AKUNTANSI MANAJEMEN II
OLEH :
KELOMPOK 3
FERDI ORANRA
POPI ANDITA
RINO FERNANDO
Analisis Biaya Volume Laba/BVL (cost volume profit analysis/CVP) merupakan suatu alat
yang sangat berguna untuk perencanaan dan pengambilan keputusan. Hal ini dikarenakan CVP
menekankan keterkaitan antara biaya, kuantitas yang terjual, dan harga, semua informasi
keuangan perusahaan terkandung di dalamnya. Analisis CVP berfokus kepada lima hal, yaitu:
a. harga produk (prices of products),
b. volume produksi,
c. biaya variable per unit,
d. total biaya tetap (biaya yang sifatnya tetap tidak terpengaruh oleh fluktuasi kuantitas
produksi), dan
e. mix of product sold (bauran produk dalam penjualan).
Karena perannya yang sangat besar, cost volume profit analysis dapat menjadi alat yang
sangat bermanfaat bagi manajemen untuk mengidentifikasi ruang lingkup permasalahan ekonomi
perusahaan serta membantu mencari solusi atas permasalahannya.
Analisis CVP dapat membantu manajemen untuk mengetahui beberapa hal penting, antara
lain:
a. Berapa jumlah unit yang harus dijual untuk mencapai titik impas
b. Dampak pengurangan Biaya Tetap (Fixed Cost) terhadap titik impas
c. Dampak kenaikan harga terhadap laba
d. Berapa volume penjualan dan bauran produk yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat laba
yang
diharapkan dengan sumber daya yang dimiliki
e. Tingkat sensitivitas harga atau biaya terhadap laba.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas bagaimana hubungan analisis cost volume
profit analysis, titik impas dalam unit maupun dolar, analisis multiproduk, dan penyajian grafis
hubungan cost volume profit analysis agar manajer dapat dengan bijak mengambil keputusan
yang
pasti dan tidak mengandung resiko yang dapat merugikan perusahaan.
Dalam melihat hubungan diantara kelima elemen tersebut terdapat beberapa asumsi yang
harus
digunakan didalam hubungan diantara besarnya biaya dan volume serta laba yang akan
diperoleh,
yaitu :
1. Harga jual produk yang konstan dalam cakupan yang relevan. Hal ini berarti harga jual setiap
unit produk tidak berubah walaupun terjadi perubahan volume penjualan. 2. Biaya bersifat linear
dalam rentang cakupan yang relevan dan dapat dibagi secara akurat ke
dalam elemen biaya tetap dan biaya variabel. Jumlah biaya variabel per unit konstan dan jumlah
biaya tetap total juga harus konstan.
3. Dalam perusahaan mulitiproduk, bauran penjualannya tidak berubah.
4. Jumlah unit yang diproduksi sama dengan jumlah unit yang dijual. Berarti, jumlah persediaan
tidak berubah.
Dalam referensi lain, asumsi dasar analisis cost volume profit disederhanakan menjadi (a)
semua biaya diklasifikasikan sebagai biaya variabel dan tetap, (b) fungsi jumlah biaya adalah
linier
dalam kisaran relevan, (c) fungsi jumlah pendapatan adalah linier dalam kisaran relevan dan
harga
jual dianggap konstan, (d) hanya terdapat satu pemicu biaya yaitu volume unit produk/rupiah
penjualan, dan (e) tidak ada persediaan. Dengan pengertian dan asumsi seperti diatas maka jika
salah satu elemen saja berubah maka hasil analisis cost volume profit pasti akan menghasilkan
kesimpulan yang berbada dan dapat menghasilkan keputusan yang berbeda juga. Meskipun
tujuan
utama dari analisis ini adalah untuk melihat hubungan diantara elemen-elemen tersebut dan
pengaruhnya satu dengan yang lainnya.
Terkait asumsi dasar biaya diklasifikasikan sebagai biaya variabel dan tetap, manajemen harus
teliti dalam memasukkan semua biaya variable yang relevan yaitu tidak hanya biaya produksi
saja
tapi juga biaya penjualan dan biaya distribusi. Ketelitian ini diperlukan untuk mengukur biaya
variabel per unit. Selain itu, (pada analisis jangka pendek) biaya tetap yang relevan dapat
diartikan
sebagai biaya tetap yang diperkirakan berubah sehubungan dengan peluncuran produk baru. Pada
saat biaya variabel dan biaya tetap dijumlahkan menjadi biaya total, dapat diasumsikan dengan
analisis cost volume profit bahwa pendapatan dan total biaya adalah linear pada rentang aktivitas
yang relevan. Meskipun perilaku biaya sebenarnya tidak relevan dengan rentang output yang
terbatas, total biaya diharapkan meningkat mendekati tingkat yang linear.
Karena peran yang sangat vital, analisis cost volume profit ini dapat diterapkan dalam banyak
hal seperti menentukan harga jual produk atau jasa, memperkenalkan produk atau jasa baru,
mengganti peralatan, memutuskan apakah produk atau jasa yang ada seharusnya dibuat di dalam
perusahaan atau dibeli dari luar perusahaan, dan melakukan analisis apa yang akan dilakukan,
jika sesuatu dipilih oleh manajemen.
Hal ini menunjukan bahwasanya Whittier Company mempunyai harga adalah $400 per unit,
dan biaya variabel per unit adalah $325 ($325.000/1000 unit). Biaya tetap adalah $45.000. Maka
pada titik impas, persamaan laba operasi adalah sebagai berikut:
0 = ($400 x Unit) – ($325 x Unit) - $45.000
0 = ($75 x Unit) - $45.000
$75 x Unit = $45.000
Unit = 600
Dengan demikian, Whittier Company harus menjual 600 pemotong rumput untuk menutupi
semua beban tetap dan variabel. Suatu cara yang baik untuk memeriksa jawaban ini adalah
dengan
memformulasikan suatu laporan laba rugi berdasarkan 600 unit yang terjual.
Penjualan (600 unit@ $400) $240.000
Dikurangi: beban variabel 195.000
Margin kontribusi $ 45.000
Dikurangi: Beban tetap 45.000
Laba operasi $ 0
Artinya Whittier harus menjual 1400 mesin pemotong rumput untuk menghasilkan laba operasi
sebesar $60.000. Laporan laba rugi berikut membuktikan hasil ini:
Penjualan (1400 unit@$400) $560.000
Dikurangi: Bebabn Variabel 455.000
Margin kontribusi $105.000
Dikurangi: Beban tetap 45.000
Laba operasi $ 60.000
Cara lain untuk memeriksa jumlah unit ini adalah dengan menggunakan titik impas. Seperti
yang baru saja ditunjukkan, Whittier harus menjual 1.400 mesin pemotong rumput, atau 800
lebih
banyak dari volume impas 600 unit, untuk menghasilkan laba sebesar $60.000. Margin
kontribusi
per mesin pemotong rumput adalah $75. Perkalian antara $75 dengan 800 unit mesin pemotong
rumput diatas impas akan menghasilkan laba sebesar $60.000 ($75 x 800). Hasil ini
menunjukkan
bahwa margin kontribusi per unit untuk setiap unit diatas impas adalah sama persis dengan laba
per unit. Karena titik impas telah dihitung, maka jumlah mesin pemotong rumput yang akan
dijual
untuk menghasilkan laba operasi $60.000 dapat dihitung dengan membagi margin kontribusi per
unit ke dalam target laba dan menambahkan hasilnya dengan volume impas.
Secara umum, dengan mengasumsikan biaya tetap tidak berubah, dampak terhadap laba
perusahaan yang dihasilkan dari perubahan jumlah unit yang terjual dapat dinilai dengan
mengalikan margin kontribusi per unit dengan perubahan unit yang terjual. Sebagai contoh, jika
1.500 mesin pemotong rumput, bukan 1.400 yang terjual, maka berapa jumlah laba yang akan
diperoleh? Perubahan dalam unit yang terjual adalah suatu kenaikan sebanyak 100 mesin
pemotong rumput, dan margin kontribusi per unit adalah $75. Dengan demikian, laba akan
meningkat sebesar $7.500 ($75 x 100).
Dalam pendekatan target laba sebagai suatu persentase dari pendapatan penjualan (after taxes),
anggaplah bahwa Whittier Company ingin mengetahui jumlah mesin pemotong rumput yang
harus
dijual untuk menghasilkan laba yang sama dengan 15 persen dari pendapatan penjualan.
Pendapatan penjualan adalah harga dikalikan dengan kuantitas. Dengan menggunakan laporan
laba rugi (yang lebih sederhana dalam kasus ini), maka diperoleh:
0,15 ($400) (Unit) = ($400 x Unit) – ($325 x Unit) - $45.000
$60 x Unit = ($400 x Unit) – ($325 x Unit) - $45.000
$60 x Unit = ($75 x Unit) - $45.000
$15 x Unit = $45.000
Unit = 3.000
Apakah volume sebanyak 3.000 mesin pemotong rumput menghasilkan laba yang sama
dengan 15 persen dari pendapatan penjualan? Untuk 3000 mesin pemotong rumput, total
pendapatan adalah $1,2 juta ($400 x 3.000). Disini laba dapat dihitung tanpa harus menyusun
laporan laba rugi yang formal. Ingat, bahwa diatas impas margin kontribusi per unit adalah laba
per unit. Volume impas adalah 600 mesin pemotong rumput. Jika 3.000 mesin pemotong rumput
terjual, maka ada 2.400 (3.000 – 600) mesin pemotong rumput diatas titik impas yang telah
terjual.
Jadi, laba sebelum pajak adalah $180.000 ($75 x 2400), yang merupakan 15 persen dari
penjualan
($180.000/$1.200.000).
Target Laba Setelah Pajak Pada saat menghitung titik impas, pajak penghasilan tidak berperan.
Ini disebabkan karena pajak yang dibayar atas laba nol adalah nol. Namun, ketika perusahaan
ingin
mengetahui berapa unit yang harus dijual untuk menghasilkan laba bersih tertentu, maka
diperlukan beberapa pertimbangan tambahan. Ingat kembali, bahwa laba bersih adalah laba
operasi
setelah pajak penghasilan dan bahwa angka target laba dinyatakan dalam kerangka sebelum
pajak.
Dengan demikian, ketika target laba dinyatakan sebagai laba bersih, harus menambahkan
kembali
pajak penghasilan untuk memperoleh laba operasi.
Umumnya, pajak dihitung sebagai persentase dari laba. Laba setelah pajak dihitung dengan
mengurangkan pajak dari laba operasi (atau laba sebelum pajak).
Misalkan Whittier Company ingin memperoleh laba bersih sebesar $48.750 dan tarif pajaknya
adalah 35 persen. Untuk mengonversi target laba setelah pajak menjadi target laba sebelum
pajak,
selesaikanlah langkah-langkah berikut:
Dengan kata lain, jika tarif pajak adalah 35 persen, maka Whittier Company harus
menghasilkan $75.000 sebelum pajak penghasilan untuk memperoleh $48.750 setelah pajak
penghasilan. Dengan pengonversian ini, maka dapat dihitung jumlah unit yang harus dijual:
Unit = ($45.000 + $75.000)/$75
Unit = $120.000/$75
Unit = 1.600
Sekarang buktikan lah dengan laporan laba rugi berdasarkan penjualan sebanyak 1.600 mesin
pemotong rumput.
Penjualan (1.600 @$400) $640.000
Dikurangi: Beban Variabel 520.000
Margin kontribusi $120.000
Dikurangi: Beban tetap 45.000
Laba operasi $ 75.000
Dikurangi: Pajak penghasilan (tarif pajak 35%) 26.250
Laba bersih $ 48.750
Jadi Whittier harus menghasilan penjualan sejumlah 240.000 untuk mencapai impas. Dengan
pendekatan rumus unit impas yang dikembangkan, dapat diperoleh nilai penjualan impas dengan
rumus:
Unit Impas = Biaya tetap/(Harga-Biaya Variabel per Unit)
Jika sisi kiri dan sisi kanan kita kalikan dengan harga, maka sisi kiri Unit Impas x Harga adalah
merupakan pendapatan penjualan pada saat impas
Dalam Kasus Whittier, besarnya penjualan yang harus dihasilkan pada titik impas dapat
dihitung sebagai berikut:
Whittier harus menghasilkan pendapatan $560.000 untuk mencapai target laba sebesar
$60.000. Karena impas adalah $240.000) diatas impas harus dihasilkan. Perhatikan bahwa
perkalian antara rasio margin kontribusi dengan pendapatan di atas impas menghasilkan laba
sebesar $60.000 (0,1875 x $320.000). Diatas impas, rasio margin kontribusi merupakan rasio
laba;
karena itu, rasio tersebut menggambarkan bagian dari setiap dolar penjualan yang dapat
diperuntukkan bagi laba. Dalam contoh ini, setiap dolar penjualan yang diterima di atas impas
akan meningkatkan laba sebesar $0,1875.
Secara umum dengan asumsi biaya tetap tidak berubah, rasio margin kontribusi dapat
digunakan untuk mengetahui dampak terhadap laba atas perubahan pendapatan penjualan. Untuk
memperoleh total perubahan dalam laba yang diakibatkan oleh perubahan pendapatan, kalikan
rasio margin kontribusi dengan perubahan dalam penjualan. Sebagai contoh, jika pendapatan
penjualan adalah $540.000, bukan $560.000, bagaimana pengaruhnya terhadap laba yang
diharapkan? Penurunan pendapatan penjualan sebesar $20.000 akan mengakibatkan penurunan
laba sebesar $3750 (0,1875 x $20.000).
Mesin Manual
Mesin
Otomatis Total
Penjualan 480.000
640.000
1.120.000
Dikurangi: beban Variabel 390.000
480.000
870.000
Margin Kontribusi 90.000
160.000
250.000
Dikurangi: Beban tetap Langsung 30.000
40.000
70.000
Margin Produk 60.000
120.000
180.000
Dikurangi: Beban tetap Umum
26.250
Laba Operasi
153.750
1. Titik Impas Dalam Unit
Pengalokasian biaya tetap umum ke setiap lini produk sebelum menghitung titik impas dapat
mengatasi kesulitan ini. Permasalahan dalam pendekatan ini adalah alokasi biaya tetap umum
bersifat acak. Jadi, tidak ada volume impas yang tampak secara langsung.
Dalam contoh Whittier di atas, jika dihiting unit impas individu dari mesin maual dan mesin
otomatis, diperoleh hasil:
Unit impas mesin manual = Biaya Tetap/(Harga-Biaya Variabel per unit)
= $30.000/$75
= 400 unit
Unit Impas mesin otomatis = $40.000/$200
= 200 unit
Jadi 400 unit mesin manual dan 200 unit mesin otomatis harus dijual untuk mencapai margin
produk impas, namun margin produk impas hanya menutup biaya tetap langsung, biaya tetap
umum masih belum tertutup. Padahal biaya tetap umum harus diperhatikan untuk mencari titik
impas bagi penjualan secara keseluruhan.
Pengalokasian biaya tetap umum ke setiap lini produk sebelum menghitung titik impas dapat
mengatasi kesulitan ini, namun permasalahan dalam pendekatan ini adalah alokasi biaya tetap
umum yang bersifat acak, jadi tidak ada volume impas yang tampak secara langsung.
Kemungkinan pemecahan lainnya adalah dengan mengkonversikan masalah multiproduk
menjadi masalah produk tunggal. Jika hal ini dapat dilakukan, maka seluruh metodologi CVP
produk tunggal dapat diterapkan secara langsung. Kunci dari konversi ini adalah dengan
mengidentifikasi bauran penjualan yang diharapkan dalam unit dari produk-produk yang
dipasarkan. Bauran penjualan (sales mix) adalah kombinasi relative dari berbagai produk yang
dijual perusahaan.
Penentuan bauran penjualan, bauran penjualan dapat diukur dalam unit yang terjual atau
bagian dari pendapatan.
Contohnya; Jika Whittier berencana menjual 1.200 mesin pemotong rumput manual dan 800
pemotong rumput otomatis, maka bauran penjualan dalam unit adalah 1.200 : 800, atau 3 : 2.
Bauran penjualan juga dapat dinyatakan dalam persentase dari total pendapatan yang
dikontribusikan oleh setiap produk. Pada kasus Whittier, pendapatan mesin pemotong rumput
manual adalah $480.000 ($400 x 1.200). dan pendapatan mesin pemotong rumput otomatis
adalah
$640.000 ($800 x 800).
Pendapatan Mesin pemotong rumput manual = 480.000/(480.000+640.000)
= 42,86% dari penjualan
Pendapatan mesin pemotong rumut otomatis = 640.000/(480.000+640.000)
= 57,14% dari penjualan.
Jadi bauran penjualan dalam unit adalah sebesar 3 : 2 atau 60% : 40% yang berarti bahwa
Whittier berharap dapat menjual 3 mesin pemotong rumput manual atas setiap penjualan 2 mesin
pemotong rumput otomatis. Sedangkan bauran penjualan dalam pendapatan adalah sebesar
42,86% : 57,14% untuk mesin manual dan mesin otomatis. Perbedaan perbandingan iini
diakibatkan karena bauran penjualan dalam pendapatan menggunakan bauran penjualan dalam
unit dan memberikan bobot menurut harganya masing-masing. Untuk analisis CVP, kita harus
menggunakan bauran penjualan yang dinyatakan dalam unit.
Bauran penjualan dan analisis CVP, penentuan bauran penjualan terutama memungkinkan
kita untuk mengonversi masalah multiprodduk kedalam format CVP produk tunggal. Karena
Whittier berharap dapat menjual 3 mesin pemotong rumput manual atas setiap penjualan 2 mesin
pemotong rumput otomatis, Whittier bisa mengidentifikasikan produk tunggal yang dijualnya
sebagai suatu paket yang berisi tiga mesin pemotong rumput manual dan dua mesin pemotong
rumput otomatis.
Dengan menetapkan produk tersebut dalam suatu paket, maslah multiproduk dikonversi
menjadi masalah produk tunggal. Untuk lebih jelasnya lihat perhitungan berikut:
Produk (a)
Harga
Variabel Per
Unit (b)
Biaya
Kontribusi
Per Unit (c)
Margin
Penjualan
(d)
Bauran
Kontribusi
per unit
paket (e)
Margin
(f) =d x
e
Manual
400
325
75
3
225
Otomatis
800
600
200
400
Total Paket
625
Berdasar margin kontribusi per paket di atas, persamaan dasar impas dapat digunakan untuk
menentukan jumlah paket yang harus dijual Whittier pada titik impas.
Paket Impas = Total Biaya Tetap/Margin Kontribusi Per Paket
= (70.000+26.250)/625
= 154 paket
Total
Penjualan 1.120.000
Dikurangi: beban Variabel 870.000
Margin Kontribusi 250.000
Dikurangi: Total Beban tetap 96.250
Laba Operasi 153.750
Dari data di atas diperoleh rasio margin kontribusi adalah sebesar 250.000/1.120.000 = 0,2232.
Maka besar penjualan impas yaitu:
Penjualan impas = Biaya tetap/rasio margin kontribusi
= $96.250/0,2232
= $431.228
Hasil perhitungan ini akan sama dengan hasil perhitungan titik impas dalam unit. Jumlah paket
yang harus dijual pada saat impas adalah 154 sedangkan harga jual per paket adalah 2.800 (3 x
400 + 2 x 800), sehingga total penjualannya yaitu sebesar 154 x 2800 = 431.200, terdapat sedikit
perbedaan karena pembulatan dalam menghitung rasio margin kontribusi.
F. Representasi Grafis Dari Hubungan CVP
Perseroan wajib menjelaskan antara lain kebijakan akuntansi untuk:
Untuk memahami hubungan CVP lebih mendalam, dapat dilakukan melalui penggambaran
secara
visual. Penyajian secara grafis dapat membantu para manajer melihat perbedaan antara biaya
variable dan pendapatan. Hal itu juga dapat membantu mereka memahami dampak kenaikan atau
penurunan penjualan terhadap titik impas dengan cepat. Dua grafik dasar yang penting, grafik
laba
volume dan grafik biaya volume laba, yang akan dijelaskan sebagai berikut :
Grafik Laba Volume
Grafik laba volume (profit volume grafh) menggambarkan hubungan antara laba dan volume
penjualan secara visual. Grafik laba volume merupakan grafik dari persamaan laba operasi [laba
operasi = (harga x unit) – (biaya variable per unit x unit) – biaya tetap]. Dalam grafik ini, laba
operasi merupakan variable terikat dan unit merupakan variable bebas. Nilai variable bebas
biasanya diukur pada sumbu horizontal dan nilai variable terikat pada sumbu vertical.
(Contoh Grafik Laba Volume)
Grafik Biaya Volume Laba
Grafik biaya volume laba (cost volume profit graph) menggambarkan hubungan antara biaya,
volume dan laba. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih terperinci, perlu dibuat grafik dengan
dua garis terpisah : garis total pendapatan dan garis total biaya. Tiap – tiap garis ini mempunyai
dua persamaan berikut :
pengamannya
yaitu
sebesar
(350.000-200.000)/200.000=
75%.
Margin pengamandapat dipandang sebagai ukuran kasar dari risiko. Pada kenyataannya
peristiwa yang tidak diketahui selalu muncul ketika rencana disusun. Hal itu dapat menurunkan
penjualan di bawah jumlah yang diharapkan. Apabila margin pengaman perusahaan adalah besar
atas penjualan tertentu yang diharapkan tahun depan, maka risikomenderita kerugian jika
penjualan menurun lebih kecil daripada margin pengamannya kecil. Manager yang menghadapi
margin pengaman yang rendah mungkin ingin mempertimbangkan berbagai tindakan untuk
meningkatkan penjualan atau mengurangi biaya. Langkah-langkah
Pengungkit Operasi, dalam ilmu fisika, alat pengungkit adalah mesin sederhana yang
digunakan untuk melipatgandakan kekuatan. Pada dasarnya, pengungkit tersebut
melipatgandakan
kekuatan tenaga yang dikeluarkan untuk menghasilkan lebih banyak pekerjaan. Semakin besar
beban yang digerakkan oleh sejumlah tertentu tenaga, semakin besar keunggulan mekanis dari
alat
tersebut. Dalam bidang keuangan pengungkit operasi berkaitan dengan bauran relative dari biaya
tetap dan biaya variable dalam suatu organisasi. Pertukaran antara biaya tetap dengan biaya
variable adalah suatu hal yang mungkin dilakukan.
Tingkat pengungkit operasi (degree of operating leverage – DOL) untuk tingkat penjualan
tertentu dapat diukur dengan menggunakan rasio margin kontribusi terhadap laba.
Tingkat pengungkit operasi = Margin kontribusi/laba
Analisis Sensitivitas dan CVP
Meluasnya penggunaan computer dan spreadsheet telah memudahkan para manajer
melakukan analisis sensitivitas. Sebagai sebuah alat penting, analisis sensitivitas (sensitivity
analysis) adalah teknik “bagaimana-jika” yang menguji dampak dari perubahan asumsi –asumsi
yang mendasarinya terhadap suatu jawaban.
H. Analisis CVP Dan Perhitungan Biaya Berdasarkan Aktivitas
Analisis CVP konvensional mengasumsikan semua biaya perusahaan dapat dikelompokkan
dalam dua kategori : biaya variabel dan biaya tetap. Pada sistem perhitungan biaya berdasarkan
aktivitas, biaya dibagi dalam kategori berdasarkan unit dan non-unit.
Perbandingan antara titik impas ABC dengan titik impas konvensional mengungkapkan dua
perbedaan yang signifikan. Pertama, biaya tetapnya berbeda. Beberapa biaya yang sebelumnya
diidentifikasi sebagai biaya tetap dapat berbeda dengan penggerak. Kedua, pembilang pada
persamaan impas ABC memiliki dua istilah biaya variabel non-unit : satu untuk aktivitas yang
berkaitan dengan batch dan satu untuk aktivitas yang berkaitan dengan keberlanjutan produk.
Jika
suatu perusahaan menganut JIT, maka biaya variabel per unit yang dijual berkurang dan biaya
tetap bertambah.