Latar Belakang
PG Kebon Agung berdiri tahun 1905, sejak didirikan dengan kapasitas giling terpasang 1.500 tth.
Tahun 1937 kapasitas giling dinaikkan menjadi 1.800 tth. Pada tahun 1976 s.d. 1978 diadakan
Rehabilitasi, Perluasan dan Modernisasi (RPM) kapasitas giling menjadi 3.000 tth, tahun 1998 s.d.
2001 dilakukan Program Penyehatan sehingga kapasitas giling menjadi 4.700 tth. Dari tahun
2001 hingga 2004 dilakukan perbaikan dan penggantian mesin untuk meningkatkan kemantapan
kinerja dan efisiensi pabrik dengan sasaran kapasitas giling 5.000 tth. Sejak tahun 2005 PG Kebon
Agung melakukan Program Pengembangan PT Kebon Agung dengan sasaran kapasitas giling
5.750 tth.
2. Permasalahan
Indonesia sebagai pengekspor gula terbesar kedua di dunia setelah Kuba pada tahun
1930-an dan produksi gula sekitar 3 juta ton per tahun tidak pernah lagi tercapai hingga saat
ini, turun menjadi hanya 2,59 juta ton (Kusbiantoro dan Didik , 2014 ) . Penurunan kinerja
pabrik gula membuat kita khawatir. Kinerja karyawan dapat dipengaruhi oleh sistem yang
dibuat oleh pabrik gula. Jika sistem kinerja umum tetap diterapkan, pabrik gula di Indonesia
akan sulit berkembang.
Pabrik Gula termasuk entitas yang populer di Indonesia yang bergerak di bidang
manufaktur. Penelitian ini berfokus pada PG. Kebon Agung ( Pabrik Gula Kebon Agung) yang
terletak di desa Kebonagung , Malang. Akuntansi pertanggungjawaban telah banyak
diadopsi oleh perusahaan-perusahaan besar, khususnya perusahaan manufaktur termasuk
PG. Kebon Agung, sebagai sarana pengendalian dan pengukuran kinerja.
Akuntansi pertanggungjawaban membutuhkan distribusi wewenang dan pengambilan
keputusan kepada manajemen yang lebih rendah. Distribusi tersebut disebut desentralisasi,
yaitu pendelegasian pengambilan keputusan kepada tingkat manajemen yang lebih rendah
dengan dukungan sistem pelaporan tanggung jawab yang objektif, relevan, dan tepat waktu
dari masing-masing departemen.
3. Rumusan Masalah
Apa saja Langkah yang akan dilakukan PG. Kebon Agung dalam mempertanggung
jawabkan aspek akuntansinya?
4. Teori
A. RESPONSIBILITY ACCOUNTING
1. Pengertian dan Tujuan Akuntansi Pertanggungjawaban
Secara umum akuntansi pertanggungjawaban dapat dikatakan sebagai
suatu sistem yang meliputi perencanaan, pengukuran dan evaluasi informatika
atau laporan akuntansi dalam suatu organisasi yang terdiri dari beberapa pusat
pertanggungjawaban dimana tiap-tiap pusat tanggungjawab dipimpin oleh
seorang manajer yang bertanggungjawab atas aktivitas yang dipimpinnya.
(Siegel & Marconi, 1989: 96).
Mulyadi, (2001 : 169) menjelaskan bahwa salah satu tujuan
diterapkannya akuntansi pertanggungjawaban adalah untuk mengendalikan
biaya, dengan cara menggolongkan, mencatat, meringkas, dan
menghubungkan langsung dengan pejabat atau orang yang bertanggungjawab
atas terjadinya biaya yang dikendalikan olehnya. Tujuan lain diterapkannya
akuntansi pertanggungjawaban adalah sebagai berikut :
a. Dengan akuntansi pertanggungjawaban, pengelompokkan dan pelaporan
biaya dilakukan untuk tiap tingkatan manajemen hanya dibebani dengan
biaya-biaya yang berada dibawah pengendaliannya atau yang berada
dibawah tanggungjawabnya. Dengan demikian biaya dapat dikendalikan
dan diawasi secara efektif dan efisien.
b. Untuk pengendalian biaya, karena selain biaya-biaya dan pendapatan
diklasifikasikan menurut pusat pertanggungjawabanya, biaya dan
pendapatan yang dilaporkan juga harus dibandingkan dengan anggaran
yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Sehingga akuntansi
pertanggungjawaban juga memungkinkan beroperasinya suatu sistem
anggaran dengan baik.
c. Membantu manajemen dalam pengendalian dengan melihat
penyimpangan realisasi dibandingkan dengan anggaran yang ditetapkan.
d. Dapat digunakan sebagai salah satu alat perencanaan untuk mengetahui
kriteria-kriteria penilaian prestasi unit usaha tertentu.
e. Dapat digunakan sebagai pedoman penting langkah yang harus dibuat
oleh perusahaan dalam rangka pencapaian sasaran perusahaan.
f. Dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam rangka penilaian kinerja
(performance) bagian-bagian yang ada dalam perusahaan, karena secara
berkala top manajemen menerima laporan pertanggungjawaban dari setiap
tingkatan manajemen dan top manajer dapat menilai performance dari
setiap bagian dilihat dari ditetapkan untuk setiap bagian yang menjadi
tanggungjawabnya.
C. Responsibility Network
Untuk tujuan pengendalian biaya, struktur organisasi diharapkan mampu
menjelaskan hubungan pusat-pusat pertanggungjawaban secara individu, jaringan
organisasi, atau pertanggungjawaban secara ideal mampu menggambarkan
bagaimana masing-masing fungsi mampu mengelola input untuk menghasilkan
output secara efisien.
Keselarasan hubungan antar fungsi dalam struktur organisasi dapat dipenuhi
jika dilakukan analisa struktur organisasi, juga penentuan pendapatan dan beban
secara benar. Hal ini penting mengingat akan berakibat pula pada penentuan tugas
dalam susunan sebuah sistem.
D. Tipe-Tipe Pusat Pertanggungjawaban
Istilah pusat pertanggungjawaban digunakan untuk menunjukkan unit
organisasi yang dikelola oleh seorang manajer yang bertanggungjawab
(Supriyono, 2001). Penentuan pusat-pusat pertanggungjawaban memerlukan
desentralisasi.
Desentraliasi berarti pendelegasian wewenang pembuatan keputusan pada
tingkatan manajemen yang lebih rendah. Suatu organisasi merupakan kumpulan
pusat-pusat pertanggungjawaban.
Suatu pusat pertanggungjawaban dibentuk untuk mencapai salah satu atau
beberapa tujuan. Tujuan suatu pusat pertanggungjawaban secara individual
diharapkan dapat membantu pencapaian tujuan suatu organisasi sebagai suatu
keseluruhan. Dalam prakteknya, suatu pusat pertanggungjawaban diserahi
tanggungjawab yang spesifik dan melihat dari luas tanggungjawab yang
dipikulnya, umumnya pusat pertanggungjawban diklasifikasikan kedalam :
1. Cost Center (Pusat Biaya); merupakan pusat pertanggungjawaban atau suatu
unit organisasi yang prestasi manajernya dinilai atas dasar biaya dalam pusat
pertanggungjawaban yang dipimpinya.
F. Fixing Responsibility
Setiap orang memiliki pertanggungjawaban dan tantangan, untuk merasa
tanggungjawab maka setiap orang harus merasa memiliki keahlian dan merasa
diperlukan. Hal tersebut terimplikasikan dengan memilliki kewenangan dalam
membuat keputusan dan termotivasi untuk memperbaiki kinerjanya.
Dalam menetapkan pertanggungjawaban perlu adanya tugas yang spesifik
untuk tugas individu. Setiap orang diberi tanggungjawab dan ditentukan pula
aktivitas dan fungsinya, dalam kenyataannya adalah berarti tugas dengan atasan.
Setiap individu mempunyai tanggungjawab pada satu direksi, agar tidak terjadi
overlapping tanggungjawab.
Faktor terpenting dalam menggambarkan tanggungjawab adalah persetujuan
dengan direksi dan pertanggungjawaban atas sumber daya yang didelegasikan
berdasarkan fungsi atau tugas. Dalam hal ini manajer harus memiliki kemampuan
untuk memprediksi perubahan yang signifikan, misalnya manajer marketing
seharusnya dapat mengontrol biaya advertising dan promosi.
Kontrol merupakan pelengkap dalam lingkungan kerja yang perlu
dipertimbangkan. The Comitte on Cost Concept and Standard American
Accounting Association, pada tahun 1956, merekomendasikan hal berikut :
1. Setiap orang dengan otoritas baik perolehan dan penggunaan barang atau
service seharusnya dapat ditentukan dengan cost tertentu.
2. Orang yang signifikan mempengaruhi besarnya cost dalam tindakan mungkin
dapat ditentukan dengan cost.
3. Pada saat tindakan tidak ada orang yang secara signifikan mempengaruhi cost
maka dapat diketahui dengan melihat elemen dalam manajemen yang
berperan, maka orang tersebut yang dapat membantu siapa yang
bertanggungjawab.
Teori Herzberg
Teori Motivasi Higiene
Frederick Herzberg mengembangkan teori dua faktor, kedua faktor tersebut disebut
ketidakpuasan (dissatisfiers) dan kepuasan (satisfiers) atau hygine motivator atau faktor
intrinsik – ekstrinsik. Hasil penelitian Hezberg menyangkut teorinya ada dua kesimpulan:
Pertama, ada seperagkat kondisi ekstrinsik dalam kontek pekerjaan yang menghasilkan
ketidakpuasan di antara pegawai jika kondisi ini tidak terpenuhi. Jika kondisi ini terpenuhi,
hasilnya tidak perlu memotivasi pegawai. Kondisi inilah yang disebut ketidakpuasan atau
faktor hygiene karena dibutuhkan paling tidak mempertahankan tingkat no dissatisfaction
meliputi gaji, keamanan kerja, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan, kualitas supervise
teknis. Kedua, seperangkat kondisi intrinsiik si pekerja jika ada akan membangun tingkat
motivasi yang kuat yang hasilnya adalah kinerja pekerjaan yang baik. Jika kondisi ini tidak
terpenuhi, maka pekerjaan tidak terbukti memberikan tingkat kepuasan yang tinggi. Faktor
ini disebut kepuasan atau motivator yang meliputi achievement, pengakuan, tanggung jawab,
pekerjaan itu sendiri dan kemungkinan tumbuh. Hezberg menyatakan bahwa ada faktor-
faktor tertentu di tempat kerja yang menyebabkan kepuasan kerja, sementara seperangkat
faktor terpisah menyebabkan ketidakpuasan. Kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja
tindakan independen satu sama lain.
5. Pembahasan
Analisis Teori
Pada analisis teori yg berkaitan dengan case diatas dapat dikaitkan dengan Teori Motivasi
Higiene dari Herzberg yg dimana dalam teori ini dikatakan bahwa Faktor hygiene
(missal status, keamanan kerja, gaji, tunjangan, kondisi kerja, gaji yang baik, membayar
asuransi, liburan) yang tidak memberikan kepuasan positif atau menimbulkan motivasi
yang lebih tinggi meskipun hasil ketidakpuasan dari ketidakhadiran mereka. Istilah
“Hygiene” digunakan dalam arti bahwa ini adalah faktor pemeliharaan. Ini adalah
ekstrinsik untuk pekerjaan itu sendiri, dan mencakup aspek-aspek seperti kebijakan
perusahaan, praktik pengawasan atau upah / gaji. Herzberg sering menyebut gfaktor
higienis sebagai “KITA” faktor yang merupakan akronim untuk “kick in the ass
(menendang pantat)”, proses pemberian insentif atau ancaman hukuman untuk membuat
seseorang melakukan sesuatu dan bertanggung jawab atas sesuatu. Selain itu dapat
diketahui pula bahwa dalam Teori Herzberg berkonsentrasi pada pentingnya faktor
pekerjaan internal kekuatan memotivasi
karyawan. Dia dirancang untuk meningkatkan pengkayaan pekerjaan bagi karyawan.
Herzberg ingin menciptakan kesempatan bagi karyawan untuk mengambil bagian dalam
perencanaan, melakukan dan mengevaluasi pekerjaan mereka. Dia menyarankan untuk
melakukan hal berikut ini:
• Menghapus beberapa manajemen control atas karyawan dan meningkatkan akuntabilitas
dan tanggung jawab mereka memiliki lebih dari pekerjaan mereka. Pada gilirannya akan
meningkatkan imbalan otonomi karyawan.
• Membuat unit kerja lengkap dan alami bilamana memungkinkan. Sebuah contoh akan
memungkinkan karyawan untuk membuat seluruh unit atau bagian, bukan hanya
memungkinkan mereka untuk membuat bagian dari itu.
• Memberikan umpan balik regular dan terus menerus pada produktivitas dan prestasi kerja
langsung kepada karyawan bukan melalui pengawa.
• Mendorong karyawan untuk mengambil tugas-tugas baru dan menantang dan menjadi ahli
pada tugas.
•