusahaan pada posisi yang dapat
mempengaruhi biaya. ABC System berangkat dari keyakinan dasar bahwa sumber
daya menyediakan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas, bukan sekedar
menyebabkan timbulnya biaya harus dialokasikan.
2. The causes of cost can be managed. Penyebab terjadi biaya (yaitu aktivitas) dapat
dikelola. Melalui pengelolaan terhadap aktivitas yang menjadi penyebab terjadinya
biaya, personel perusahaan dapat mempengaruhi biaya. Pengelolaan terhadap aktivitas
memerlukan berbagai informasi tentang aktivitas.
Sistem akuntansi biaya tradisional membebankan biaya overhead pabrik melalui dua tahap
pembebanan yaitu pembebanan biaya overhead seperti sistem akuntansi biaya tradisional.
Perbedaan antara kedua metode tersebut terletak pada dasar pembebanan (cost driver) yang
digunakan. Sistem akuntansi biaya tradisional hanya menggunakan satu dasar pembebanan
(cost driver) yaitu unit produksi, sedangkan ABC System menggunakan lebih dari satu cost
driver sehingga informasi yang dihasilkan juga lebih akurat dan teliti. Tahap-tahap
pembebanan biaya overhead pabrik pada ABC System adalah :
Tahap 1
Tahap II
Konsep ABC System, bahwa biaya produk ditimbulkan oleh aktivitas, baik aktivitas yang
berkaitan dengan volume produk maupun aktivitas yang tidak berkaitan dengan volume
produk. BOP merupakan biaya yang akan diatribusikan kepada produk berdasarkan pemicu
biaya (cost drivers), bukan berdasarkan volume produk.
Aktivitas merupakan tindakan yang berulang-ulang untuk memenuhi fungsi bisnis. Setiap
aktivitas dapat ditentukan sebagai value added atau non value added. Kaplan (1991),
menyatakan bahwa, sistem manajemen biaya mempunyai dua sisi pengukuran kinerja, yaitu
finansial dan non finansial. Pengukuran kinerja yang bersifat finansial digunakan untuk
pengukuran kinerja periodik dan untuk penentuan biaya produk yang akurat. Sedangkan
pengukuran kinerja non finansial dapat digunakan untuk mengembangkan dan memperbaiki
secara terus menerus proses produksi dengan mengurangi non value added time. Continuous
improvement ini mengacu pada falsafah pengolahan bernilai tambah (value added
manufacturing), yang mengacu pada kegiatan manufaktur yang terbaik dan sederhana,
sehingga sistem manufaktur menjadi lebih efisien.
Dalam value added manufaturing, pemborosan diartikan secara luas, yaitu setiap kegiatan
dalam pengolahan yang tidak menghasilkan nilai tambah, seperti inspection time, waiting
time dan moving time. Dengan demikian apabila tidak terdapat pemborosan maka nilai
masing-masing inspection time, waiting time dan moving time sama dengan nol. Non value
added dapat disebabkan oleh faktor yang bersifat sistemik, fisik dan manusiawi, misalnya
mesin mempunyai sistem yang mengharuskan setiap proses produksi harus dalam batch yang
besar, tenaga kerja yang kurang terampil mengakibatkan meningkatnya biaya tenaga kerja.
Membebankan biaya sumber daya perusahaan, yang disebut biaya overhead pabrik ke
cost pool kemudian ke objek biaya berdasarkan bagaimana suatu objek biaya menggunakan
sumber daya tersebut.
Aktivitas berlevel unit (unit-level activities) adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali satu
unit produk diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah unit produk
yang diproduksi. Sebagai contoh tenaga langsung, jam mesin, dan jam listrik (energi)
digunakan setiap saat satu unit produk dihasilkan.
Aktivitas-aktivitas berlevel batch adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali suatu batch
produk diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah batch produk yang
diproduksi. Contoh aktivitas yang termasuk dalam kelompok ini adalah aktivitas setup,
aktivitas penjadwalan produksi, aktivitas pengelolaan bahan (gerakan bahan dan order
pembelian), aktivitas inspeksi.
Cost pool berguna untuk menentukan cost pool rate yang merupakan tarif biaya overhead
pabrik per unit cost driver yang dihitung untuk setiap kelompok aktivitas. Tarif kelompok
dihitung dengan rumus total biaya overhead untuk kelompok aktivitas tertentu dibagi dasar
pengukuran aktivitas kelompok tersebut.
Cost driver atau pemicu biaya digunakan untuk membebankan biaya aktivitas kepada output
yang secara struktural berbeda dengan yang digunakan dalam sistem biaya konvensional.
Atau faktor-faktor penyebab yang menjelaskan konsumsi overhead. Cost driver merupakan
dasar yang digunakan untuk membebankan biaya yang terkumpul pada cost pool kepada
produk.
Identifikasi cost driver adalah komponen yang penting dalam pengendalian biaya tak bernilai
tambah. Jika kinerja individual dipengaruhi oleh kemampuannya untuk mengendalikan biaya
tak bernilai tambah, maka pemilihan cost driver dan bagaimana cost driver tersebut
digunakan dapat mempengaruhi perilaku para individu. Jika cost driver biaya untuk biaya n
produk diproduksi dan dijual. Contoh aktivitas yang termasuk dalam kelompok ini adalah
aktivitas penelitian dan pengembangan produk, perekayasaan proses, spesifikasi produk,
perubahan perekayasaan, dan peningkatan produk.
Aktivitas berlevel fasilitas adalah meliputi aktivitas untuk menopang proses pemanufakturan
secara umum yang diperlukan untuk menyediakan fasilitas atau kapasitas pabrik untuk
memproduksi produk namun banyak sedikitnya aktivitas ini tidak berhubungan dengan
volume atau bauran produk yang diproduksi. Contoh aktivitas ini mencakup misalnya :
manajemen pabrik, pemeliharaan bangunan, keamanan, pertamanan, penerangan pabrik,
kebersihan, pajak bumi dan bangunan (PBB), serta depresiasi pabrik
V. MANFAAT ABC
1. Menyajikan biaya produk lebih akurat dan informatif, yang mengarahkan pengukuran
protabilitas produk lebih akurat terhadap keputusan strategik, tentang harga jual, lini
produk, pasar, da pengeluaran modal.
2. Pengukuran yang lebih akurat tentang biaya yang dipicu oleh aktivitas, sehingga
membantu manajemen meningkatkan nilai produk (product value).
3. Memdahkan memberikan infirmasi tentang biaya relevan untuk mengambil
keputusan.
VI. KELEMAHAN ABC
Hal-hal yang tidak diberitahukan oleh sistem akuntansi biaya tradisional kepada manajemen
banyak sekali. Akuntansi biaya tradisional memberi sedikit ide kepada manajemen pada saat
harus mengurangi pengeluaran pada waktu yang mendesak. Sistem tersebut hanya
memberikan laporan manajemen dengan menunjukkan dimana biaya dikeluarkan dan tidak
ada indikasi apa-apa yang menimbulkan biaya.
Sistem biaya tradisional memang memperhatikan biaya total perusahaan, akan tetapi mereka
mengabaikan “below the line expenses”, seperti penjualan, distribusi, riset, dan
pengembangan serta biaya administrasi. Biaya-biaya ini tidak dibebankan ke pasar,
pelanggan, saluran distribusi, atau bahkan produk yang berbeda. Banyak manajer yang
percaya bahwa biaya-biaya ini adalah tetap. Oleh sebab itu, biaya-biaya “below the line” ini
diperlakukan secara sama dengan mendistribusikannya kepada pelanggan. Padahal, sekarang
ini beberapa pelanggan jauh lebih mahal untuk dilayani dibandingkan dengan yang lain dan
sebenarnya beberapa biaya tersebut adalah biaya variabel. (Amin, 1992: 22).
Dengan berkembangnya dunia teknologi, sistem biaya tradisional mulai dirasakan tidak
mampu menghasilkan produk yang akurat lagi. Hal ini disebabkan karena lingkungan global
menimbulkan banyak pertanyaan yang tidak dapat dijawab sistem akuntansi biaya tradisional,
antara lain:
1. Sistem akuntansi biaya tradisional terlalu menekankan pada tujuan penentuan harga pokok
produk yang dijual. Akibatnya sistem ini hanya menyediakan informasi yang relatif sangat
sedikit untuk mencapai keunggulan dalam persaingan global.
2. Sistem akuntansi biaya tradisional untuk biaya overhead terlalu memusatkan pada distribusi
dan alokasi biaya overhead daripada berusaha keras untuk mengurangi pemborosan dengan
menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah.
3. Sistem akuntansi biaya tradisional tidak mencerminkan sebab akibat biaya karena seringkali
beranggapan bahwa biaya ditimbulkan oleh faktor tunggal misalnya volume produk atau jam
kerja langsung.
4. Sistem akuntansi biaya tradisional menghasilkan informasi biaya yang terdistorsi sehingga
mengakibatkan pembuatan keputusan yang menimbulkan konflik dengan keunggulan
perusahaan.
5. Sistem akuntansi biaya tradisional menggolongkan biaya langsung dan tidak langsung serta
biaya tetap dan variabel hanya mendasarkan faktor penyebab tunggal misalnya volume
produk, padahal dalam lingkungan teknologi maju cara penggolongan tersebut menjadi
kabur karena biaya dipengaruhi oleh berbagai macam aktivitas.
6. Sistem akuntansi biaya tradisional menggolongkan suatu perusahaan kedalam pusat-pusat
pertanggung jawaban yang kaku dan terlalu menekankan kinerja jangka pendek.
7. Sistem akuntansi biaya tradisional memusatkan perhatian kepada perhitungan selisih biaya
pusat-pusat pertanggungjawaban tertantu dengan menggunakan standar.
8. Sistem akuntansi biaya tradisional tidak banyak memerlukan alat-alat dan teknik-teknik yang
canggih dalam sistem informasi dibandingkan pada lingkungan teknologi maju.
9. Sistem akuntansi biaya tradisional kurang menekankan pentingnya daur hidup produk. Hal
ini dibuktikan dengan perlakuan akuntansi biaya tradisional terhadap biaya aktivitas-aktivitas
perekayasaan, penelitian dan pengembangan. Biaya-biaya tersebut diperlakukan sebagai
biaya periode sehingga menyebabkan terjadinya distorsi harga pokok daur hidup produk.